f. Modus over invoicing II, dimana sebenarnya tidak ada barang yang diperjualbelikan, yang ada hanya faktur-faktur yang dijadikan bukti
pembelian penjualan fiktif sebab penjual dan pembeli sebenarnya adalah pelaku pencucian uang.
g. Modus pembelian kembali, dimana pelaku menggunakan dana yang telah dicuci untuk membeli sesuatu yang telah dia miliki.
3. Tipologi IT a. Modus E-Bisnis, menggunakan sarana internet.
b. Modus scanner merupakan tindak pidana pencucian uang dengan predicate crime
berupa penipuan dan pemalsuan atas dokumen-dokumen transaksi keuangan.
4. Tipologi hitek Dimana suatu bentuk kejahatan terorganisir secara skema namun orang-orang
kunci tidak saling mengenal, nilai uang relatif tidak besar tetapi bila dikumpulkan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Dikenal dengan nama
modus cleaning dimana kejahatan ini biasanya dilakukan dengan menembus sistem data base suatu bank.
D. Pengaturan Hukum Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Didalam pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang ada beberapa peraturan perundang-undang dan peraturan lain yang terkait, yakni:
24
24
http;www.bi.go.idNRrdonlyresTPPU_konsolidasi1, pdf
Universitas Sumatera Utara
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 tahun
2003 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan
Sistem Nilai Tukar 6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia
7. Peraturan Bank Indonesia No. 310PBI2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles
8. Peraturan Bank Indonesia No. 323PBI2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 310PBI2001 tentang Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles 9. Peraturan Bank Indonesia No. 521PBI2003 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Bank Indonesia No. 310PBI2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles
10. Peraturan Bank Indonesia No. 523PBI2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles Bagi Bank Perkreditan Rakyat
dan lampiran
Universitas Sumatera Utara
11. Surat Edaran No. 329DPNP perihal Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
12. Surat Edaran No. 532DPNP perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 229DPNP
13. Surat Edaran No. 637DPNP ta perihal Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan
Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Di dalam sub bab ini, penulis akan lebih menekankan pada Undang-
undang No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003. Dalam kaitannya
dengan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang, yang perlu dipertanyakan “Siapakah pelaku atau subjek hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan?” Dalam Undang-undang No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No. 25 tahun 2003, Pasal 1 merumuskan bahwa setiap orang adalah perseorangan atau korporasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek hukum pidana menurut
Undang-undang No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003, di samping
manusia alamiah natural person yang selama ini sudah demikian diatur dalam KUHP, juga manusia hukum juridicial person, atau korporasi. Selanjutnya
diterangkan bahwa korporasi yang dimaksud adalah kumpulan orang danatau
Universitas Sumatera Utara
kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
25
Di dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003, Pasal 2 ayat 1 disebutkan pula bahwa hasil tindak pidana adalah harta
kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana:
26
1. Korupsi 2. Penyuapan
3. Penyelundupan barang 4. Penyelundupan tenaga kerja
5. Penyelundupan imigran 6. Di bidang perbankan
7. Di bidang pasar modal 8. Di bidang suransi
9. Narkotika 10. Psikotropika
11. Perdagangan manusia 12. Perdagangan senjata gelap
13. Penculikan 14. Terorisme
15. Pencurian 16. Penggelapan
25
Arief Amrullah, Money Laundering, Malang, Bayumedia Publishing, 2004, hal. 103
26
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003,
Universitas Sumatera Utara
17. Penipuan 18. Pemalsuan uang
19. Perjudian 20. Prostitusi
21. Di bidang perpajakan 22. Di bidang kehutanan
23. Di bidang lingkungan hidup 24. Di bidang kelautan atau
25. Tindak pidana lainnnya yang diancam dengan pidana penjara empat 4 tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar
wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia
Di dalam ayat 2 dinyatakan bahwa harta kekayaan yang dipergunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kejahatan terorisme dipersamakan
sebagai hasil tindak pidana sebagaiman dimaksud pada ayat 1 huruf n terorisme.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
25 tahun 2003, maka Pasal 3 ayat 1 huruf g dalam Undang-undang No.15 tahun 2002, di dalam Undang-undang No.25 tahun 2003 dirubah bunyinya menjadi
“menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana
pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat lima 5 tahun dan paling
Universitas Sumatera Utara
lama lima belas 15 tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah dan paling banyak Rp.15.000.000.000,00 lima belas miliar”. Pola
yang diterapkan oleh pembentuk undang-undang adalah pola minimal maksimal, dan dalam penjatuhan pidananya menganut sistem kumulatif. dengan pola
minimal maksimal tersebut, berarti hakim dalam menjatuhkan pidana akan berkisar antara lima 5 sampai dengan lima belas 15 tahun dan denda antara Rp.
100.000.000,00 seratus juta rupiah sampai Rp. 15.000.000.000,00 lima belas miliar rupiah, sehingga akan mengurangi terjadinya disparitas pidana.
27
Sementara itu, Pasal 3 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia No.15
tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003, juga menentukan bahwa percobaan,
pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dianggap sebagai delik selesai. Ketentuan itu sama halnya dengan yang
diatur dalam Pasal 15 Undang-undang No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001. Artinya pidana yang diancamkan
sama beratnya dengan ancaman pidana terhadap tindak pidana di luar kategori percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat tersebut. Penjelasan Pasal 15
Undang-undang Republik Indonesia No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2001 menyatakan
bahwa ketentuan itu merupakan aturan khusus karena ancaman pidana pada percobaan dan pembantuan tindak pidana, pada umumnya dikurangi 13 dari
ancaman pidananya. Sementara itu ketentuan yang sama dalam Pasal 3 ayat 2
27
Arief Amrullah, Op cit, hal. 117
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang Republik Indonesia No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun
2003 dalam penjelasan pasalnya dikatakan cukup jelas. Disamping rumusan delik di atas, Pasal 6 Undang-undang Nomor 15 tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2003 melarang setiap orang yang menerima atau
menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan dan penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau diduganya merupakan hasil
tindak pidana dipidana dengan pidana penjara minimal lima 5 tahun dan maksimal lima belas 15 tahun dan denda minimal Rp.100.000.000,00 seratus
juta rupiah dan maksimal Rp.15.000.000.000,00 lima belas miliiar rupiah. Pengecualian terhadap ketentuan pidana tersebut adalah penyedia jasa keuangan
yang melaksanakan kewajiban pelaporan transaksi keuangan. Ancaman pidana yang diletakkan dalam Pasal 6 sama dengan ketentuan Pasal 3 ayat 1, hanya saja
pembentuk undang-undang tidak mencantumkan ketentuan seperti dalam Pasal 3 ayat 2 di atas.
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No. 25 tahun 2003, ancaman pidana yang dirumuskan adalah pidana penjara dan pidana denda adalah pidana pokok.. Sedangkan untuk pidana tambahan, hanya
terbatas yaitu jika terpidanya korporasi. Hal tersebut dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 5 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia No.15 tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang No. 25 tahun 2003 bahwa terhadap korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha danatau pembubaran korporsi
yang diikuti dengan likuidasi. Sanksi tersebut merupakan sanksi administratif yang diintegrasikan dalam hukum pidana.
E. Dampak Tindak Pidana Pencucian Uang