Akad istishna dalam pembiayaan rumah pada bank syariah mandiri :studi kasus pada bank syariah mandiri kantor cabang pembantu cinere

(1)

AKAD ISTISHNĀ’ DALAM PEMBIAYAAN RUMAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI

(Studi Kasus Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere)

Oleh:

ERDI MARDUWIRA 205046100603

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

AKAD ISTISHNA’ DALAM PEMBIAYAAN RUMAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI

(Studi Kasus Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh :

Erdi Marduwira NIM : 205046100603

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Fuad Thohari, M. Ag Drs. Abu Thamrin, SH. M. Hum NIP : 2222323232232 NIP : 196509081995031001

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

Cabang Jakarta Timur) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah pada 26 Oktober 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 26 Oktober 2009

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua :

2. Sekertaris :

3. Pembimbing I :

4. Pembimbing II :

5. Penguji I :


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Juni 2010


(6)

Alhamdulillah, Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas kehendak dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi dan Rasul akhir zaman, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat-sahabat, thabi’in-thabi’in dan seluruh umat manusia yang setia kepadanya hingga akhir zaman.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi. Syukur alhamdulillah, berkat keikhlasan hati dan kerja keras disertai doa dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga kesulitan dan hambatan dapat penulis lalui dengan sebaik-baiknya. Dengan penuh kesadaran, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, melalui tulisan ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.

2. Ketua Program Studi Muamalat, Ibu Dr. Euis Amalia, M. Ag, Koordinator Teknis Program Non Reguler, Bapak Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA, Sekertaris Program Studi Muamalat Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M. Ag, dan Sekertaris Program Non Reguler, Bapak Drs. H. Ahmad Yani, MA.

3. Dosen Pembimbing, Bapak Dr. H. Fuad Thohari, M. Ag dan Drs. Abu Thamrin, SH. M. Hum yang telah membimbing, memberikan pengarahan, saran, koreksi, ilmu pengetahuan dan pengalamannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(7)

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama di bangku kuliah dan Pimpinan beserta staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum juga Pimpinan beserta staf perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan. 5. Kepala Bagian KCP Cinere Ibu Dian Laksmi Herawati yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere dan telah bersedia membantu, membimbing dan memberikan arahan selama proses penelitian yang dilakukan oleh penulis.

6. Rasa terima kasih yang tak terhingga ananda persembahkan kepada Ayahanda Eko Rachmat dan Ibunda Endah tersayang yang tak kenal lelah, telah banyak berjasa dan berkorban, selalu memberikan curahan kasih sayang, dukungan moril dan materiil yang tak ternilai harganya. Doa dan nasehat yang papah dan mamah berikan selalu menyertai dan memotivasi ananda untuk selalu semangat dan tak kenal menyerah dalam mencapai masa depan.

7. Kakak-kakak dan adiku tersayang, Endra Atmaryadi, Nurul Jannah dan Septira Putri Khairani yang selalu setia memberi waktu dan kasih sayangnya untuk menemani hari-hari penulis dan telah membantu penulis disaat mengalami kesukaran dan selalu memberikan motivasi, dukungan juga inspirasi bagi penulis. 8. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan Perbankan Syariah Non Reguler 2005

khususnya Perbankan Syariah A, yang selalu memberikan kebersaman selama penulis berada di bangku kuliah. Semoga kebersamaan kita takkan habis seiring memudarnya waktu.

9. Teman terdekat penulis Hardi Hidayat, Rusdi Shaleh, AbduL Alim. Alit Zarkasih, Taufik Hidayat. Ridho Imam Syuhada, Rivaldi Pragola dan Selfie Rahayu, Zoraya Nur Qisan dan Jody Gunawan Saputra yang selalu berbagi saran dan kritikan, yang selalu membantu dikala mengalami kesulitan dan hambatan selama di bangku kuliah. Semoga tali silaturahmi kita tidak terputus sampai kapanpun.


(8)

Hidayatullah Jakarta hingga selesai.

Di balik kekurangan dan kesalahan terdapat kesempurnaan yang hanya milik Allah Semata, karena itu penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis hanya dapat memohon kepada Allah SWT, semoga berkenan menerima segala kebaikan dan ketulusan mereka, semoga mendapat balasan atas amal baiknya. Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan memerlukannya untuk menjadi bahan pelajaran dan ilmu pengetahuan untuk masa depan.

Jakarta, 21 Juni 2010


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Kajian Pustaka Terdahulu ... 7

E. Metode Penelitian... 9

F. Sistematika Penulisan... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan... 13

2. Jenis-Jenis Pembiayaan ... 15

3. Pembiayaan Syariah ... 16

4. Syarat-Syarat Pembiayaan... 23

5. Pembiayaan Bermasalah... 27

B. Istishnâ’... 28

1. Pengertian Istishnâ’... 28


(10)

5. Perbedaan antara Istishnâ’ dan Salâm... 38

BAB III GAMBARAN UMUM A. Sejarah Singkat BSM KCP Cinere ... 39

B. Visi, Misi dan Tujuan BSM KCP Cinere ... 41

C. Budaya Perusahaan... 42

D. Prinsip Operasional ... 44

E. Struktur Organisasi BSM KCP Cinere ... 45

F. Produk dan Layanan BSM KCP Cinere ... 47

BAB IV AKAD ISTISHNĀ’ DALAM PEMBIAYAAN RUMAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI KCP CINERE A. Mekanisme Pembiayaan Akad Istishnâ’... 51

B. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah... 63

C. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah... 66

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 70

B. Saran-Saran... 71

DAFTAR PUSTAKA... 73


(11)

AKAD ISTISHNĀ’ DALAM PEMBIAYAAN RUMAH

PADA BANK SYARIAH MANDIRI

(Studi Kasus Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere)

Oleh:

ERDI MARDUWIRA 205046100603

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(12)

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Keberadaan sistem keuangan ini diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediation) dan lembaga transmisi yang mampu menjembatani mereka yang berlebihan dana, dan kekurangan dana serta memperlancar transaksi ekonomi.

Menurut pengertiannya Bank adalah suatu lembaga yang mendapat izin untuk mengerahkan dana masyarakat berupa simpanan dan penyaluran dalam bentuk pinjaman sehingga berfungsi sebagai lembaga perantara (intermediary institution) antara unit defisit dan unit surplus.1

Bank jika dilihat dari prinsip dan cara operasionalnya terbagi menjadi dua macam, yaitu berdasarkan prinsip konvensional dan bank berdasarkan prinsip syariah. Pemberlakuan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan telah memberikan kesempatan yang luas dalam pengembangan jaringan perbankan untuk menerapkan sistem perbankan ganda atau dual banking system, yaitu penggunaan sistem perbankan konvensional dan syariah secara paralel.

1

Sutan Remy Syah Deni, Perbankan Syariah dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum di Indonesia ( Jakarta : Pustaka Utama Grafiti 1999), h. 1


(13)

2

Indonesia, sebagai negara mayoritas penduduknya beragama Islam, telah lama mendambakan kehadiran sistem lembaga keuangan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan tidak sebatas finansial namun juga tuntunan moralitasnya. Sistem bank yang dimaksud adalah perbankan yang terbebas dari praktik bunga.

Sistem bank bebas bunga atau disebut pula Bank Islam atau Bank Syari’ah, memang tidak khusus diperuntukkan sekelompok orang namun sesuai landasan Islam rahmatan lil ’âlamîn, didirikan guna melayani masyarakat banyak tanpa membedakan keyakinan yang dianut.

Aktivitas keuangan dan perbankan syariah dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat dalam pelaksanaan paling tidak dua ajaran al-Qur’an yaitu: 1. Prinsip at-ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama di antara

anggota masyarakat untuk kebaikan.

2. Kedua, prinsip menghindari al-Iktinâz, yaitu menahan uang hingga tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum.

Sama seperti dengan bank konvensinal, bank syariah juga menawarkan kepada nasabah dengan berbagai produk perbankan. Salah satu produknya yaitu pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan


(14)

antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Setiap orang sangat membutuhkan rumah, untuk memilikinya mereka dapat membeli atau membuat sendiri rumah yang mereka inginkan. Namun harga rumah dan biaya untuk membangunnya sendiri sangat mahal pada saat ini, sehingga kebanyakan orang lebih memilih untuk memanfaatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hampir setiap keluarga memerlukan pembiayaan rumah, dan sebagian besar keluarga di Indonesia muslim yang tentunya ingin tetap istiqômah dalam memiliki rumah yang sesuai dengan syariah.

Produk pembiayaan ini diantaranya adalah pembiayaan jual-beli istishnâ’ yaitu transaksi jual-beli dengan pesanan, dimana pihak pembeli memesan suatu barang kepada pihak penjual untuk dibuatkan baginya, dan mengenai pembayarannya dapat dilakukan dimuka sekaligus, bertahap sesuai dengan progress pengerjaan, atau malah dicicil dalam jangka panjang, semua dapat diatur sesuai dengan perjanjian.

Pembiayaan atas dasar pesanan, seperti pembiayaan konstruksi/manufaktur merupakan salah satu skim pembiayaan bank syariah yang dipergunakan untuk objek atau barang yang diperjual-belikan belum ada. Kasus ini sering kali ditemui pada proses pembangunan rumah, atau gedung, usaha konveksi, dan lain-lain.

Pada pembiayaan istishnâ’, nasabah selaku pembeli memesan terlebih dahulu kepada bank selaku penjual atas pengadaan atau manufaktur obyek


(15)

4

tertentu. Setelah pesanan selesai, bank akan menjualnya kepada pemesan senilai harga awal ditambah margin keuntungan bank.

Pada praktiknya, akad istishnâ’ yang digunakan pada KPR adalah istishnâ’ paralel. Maksudnya, konsumen yang membutuhkan rumah datang ke Bank dan memesan sebuah rumah dengan spesifikasi tertentu. Konsumen dan Bank lalu membuat kesepakatan serah-terima rumah, harga jual, dan mekanisme pembayarannya. Oleh karena bank bukan merupakan perusahaan pengembang, maka bank memesan lagi ke pangembang agar dibuatkan rumah yang sama yang dipesan oleh konsumen. Inilah yang dimaksud dengan istishnâ’ paralel, yaitu konsumen memesan rumah pada bank, dan bank memesan lagi ke pangembang untuk dibuatkan rumah. Dengan akad tersebut jual-beli dapat dilaksanakan walaupun objeknya belum ada.

Walaupun masih terbatas, sebetulnya sudah ada pembiayaan perumahan dari bank syariah. Memang belum banyak yang mengetahuinya, namun sudah banyak bank syariah yang gencar memasarkan produk tersebut, tetapi masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apakah ada dalam bank syariah yang menyediakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang menggunakan akad istishnâ’. Namun pada masa mendatang, produk tersebut bukan tidak akan mungkin menjadi produk unggulan bank syariah.

Di samping masalah tidak mengetahui nasabah akan produk menggunakan akad istishnâ’. Nasabah yang sudah menggunakan ditemukan adanya pembiayaan bermasalah, sebagai contoh ditemukannya ada sedikitnya 5 nasabah yang kredit


(16)

macet yaitu: (1). Kelemahan Financing initiation, (2). Pemalsuan data, (3). Terkait hukum, (4). PHK, (5). Hilang ingatan/gila.2

Hampir setiap bank mengalami pembiayaan bermasalah alias nasabah tidak mampu lagi untuk melunasi pembiayaannya. Pembiayaan bermasalah suatu fasilitas pembiayaan disebababkan faktor-faktor tertentu, untuk mengatasi pembiayaan bermsalah pihak bank perlu melakukan penyelamatan, sehinnga tidak akan menimbulkan kerugian. Penyelamatan dapat dilakukan dengan memberikan keringanan berupa jangka waktu pembayaran atau jumlah angsuran terutama bagi pembiayaan terkena musibah atau dengan melakukan penyitaan bagi pembiayaan yang sengaja lali untuk membayar.

Berdsarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menelti dan mengkaji lebih jauh permasalahan tersebut dalam skripsi ini dengan judul: Akad Istishnâ’ Dalam Pembiayaan Rumah Pada Bank Syariah Mandiri (Studi Kasus Pada Bank

Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere).

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini agar tidak meluas dan fokus pada permasalahan yang akan dibahas dan mencapai hasil yang diharapkan, maka penulis membatasi objek yang dikaji. Masalah akan dibatasi adalah mekanisme akad istishnâ’ dalam pembiayaan rumah dan bagaimana cara penyelesaian pembiayaan bemasalah

2 Bank Syariah Mandiri, Hasil wawancara dengan Bapak Indra Setiawan, Jakarta 23 Maret 2010


(17)

6

dalam pembiayaan istishnâ’ yang diberikan oleh Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere.

Kemudian layanan pembiayaan rumah yang dibatasi adalah mengenai informasi pemberian pembiayaan nasabah, seperti informasi peminjaman, informasi prosedur, persyaratan, informasi pembayaran tagihan, dan lain-lain.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme akad istishnâ’ pada pembiayaan rumah pada Bank Syariah Mandiri ?

2. Faktor apa saja yang menjadi penyebab pembiayaan bermasalah pada akad istishnâ’ ?

3. Bagaimana penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Bertitik tolak pada permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui mekanisme akad istishnâ’ pada pembiayaanrumah.

2. Mengetahui faktor penyebab pembiayaan bermasalah pada akad istishnâ’.


(18)

Adapun hasil dari penelitian dan penulisan skripsi ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi perbankan syari’ah, pembaca maupun pribadi, selain itu juga diharapkan dapat bermanfaat:

a. Secara akademis adalah untuk mencoba mengenali dan menambah wawasan dan dapat memahami mengenai mekanisme pembiayaan dengan akad istishnâ’ dalam pembiayaan rumah pada Bank Syariah Mandiri.

b. Secara praktisi adalah sebagai saran, informasi dan referensi bagi bank syariah yang melakukan pembiayaan dengan akad istishnâ’.

c. Secara umum adalah agar masyarakat mengetahui mekanisme akad istishnâ’ dalam pembiayaan rumah pada Bank Syariah Mandiri.

d. Secara pribadi adalah agar penulis dapat memahami dan mengetahui pembiayaan bank syari’ah dengan akad istishnâ’ dan juga penelitian ini sebagai syarat dan kewajiban bagi setiap mahasiswa/ i untuk menyelesaikan studi tingkat sarjana program strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syari’ah dan Hukum Prodi Muamalah, Konsentrasi Perbankan Syari’ah dengan gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE. I).

D. Kajian Studi Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu digunakan untuk membantu mendapatkan gambaran dalam menyusun mengenai penelitian ini. Adapun tulisan terdahulu yang telah membahas sekitar topik ini dapat disebutkan sebagaiberikut:


(19)

8

1. Abdul Mujib Analisa Perlakuan Akuntansi Istishnâ’ Pada PT. Bank Muamalat Indonesia. TBK. Skripsi, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.

Kajian skripsi ini membahas tentang analisa pelaksanaan permohonan pembiayaan calon debitur untuk pembiayaan serta penerapan akuntansi pembiayaan istishnâ’ pada PT. Bank Muamalat Indonesia. Persamaannya yang penulis maksudkan yaitu sama-sama membahas tentang penerapan istishnâ’ dalam perbankan syariah sedangkan letak perbedaannya pada masalah yang penulis teliti lebih terfokus dalam akad istishnâ’ dalam pembiayaan rumah pada BSM.

2. Meutia Sari Konsep Pembiayaan KPRS (Kredit Perbankan Rumah Swadaya) Mikro Syariah Bersubsidi Melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah (studi di BMT Husnayain). Skripsi, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.

Konsep Pembiayaan KPRS (Kredit Perbankan Rumah Swadaya) Mikro Syariah Bersubsidi Melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah (studi di BMT Husnayain). Persamaan dalam skripsi ini sama–sama membahas tentang pembiayaan terhadap rumah, letak perbedaannya masalah apa yang mau diteliti (kajian) serta obyek penelitiannya. Sedangkan penulis lebih terfokus pada akad istishnâ’ dalam pembiayaan rumah pada BSM.


(20)

E. Metode Penelitian

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Dengan demikian, metode penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian.3

Ruang lingkup metode penelitian dari karya akhir ini akan membahas berbagai aspek yang berkaitan dengan mekanisme akad istishna’ dalam pembiayaan rumah serta pemberian agunan dalam transaksi istishnâ’.

Untuk memperoleh data-data yang digunakan penulis akan mengkaji Bank Mandiri Syariah Kantor Cabang Pembantu Cinere dengan Metode Deskriptif yaitu penulis menggambarkan masalah dengan didasari pada data-data yang akan dianalisis dan akan menghasilkan suatu kesimpulan.

Selanjutnya dalam penulisan hasil karya ini akan digunakan metodologi penelitian yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan ini berupa studi kasus pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere. 2. Jenis Penelitian

3

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), Cet. II, h. 42


(21)

10

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif-analisis, yakni penelitian yang menggambarkan data dan informasi yang diperoleh peneliti di lapangan mengenai akad istishnâ’ dalam pembiayaan rumah pada bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere.

3. Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan sumber data, yaitu: a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dari salah

satu pejabat Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere. b. Data sekunder, yaitu catatan-catatan dan laporan pembiayaan istishnâ’

pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere dan dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan ini.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Objek penelitian ini di tetapkan secara khusus pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere dan diarahkan untuk mengumpulkan data yang mendukung untuk menjawab permasalahan yang telah diungkapkan di atas. Penelitian ini khususnya diarahkan pada bidang-bidang pembiayaan yang memberikan aspek eksternal bank dan internal bank.

Untuk kepentingan penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan teknik: a. Penelitian kepustakaan (library research), dilakukan untuk memperoleh dan memahami konsep-konsep dan teori serta ketentuan-ketentuan tentang


(22)

akad istishnâ’ pada pembiayaan rumah. Penelitian kepustakaan, yaitu mencari data-data yang diperoleh dan literatur-literatur dan referensi yang berhubungan dengan judul skripsi di atas. Dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh kerangka teori yang relevan dengan pokok bahasan dalam operasi penelitian ini.

b. Penelitian lapangan (field research), yaitu melakukan pencarian data-data dan informasi mengenai permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini melalui wawancara, studi dokumentasi, observasi.

5. Metode Analisis

Dalam mengolah dan menganalisa data, digunakan metode yang bersifat deskriptif-kualitatif, yaitu dengan cara menggambarkan kondisi yang ada melalui data-data yang didapat dari lapangan kemudian diterjemahkan dalam keadaan sebenarnya.

6. Teknik Penulisan Skripsi

Teknik penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah”, Jakarta, Tahun 2007.


(23)

12

F. Sistematika Penulisan

Merujuk pada semua yang di tuliskan di atas dan metode yang di gunakan serta dalam rangka memudahkan penulisan skripsi, maka pembahasan di bagi menjadi 5 (lima) bab. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I merupakan bab pendahuluan yang dimana dalam bab ini dikemukakan dan dijelaskan garis-garis besar materi yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini. Diawali dengan latar belakang masalah, pembatasan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian kepustakaan, metodelogi penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II merupakan bab yang membahas tinjauan teoritis mengenai pengertian istishnâ’, landasan hukum operasional, perbedaan istishnâ’ dan salâm serta pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Bab III adalah bab yang membahas deskripsi objek penelitian yang meliputi gambaran umum perusahaan yakni sejarah Singkat BSM KCP Cinere, visi, misi dan tujuan BSM KCP Cinere, struktur organisasi, bentuk badan hukum, serta produk-produk dan layanan BSM KCP Cinere.

Bab IV merupakan bab yang membahas hasil penelitian dan analisa data yang mengenai mekanisme pembiayaan akad istishnâ’, faktor penyebab pembiayaan bermasalah pada akad istishnâ’ dan cara penyelesain pembiayaan bermasalah.

Bab V merupakan bagian penutup dikemukakan kesimpulan dari semua permasalahan yang dibahas dan memberikan saran-saran.


(24)

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembiayaan

a. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan adalah: kegiatan penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antara koperasi dengan anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya, yang mewajibkan penerima pembiayaan itu untuk melunasi pokok pembiayaan yang diterima kepada pihak koperasi sesuai akad disertai dengan pembayaran sejumlah bagi hasil dan pendapatan atau laba dari kegiatan yang dibiayai atau penggunaan dana pembiayaan tersebut. 1

Definisi lain tentang pembiayaan yaitu : pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang direncanakan.2

Sedangkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang/tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan/kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang di biayai dengan imbalan atau bagi hasil. Yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan

1

Kementrian Koperasi UKM RI, Petunjuk Teknis Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) pola syariah (Jakarta, 2007 ) h.4

2

Muhammad, manajemen pembiayaan Bank Syariah (Yogyakarta, UPP. AMM, YKPN, 2002) h. 17


(26)

oleh bank berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan, bagi bank berdasarkan prinsip konvensional, keuntungan diperoleh melalui bunga. Sedangkan bagi bank berdasarkan prinsip syariah berupa imbalan/bagi hasil. Perbedaan lainnya terdiri dari analisis pemberian pembiayaan (kredit) beserta persyaratannya.3

Pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva produktif, menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening administrative serta sertifikat wadiah Bank indonesia.4

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (pasal 1 Angka 12 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan).

3

Kashmir, Manajemen perbankan (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003) h. 72-73

4


(27)

15

b. Jenis-Jenis Pembiayaan

Pembiayaan merupkan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan barang dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupkan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut:

a. Pembiayaan Produktif

Yaitu Pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.

b. Pembiayaaan Konsumtif

Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut:

a. Pembiayaan Modal Kerja

Yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi; dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningktan utility of place dari suatu barang.

b. Pembiayaan Investasi

Yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.


(28)

c. Pembiayaan Syariah

Pembiayaan dalam perbankan syariah menurut Al-Harran dapat dibagi tiga yaitu:

1. Return bearing financing

Yaitu bentuk pembiayaan yang secara komersial menguntungkan, ketika pemilik modal mau menanggung risiko kerugian dan nasabah juga memberikan keuntungan.

2. Return free financing

Yaitu bentuk pembiayaan yang tidak untuk mencari keuntungan yang lebih ditunjukan kepada orang yang membutuhkan (poor), sehingga tidak ada keuntungan yang dapat diberikan.

3. Charity financing

Yaitu bentuk pembiayaan yang memang diberikan kepada orang miskin dan membutuhkan, sehingga tidak ada klaim terhadap pokok dan keuntungan.

Adapun pembiayaan yang biasa dipergunakan dalam pembiayaan pada bank sayariah sebagai berikut:

1. Mudhârabah

a. Pengertian Mudhârabah

Yaitu sutau perjanjian pembiayaan antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan 100% pembiayaan bagi usaha kegiatan tertentu dari nasabah,


(29)

17

sedangkan nasabah mengelola usaha tersebut tanpa campur tangan bank.5 Bank mempunyai hak untuk mengajukan usul dan melakukan pengawasan atas penyediaan dana, dari pembiayaan tersebut bank mendapat imbalan atau keuntungan yang besarnya ditetapkan atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian, maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank, kecuali kerugian akibat dari kelalaian nasabah. b. Rukun dan Syarat Mudhârabah

Adapun rukun dari akad mudhârabah yaitu: 1) Pemodal

2) Pengelola 3) Modal

4) Nisbah keuntungan 5) Sighat atau akad

Sedangkan syarat akad mudhârabah yaitu:

1) Pemodal dan pengelolah merupakan orang yang cakap hukum

2) Shighat penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) harus diucapkan oleh kedua belah pihak guna menunjukan kemauan mereka untuk menyempurnakan kontrak

3) Modal harus berbentuk uang tunai yang jelas jumlahnya

5

Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait (BAMUI dan Takaful) di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 86


(30)

2. Musyârakah

a. Pengertian Musyârakah

Musyârakah atau Sirkah yaitu suatu perjanjian usaha antara 2 atau beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta, mewakilkan atau menggugurkan haknya dalam proyek.6 Keuntungan dari hasil usaha bersama dapat dibagikan baik menurut proporsi penyertaan modal masing-masing sesuai dengan kesepakatan bersama.

b. Rukun dan Syarat Musyârakah

Adapun rukun dari akad musyârakah yaitu: 1) Pemodal

2) Pengelola 3) Modal

4) Nisbah keuntungan 5) Sighat atau akad

Sedangkan syarat dalam akad musyârakah yaitu:

1) Pemodal dan pengelolah merupakan orang yang cakap hukum

2) Shighat penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) harus diucapkan oleh kedua belah pihak guna menunjukkan kemauan mereka untuk menyempurnakan kontrak

6

Ahnad Ghazali, Serba Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga di Antara kita, (Jakarta: PT EIF X Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2005), h. 29


(31)

19

3) Modal harus berbentuk uang tunai yang jelas jumlahnya.

3. Murâbahah

a. Pengertian Murâbahah

Murâbahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli (bank dan nasabah).7 Sedangkan pembiayaan murâbahah yaitu suatu perjanjian dimana bank membiayai barang yang diperlukan nasabah sengan sistem pembayaran ditangguhkan. Dalam prakteknya, dilakukan dengan cara bank membeli dan memberi kuasa kepada nasabah atas nama bank, pada saat yang bersamaan bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga pokok ditambah sejumlah keuntungan atau mark up

untuk dibayar oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara bank dengan nasabah. Tujuan pembiayaan murâbahah

untuk pembiayaan yang sifatnya konsumtif seperti rumah, tanah, toko, mobil, motor dan sebagainya.8

Pada pembiayaan murâbahah perjanjian yang disepakati antara bank dengan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainya yang dibutuhkan oleh nasabah, yang

7

Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), Edisi Pertama, Cet-4, h. 61

8

M Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute, 2000), h. 251


(32)

akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan) pada saat jatuh tempo.9

b. Syarat-syarat Murâbahah

Adapun syarat dalam akad murâbahah yaitu: 1) Para pihak

a) Berwenang secara hukum

b) Ridha atau rela atau suka sama suka 2) Obyek

a) Ada secara fisik

b) Memiliki kepemilikan yang jelas c) Bukan barang haram

d) Harga

e) Tidak berubah selama masa perjanjian f) Merupakan kesepkatan

4. Salâm

a. Pengertian Salâm

Transaksi jual-beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai. Bank sebagai pembeli nasabah sebagai penjual. Pembelian degan pembayaran dimuka atas hasil pertanian dengan kriteria tertentu dari petani (nasabah) dan dijual kembali ke pihak lain (nasabah

9

Muhammad Yusuf dan Junaedi, Pengantar Ilmu Ekonomi dan Perbankan Syariah, (Jakarta: Ganeca Press. 2006), h. 69


(33)

21

ke-2) yang membutuhkan dengan jangka waktu pengiriman yang ditetapkan bersama.10 Sebelum membeli hasil pertanian dari nasabah pertama, bank terlebih dahulu telah menawarkan kepada nasabah kedua untuk membeli hasil pertanian dari nasabah pertama dalam ketetapan harga pembelian dan penjualan yang disepakati bersama antara nasabah kedua.

b. Rukun dan Syarat Salâm

Adapun rukun dalam akad salâm yaitu: 1) Muslam (pembeli)

2) Muslamilaih (penjual) 3) Modal

4) Muslamfihi (barang) 5) Sighat (ucapan)

Sedangkan syarat dalam akad salâm yaitu: 1) Modal

2) Modal harus diketahui

3) Penerimaan pembayaran salâm

4) Barang harus spesifik dan dapat diakui sebagai hutang

5) Harus bisa diidentifikasikan secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang barang tersebut, tentang kualifikasi kualitas, serta mengenai jumlahnya

10


(34)

6) Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari

7) Bolehnya menentukan tanggal waktu dimasa yang akan datang untuk menyerahkan barang

5. Ijârah

a. Pengertian Ijârah

Akad antara bank (muajjir) dengan nasabah (musta’jir) untuk menyewa suatu barang/obyek sewa (ma’jur) milik bank dan bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang disewanya, dan diakhiri dengan pembelian obyek sewa oleh nasabah.

Dalam pembiayaan ini, pertama-tama bank akan membeli asset untuk disewakan kepada nasabah dan dikatagorikan sebagai aktiva ijarah. Setelah dimiliki bank, selanjutnya nasabah akan menyewanya untuk jangka waktu yang disepakati dengan membayar harga sewa. Selama jangka waktu yang disepakati aktiva ijarah masih milik bank dan akan dialihkan kepemilikannya pada akhir masa sewa.

b. Rukun Ijârah

Adapun rukun dalam akad ijârah yaitu:

1. Sighat (ucapan) : ijab (tawaran), penerimaan (qobul).

2. Pihak yang berakad (berkontrak) : pemberi sewa (lessor-pemilik aset), penyewa (lessee).

3. Obyek kontrak yang terdiri dari pembayaran (sewa) dan manfaat dari pengguna aset.


(35)

23

d. Syarat-Syarat Pembiayaan

Ada beberapa syarat-syarat penilaian pembiayaan yang sering dilakukan yaitu dengan analisis 5 C, analisis 7 P dan studi kelayakan. Kedua syarat ini 5 C dan 7 P memiliki persamaan yaitu apa-apa yang terkandung dalam 5 C dirinci lebih lanjut dalam syarat 7 P dan di dalam 7 P disamping lebih terinci juga jangkauan analisisnya lebih luas dari 5 C.

Syarat pemberian pembiayaan dengan analisis 5 C pembiayaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Character behaviour (karakter akhlaknya)

Karakter ini dapat dilihat dari interaksi kehidupan keluarga dan para tetangganya. Untuk mengetahui lebih dalam adalah dengan bertanya kepada tokoh masyarakat setempat maupun para tetangga tentang karakter/akhlaknya dari si calon penerima pembiayaan.

2) Condition of economy (kondisi usaha)

Usaha yang dijalankan calon anggota pembiayaan harus baik, dalam arti mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, menutupi biaya operasi usaha dan kelebihan dari hasil usaha dapat menjadi penambah modal usaha untuk berkembang. Apalagi kelak mendapat pembiayaan dari koperasi syariah maka usaha tersebut dapat tumbuh lebih baik dan akhirnya mampu untuk melunasi kewajibannya.


(36)

3) Capacity (kemampuan manajerial)

Calon anggota pembiayaan mempunyai kemampuan manajerial, handal dan tangguh dalam menjalankan usaha. Biasanya seorang wiraswasta sudah dapat mengatasi permasalahan yang mungkin timbul dari usahanya apabila sudah berjalan minimal dua tahun. Oleh karena itu kebijakan yang berlaku dikoperasi syariah sebaiknya apabila calon anggota pembiayaan tersebut belum menjalankan usaha sejenis minimal dua tahun maka tidak dapat diproses permohonan pembiayaannya.

4) Capital (modal)

Calon anggota pembiayaan harus mampu mengatur keuangannya dengan baik. Pengusaha harus dapat menyisihkan sebagian keuntungan usahanya untuk menambah modal sehingga skala usahanya dapat ditingkatkan. Satu hal yang perlu diwaspadai adalah apabila usaha calon anggota pembiayaan yang sebagian besar struktur permodalannya berasal dari luar (bukan modal sendiri) maka hal ini akan menimbulkan kerawanan pembiayaan bermasalah.

5) Collateral (jaminan)

Petugas pembiayaan harus dapat menganalisis usaha calon anggota pembiayaan dimana sumber utama pelunasan pembiayaan nantinya dibayarkan dari hasil keuntungan usahanya. Untuk mengatasi kemungkinan sulitnya pembayaran kembali kepada koperasi syariah maka perlu dikenakan jaminan. Pertama sebagai pengganti pelunasan pembiayaan apabila nasabah sudah tidak mampu lagi. Namun demikian koperasi syariah tidak dapat


(37)

25

langsung mengambil alih jaminan tersebut, tetapi memberikan tangguh atau tenggang waktu untuk mencari alternative lain yang disepakati bersama dengan anggotanya. Kedua sebagai pelunasan pembayaran apabila anggotanya melakukan tindakan wanprestasi.

Sedangkan penilaian dengan 7 P pembiayaan adalah sebagai berikut: 1) Personality

Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah. Personality

hamper sama dengan character dari 5 C. 2) Party

Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas pembiayaan yang berbeda pula dari bank. Pembiayaan untuk pengusaha yang kuat modalnya, baik dari segi jumlah bunga dan persyaratan lainnya.

3) Perpose

Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil pembiayaan, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan pembiayaan bermacam-macam apakah tujuan untuk konsumtif atau untuk tujuan produktik atau untuk tujuan perdagangan.


(38)

4) Prospect

Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal inipenting mengingat jika suatu fasilitas pembiayaan yang dibiayi tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.

5) Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan pembiayaan yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian pembiayaan yang diperolehnya. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik. Sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sector lainnya.

6) Profitability

Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.

Profitability diukur dari period eke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan pembiayaan yang akan diperolehnya dari bank.

7) Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga pembiayaan yang dikucurkan oleh bank namun melalui suatu perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.


(39)

27

e. Pembiayaan Bermasalah

Berdasarkan pendapat dari Gatot Supramono, SH. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah adalah :

1. Yang berasal dari nasabah :

a. Nasabah menyalahgunakan pembiayaan yang diperolehnya. b. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya.

c. Nasbah beritikad kurang baik. 2. Yang berasal dari Bank :

a. Kualitas pejabat Bank yang tidak profesional.

b. Persaingan antar Bank sehingga timbul persaingan tidak sehat. c. Hubungan ke dalam atau koneksi yang tidak wajar.

d. Pengawasan yang lemah.11

Hampir setiap bank mengalami pembiayaan bermasalah alias nasabah tidak mampu lagi untuk melunasi pembiayaannya. Pembiayaan bermasalah suatu fasilitas pembiayaan disebababkanoleh 2 faktor yaitu:

1. Dari pihak perbankan

Dalam hal ini pihak analisis pembiayaan kurang teliti baik dalam mengecek kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam melakukan perhitungan denga rasio-rasio yang ada. Akibatnya apa yang seharusnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya. Kemacetan suatu pembiayaan dapat pula terjadi akibat

11

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta, Djambatan, 1996), h. 132-4


(40)

kolusi dari pihak analis pembiayaan dengan pihak debitur sehinnga dalam analisnya dilakukan secara tidak obyektif.

2. Dari pihak nasabah

Pembiayaan bermasalah yang disebabkan aleh nasabah diakibatkan 2 hal yaitu:

a. Adanya unsur kesengajaan. Artinya nasabah sengaja tidak mau membayar kewajibannya kepada bank sehingga pembiayaan yang diberikan dengan sendiri bermasalah.

b. Adanya unsure tidak sengaja artinya nasabah memiliki kemauan untuk membayar akan tetapi tidak mampu dikarenakan usaha dibiayai terkena musibah misalnya kebanjiran atau kebakaran.

B. Istishnâ’

1. Pengertian Istishnâ’

Dalam kamus Bahasa Arab istishnâ’ berarti minta membuat (sesuatu).12 Dalam Ensiklopedi Hukum Islam “istishnâ’ adalah akad yang mengandung tuntunan agar shâni’ membuatkan sesuatu pesanan dengan ciri-ciri khusus dan harga tertentu.’’13 Istishnâ’ ialah kontrak/ transaksi yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu

12

Syarifuddin Anwar. Kamus al-Misbah: Arab-Indonesia, (Surabaya: Bina Iman, t.th.), h. 258

13

Abdul Azis Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), Cet.ke-1, h.778


(41)

29

atau suatu perjanjian jual beli dimana barang yang akan diperjual-belikan belum ada.14

Menurut Sayyid Sabiq, “istishnâ’ adalah menjual barang yang dibuat (seseorang) sesuai dengan pesanan.”15 Sama halnya dengan definisi yang diberikan oleh Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqhu al-Islami wa adillatuhu, “istishnâ’ adalah suatu akad yang dilakukan bersama seorang shâni’

(pembuat) untuk membuat suatu kerja tertentu yang menjadi tanggungan atas diri

shâni’ tersebut, ataupun suatu akad untuk membeli sesuatu yang akan dibuat oleh

shâni’ (pembuat) dan bahan serta kerja dari shâni’ (pembuat).”16 Apabila itu berasal dari mustashni’ (pembeli) bukan dari shâni’ (pembuat) maka akad tersebut menjadi akad ijârah bukan akad istishnâ’.

Dalam fatwa DSN-MUI, “istishnâ’ yaitu akad jual-beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat,

shâni’).”17 Akad istishnâ’ merupakan akad yang hampir menyamai akad salâm, karena istishnâ’ juga menjual barang yang tidak ada, dan barang yang dibuat itu menjadi tanggungan atas pembuat yang menjual sejak akad disempurnakan. Sama

14

Moh. Rifai. Konsep Perbankan Syari’ah, (Semarang: Wicaksana, 2002), hal.73

15

Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, terjemahan H. Kamaliddin A. Marzuki, (Bandung: PT Al- Ma’arif, 1987), Cet.ke-1, Jilid 12, h. 87

16

Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, terjemahan Md. akhir Haji Yaacob, et.al., (Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1995), Cet.ke-1, Jilid 4, h. 648

17

Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nsaional, (Jakarta: MUI Pusat, 2003), Cet.ke-2, h. 36


(42)

halnya dengan definisi yang diberikan oleh Sunarto Zulkifli, “al-Istishnâ’ adalah salah satu pengembangan prinsip bâi’ as-Salâm, di mana waktu penyerahan barang dilakukan di kemudian hari sementara pembayaran dapat dilakukan melalui cicilan atau ditangguhkan.”18 Dengan demikian, ketentuan al-Istishnâ’

mengikuti ketentuan dan aturan akad as-Salâm. Biasanya istishnâ’ dipergunakan di bidang manufaktur dan kontruksi.

Secara umum akad jual-beli istishnâ’ yang dipraktekkan dalam bermuamalah ada dua macam, yaitu jual-beli istishnâ’ dan istishnâ’ pararel. Perbedaan pada keduanya yaitu terletak pada penggunaan sub-kontraktor, yakni bisa saja pembeli mengizinkan pembuat menggunakan sub-kontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat dapat membuat kontrak istishnâ’ kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama. Kontrak baru ini yang kemudian dikenal sebagai istishnâ’ pararel.19

2. Landasan Hukum dan Operasional Istishnâ’

Para ulama membahas lebih lanjut tentang keabsahan al-Istishnâ’. Akad

istishnâ’ merupakan akad yang hampir menyamai salâm, karena ia juga menjual barang yang tidak ada, dan barang yang dibuat itu menjadi tanggungan atas pembuat yang menjual sejak akad dilakukan. Mengingat jual-beli istishnâ’

merupakan lanjutan dari jual-beli salâm maka secara umum landasan syariah

18

Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003), Cet.ke-1, h. 41

19

M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Cet.ke-1, h. 115


(43)

31

yang berlaku pada jual-beli salâm juga berlaku pada jual-beli istishnâ’. Namun demikian, para ulama membahas lebih lanjut keabsahan jual-beli istishnâ’ dengan penjelasan berikut.

Menurut mazhab Hanafi, jual-beli istishnâ’ termasuk akad yang dilarang karena bertentangan dangan semangat bâi’ secara qiyas. Mereka mendasarkan pada argumentasi bahwa pokok kontrak penjualan harus ada dan dimiliki oleh penjual, sedangkan pada istishnâ’, pokok kontrak itu belum ada atau tidak dimiliki penjual. Meskipun demikian, mazhab Hanafi menyetujui kontrak jual-beli istishnâ’ atas dasar istishsân karena alasan-alasan berikut ini:20

a. Masyarakat telah mempraktekkan jual-beli istishnâ’ secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan jual-beli

istishnâ’ sebagai kasus ijma’ atau konsensus umum.

b. Di dalam syariah dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas

berdasarkan ijma’ ulama.

c. Keberadaan jual-beli istishnâ’ didasrkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang sering kali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar sehingga mereka cenderung melakukan kontrak agar orang lain membuatkan barang untuk mereka.

d. Jual-beli istishnâ’ sah sesuai aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah.

20


(44)

Sebagian fuqaha kontemporer berpndapat bahwa jal-beli istishnâ’ adalah sah atas dasar qiyas dan aturan umum syariah karena itu memang jual-beli biasa dan si penjual akan mampu mengadakan barang tersebut pada saat penyerahan. Demikian juga kemungkinan terjadi perselisihan atas jenis dan kualitas barang dapat diminimalkan dengan pencantuman spesifikasi dan ukuran-ukuran serta bahan material pembuatan barang tersebut.

a. Landasan Hukum

Ulama fiqh berpendapat, bahwa yang menjadi dasar diperbolehkannya transaksi istishnâ’ adalah firman Allah yang terdapat pada beberapa surat dibawah ini, yaitu:

1) QS. Al-Baqarah, ayat 282, yang berbunyi:

ا

….

)

ةﺮﻘﺒﻟا

:

٢ ٢

(

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermua’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya……” (Al-Baqarah : 282)

Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi jual-beli salâm, yang dalam hal ini dalil ini pun menjadi acuan pada jual-beli istishnâ’. Hal ini pun tampak jelas dari ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf (salâm) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya”. Ia lalu membaca ayat tersebut di atas.


(45)

33

2) QS. Al-Baqarah, ayat: 275, yang berbunyi:

☺⌧

)

ةﺮﻘﺒﻟا

:

٥

(

Artinya: “Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan terigu untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. (Al-Baqarah : 275)

b. Landasan Operasional

Adapun yang menjadi landasan hukum diperbolehkannya istishnâ’ dalam dunia perbankan, yaitu:

1) UU No. 7/92 jo UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

2) Lampiran 6: SK BI No. 32/34/Sk tgl. 12/05/99 Dir BI, tentang Prinsip-prinsip Kegiatan Usaha Perbankan syariah

3) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/17/PBI/2004 Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

4) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/24/PBI/2004 Bank Umum yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

5) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegitan usaha berdasarkan prinsip syariah, pasal.

6) Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 tentang Jual Beli Istishnâ’.


(46)

7) Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 22/DSN-MUI/III/2004 tertanggal 28 Maret 2004 tentang Jual Beli Istishnâ’ Pararel.

3. Rukun dan Syarat-syarat Istishnâ’

Adapun rukun istishnâ’ adalah21: a. Produsen/pembuat (shâni’) b. Pemesan/pembeli (mustashni’) c. Proyek/Usaha/Barang/Jasa (mashnu’) d. Harga (tsaman)

e. Shigat (ijabqabul)

Sedangkan syarat istishnâ’22 adalah: a. Pihak yang berakad

1) Ridha/kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji 2) Punya kekuasaan untuk melakukan jual-beli

3) Pihak yang membuat barang (produsen) menyatakan kesanggupan untuk mengadakan/membuat barang itu

b. Produsen/pembuat (shâni’)

1) Produsen adalah orang atau badan hukum yang ahli di dalam bidangnya dan bertanggung jawab penuh terhadap hasil produksinya

2) Produsen bisa ditunjuk langsung oleh bank (pihak pertama) atau bisa juga pilihan dari nasabah (pilihan nasabah)

21

Arcarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Cet ke-1,h. 97

22

Sofyan Syafri Harahap dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta: Penerbit LPEE Usakti, 2005), Cet, ke-1, h. 183


(47)

35

c. Pemesan/pembeli (mustashni’) 1) Nasabah harus cakap hukum

2) Mempunyai kemampuan untuk membayar

3) Pesanan yang sudah selesai wajib dibeli oleh nasabah/pemesan

4) Jika ada perubahan kriteria pesanan dari pihak nasabah, maka harus segera dilaporkan ke bank dan bank akan menyampailannya kepada produsen 5) Perubahan bisa dilakukan apabila pihak produsen dan bank menyetujui 6) Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah

akad ditanda tangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.

d. Mashnu’ (Barang/objek pesanan)

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 06/DSN-MUI/IV/2000, tentang Jual-beli Istishnâ’ khususnya pada ketetapan kedua mengenai “Ketentuan Tentang Barang”, maka telah ditetapkan:

1) Harus jelas ciri-cirinya dapat diakui sebagai hutang 2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya

3) Penyerahannya dilakukan kemudian

4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan

5) Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya 6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan sejenis sesuai kesepakatan


(48)

7) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

e. Harga Jual (Tsaman)

1) Harga jual kepada nasabah adalah harga beli ditambah keuntugan yang disepkati oleh penjual dan pembeli.

2) Masa pembuatan harus jelas dan dicantumkan dalam akad. 3) Dilakukan pada awal akad sebelum penyerahan barang.

4) Dilakukan setelah penyerahan barang baik secara keseluruhan atau diangsur.

5) Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama janka waktu akad.

6) Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama. f. Jual beli Istishnâ’ Pararel

Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi

istishnâ’. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (subkontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara

istishnâ’ maka hal ini disebut istishnâ’ pararel. Istishnâ’ pararel dapat dilakukan dengan syarat:

1) Akad kedua antara bank dan subkontraktor terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir.


(49)

37

3) Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor

22/DSN-MUI/III/2004 tertanggal 28 Maret 2002, tentang jual beli istishna’ pararel khususnya ketetapan pertama mengenai “Ketentuan Umum”

4) Jika LKS melakukan transaksi istishnâ’ untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishnâ’ lagi dengan pihak lain dengan objek yang sama, dengan syarat istishnâ’ pertama tidak bergantung (mu’allaq) pada istishnâ’ yang kedua.

5) Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad istishnâ’ (Fatwa DSN No.06/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula pada istishnâ’ pararel.

g. Perselisihan

Jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

4. Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak

Kontrak istishnâ’ menciptakan kewajiban moral bagi perusahaan untuk memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum perusahaan memulai produksinya, setiap pihak dapat membatalkan kontrak dengan memberitahukan sebelumnya kepada pihak lain. Namun demikian, apabila perusahaan sudah memulai produksinya, kontrak istishnâ’ tidak dapat diputuskan secara sepihak.23

23


(50)

5. Perbedaan antara Istishnâ’ dan Salâm

Sebagai bentuk jual-beli forward, istishnâ’ mirip dengan salâm. Namun, ada beberapa perbedaan diantara keduanya, antara lain:

a. Objek istishnâ’ selalu barang yang harus diproduksi, sedangkan objek salâm

bisa untuk barang apa saja, baik harus diproduksi lebih terdahulu maupun tidak diproduksi lebih dahulu.

b. Harga dalam akad salâm harus dibayar penuh dimuka, sedangkan harga dalam akad istishnâ’ tidak harus dibayar penuh dimuka, melainkan juga dapat dicicil atau dapat dibayar dibelakang.

c. Akad salâm efektif tidak dapat diputuskan secara sepihak, sementara dalam


(51)

BAB III

GAMABARAN UMUM

A. Sejarah Singkat Bank Syariah Mandiri

Krisis moneter dan ekonomi sejak Juli 1997, yang di usul dengan krisis politik nasional telah membawa dampak besar dalam perekonomian nasional. Krisis tersebut telah mengakibatkan perbankan Indonesia yang didominasi bank-bank konvensional mengalami kesulitan yangs sangat parah. Keadaan tersebut menyebabkan Pemerintah Indonesia terpaksa mengambil tindakan untuk merestruktusasikan dan merekapitulasi sebagian bank-bank Indonesia.

PT. Bank Susila Bakti (PT. Bank Susila Bakti) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT. Bank Dagang Negara dan PT. Mahkota Prestasi berupaya keluar dari krisis 1997 - 1999 dengan berbagai cara. Mulai dari langkah-langkah menuju merger sampai pada akhirnya memilih konversi menjadi bank syariah dengan suntikan modal dari pemilik. Lahirnya Undang-undang No. 10 Tahun 1998, tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, pada bulan November 1998 telah memberi peluang yang sangat baik bagi tumbuhnya bank-bank syariah di Indonesia. Undang-Undang tersebut memungkinkan bank beroperasi sepenuhnya secara syariah atau dengan membuka cabang khusus syariah.1

1

Mini Profile, Menemukan Kembali Konsep Perbankan Modern, (Jakarta, Bank Syariah Mandiri), edisi Juni 2001), h. 4


(52)

Dengan terjadinya merger empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim dan Bapindo) ke dalam PT. Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999, rencana perubahan PT. Bank Susila Bakti menjadi bank syariah (dengan nama Bank Syariah Sakinah) diambil alih oleh PT. Bank Mandiri (Persero). Bank Mandiri selaku pemilik baru mendukung sepenuhnya dan melanjutkan rencana perubahan BSB menjadi Bank Syariah, sejalan dengan keinginan Bank Mandiri untuk membentuk unit syariah. Langkah awal yang pertama kali dilakukan yaitu dengan merubah Anggaran Dasar tentang nama PT. Bank Susila Bakti menjadi PT. Bank Syariah Sakinah berdasarkan Akta Notaris: Ny. Macharani M.S. SH, No. 29 pada tanggal 19 Mei 1999, kemudian dilanjutkan dengan nama PT. Bank Syariah Mandiri seperti tercantun dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 pada tanggal 8 september 1999.

Pada tanggal 25 Oktober 1999, melalui Surat Keputusan Gubenur Bank Indonesia No. 1/24/KEP.BI/1999 diperoleh pengukuhan tentang perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Disusul kemudian dengan Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP. DGS/1999 untuk mengubah nama menjadi PT. Bank Syariah Mandiri sebagai anak perusahaan PT. Bank Mandiri (Persero).2

Hari Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 November 1999 merupakan hari pertama beroperasinya PT. Bank Syariah

2


(53)

41

Mandiri.3 Kelahiran Bank Syariah Mandiri merupakan buah usaha bersama dari perintis bank syariah di Bank Susila Bakti dan Manajemen Bank Mandiri yang memandang pentingnya kehadiran bank syariah di lingkungan Bank mandiri, yang merupakan kombinasi idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi operasinya.

Adapun Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere didirikan dengan alasan permintaan masyarakat Cinere yang berkeinginan keras untuk bisa bertransaksi di bank syari’ah. Kemudian pihak Bank Syari’ah Mandiri mempunyai inisiatif membuka kantor cabang pembantu di Cinere untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Cinere.4

PT. Bank Syariah Mandiri hadir sebagai Bank yang mengkombinasikan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi operasinya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan PT. Bank Syariah Mandiri sebagai alternatif jasa perbankan di Indonesia.

B. Visi dan Misi

Visi dari Bank Syariah Mandiri adalah “Menjadi Bank Syariah Terpercaya Pilihan Mitra Usaha”.5 Sedangkan Misi yang ingin dicapai oleh Bank Syariah Mandiri adalah sebagai berikut:

3

Bank Syariah Mandiri, Hasil wawancara dengan Bapak Indra Setiawan, Jakarta 23 Maret 2010

4

Ibid

5


(54)

1. Menciptakan suasana pasar perbankan syariah agar dapat berkemabang dengan mendorong terciptanya syarikat dagang yang terkoordinasi dengan baik.

2. Mencapai pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan melalui kinerja dengan mitra strategis agar menjadi bank syariah terkemuka di Indonesia yang mampu meningkatkan nilai bagi para pemegang saham dan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat luas.

3. Mempekerjakan pegawai yang profesional dan sepenuhnya mengerti operasional perbankan syariah.

4. Menunjukkan komitmen terhadap standar kinerja operasional perbankan dengan pemanfaatan teknologi mutakhir, serta memegang teguh prinsip keadilan, keterbukaan dan kehati-hatian.

5. Mengutamakan mobilisasi pendanaan dari golongan masyarakat menengah dan ritel, memperbesar portofolio pembiayaan untuk skala menengah dan kecil, serta mendorong terwujudnya manajemen zakat, infaq dan shadaqah yang lebih efektif sebagai cerminan kepedulian sosial.

6. Meningkatkan permodalan sendiri dengan mengundang perbankan lain, segenap lapisan masyarakat dan investor asing.

C. Budaya Perusahaan

Bank Syariah Mandiri sebagai bank yang beroperasi atas dasar prinsip syariah Islam menetapkan budaya perusahaan yang mengacu kepada sikap akhlaqul


(55)

43

karimah (budi pekerti mulia), yang terangkum dalam lima sikap dasar disebut SIFAT, yaitu:

1. Siddiq

Menjaga martabat dengan integritas. Awali dengan niat dan hati tulus, berpikir jernih, bicara benar, sikap terpuji dan perilaku teladan.

2. Istiqômah

Konsisten adalah kunci menuju sukses. Pegang teguh komitmen, sikap optimis, pantang menyerah, kesabaran dan percaya diri.

3. Fathônah

Profesional adalah gaya kerja kami. Semangat belajar berkelanjutan, cerdas, inovatif, terampil dan adil.

4. Amânah

Terpercaya karena penuh tanggung jawab. Menjadi terpercaya, cepat tanggap, obyektif, akurat dan disiplin.

5. Tabligh

Kepemimpinan berlandaskan kasih-sayang. Selalu transparan, membimbing, visioner, komunikatif dan memberdayakan.6

6

Bank Syariah Mandiri, “Gambaran Umum dan Visi dan Misi”, diakses pada 07 Januari 2010 dari htt:/www.syariahmandiri.co.id.com/2010/01/gambaran umum dan visi dan misi. html


(56)

D. Prinsip Operasional

Dalam operasionalnya, Bank Syariah Mandiri berada dalam koridor prinsip-prinsip sebagai berikut:7

1. Keadilan

Bank Syariah Madiri memberikan bagi hasil, transfer prestasi dari mitra usaha sesuai dengan kerjanya masing-masing dalam proposi yang adil. Aplikasi prinsip keadilan tersebut adalah pembagian keuntungan antara bank dan pengusaha atas dasar volume penjualan rill. Besarnya pembagian keuntungan tergantung kepada besarnya kontrubusi modal masing-masing serta posisi resiko yang disepakati. Semakin besar hasil usaha yang diperoleh pengusaha maka semakin besar pula hasil yang diperoleh pemilik dana. Dalam menjalankan usaha pembiayaan semuanya berlandaskan keadilan dalam berbagi laba sesuai kontribusi dan resiko. Penghargaan akan faktor upaya (skill, pemikiran, kerja keras dan waktu) mendapatkan tempat yang sepadan dengan faktor modal dan resiko.

2. Kemitraan

Posisi nasabah investor, pengguna dan bank berada dalam hubungan yang sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan bersama yang menguntungkan dan bertanggung jawab.

7


(57)

45

3. Tranparasi (keterbukaan)

faktor inherent yang melekat dan menjadi bagian dalam sistem perbankan syariah. Melalui laporan keuagan bank yang terbuka secara berkesinambungan, nasabah pemilik dana dapat dengan segera mengetahui tingkat keamanan dana, situasi dunia usaha, kondisi perekonomian bahkan manajemen bank.

4. Universal

Dalam kemitraan Bank Syariah Mandiri harus menjadi alat yang ampuh untuk mendukung perkembangan usaha tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil ‘âlamîn.

E. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri terdiri dari Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Dewan Pengawas Syariah, Penasehat Direksi, Divisi dan Kantor-kantor Cabang.

Dewan Direksi terdiri dari Presiden Direktur dan Direktur Bidang Pemasaran Korporasi, Direksi Bidang Pemasaran Menengah-Ritel, serta Direktur Bidang Operasi, Kepatuhan dan Manajemen Cabang.

Sebagai bank syariah, pada struktur organisasinya terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengarahkan, memeriksa dan mengawasi kegiatan bank


(58)

guna menjamin bahwa bank telah beroperasi sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip syariah islam.

Adapun struktur Bank Syariah Mandiri Periode 2009 adalah sebagai berikut:

Dewan Pengurus

Presiden Direktur Utama : Yuslan Fauzi

Direktur Pembiayaan Korporasi : Amran P. Nasution Direktur Treasury & Jaringan : Sugiharto

Direktur Pemb. Komersial & Konsumer : Hanawijaya

Direktur Operasi & Pendukung : Srie Sulistyowati Direktur Kepatuhan & Manajemen Resiko : Zainal Fanani

Dewan Komisaris

Presiden Komisaris : Achmad Marzuki

Komisaris : Abdillah

Komisaris : Lilis Kurniasih

Komisaris : Tardi

Komisaris : M. Haryoko

Dewan Pengawas Syariah

Ketua : Prof. KH. Alie Yafie

Anggota : Drs. H. Mohammad Hidayat, MBA


(59)

47

Adapun struktur Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Cinere adalah sebagai berikut :

Dewan Pengurus

Kepala KCP Cinere : Dian Laksmi Herawati

Account Officer : Indra Setiawan

Pelaksana Support Marketing : Yanus Adi Siswanto

Operational Officer : Emma Rahmawati

Back Office : Siti Syamsiah

Customer Service : Endra Atmaryadi

Teller : Taopik Hidayat

F. Produk dan Layanan

Bank adalah suatu lembaga yang dimana kegiatan usahanya adalah menyimpan atau menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Oleh karena itu Bank Mandiri Syariah dalam menghimpun dana dari masyarakat maupun pihak lain dalam bentuk simpanan yang melalui produk-produk penghimpunan dananya, seperti:

1. Tabungan BSM

2. Tabungan Berencana BSM 3. Tabungan Simpatik BSM 4. Tabungan Mabrur BSM 5. Tabungan BSM Dollar


(60)

6. Tabungan Investa Cendekia (TIC) 7. Tabungan Kurban

8. Depositi BSM 9. Deposito BSM Valas 10.Giro BSM

11.Giro Valas

12.Giro Singapore Dollar 13.Giro BSM Euro

Bank Syariah Mandiri selain menghimpun dana dari masyarakat, juga menyalurkan dana melalui produk-produk pembiayaan seperti:

1. Pembiayaan Mudharabah BSM 2. Pembiayaan Murabahah BSM

3. Pembiayaan dengan Skim IMBT (Ijârah Muntahiyah Bittamlik) 4. Pembiayaan Istishana’

5. Pembiayaan Resi Gudang BSM 6. Pembiayaan Edukasi BSM 7. Pembiayaan Dana Berputar 8. PPR Griya BSM Optima 9. Pembiayaan Umrah BSM 10.Pembiayaan Musyarakah BSM 11.Pembiayaan Talangan Haji BSM


(61)

49

13.BSM Customer Network Financing 14.PKPA BSM

15.PPR Griya BSM

16.PPR Syariah BSM Bersubsidi 17.Pembiyaan Griya BSM DP 0%

Selain produk penghimpunan dana maupun pembiayaan di atas, Bank Syariah Mandiri juga dapat memberikan jasa-jasa lainnya melalui produk-produ jasa/pelayanan seperti:

1. BSM Card

2. BSM Mobile Banking

3. BSM SUHC (Saudi Umrah dan Haj Card) 4. BSM Pooling Fund

5. Bank Garansi BSM

6. SKBDN BSM

7. BSM Mobile Banking GPRS 8. Kliring BSM

9. BSM Intercity Clearing 10.Transfer DUIT

11.Pajak Impor BSM 12.BSM Standing Order

13.Reksadana Mandiri Investa Syariah Berimbang (MISB) 14.BSM Bancassuarnce


(62)

15.Sentra Bayar BSM 16.BSN Net Banking

17.PPBA (Pembayaran melalui menu Pemindah Bukuan di ATM) 18.Pertukaran valas BSM

19.BSM Electronic Prayroll 20.BSM Letter of Credit

21.Transfer BSM Western Union 22.Inkaso BSM

23.BSM RTGS

24.Transfer Valas BSM 25.Pajak Online BSM 26.Referensi Bank BSM 27.BSM Autosave

28.Reksadana Mandiri Investa Atraktif Syariah (MITRA Syariah).8

8

Bank Syariah Mandiri, Hasil wawancara dengan Bapak Indra Setiawan, Jakarta 23 Maret 2010


(63)

BAB IV

AKAD ISTISHNĀ’ DALAM PEMBIAYAAN RUMAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI

A. Mekanisme Pembiayaan Akad Istishnâ’

Kebutuhan nasabah untuk pembiayaan konstruksi, pengadaan barang maupun pembangunan rumah, selama ini belum terakomodasi sesuai dengan pola transaksi dan kesyariahannya, untuk itu diperlukan adanya terobosan baru dalam pengembangan produk yang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Skim produk dengan mekanisme pengakuan pendapatan atas angsuran berdasarkan prosentase penyerahan barang adalah salah satu alternatif yang dapat dikembangkan.

Berdasarkan kebutuhan tersebut, serta untuk menambah keragaman produk khususnya produk pembiayaan yang inovatif, Bank Syariah Mandiri perlu

membuat produk pembiayaan istishnâ’ dengan pengakuan pendapatan

berdasarkan prosentase penyerahan barang.

Produk pembiayaan tersebut antara lain dapat mengakomodir kebutuhan pembiayaan bangun rumah terutama bagi calon nasabah yang melakukan pembelian rumah secara indent di lingkungan developer dalam bentuk tanah kavling. Hal ini didasari oleh kecenderungan dari pengembang/developer untuk tidak melakukan stock atas rumah jadi (ready stock) dalam jumlah yang besar, dengan pertimbangan biaya pemeliharaan dan keterbatasan modal yang


(64)

dimilikinya. Karena itu, skim pembiayaan ini diperlukan untuk menjembatani kebutuhan pasar tersebut.1

Gambar 1

Alur Skim Pembiayaan Istishnâ’ di Bank Syariah Mandiri

6

2&7 1 3 5 4 9

8

: alur perjanjian

: alur uang

: alur barang

Keterangan :

BSM

Nasabah Pemasok/

Kontraktor

1. Akad Pembiayaan bâ’i al Istishnâ’

2. Pembayaran uang muka (bila dibayarkan melalui Bank) 3. Perjanjian pemborongan bangunan/pengadaan barang 4. Pencairan ke pemasok/kontraktor

1


(65)

53

5. Penyerahan dokumen prosentase/progress penyelesaian barang (min 1 kali/bulan)

6. Penyerahan dokumen prosentase/progress penyelesaian barang 7. Pembayaran angsuran

8. Penyerahan barang pesanan (kondisi bangunan 100% jadi) 9. Pelunasan2

Adapun ketentuan pelaksanaan akad istishnâ’ dalam pembiayaan rumah pada Bank Syariah Mandiri sebagai berikut :

1. Fitur dan Syarat Pembiayaan

a. Nama Produk : Pembiayaan Pengadaan Barang dengan Skim

Istishnâ’

b. Peruntukan : Perorangan atau badan usaha c. Tujuan Pembiayaan :

1) Pembiayaan konsumer untuk pembangunan/kontruksi atau pengadaan rumah yang terletak di dalam atau di luar kawasan real estate (melalui

developer atau non developer).

2) Pembiayaan produktif untuk investasi/pembangunan (kontruksi)/

project financing atau pengadaan barang (good in process) antara lain untuk pembangunan/kontruksi ruko, gedung, pabrik dan sebagainya. d. Akad Pembiayaan : Istishnâ’

1) Akad antara Bank dan nasabah

2


(66)

a) Atas setiap penyerahan realisai pekerjaan tersebut harus mendapat persetujuaan dari nasabah yang dituangkan melalui surat pernyataan nasabah menerima progress penyelesaian barang (lampiran 1)

b) Dalam hal pencairan/pembayaran kepada pemasok dilakukan secara bertahap (per termin), maka kepada nasabah dibuatkan line facility Istishnâ’ (secara notariil, lampiran 2), dan atas setiap pencairan per termin dibuatkan akad istishnâ’ (di bawah tangan) dengan harga pokok sebesar termin pencairan (lampiran 3)

c) Dalam hal pencairan/pembayaran kepada kontraktor dilakukan secara sekaligus, maka langsung dibuatkan akad istishnâ’ dengan harga pokok sebesar total pencairan/pembayaran kepada pemasok (lampiran 3)

d) Dalam akad istishnâ’ dengan nasabah dituangkan bahwa nasabah mengikatkan diri untuk menerima setiap progress penyelesaian bangunan yang diserahkan oleh pemasok/kontraktor (pasal 4) 2) Perjanjian antara Bank dan pemasok/kontraktor (lampiran 4)

a) Dalam perjanjian pemborongan bangunan/pengadaan barang, pemasok/kontraktor harus membuat rencana progress pekerjaan berikut Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk progress pekerjaan tiap bulan


(67)

55

b) Pemasok/kontraktor diwajibkan untuk menyerahkan progress

penyelesaian pekerjaan minimum 1 kali per bulan sebagai sarana untuk pengakuan angsuran nasabah (pasal 3)

e. Jangka Waktu :

1) Pembiayaan konsumer untuk pembangunan/konstruksi atau pengadaan rumah khusus golongan berpendapatan tetap, jangka waktu 1 sampai dengan 15 tahun, sesuai ketentuan Pembiayaan Pemilik Rumah

2) Pembiayaan produktif dalam rangka investasi/pembangunan/project financing atau pengadaan barang (good in process) di luar butir a di atas, jangka waktu mengacu pada Kebijakan Pembiayaan dan Pedoman Pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri berikut segala perubahannya

3) Masa angsuran melibihi periode pekerjaan/pengadaan barang (work in process) dan Bank mengakui pendapatan yang menjadi haknya pada periode angsuran, baik pada saat pengadaan (berdasarkan prosentase penyerahan barang), maupun setelah barang selesai dikerjakan

f. Perhitungan Margin :

1) Margin keuntungan Bank dihitung atas dasar expected return bank yang ditetapkan Kantor Pusat dengan menggunakan pendekatan metode efektif rate


(68)

3) Besarnya margin untuk pembiayaan pembangunan/konstruksi rumah (konsumer), mengacu pada ketentuan pricing pembiayaan rumah yang diatur pada surat edaran yang terpisah (vide SE No.: 7/018/PEM, tanggal 19 Oktober 2005 dan perubahannya)

4) Besarnya margin untuk pembiayaan produktif (investasi/

konstruksi/project financing) didasarkan kepada hasil financing risk rating (FRR) dan sektor industri/bidang usaha nasabah yang diatur pada surat edaran yang terpisah (vide SE No.: 8/019/PEM, tanggal 20 April 2006 dan perubahannya)

5) Bank mengkui pendapatan yang menjadi haknya dari hasil margin dengan metode efektif rate, baik pada saat pengadaan (berdasarkan prosentase penyerahan barang) maupun setelah barang selesai dikerjakan

g. Maksimum Pembiayaan :

1) Maksimum sebesar 70% dari harga jual rumah pesanan atau Rencana Anggaran Biaya (RAB), baik untuk pembiayaan konsumtif maupun produktif

2) Penetapan maksimum pembiayaan harus didasarkan pada harga penawaran/harga jual atau Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah dianalisis/diteliti kewajarannya

3) Besarnya pembiayaan disesuaikan dengan nilai jaminan yang


(69)

57

kontrak, maka perlu disertai Bank garansi (diterbitkan Bank lain untuk nilai pembiayaan ≥ Rp 1 milyar) dari pemasok/kontraktor yang membuatkan barang pesanan

h. Ketentuan lainnya :

1) Khusus untuk pembiayaan bangunan rumah terutama bagi nasabah yang melakukan pembelian rumah secara indent di lingkungan

developer dalam bentuk tanah kavling, maka tidak dipersyaratkan adanya Bank garansi dari developer untuk membeli kembali/buy back guarantee (melunasi pembiayaan Bank pada nasabah) apabila ternyata nasabah menunggak angsurannya sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut selama kondisi bangunan ≤ 100%

2) Perjanjian kerja sama dilakukan dengan developer yang diyakini bonafiditasnya

Adapun kondisi pencairan ke pemasok/kontraktor dalam pembiayaan rumah pada Bank Syariah Mandiri sebagai berikut :

a. Pencairan kepada pemasok/kontraktor dilakukan secara bertahap (kecuali untuk jumlah pembiayaan ≤ Rp 50 juta, pencairan dapat dilakukan sekaligus di awal).

b. Pecairan kedua dan seterusnya dilakukan apabila pemasok/kontraktor telah menunjukkan/menyerahkan prestasi/progress pekerjaan sesuai target penyerahan pemasok/kontraktor pada bulan-bulan sebelumnya.


(70)

c. Untuk pekerjaan pembangunan rumah/konstruksi bangunan (dalam hal tanah beserta bangunan yang akan dibangun dijadikan sebagai agunan utama), maka besarnya total progress/akumulasi pencairan ≤ 70% dari nilai tanah dan realisasi progress pengerjaan bangunan.

d. Kondisi pencairan dapat disesuaikan dengan jenis barang yang dipesan/diproduksi dan kebutuhan dari pemasok/kontraktor dengan tetap memperhatikan dan memitigasi resiko yang timbul.

e. Ilustrasi/contoh kondisi pencairan disampaikan sebagai berikut :

Progress Penyelesaian Bangunan Tahap Pencairan

0 % Tanah Kosong 40 %

30 % Pondasi, tiang pancang, dinding bata belum poles, kusen

30 %

60 % Poles dinding, pasang kuda- kuda, genteng 30 % 100 % Lantai, instalasi, cat finishing

Ilustrasi

Contoh :

Masa Pembangunan : 5 bulan (Juni-Oktober 2006) Rencana penyelesaian progress pekerjaan sesuai RAB :

Progress Pekerjaan Akumulasi Progress

Juni 10% 10% Juli 20% 30%

Agustus 30% 60%

September 20% 80%


(71)

59

Tanggal

Pencairan ke pemasok/

kontraktor

∆ Penyelesaian

progress

pekerjaan dari pemasok/ kontraktor

ke Bank

Akumulasi

progress

penyelesaian barang

1-Juni Tahap I (40%)

1-Juli 10% 10%

1-Agustus 20% 30%

1-Agustus Tahap II (30%)

1-September 30% 60%

1-September Tahap III (30%)

1-Oktober 20% 80%

1-Nopember 20% 100%

Adapun mekanisme pembayaran angsuran dan pengakuan pendapatan dalam pembiayaan rumah pada Bank Syariah Mandiri sebagai berikut :

1. Kewajiban nasabah dalam mengansur pembiayaan terhitung sejak dilakukan pencairan pembiayaan.


(1)

BAB V PENUTUP

Berdasarkan analisis dan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, berikut ini penulis akan mencoba menyajikan kesimpulan serta saran yang sekiranya dapat menjadi masukan bagi Bank Syariah Mandiri serta pihak-pihak lain yang tersangkut dalam penelitian ini.

A. Kesimpulan

1. Prosedur atau mekanisme pembiayaan akad istishnâ’ di Bank Syariah Mandiri bagi calon nasabah/ mitra/ debitur adalah mengacu pada peraturan atau persyaratan baku yang berlaku mengenai pembiayaan istishnâ’ di Bank Syariah Mandiri.

2. Bank Syariah Mandiri mengalami pembiayaan bermasalah hal ini disebabkan oleh karakter nasabah dalam situasi dan kondisi yang berubah-ubah (krisis moneter). Terkadang muncul dari karakter buruk nasabah untuk menipu Bank dengan jalan memberikan data dan informasi yang tidak sebenarnya, selain itu juga kurangnya analisa pada saat memberikan permohonan pembiayaan rumah. Penyebab faktor luar dari pihak nasabah dan pihak Bank adanya bencana alam yang tidak terduga seperti banjir atau kebakaran.

3. Persaingan antara lembaga keuangan dimana Bank Syariah lainnya banyak menawarkan produk pembiayaan yang sama. Tentunya hal ini memerlukan penanganan dan penyelesaian yang baik. Oleh karena itu Bank Syariah


(2)

Mandiri melakukan upaya penyelesaian atas pembiayaan rumah bermasalah dan restrukturisasi (upaya perbaikan) selain itu Bank Syariah Mandiri juga melakukan rescheduling (penjadualan ulang) dengan melakukan pembinaan serta yang terakhir yaitu mengeksekusi jaminan, apabila masih terjadi perselisihan atau sengketa anatara kedua bealah pihak maka hendaknya merujuk atau menyelesaiakan melalui BASYARNAS. Upaya-upaya ini sudah dinilai efektif oleh pihak Bank Syariah Mandiri.

B. Saran

1. Dalam memberikan pembiayaan rumah Bank Syariah Mandiri hendaknya pihak manajemen pembiayaan Bank Syariah Mandiri lebih memperhatikan analisa terhadap karakter calon nasabah, hal ini untuk menghindari moral hazard nasabah. Selain itu untuk mengantisipasi terjadinya pembiayaan bermasalah.

2. Berupaya untuk mensosialisasikan produk-produk yang sudah ada pada Bank Syariah Mandiri dan terus melakukan inovasi-inovasi terhadap produknya sehingga menarik, kompotutif, sesuai dengan kebutuhan masyarakat tetapi tetap sesuai prinsip-prinsip syariah.

3. Bank Syariah Mandiri harus mempersiapkan Sumber Daya Insani (SDI) yang handal dan berkualitas. Untuk bisa menggerakan bisnis islami dengan sukses diperlukan SDI yang menguasai ilmu bisnis syariah secara baik. Oleh karena


(3)

72

itu, eksetensi kualitas SDI sangat menentukan pengembangan Bank Syariah Mandiri dimasa mendatang.

4. Sebagai bank syariah, harus benar-benar menjalankan prinsip-prinsip syariah jangan sampai keluar dari koridor yang ada, sehingga akan dapat menumbuhkan kepercayaan bagi masyarakat umumnya dan para nasabah pada khususnya.


(4)

Al-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, terjemahan Md. akhir Haji Yaacob, et.al., Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1995, Cet.ke-1, Jilid 4. Antonio, Syafe’I M, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia

Institute, 2000.

________, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001,Cet.ke-1.

Anwar, Syarifuddin, Kamus al-Misbah: Arab-Indonesia, Surabaya: Bina Iman, t.th.. Arcarya, Akad dan Produk Bank Syariah Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007,

Cet ke-1.

Bank Syariah Mandiri, “Gambaran Umum dan Visi dan Misi”, diakses pada 07 Januari 2010 dari htt:/www.syariahmandiri.co.id.com/2010/01/gambaran umum dan visi dan misi. html

Bank Syariah Mandiri, Hasil wawancara dengan Bapak Indra Setiawan, Jakarta 23 Maret 2010

Bank Syariah Mandiri, Hasil wawancara dengan Bapak Indra Setiawan, Jakarta 23 Maret 2010

Dahlan, Azis Abdul. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, Cet.ke-1.

Deni, Syah Remy Sutan, Perbankan Syariah dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum di Indonesia Jakarta : Pustaka Utama Grafiti 1999.

Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Jakarta: MUI Pusat, 2003, Cet.ke-2.

Ghazali, Ahnad, Serba Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga di Antara kita, Jakarta: PT EIF X Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2005.

Harahap, Syafri Sofyan dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta: Penerbit LPEE Usakti, 2005, Cet, ke-1.


(5)

68

Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional untuk Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, 2001, Fatwa No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’ Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: IIIT Indonesia,

2003, Edisi Pertama, Cet-4.

Kashmir, Manajemen perbankan Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003 h. 72-73 Kementrian Koperasi UKM RI, Petunjuk teknis program pembiayaan produktif

koperasi dan usaha mikro (P3KUM) pola syariah Jakarta, 2007 h.4

Mauludi, Ali, Statistik I: Penelitian Ekonomi Islam dan Sosial, Ciputat: PT. Prima Heza Lestari, 2006, Cet. Ke-1.

Mini Profile, Menemukan Kembali Konsep Perbankan Modern, Jakarta, Bank Syariah Mandiri, edisi Juni 2001.

Muhammad, manajemen pembiayaan Bank Syariah Yogyakarta, UPP. AMM, YKPN, 2002

PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah, paragraph 93.

Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003. Rifai, Moh, Konsep Perbankan Syari’ah, Semarang: Wicaksana, 2002.

Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, terjemahan H. Kamaliddin A. Marzuki, Bandung: PT Al- Ma’arif, 1987, Cet.ke-1, Jilid 12.

Sumitro, Warkum, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait BAMUI dan Takaful di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.

Supramono, Gatot, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta, Djambatan, 1996.

Surat Edaran Pembiayaan Bank Syariah Mandiri, Jakarta 06 Juni 2006.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, Cet. II, h. 42


(6)

Yusuf, Muhammad dan Junaedi, Pengantar Ilmu Ekonomi dan Perbankan Syariah, Jakarta: Ganeca Press. 2006.

Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2003, Cet.ke-1.