Harga boraks yang murah yaitu berkisar Rp.500bungkus yang mudah didapatkan di warung atau pasar serta lebih menguntungkan dari segi ekonomi,
menjadi alasan bagi produsen bebas menggunakannya sebagai BTP pada lontong. Semakin tinggi tingkat penjualan lontong yang mengandung boraks dalam satu hari,
semakin banyak pula masyarakat yang akan terpapar oleh boraks tersebut. Meskipun lontong yang dikonsumsi sudah dimasak, tidak berarti bahwa
boraks yang ditambahkan pada waktu pembuatan lontong menjadi hilang, karena dalam pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya boraks dengan metode
pengabuan, sampel harus dibakar terlebih dahulu sehingga menjadi abu untuk mengetahui kandungan boraks pada lontong tersebut.
5.1.2. Hasil Pemeriksaan Boraks pada Lontong Secara Kuantitatif
Pada lontong yang positif mengandung boraks selanjutnya dilakukan pemeriksaan kuantitatif dengan metode titrasi asam basa untuk mengetahui kadar
boraks pada lontong tersebut. Hasil titrasi yang dijumpai yaitu perubahan warna menjadi merah jambu muda. Dari hasil pemeriksaan kuantitatif ditemukan kadar
boraks yang tertinggi yaitu 4,081 grkg artinya dalam 1 kg sampel lontong yang diperiksa terdapat kandungan boraks sebanyak 4,081 gr. Sedangkan kadar boraks
yang terendah adalah 0,989 grkg artinya dalam 1 kg lontong yang diperiksa terdapat boraks sebanyak 0,989 gr.
Dampak negatif boraks bagi tubuh dimana pada dosis tertinggi yaitu 10-20 grkg berat badan orang dewasa dan 5 grkg berat badan anak-anak akan
menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 grkg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 grkg berat badan anak-anak,
Universitas Sumatera Utara
jika sering dikonsumsi akan menumpukterakumulasi pada jaringan tubuh di otak, hati, lemak dan ginjal yang pada akhirnya dapt menyebabkan kanker. Manusia
dengan berat badan 50 kg dapat meninggal dunia jika mengonsumsi 5-25 gr boraks. Yuliarti 2007 menyebutkan bahwa orang dewasa dapat meninggal dunia apabila
mengonsumsi asam borat sebanyak 15-25 gr, sedangkan anak-anak 5-6 gr. Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu
setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis keracunan boraks biasanya ditandai dengan sakit perut sebelah atas, muntah, mencret, sakit kepala,
penyakit kulit berat, sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah, tidak nafsu makan, dehidrasi, koma dan jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan kematian.
Walaupun boraks memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi tubuh, tetap saja masyarakat menggunakan boraks sebagai BTP. Masih banyak masyarakat
Indonesia kurang mampu untuk membeli makanan yang bermutu tinggi dan memenuhi persyaratan. Hal ini disebabkan karena tingkat ekonomi masyarakat yang
rendah dan juga pengetahuan yang kurang sehingga kondisi inilah yang menyebabkan pedagang makanan memproduksi makanan dengan harga yang murah dengan
menggunakan bahan-bahan yang berbahaya. Kurangnya kepedulian pedagang terhadap keselamatan masyarakat menyebabkan banyaknya penyakit yang timbul
akibat mengonsumsi makanan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. Berdasarkan penelitian mahasiswa Teknologi Pangan IPB Dody 2003,
penggunaan boraks pada makanan dapat digantikan dengan pengawet Kalium Karbonat
atau Natrium Karbonat air abu sesuai dengan dosis yang diizinkan Permenkes RI No.1168MenkesPerX1999 yaitu 50 grkg. Air abu ini mudah
Universitas Sumatera Utara
diperoleh karena banyak dijual di warungkedai sekitar pemukiman masyarakat dan harganya pun tidak terlalu mahal sekitar Rp 1000botol. Selain itu pengenyal alami
yang dapat digunakan sebagi pengganti boraks pada lontong adalah karagenan. Karegenan aman dikonsumsi karena terbuat dari bahan alami rumput laut dan sangat
efektif untuk mengenyalkan lontong. Walaupun harganya lebih mahal dari boraks kareganan harus digunakan sebagai alternatif pengganti boraks agar konsumen terjaga
dari bahaya bahan tambahan pangan.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan