24
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, faktor yang dapat mempengaruhi agresivitas dapat disimpulkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal berarti bahwa agresivitas muncul dari dalam diri individu, penurunan gen atau kecenderungan bawaan. Sedangkan faktor eksternal, faktor
dari luar dirinya. Berupa pengaruh lingkungan, baik keluarga maupun di luar dari lingkungan keluarga, teman sebaya dan lain sebagainya.
2.2 Pengendalian Diri Self-Control
2.2.1 Definisi Pengendalian Diri Self-Control
Pengedalian diri menurtut Goleman 2004 ialah mengelola emosi, yaitu menangani perasaan agar terungkap dengan pas. Mahoney dan Thoresen dalam
Robert 1975 menjelaskan bahwa pengendalian diri merupakan jalinan yang utuh yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan pengendalian
diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai
dengan permintaan situasi sosial, dengan cara mengatur kesan yang dibuat lebih responsif terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk
memperlancar interaksi sosial, bersifat hangat dan terbuka. Pengendalian diri menurut Blackburn 1993 adalah kemampuan untuk
menunda atau menghalangi suatu respon kekhawatiran dalam semua analisis perkembangan dan belajar, dan telah diperiksa secara mendalam yang meliputi
pengendalian dorongan, pengendalian diri, toleransi terhadap frustasi, penundaan pemuasan keputusan.
25
Menurut Chaplin 2002 self-control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi
impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Sedangkan Henry 1994 mendefinisikan kontrol diri sebagai pengendalian yang yang dilakukan oleh
individu terhadap perasaan-perasaan, impuls-impuls, dan tindakannya sendiri. Snyder dan Gangestad 1986 mengatakan bahwa pengendalian diri sangat
relevan untuk melihat hubungan pribadi dengan ligkungan masyarakat yang sesuai dengan isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang efektif.
Goldfried dan Merbaum dalam Lazarus 1976 juga mengartikan pengendalian diri sebagai suatu kesempatan untuk menyusun, membimbing,
mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif.
Plato dalam Howard Rachlin 2000 mendefinisikan kontrol diri self- control
sebagai sesuatu yang bisa diciptakan, jika kita mempunyai kemampuan atau motivasi yang kuat untuk melakukannya. Tidak ada perbedaan antara kognisi
knowledge dan motivasi self-control dimana seseorang dikatakan bijaksana, apabila dia memiliki perilaku baik dan memiliki pengetahuan yang benar. Dan
seseorang tidak sepenuhnya mengerti apa yang terbaik terhadap dirinya, sebelum dia melakukan kesalahan. Seseorang yang mempunyai pengetahuan akan mudah
baginya untuk mengontrol segala perilakunya. Hurlock 1980 mengatakan bahwa kontrol diri bisa muncul karena adanya
perbedaan dalam mengelola emosi, cara mengatasi masalah, tinggi rendahnya
26
motivasi, dan kemampuan mengelola segala potensi dan pengembangan kompetensinya. Kontrol diri itu sendiri berkaitan dengan bagaimana individu
mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Menurut Ubaydillah 2008, self-control adalah kemampuan seseorang
dalam mengelola emosi agar tetap di bawah kontrol under-control dan kemampuannya dalam menahan diri dari tindakan brutal ketika ada pemicu atau
berada dalam kondisi yang menegangkan stressful condition. Seseorang yang memiliki kemampuan mengontrol diri akan mampu
menggunakan akal sehat, tetap bisa memunculkan pandangan positif dan tenang stabil. Sebagaimana yang dikemukakan Goldfried dan Merbau dalam Lazarus
1976, pengontrolan diri merupakan suatu proses yang menjadikan individu sebagai agen utama dalam membimbing, mengatur dan mengarahkan perilaku
yang dapat membawanya ke arah konsekuensi positif. Zerotothree 2004 mengatakan self-control adalah kemampuan untuk
membuat keputusan-keputusan tentang bagaimana dan kapan mengekspresikan perasaan-perasaan dan tindakan impuls-impuls.
Pengendalian diri menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk
meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan Lazarus, 1976. Menurut Berk dalam Singgih 2006 pengendalian diri adalah kemampuan
individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan
27
dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Messina dan Messina dalam Singgih 2006 menyatakan bahwa
pengendalian diri adalah seperangkat tingkah laku yang berfokus pada keberhasilan menangkal pengrusakan diri self-destructive, perasaan mampu pada
diri sendiri, perasaan mandiri autonomy atau bebas dari pengaruh orang lain, kebebasan menentukan tujuan, kemampuan untuk memisahkan perasan dan
pemikiran rasional, serta seperangkat tingkah laku yang berfokus pada tanggung jawab atas diri pribadi.
Pengendalian diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya Hurlock, 1984. Hurlock
1973 menyebutkan terdapat tiga kriteria emosi dalam pengendalian diri, yaitu: a.
Dapat melakukan pengendalian diri yang bisa diterima secara sosial. b.
Dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat.
c. Dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan
cara bereaksi terhadap situasi tersebut.
2.2.2 Manfaat Pengendalian Diri