Latar Belakang Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tenaga Kesehatan Wanita dalam Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air Susu Ibu ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang desekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Sistim pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna makanan, oleh karena itu berikan pada bayi ASI saja hingga usia 6 bulan, tanpa tambahan minuman atau makanan apapun Arief, 2009. Target Millennium Development Goals MDGs ke-4 adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita menjadi 23 dalam kurun waktu 1990-2015. Penyebab utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50 kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun disamping pemberian Makanan Pendamping ASI MP ASI secara adekuat terbukti merupakan salah satu intervensi efektif dapat menurunkan Angka Kematian Bayi AKB Sitaresmi, 2010. Pada tahun 2007 delapan belas persen ibu di Indonesia memberi ASI eksklusif selama empat hingga enam bulan. Persentase itu jauh dari target nasional yaitu 80. Rendahnya pemberian ASI eksklusif karena para ibu belum mengetahui manfaat ASI bagi kesehatan anak, bagi ibu, dan mengurangi pengeluaran keluarga untuk belanja Universitas Sumatera Utara susu formula, dukungan dari ayah juga memengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Keputusan ibu untuk menyusui dipengaruhi informasi anggota keluarga tentang manfaat menyusui, serta konsultan laktasi Wulandari, 2009. Pemberian ASI secara eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari tiga puluh ribu balita di Indonesia. Jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus menurun karena semakin banyaknya bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu formula. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia SDKI dari 1997 hingga 2002, jumlah bayi usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9 menjadi 7,8. Sementara itu, hasil SDKI 2007 menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif hingga 7,2 dan jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7 pada 2002 menjadi 27,9 pada 2007 Sutama, 2008. Berdasarkan data dari Departemen kesehatan Republik Indonesia tahun 2008 dalam Profil Kesehatan Indonesia 2007, bahwa Wilayah Sumatera Utara tergolong memiliki persentase terendah 30,31 untuk daerah perkotaan dan 30,01 untuk daerah pedesaan dalam kategori anak umur 2-4 tahun yang pernah disusui ≥ 24 bulan, setelah Propinsi maluku 25,22 di daerah perkotaan dan 19,35 di daerah pedesaan. Angka tersebut masih jauh dari target nasional sebesar 80 Depkes, 2008. Di Propinsi Sumatera Utara angka cakupan ASI eksklusif pada tahun 2007 sebesar 33 dan mengalami penurunan jika dibanding dengan angka cakupan tahun 2006 sebesar 36 Dinkes Sumut, 2007. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Langkat tahun 2009 dari 26.255 bayi di Kabupaten Langkat hanya 12.918 49,32 yang mendapat ASI eksklusif. Sementara data Puskesmas Bahorok Kabupaten Langkat tahun 2009 cakupan ASI eksklusif 51,38 . Cakupan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Bahorok tersebut masih belum mencapai target Nasional yaitu 80. Hasil penelitian Fauzi pada tahun 2008 di Jakarta, hanya 98 dari 290 orang 33,8 ibu bekerja di perusahaan swasta yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial budaya, psikologis, fisik ibu, kurangnya petugas kesehatan dan gencarnya promosi susu kaleng Siregar, 2004 Survei pendahuluan terhadap 5 orang tenaga kesehatan hanya 1 orang 20 yang memberikan ASI eksklusif. Tenaga kesehatan yang seharusnya memberikan contoh dan penyuluhan kepada masyarakat agar memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan ada yang tidak memberikan ASI eksklusif karena bekerja, baik sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS, Pegawai Tidak Tetap PTT. Berdasakan hasil survei pendahuluan diketahui bahwa perilaku tenaga kesehatan sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI eksklusif kepada bayinya. Perilaku merupakan faktor kedua terbesar setelah faktor lingkungan yang memengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Oleh karena itu upaya untuk mengubah perilaku seseorang tidak mudah untuk dilakukan. Perubahan perilaku yang tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi tidak akan bertahan lama. Untuk menganalisis masalah perilaku, konsep yang sering digunakan adalah konsep dari Lawrence W. Green 1980. Menurut Lawrence W. Green dalam Universitas Sumatera Utara Notoatmodjo 2007 perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu, faktor predisposisi predisposing factors seperti: umur, pendidikan, pekerjaan, lama waktu kerja dan bentuk persalinan, faktor pendukung enabling factors misalnya iklan susu formula, faktor pendorong reinforcing factors seperti dukungan suami. Tenaga kesehatan dalam hal ini telah memilki pengetahuan yang cukup baik tentang ASI eksklusif dengan seringnya mengikuti seminar-seminar dan pendidikan kilat diklat program ASI eksklusif, begitu juga dengan sikap tenaga kesehatan yang cukup baik terhadap pemberian ASI eksklusif. Tenaga kesehatan selalu memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar memberikan ASI eksklusif akan tetapi masih ada tenaga kesehatan yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

1.2 Perumusan Masalah