beragama lebih bahagia karena agama mengajarkan tujuan hidup, mengajak mereka menerima dan menghadapi aneka masalah dengan tenang, dan
mempersatukan mereka dalam satu umat yang saling memberi dukungan.
2.2 Religiusitas
2.2.1. Pengertian Religiusitas
Sebelum membahas religiusitas, perlu adanya pembahasan mengenai agama sebagai dasar dari perilaku religiusitas ini.
Di dunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama, yaitu : religi, religie, religion,
yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian; perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan
yang di lakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan,
keputusan dan pembalasan. Moh.Syafaat, 1965 dalam Yusuf, 2004.
Menurut Martineau dalam Jalaluddin, 2003 agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa, dan kehendak Illahi yang
mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.
37
Sedangkan menurut Glock Stark dalam Anchok, 2004 , agama adalah sistem simbol, keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang
semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi ultimate meaning.
Istilah religiusitas merupakan terjemahan dari kata religiosity dalam bahasa inggris. Menurut Smith dalam Trimulyaningsih Rachmana, 2008 religiusitas
adalah sesuatu yang dilakukan atau yang dirasakan secara mendalam oleh seseorang atau sesuatu yang mempengaruhi keinginan dan harapan dan mengikat seseorang
dalam sebuah komunitas.
Menurut Trimulyaningsih Rachmana 2008 religiusitas adalah sesuatu hal yang berkenaan dengan agama.
Dari pengertian di atas, maka peneliti menggunakan definisi dari Glock Stark dalam Anchok, 2004 religiusitas adalah sistem simbol, keyakinan, sistem
nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi.
2.2.2. Dimensi Religiusitas
Menurut Glock Stark 1974, ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu :
38
1. Dimensi Keyakinan. Dimensi ini terdiri dari pengharapan-pengharapan di mana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan
mengakui kebenaran ajaran-ajaran agama. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan di mana para penganut diharapkan untuk taat. Walaupun
demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya di antara agama-agama, tetapi seringkali juga terdapat tradisi-tradisi dalam agama yang
sama. 2. Dimensi praktek agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan
hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua hal yang penting yaitu
ritual dan ketaatan. Ritual seperti : menghadiri pengajian agama. Sedangkan ketaatan seperti: mengerjakan shalat.
3. Dimensi pengalaman. Dimensi ini berisikan memperhatikan fakta bahwa semua agama memiliki pengharapan-pengharapan yang pasti, meski tidak tepat jika
dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan bahwa
seseorang akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural. 4. Dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-
orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritual-ritual, kitab suci dan tradisi-tradisi.
5. Dimensi konsekuensi. Dimensi mengacu pada identifikasi komitmen terhadap agama dari keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan
39
seseorang dari hari ke hari. Dan konsekuensi ini di tiap komitmen agama berlainan. Maka dari itu, kita perlu suatu ketegasan secara komunal yang dapat
diambil dari salah satu hukum agama yang tertulis yang terdapat di dalam kitab agama masing-masing, untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat menjerumuskan
kehidupan bermasyarakat.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas