sedangkan nasabah mengelola usaha tersebut tanpa campur tangan bank.
5
Bank mempunyai hak untuk mengajukan usul dan melakukan pengawasan atas penyediaan dana, dari pembiayaan tersebut bank mendapat imbalan
atau keuntungan yang besarnya ditetapkan atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian, maka kerugian tersebut sepenuhnya
ditanggung oleh bank, kecuali kerugian akibat dari kelalaian nasabah. b.
Rukun dan Syarat Mudhârabah Adapun rukun dari akad mudhârabah yaitu:
1 Pemodal
2 Pengelola
3 Modal
4 Nisbah keuntungan
5 Sighat atau akad
Sedangkan syarat akad mudhârabah yaitu: 1
Pemodal dan pengelolah merupakan orang yang cakap hukum 2
Shighat penawaran dan penerimaan ijab dan qabul harus diucapkan oleh kedua belah pihak guna menunjukan kemauan mereka untuk
menyempurnakan kontrak 3
Modal harus berbentuk uang tunai yang jelas jumlahnya
5
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait BAMUI dan Takaful di Indonesia
, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, h. 86
2. Musyârakah
a. Pengertian Musyârakah
Musyârakah atau Sirkah yaitu suatu perjanjian usaha antara 2 atau
beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta,
mewakilkan atau menggugurkan haknya dalam proyek.
6
Keuntungan dari hasil usaha bersama dapat dibagikan baik menurut proporsi penyertaan
modal masing-masing sesuai dengan kesepakatan bersama. b.
Rukun dan Syarat Musyârakah Adapun rukun dari akad musyârakah yaitu:
1 Pemodal
2 Pengelola
3 Modal
4 Nisbah keuntungan
5 Sighat atau akad
Sedangkan syarat dalam akad musyârakah yaitu: 1
Pemodal dan pengelolah merupakan orang yang cakap hukum 2
Shighat penawaran dan penerimaan ijab dan qabul harus diucapkan oleh kedua belah pihak guna menunjukkan kemauan mereka untuk
menyempurnakan kontrak
6
Ahnad Ghazali, Serba Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga di Antara kita, Jakarta: PT
EIF X Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2005, h. 29
3 Modal harus berbentuk uang tunai yang jelas jumlahnya.
3. Murâbahah
a. Pengertian Murâbahah
Murâbahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan margin yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli bank dan nasabah.
7
Sedangkan pembiayaan murâbahah yaitu suatu perjanjian dimana bank membiayai barang yang diperlukan nasabah
sengan sistem pembayaran ditangguhkan. Dalam prakteknya, dilakukan dengan cara bank membeli dan memberi kuasa kepada nasabah atas nama
bank, pada saat yang bersamaan bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga pokok ditambah sejumlah keuntungan atau mark up
untuk dibayar oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara bank dengan nasabah. Tujuan pembiayaan murâbahah
untuk pembiayaan yang sifatnya konsumtif seperti rumah, tanah, toko, mobil, motor dan sebagainya.
8
Pada pembiayaan murâbahah perjanjian yang disepakati antara bank dengan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian
bahan baku atau modal kerja lainya yang dibutuhkan oleh nasabah, yang
7
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: IIIT Indonesia, 2003, Edisi Pertama, Cet-4, h. 61
8
M Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia Institute, 2000, h. 251
akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank harga beli bank plus margin keuntungan pada saat jatuh tempo.
9
b. Syarat-syarat Murâbahah
Adapun syarat dalam akad murâbahah yaitu: 1
Para pihak a
Berwenang secara hukum b
Ridha atau rela atau suka sama suka 2
Obyek a
Ada secara fisik b
Memiliki kepemilikan yang jelas c
Bukan barang haram d
Harga e
Tidak berubah selama masa perjanjian f
Merupakan kesepkatan 4.
Salâm
a. Pengertian Salâm
Transaksi jual-beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran
dilakukan secara tunai. Bank sebagai pembeli nasabah sebagai penjual. Pembelian degan pembayaran dimuka atas hasil pertanian dengan kriteria
tertentu dari petani nasabah dan dijual kembali ke pihak lain nasabah
9
Muhammad Yusuf dan Junaedi, Pengantar Ilmu Ekonomi dan Perbankan Syariah, Jakarta: Ganeca Press. 2006, h. 69
ke-2 yang membutuhkan dengan jangka waktu pengiriman yang ditetapkan bersama.
10
Sebelum membeli hasil pertanian dari nasabah pertama, bank terlebih dahulu telah menawarkan kepada nasabah kedua
untuk membeli hasil pertanian dari nasabah pertama dalam ketetapan harga pembelian dan penjualan yang disepakati bersama antara nasabah
kedua. b.
Rukun dan Syarat Salâm Adapun rukun dalam akad salâm yaitu:
1 Muslam pembeli
2 Muslam ilaih penjual
3 Modal
4 Muslam fihi barang
5 Sighat ucapan
Sedangkan syarat dalam akad salâm yaitu: 1
Modal 2
Modal harus diketahui 3
Penerimaan pembayaran salâm 4
Barang harus spesifik dan dapat diakui sebagai hutang 5
Harus bisa diidentifikasikan secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang barang tersebut, tentang
kualifikasi kualitas, serta mengenai jumlahnya
10
Ibid
6 Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari
7 Bolehnya menentukan tanggal waktu dimasa yang akan datang untuk
menyerahkan barang 5.
Ijârah
a. Pengertian Ijârah
Akad antara bank muajjir dengan nasabah musta’jir untuk menyewa suatu barangobyek sewa ma’jur milik bank dan bank mendapatkan
imbalan jasa atas barang yang disewanya, dan diakhiri dengan pembelian obyek sewa oleh nasabah.
Dalam pembiayaan ini, pertama-tama bank akan membeli asset untuk disewakan kepada nasabah dan dikatagorikan sebagai aktiva ijarah.
Setelah dimiliki bank, selanjutnya nasabah akan menyewanya untuk jangka waktu yang disepakati dengan membayar harga sewa. Selama
jangka waktu yang disepakati aktiva ijarah masih milik bank dan akan dialihkan kepemilikannya pada akhir masa sewa.
b. Rukun Ijârah
Adapun rukun dalam akad ijârah yaitu: 1.
Sighat ucapan : ijab tawaran, penerimaan qobul. 2.
Pihak yang berakad berkontrak : pemberi sewa lessor-pemilik aset, penyewa lessee.
3. Obyek kontrak yang terdiri dari pembayaran sewa dan manfaat dari
pengguna aset.
d. Syarat-Syarat Pembiayaan
Ada beberapa syarat-syarat penilaian pembiayaan yang sering dilakukan yaitu dengan analisis 5 C, analisis 7 P dan studi kelayakan. Kedua syarat ini 5 C
dan 7 P memiliki persamaan yaitu apa-apa yang terkandung dalam 5 C dirinci lebih lanjut dalam syarat 7 P dan di dalam 7 P disamping lebih terinci juga
jangkauan analisisnya lebih luas dari 5 C. Syarat pemberian pembiayaan dengan analisis 5 C pembiayaan dapat
dijelaskan sebagai berikut: 1
Character behaviour karakter akhlaknya Karakter ini dapat dilihat dari interaksi kehidupan keluarga dan para
tetangganya. Untuk mengetahui lebih dalam adalah dengan bertanya kepada tokoh masyarakat setempat maupun para tetangga tentang karakterakhlaknya
dari si calon penerima pembiayaan. 2
Condition of economy kondisi usaha Usaha yang dijalankan calon anggota pembiayaan harus baik, dalam arti
mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, menutupi biaya operasi usaha dan kelebihan dari hasil usaha dapat menjadi penambah modal usaha
untuk berkembang. Apalagi kelak mendapat pembiayaan dari koperasi syariah maka usaha tersebut dapat tumbuh lebih baik dan akhirnya mampu untuk
melunasi kewajibannya.
3 Capacity kemampuan manajerial
Calon anggota pembiayaan mempunyai kemampuan manajerial, handal dan tangguh dalam menjalankan usaha. Biasanya seorang wiraswasta sudah dapat
mengatasi permasalahan yang mungkin timbul dari usahanya apabila sudah berjalan minimal dua tahun. Oleh karena itu kebijakan yang berlaku
dikoperasi syariah sebaiknya apabila calon anggota pembiayaan tersebut belum menjalankan usaha sejenis minimal dua tahun maka tidak dapat
diproses permohonan pembiayaannya. 4
Capital modal Calon anggota pembiayaan harus mampu mengatur keuangannya dengan baik.
Pengusaha harus dapat menyisihkan sebagian keuntungan usahanya untuk menambah modal sehingga skala usahanya dapat ditingkatkan. Satu hal yang
perlu diwaspadai adalah apabila usaha calon anggota pembiayaan yang sebagian besar struktur permodalannya berasal dari luar bukan modal sendiri
maka hal ini akan menimbulkan kerawanan pembiayaan bermasalah. 5
Collateral jaminan Petugas pembiayaan harus dapat menganalisis usaha calon anggota
pembiayaan dimana sumber utama pelunasan pembiayaan nantinya dibayarkan dari hasil keuntungan usahanya. Untuk mengatasi kemungkinan
sulitnya pembayaran kembali kepada koperasi syariah maka perlu dikenakan jaminan. Pertama sebagai pengganti pelunasan pembiayaan apabila nasabah
sudah tidak mampu lagi. Namun demikian koperasi syariah tidak dapat
langsung mengambil alih jaminan tersebut, tetapi memberikan tangguh atau tenggang waktu untuk mencari alternative lain yang disepakati bersama
dengan anggotanya. Kedua sebagai pelunasan pembayaran apabila anggotanya melakukan tindakan wanprestasi.
Sedangkan penilaian dengan 7 P pembiayaan adalah sebagai berikut: 1
Personality Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-
hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah. Personality
hamper sama dengan character dari 5 C. 2
Party Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau
golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan
mendapatkan fasilitas pembiayaan yang berbeda pula dari bank. Pembiayaan untuk pengusaha yang kuat modalnya, baik dari segi jumlah bunga dan
persyaratan lainnya. 3
Perpose Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil pembiayaan,
termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan pembiayaan bermacam-macam apakah tujuan untuk konsumtif atau untuk
tujuan produktik atau untuk tujuan perdagangan.
4 Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau
sebaliknya. Hal inipenting mengingat jika suatu fasilitas pembiayaan yang dibiayi tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi
juga nasabah. 5
Payment Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan pembiayaan yang
telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian pembiayaan yang diperolehnya. Semakin banyak sumber penghasilan debitur
maka akan semakin baik. Sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sector lainnya.
6 Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitability
diukur dari period eke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan pembiayaan yang akan
diperolehnya dari bank. 7
Protection Tujuannya adalah bagaimana menjaga pembiayaan yang dikucurkan oleh
bank namun melalui suatu perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.
e. Pembiayaan Bermasalah
Berdasarkan pendapat dari Gatot Supramono, SH. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah adalah :
1. Yang berasal dari nasabah :
a. Nasabah menyalahgunakan pembiayaan yang diperolehnya.
b. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya.
c. Nasbah beritikad kurang baik.
2. Yang berasal dari Bank :
a. Kualitas pejabat Bank yang tidak profesional.
b. Persaingan antar Bank sehingga timbul persaingan tidak sehat.
c. Hubungan ke dalam atau koneksi yang tidak wajar.
d. Pengawasan yang lemah.
11
Hampir setiap bank mengalami pembiayaan bermasalah alias nasabah tidak mampu lagi untuk melunasi pembiayaannya. Pembiayaan bermasalah suatu
fasilitas pembiayaan disebababkanoleh 2 faktor yaitu: 1.
Dari pihak perbankan Dalam hal ini pihak analisis pembiayaan kurang teliti baik dalam mengecek
kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam melakukan perhitungan denga rasio-rasio yang ada. Akibatnya apa yang seharusnya terjadi, tidak
diprediksi sebelumnya. Kemacetan suatu pembiayaan dapat pula terjadi akibat
11
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta, Djambatan, 1996, h. 132-4
kolusi dari pihak analis pembiayaan dengan pihak debitur sehinnga dalam analisnya dilakukan secara tidak obyektif.
2. Dari pihak nasabah
Pembiayaan bermasalah yang disebabkan aleh nasabah diakibatkan 2 hal yaitu:
a. Adanya unsur kesengajaan. Artinya nasabah sengaja tidak mau membayar
kewajibannya kepada bank sehingga pembiayaan yang diberikan dengan sendiri bermasalah.
b. Adanya unsure tidak sengaja artinya nasabah memiliki kemauan untuk
membayar akan tetapi tidak mampu dikarenakan usaha dibiayai terkena musibah misalnya kebanjiran atau kebakaran.
B. Istishnâ’
1. Pengertian Istishnâ’
Dalam kamus Bahasa Arab istishnâ’ berarti minta membuat sesuatu.
12
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam “istishnâ’ adalah akad yang mengandung tuntunan agar shâni’ membuatkan sesuatu pesanan dengan ciri-ciri khusus dan
harga tertentu.’’
13
Istishnâ’ ialah kontrak transaksi yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu
12
Syarifuddin Anwar. Kamus al-Misbah: Arab-Indonesia, Surabaya: Bina Iman, t.th., h. 258
13
Abdul Azis Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996,
Cet.ke-1, h.778
atau suatu perjanjian jual beli dimana barang yang akan diperjual-belikan belum ada.
14
Menurut Sayyid Sabiq, “istishnâ’ adalah menjual barang yang dibuat seseorang sesuai dengan pesanan.”
15
Sama halnya dengan definisi yang diberikan oleh Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqhu al-Islami wa
adillatuhu , “istishnâ’ adalah suatu akad yang dilakukan bersama seorang shâni’
pembuat untuk membuat suatu kerja tertentu yang menjadi tanggungan atas diri shâni’
tersebut, ataupun suatu akad untuk membeli sesuatu yang akan dibuat oleh shâni’
pembuat dan bahan serta kerja dari shâni’ pembuat.”
16
Apabila itu berasal dari mustashni’ pembeli bukan dari shâni’ pembuat maka akad
tersebut menjadi akad ijârah bukan akad istishnâ’. Dalam fatwa DSN-MUI, “istishnâ’ yaitu akad jual-beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan pembeli, mustashni’ dan penjual pembuat,
shâni’ .”
17
Akad istishnâ’ merupakan akad yang hampir menyamai akad salâm, karena istishnâ’ juga menjual barang yang tidak ada, dan barang yang dibuat itu
menjadi tanggungan atas pembuat yang menjual sejak akad disempurnakan. Sama
14
Moh. Rifai. Konsep Perbankan Syari’ah, Semarang: Wicaksana, 2002, hal.73
15
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, terjemahan H. Kamaliddin A. Marzuki, Bandung: PT Al- Ma’arif, 1987, Cet.ke-1, Jilid 12, h. 87
16
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, terjemahan Md. akhir Haji Yaacob, et.al., Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1995, Cet.ke-1, Jilid 4, h. 648
17
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nsaional,
Jakarta: MUI Pusat, 2003, Cet.ke-2, h. 36