Hubungan pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas anak jalanan

(1)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nurfaujiyanti NIM : 105070002249

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Pengendalian Diri (Self-Control) dengan Agresivitas Anak Jalanan” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 14 Oktober 2010

Nurfaujiyanti NIM: 105070002249


(2)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi (B) Desember 2010 (C) Nurfaujiyanti

(D) Hubungan pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas anak jalanan

(E) 78 halaman (belum termasuk lampiran)

(F) Pengendalian diri merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan anak jalanan dapat dikatakan sangat rentan dengan hal-hal yang berkaitan dengan agresivitas. Agresivitas dapat terjadi pada semua kelompok individu, tak terkecuali anak jalanan.

Bentuk-bentuk dari agresivitas yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan dan sikap permusuhan (Buss & Perry, 1992). Agresi fisik dan agresi verbal dapat dikendalikan dengan kemampuan mengontrol perilaku, sehingga individu dapat mengendalikant dirinya dengan baik dan diharapkan mampu mengatur perilaku dengan kemampuan dirinya.

Averil (1973) mengemukakan bahwa terdapat 3 aspek yang tercakup dalam kemampuan mengendalikan diri, yaitu: mengontrol perilaku, mengontrol kognisi, dan mengontrol keputusan.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan antara pengendalian diri dengan agresivitas anak jalanan. Populasi dari penelitian ini adalah anak-anak jalanan Yayasan Bina Insan Mandiri Depok sebanyak 344 orang dari kelas X-XII. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan n=50. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan diolah menggunakan analisis statistik yang meliputi korelasi product moment dari Pearson untuk menguji validitas item, Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, dan korelasi product moment dari Pearson untuk pegujian hipotesis penelitian. Jumlah item valid untuk skala pengendalian diri sebanyak 20 item dan jumlah item valid untuk agresivitas sebanyak 27 item. Adapun reliabilitas skala pengendalian diri adalah 0,756, sedangkan reliabilitas skala agresivitas 0,776.


(3)

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,529. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara pengendalian diri dengan agresivitas anak jalanan. Artinya, semakin tinggi tingkat pengendalian diri anak jalanan, maka semakin rendah agresivitasnya.

Dari hasil penelitian ini disarankan agar pemerintah dapat lebih memperhatikan keberadaan anak jalanan dan memberikan hak-hak yang sepatutnya mereka dapatkan. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat menambahkan variabel terkait lainnya.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat lindungan dan rahmat-Nya, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad SAW yang telah membawa lentera penerang bagi seluruh manusia di muka bumi, juga kepada keluarga dan para sahabat serta orang-orang yang mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.

Penulis bersyukur telah dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN PENGENDALIAN DIRI (SELF-CONTROL) DENGAN AGRESIVITAS ANAK JALANAN” sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kelancaran dalam pembuatan skripsi ini tidak luput dari bantuan, arahan dari banyak pihak dan juga petunjuk dan nikmat dari Allah SWT kepada penulis. Oleh karena itu, penulis panjatkan syukur dan haturkan terimakasih kepada :

1. Teristimewa mamaku Hj. Aminah dan papaku H. Agus Salim yang senantiasa kuhormati dalam setiap detik kehidupanku, yang selalu siap membantu dan memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga kepada penulis. Semoga Allah memberikan kalian kebahagiaan di dunia dan akhirat.

2. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Jahja Umar Ph.D, berkat bimbingan, arahan, nasehat dan cerita-cerita beliau mengenai hal-hal yang baru bagi penulis.

3. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D sebagai dosen pembimbing I, atas arahan, bimbingan dan masukan yang sangat membangun, tangis, takut dan haru selama bimbingan berlangsung. Ibu Layyinah, M.Si sebagai dosen pembimbing II, yang dengan sabar dan kebesaran hati dalam membimbing saya untuk mewujudkan skripsi ini.

4. Bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi penguji 1 atas arahan dan bimbingan yang sangat berharga dalam menyelesaikan perbaikan skripsi ini.

5. Bapak Gazi Saloom, M.Si, penguji II atas arahan dan masukannya selama perbaikan skripsi ini.


(5)

6. Ibu Dra. Hj. Fadhilah Suralaga, M.Si, pembantu dekan bagian akademik yang telah memberikan semangat dan masukan guna menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengalaman dan ilmunya kepada penulis. Semoga Allah membalas kebaikan kalian.

8. Kakakku Lia Yuliah, Yayah Sorayah, S.Pd, Mundopar, S.Si. Terimakasih atas semua kebaikan yang selama ini diberikan. Adikku yang selalu menambah keceriaan di rumah: Kiki Rizki Amalia dan Fachrur Rokhman, serta dua keponakanku yang menambah kebahagiaan: Arva Zulhilmi dan M. Yusuf Akhtiari Razin.

9. Bapak dan Ibu staf Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta atas kebaikan dan kerjasamanya.

10.Sahabat-sahabat setia yang keberadaanya sangat berarti bagi penulis: Uli, Novi, Nurlia, Pian, Nadiyya, Arizka, Dina, Dona, Fika, Anita (atas kebersamaan selama perkuliahan). Dewi Budiarti, Magfiroh, Miftahul Khaer, Tyas, Kholis (atas motivasi, dukungan dan do`anya). Dan teman-teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.

11.Kepada kakak-kakak dan adik-adik Sahabat Anak Depok, Sahabat Anak Gambir, Abang dan Adik Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIM) Depok. Terimakasih atas bantuannya dalam penyebaran skala penelitian ini.

12.Juga kepada seluruh angkatan 2005 khususnya kelas A (atas diskusi, debat dan kebersamaannya) dan seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Jakarta, Desember 2010


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN (KEASLIAN KARYA) ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ………..viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

MOTTO ... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah………. ... 9

1.2.1. Batasan Masalah ………... 9

1.2.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. ... 10

1.3.1. Tujuan Penelitian ……….. ... 10

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 10

1.4. Sistematika Penulisan ... 10

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.1. Agresivitas ... 12

2.1.1. Pengertian Agresivitas ... 12

2.1.2. Jenis Agresivitas ... 15

2.1.3 Faktor Pencetus Agresivitas ... 19

2.2. Pengendalian Diri (Self-Control) ... 25

2.2.1. Pengertian Pengendalian Diri (Self-Control) ... 25


(7)

2.2.3. Aspek-Aspek Pengendalian Diri (Self-Control) ... 29

2.2.4. Pengaruh Pengendalian Diri (Self-Control) ... 31

2.3. Kerangka Berpikir ... 33

2.4. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1. Jenis Penelitian ... 35

3.1.1. Pendekatan Penelitian ... 35

3.1.2. Metode Penelitian ... 35

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 36

3.2.1. Variabel Penelitian ... 36

3.2.2. Definisi Operasional ... 36

3.3. Populasi dan Sampel ... 37

3.3.1. Populasi ... 37

3.3.2. Sampel ... 37

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel... 38

3.4. Pengumpulan Data ...39

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data ... 40

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas ... 43

3.5. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 44

3.5.1. Hasil Uji Validitas Pengendalian Diri (Self-Control) ... 44

3.5.2. Hasil Uji Validitas Agresivitas ... 45

3.6. Hasil Uji Reliabilitas Skala Pengendalian Diri Dan Agresivitas...47

3.7. Teknik Analisa Data ... 47

3.8. Prosedur Penelitian ... 49

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 51

4.1 Gambaran Umum Responden ... 51

4.1.1 Berdasarkan Usia ... 51


(8)

4.1.3 Berdasarkan Kelas ... 53

4.1.4 Berdasarkan Agama ... 53

4.1.5 Berdasarkan Perkelahian... 54

4.1.6 Berdasarkan Pelaksanaan Agama... 55

4.1.7 Berdasarkan Minum Alkohol... 55

4.1.8 Berdasarkan Pengalaman Kekerasan ... 56

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... ... 58

4.2.1 Kategorisasi Skor Pengendalian diri... 58

4.2.2 Kategorisasi Skor Agresivitas ... 59

4.3. Hasil Utama Penelitian ... 60

4.3.1 Uji Hipotesis ... 61

4.4. Hasil Tambahan ... 62

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... 71

5.1. Kesimpulan ... 71

5.2. Diskusi ... 71

5.3. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skoring Instrumen ... 48

Tabel 3.2 Blue Print Skala Teman Sebaya ... 49

Tabel 3.3 Blue Print Skala Perilaku Agresif ... 50

Tabel 3.4 Blue Print Skala Teman Sebaya yang Valid ... 51

Tabel 3.5 Blue Print Revisi Skala Teman Sebaya ... 52

Tabel 3.6 Blue Print Skala Perilaku Agresif yang Valid ... 54

Tabel 3.7 Blue Print Revisi Skala Perilaku Agresif ... 55

Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia ... 59

Tabel 4.2 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

Table 4.3 Klasifikasi Skor Teman Sebaya ... 62

Table 4.4 Klasifikasi Skor Perilaku Agresif ... 63


(10)

DAFTAR GAMBAR


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skoring Instrumen ...39

Tabel 3.2 Blue PrintTry out Skala Pengendalian Diri ...41

Tabel 3.3 Blue PrintTry out Agresivitas. ...42

Tabel 3.4.. Blue Print revisi Skala Pengendalian Diri ...44

Tabel 3.5.. Blue Print revisi Skala Agresivitas ...45

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden ...49

Tabel 4.1. Gambaran umum berdasarkan jenis kelamin...50

Tabel 4.2. Gambaran umum responden berdasarkan usia...50

Tabel 4.3 Gambaran umum responden berdasarkan kelas ...51

Tabel 4.4. Gambaran umum responden berdasarkan agama ...51

Tabel 4.5. Gambaran umum berdasarkan perkelahian...52

Tabel 4.6. Gambaran umum minum alkohol...53

Tabel 4.7 Gambaran umum pelaksanaan Agama ...54

Tabel 4.8. Gambaran umum pengalaman kekerasan...55

Tabel 4.9 Deskripsi umum hasil penelitian ... 56

Tabel 4.10 Kategorisasi pengendalian diri ...57

Tabel 4.11 Kategorisasi intensi Agresivitas ...58

Tabel 4.12 Korelasi Skala Pengendalian Diri dan Skala Agresivitas ...59

Tabel 4.13 Independent Sampel T-Test Skala Pengendalian Diri ...61


(12)

Tabel 4.15 Independent Sampel F-Test Skala Pengendalian Diri ...63

Tabel 4.16 Independent Sampel F-Test Skala Pengendalian Diri ...64

Tabel 4.17 Independent Sampel T-Test Skala Agresivitas ...65

Tabel 4.18 Independent Sampel F-Test Skala Agresivitas ...66

Tabel 4.19 Independent Sampel F-Test Skala Agresivitas ...67


(13)

Motto

Sebaik-baik manusia adalah yang

memberi manfaat bagi orang lain.

(HR. Muslim).

Setiap orang memiliki harga diri.

Harga diri yang kita tawarkan bagi

diri kita diberikan kepada kita oleh

orang lain. Seseorang menjadi besar

atau kecil dikarenakan

keinginannya sendiri.

(Schiller)

Karya ini Kupersembahkan untuk :

Cita, cinta, dan harapanku....


(14)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Mereka yang sukses adalah mereka yang selalu memberi,

membentuk, dan mengontrol egonya sendiri, tidak

menyisakan tempat untuk mengharapkan adanya

keberuntungan atas tiap pekerjaan atau kesempatan,

atau atas segala perubahan nasib. (Napoleon Hill)

 

 

 

 

 

 

 

Skripsi ini Kupersembahkan untuk :

Mama dan Papa Tercinta, Kakak, adik

serta keponakan & sahabatku

Tersayang...


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi seperti saat ini, sangat beragam masalah sosial yang belum teratasi atau ditemukan solusi. Diantaranya adalah masalah kemiskinan, keterbelakangan, putus sekolah, dan maraknya anak jalanan yang semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Ini merupakan hal yang menarik untuk ditelusuri sebab akibatnya sehingga dapat dipikirkan bersama solusi/penanganan yang tepat dalam setiap permasalahan yang ada.

Salah satu masalah sosial yang ada saat ini adalah fenomena anak jalanan yang jumlahnya semakin bertambah. Mereka bertebaran di jalan raya, tempat-tempat keramaian, kolong jembatan dan tempat-tempat-tempat-tempat kumuh lainnya. Mereka juga menjalani kehidupan keras yang penuh resiko, hidup dalam kemiskinan yang seolah tidak teratasi, keterbelakangan, minimnya pengetahuan karena pendidikan yang rendah atau tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali.

Pada data BPS (Badan Pusat Statistik) dan Departemen Sosial dalam Jurnal Masyarakat dan Budaya (2005) yang dikutip dari Harian Suara Karya (2003) menyatakan bahwa jumlah anak jalanan semakin meningkat, yaitu pada tahun 1998 disebutkan bahwa terdapat 2,5 juta lebih anak terlantar usia 6-18 tahun. Sedangkan menurut hasil survey dan pemetaan sosial pusat kajian


(16)

pembangunan masyarakat Universitas Atmajaya Jakarta disebutkan bahwa tahun 1999 jumlah anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia mencapai 39.861 orang. Dan menurut Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Depsos, dr. Pudji Hastuti Msc. PH, mengungkapkan bahwa pada tahun 2003 jumlah anak jalanan telah meningkat menjadi tiga kali lipat, yakni mencapai 150.000 anak jalanan (Nyanyu Fatimah, 2005).

Jalanan seolah menjadi konotasi yang tidak menyenangkan, para pelakunya tidak memiliki aturan, bebas, seolah tidak merasakan beban hidup yang melilit dalam keluarganya. Seperti yang diungkapkan oleh Irawan (1996) bahwa anak jalanan biasanya ingin hidup bebas di tengah masyarakat dengan aturan yang mereka ciptakan sendiri. Sebagian besar waktu hidupnya digunakan untuk berkumpul dan bersenang-senang dengan teman-teman di tempat umum seperti pasar, terminal, halte, pertokoan, pinggir jalan, stasiun kereta api dan gang-gang sempit.

Interaksi yang terjadi di jalanan, baik antara anak dengan anak, anak dengan orang dewasa, maupun anak dengan lingkungan memunculkan tuntutan tersendiri untuk bertahan hidup. Masa anak-anak yang mestinya dihiasi dengan keceriaan dan kemanjaan, digantikan dengan perjuangan mempertahankan hidup di jalanan.

Pada umumnya yang mereka lakukan adalah pekerjaan kasar seperti mengamen, semir sepatu, ojek payung, pengasong dan lain-lain. Hal ini seperti yang disebutkan dari hasil penelitian individu yang diolah dari data arsip Yayasan Dian Nanda, Jakarta dalam Nyanyu Fatimah (2005) yaitu: pengemis, pengamen,


(17)

pelayan/kuli, dagang, semir sepatu, ojeg payung, tukang pulung, dan lain-lain. Dengan semakin meningkatnya jumlah anak jalanan, memberikan indikasi bahwa pekerjaan anak jalanan ini cukup atau bahkan lebih untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Disamping bekerja di tempat yang relatif dekat dengan tempat tinggal, mereka juga memilih tempat-tempat yang strategis misalnya terminal, stasiun, alun-alun, lampu merah, pusat-pusat perbelanjaan maupun fasilitas-fasilitas umum yang ramai.

Selain kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan, anak jalanan memiliki masalah dalam aspek sosial. Dari hasil penelitian Ali Khomsan (2010), diketahui terdapat beragam perilaku antisosial yang sering ditemukan di kalangan anak jalanan, misalnya agresivitas (perkelahian 87%, menggertak/mengancam 47%, merusak milik orang lain 45%) dan penyalahgunaan zat adiktif (66%). Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya tiga faktor psikososial yang secara bermakna berpengaruh terhadap munculnya perilaku antisosial pada anak jalanan, yaitu lamanya anak telah menjalani kehidupan jalanan, lingkungan tempat tinggal, dan relasi anak dengan orangtuanya.

Latar belakang anak jalanan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan (fisik, ekonomi, dan sosial budaya), faktor keluarga (struktur sosial ekonomi keluarga yang tidak produktif, hubungan keluarga yang tidak harmonis), faktor biologis yang bersumber dari keturunan, terutama yang berkaitan dengan kemampuan intelektual (Irawan, 1996).

Hal ini diperlihatkan dengan tingkah laku mereka yang suka merusak, berkelahi, mengganggu orang lain, mengancam, bullying, mengata-ngatai,


(18)

memukul, menendang, tidak dapat mengendalikan marah, dan lain sebagainya. Tidak heran jika perilaku agresif sangat dekat dengan mereka, dengan melihat salah satu faktor yang menyebabkan perilaku agresif adalah lingkungan keluarga, yaitu keluarga yang kurang memberi kasih sayang dan perhatian, sehingga mereka mencarinya dalam kelompok teman sebaya. Kebiasaan hidup yang mereka jalani yang di luar kebiasaan layaknya anak-anak maupun remaja lainnya, menjadikan mereka seperti terjebak dalam perilaku agresif.

Menurut Kartono dalam Wisnubroto (2009) kelompok teman sebaya menyediakan suatu tempat yaitu dunia tempat remaja melakukan sosialisasi dengan norma yang berlaku, bukan lagi nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya dan tempat dalam rangka remaja menemukan jati dirinya. Namun apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai yang negatif, maka akan menimbulkan bahaya bagi perkembangan jiwa remaja.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan UNICEF (1997), anak-anak jalanan cenderung terlibat dalam pekerjaan illegal dan marginal, seperti mengemis dan mencuri kecil-kecilan. Banyak diantara mereka masuk dalam dunia sindikat kejahatan yang gelap, mengerikan dan berbahaya, yang menyebabkan serangkaian pencopetan, perampokan, mengedarkan obat bius dan pelacuran. Budaya yang menyelimuti kehidupan anak-anak ini ditandai dengan agresi dan penyalahgunaan, menyebabkan mereka terkena bahaya yang ekstrim.

Pada umumnya remaja memiliki sifat agresif, dimana suka baku hantam dengan siapapun tanpa sebab yang jelas dengan tujuan sekedar mengukur kekuatan sendiri atau


(19)

kelompok. Sebenarnya remaja yang melakukan agresivitas itu adalah anak-anak normal, mereka hanya berupaya mencari kompensasi dari kekurangan yang didapatkannya dalam keluarga atau lingkungan, tapi justru ditemukannya dalam kelompok remaja seperti status, posisi sosial, pribadi idola, aksi bersama, persahabatan, simpati, kasih sayang, prestise, harga diri, rasa aman terlindungi dan sebagainya.

Masa remaja merupakan bagian dari perkembangan sosial. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa. Mereka tidak ingin diperlakukan seperti anak-anak, tetapi juga tidak ingin diberi hak seperti orang dewasa. Hal inilah yang membuat remaja selalu memberontak dan serba salah. Remaja juga mengalami kesulitan dengan diri sendiri, orang tua, guru, dan juga orang-orang dewasa lainnya yang tugasnya melatih, mendidik, membimbing, dan mengarahkan (Kartini Kartono, 2002).

Secara umum, Brehm & Kassin dalam Susetyo (1999) mendefinisikan agresivitas sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Agresivitas dapat muncul dari segala macam kelompok: mulai dari kelompok informal dan tanpa struktur, seperti kelompok anak sekolah yang terlibat tawuran, kelompok masa yang berkelahi dikarenakan kepentingan tertentu, termasuk sekelompok anak jalanan.

Moyer dalam Susetyo (1999) mengemukakan bahwa agresivitas berkaitan dengan kurangnya kontrol terhadap emosi dalam diri individu. Emosi yang meledak-ledak biasanya diwujudkan dalam bentuk amarah. Weiner dalam Sears, Freedman & Peplau (1991) menyatakan bahwa amarah akan muncul bila serangan atau frustasi yang dialami dianggap sebagai akibat pengendalian internal dan pribadi orang lain. Hal ini dapat diminimalisasi dengan orientasi religius pada


(20)

faktor kemampuan mengontrol diri. Dimana orientasi religius merupakan salah satu yang mempengaruhi kondisi internal masing-masing individu. Bergin (1980) berpendapat bahwa orientasi religius dapat memiliki beberapa konsekuensi positif, termasuk terhadap variabel kepribadian seperti kecemasan, kontrol diri, keyakinan irasional, depresi, affect dan sifat kepribadian yang lain.

Perilaku agresif individu salah satunya disebabkan oleh kepentingan kelompok yang harus di penuhi tanpa mempedulikan tindakan yang dilakukan sesuai atau tidak dengan norma yang berlaku. Pengendalian diri atau kontrol diri yang kurang merupakan salah satu hal yang memunculkan tindakan yang tidak sesuai dengan norma tersebut yang berwujud kekerasan atau agresi.

Kontrol diri sebagai cara individu untuk untuk mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Kontrol diri merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli berpendapat bahwa selain dapat mereduksi efek-efek yang negatif dari stresor-stresor lingkungan, kontrol diri juga dapat digunakan sebagai suatu intervensi intervensi yang bersifat pencegahan (Zulkarnain, 1997).

Bentuk-bentuk dari agresivitas yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan (Anger) dan kecurigaan (Hostility). Agresi fisik dan agresi verbal dapat dikontrol dengan kemampuan mengontrol perilaku, sehingga individu dapat mengontrol dirinya dengan baik dan diharapkan mampu mengatur perilaku dengan kemampuan dirinya. Contohnya: walaupun individu dipukul oleh seseorang, dia


(21)

tidak akan membalasnya. Selain itu agresi fisik dan agresi verbal juga dapat dikontrol dengan kemampuan mengontrol stimulus sehingga dapat menghadapi stimulus agresivitas yang tidak diinginkan. Contohnya: ketika individu dihadapkan suatu perselisahan maka individu tersebut akan mengontrol dirinya dengan menyelesaikan perselisihan tanpa pertengkaran.

Kemarahan (Anger) dapat dikontrol dengan kemampuan mengantisipasi peristiwa, sehingga kemarahan dapat dikendalikan dengan cara mengantisipasi keadaan melalui berbagai pertimbangan secara relatif objektif. Contohnya: individu tetap diam walaupun diejek oleh teman sehingga tidak menambah keruh suasana.

Sedangkan kecurigaan (Hostility) dapat dikontrol dengan kemampuan menafsirkan peristiwa, hal ini karena adanya kemampuan menilai dan penafsiran suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif. Contohnya: individu merasa ada sebagian orang menatapnya dengan sinis, kecurigaan itu tidak akan terjadi jika individu selalu berpikir positif terhadap orang lain. Selain itu kecurigaan juga dapat dikontrol dengan kemampuan mengambil keputusan, karena hal ini didukung dengan adanya kemampuan untuk memilih suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujui. Contohnya: individu merasa temannya tidak bersahabat, kecurigaan itu tidak akan terjadi jika individu yakin pada dirinya bahwa menjalin hubungan dengan teman tidak akan merugikan dirinya.


(22)

Faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas yaitu kebiasaan belajar, kondisi internal, faktor penghambat, faktor situasional. Salah satu faktor dari agresivitas yaitu kondisi internal, meliputi adanya insting agresivitas abnormalitas secara fisiologis, reaksi emosi penolakan (frustasi, marah, takut dan sakit), efek minuman keras dan faktor bawaan sejak lahir. Keadaan tersebut bisa saja terjadi karena manusia tidak mampu menahan suatu penderitaan yang menimpa dirinya. Ketidakmampuan dalam menahan suatu penderitaan yang menimpa dirinya tersebut dapat dinyatakan sebagai ketidakmampuan dalam mengontrol diri, sehingga kemampuan mengontrol diri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi agresivitas.

Menurut Sarlito (2005) salah satu faktor yang bisa dikendalikan untuk mengurangi kemungkinan kekerasan adalah secara teknis, yaitu peningkatan pengandalian. Aldi (2008) mengatakan bahwa pengendalian diri dapat dilakukan dengan prinsip kemoralan. Prinsip kemoralan mengacu pada perilaku baik dan buruk. Pengendalian diri dapat dilakukan juga dengan menggunakan kesadaran, perenungan, mengendalikan diri dengan menyibukkan diri dengan pikiran atau aktivitas yang positif.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti berasumsi bahwa salah satu variable yang diduga dapat mengurangi agresivitas anak jalanan adalah pengendalian diri (self-control). Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti memilih judul “Hubungan Antara Pengendalian Diri (Self-Control) Dengan Agresivitas Anak Jalanan”.


(23)

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini, permasalahan yang akan dikaji terbatas pada hal-hal berikut : 1. Pengendalian diri (self-control) yang dimaksud adalah kemampuan seseorang

dalam mengelola emosi untuk membuat keputusan dalam mengekspresikan perasaan-perasaan atau tindakan di dalam lingkungan sosial.

2. Agresivitas dalam penelitian ini adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan sadar oleh seorang anak kepada teman atau orang lain dengan tindakan yang tidak menyenangkan dan dapat merugikan orang tersebut.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: "apakah terdapat hubungan antara pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas anak jalanan?".

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Hasil penelitian ini berujuan untuk mengetahui hubungan antara pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas pada anak jalanan.


(24)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teorotis dan praktis, yaitu: 1. Secara teoritis, penelitian ini dapat berguna untuk pengembangan wacana dan

kajian psikologi sosial mengenai pengendalian diri (self-control) dan agresivitas.

2. Secara praktis, penelitian ini berguna bagi remaja untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menurunkan agresiviatas dan memiliki pengendalian diri.

1.4 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, sitematika penulisan yang akan digunakan adalah :

BAB 1 : Pendahuluan berupa latar belakang masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB 2 : Kajian Teori berisi uraian pendapat para ahli mengenai pengendalian diri (self-control) dan agresivitas. Kerangka Berpikir dan Hipotesis.

BAB 3 : Pendekatan Penelitian, Populasi dan Sampel, Variabel Penelitaian, Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data, Teknik Analisis Statistik, Prosedur Penelitian.

BAB 4 : Hasil penelitian, meliputi gambaran umum responden, pengkategorian skor masing-masing skala, hipotesis dan data tambahan.


(25)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan menjelaskan empat subbab. Subbab pertama menjelaskan teori mengenai agresivitas yang terdiri dari definisi agresivitas, jenis-jenis agresivitas, faktor-faktor penyebab agresivitas. Subbab kedua menjelaskan teori mengenai pengendalian diri (self-control) yang terdiri dari definisi pengendalian diri (self-control), manfaat pengendalian diri (self-control), aspek pengendalian diri (self-control), pengaruh pengendalian diri (self-control) terhadap perilaku.

Subbab ketiga merupakan uraian mengenai kerangka berpikir dan subbab keempat merupakan uraian mengenai hipotesis.

2.1 Agresivitas

2.1.1 Pengertian Agresivitas

Menurut Sears dkk (1994) agresi adalah tindakan yang dilakukan untuk melukai diri sendiri atau orang lain. Atkinson dan Hilgard (1993) mendefinisikan agresivitas sebagai perilaku untuk melukai orang lain secara fisik atau verbal dan merusak harta benda.

Arti agresi menurut Chaplin (2002) adalah kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan. Agresif menggambarkan


(26)

emosi tersebut terhadap orang lain bahkan sampai menyakiti orang lain secara sadar. Sikap agresif ialah perilaku yang menyakiti orang lain yang bersifat fisik mupun non fisik. Sementara itu, Baron (2005) memberikan pengertian bahwa agresi merupakan tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti mahluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan semacam itu.

Elliot Aronson dalam Koeswara (1988) mengajukan definisi agresi sebagai tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan maksud melukai atau mencelakakan individu lain dengan ataupun tanpa tujuan tertentu. Sementara itu, Moore dan Fine (1968) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik atau pun secara verbal terhadap individu lain atau terhadap objek-objek.

Agresi menurut Berkowitz (1995) adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental. Agresi dapat berarti pelanggaran hak asasi orang lain dan tindakan atau cara yang menyakitkan, juga perilaku yang memaksakan kehendak.

Menurut Sarason dalam Dayakisni (2009) agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, objek lain atau pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua mahluk vertebrata, sementara pada tingkat manusia masalah agresi sangat kompleks karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik.

David O. Sears dkk (1985) mengemukakan bahwa terdapat tiga perbedaan definisi agresi. Definisi yang paling sederhana yang menggunakan pendekatan belajar atau pendekatan perilaku (Behavioristik) adalah bahwa agresi merupakan


(27)

perilaku yang melukai orang lain. Perbedaan yang kedua adalah antara agresi antisosial dengan agresi prososial. Agresi ini merupakan tindakan yang disetujui, meliputi tindakan agresif yang tidak diterima oleh norma sosial tetapi masih berada dalam batas yang wajar. Tindakan tersebut tidak melanggar standar norma yang telah diterima. Perbedaan yang ketiga adalah antara perilaku agresif dengan perasaan agresif, seperti misalnya rasa marah, mungkin saja seseorang yang sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain.

Krahe (1997) mendefinisikan agresi berdasarkan fokusnya terhadap tiga aspek, yaitu akibat merugikan atau menyakitkan, niat dan harapan untuk merugikan, dan keinginan orang yang menjadi sasaran agresi untuk menghindari stimuli yang merugikan itu.

Agresi lebih difokuskan pada pengertian perilaku agresif itu sendiri, yang menurut pendapat para ahli adalah sebagai berikut: menurut Myers (2005) perilaku agresif adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Sedangkan menurut Setiadi (2001) perilaku agresif adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental. Dalam pengertian ini pengrusakan benda-benda baru dianggap merupakan perilaku agresif bila tujuan akhirnya menyakiti orang.

Di dalam kajian psikologi, perilaku agresif mengacu kepada beberapa jenis perilaku baik secara fisik maupun mental, yang dilakukan dengan tujuan menyakiti seseorang (Berkowitz, 2003). Jenis perilaku yang tergolong perilaku agresif diantaranya berkelahi (fighting), mengata-ngatai (name-calling), bullying, mempelonco (hazing), mengancam (making threats), dan berbagai perilaku


(28)

as

intimidasi lainnya (Wilson, 2003). Sebagian tidak jelas hubungannya antara perilaku yang satu dengan perilaku yang lain, sehingga istilah perilaku agresif sulit untuk didefinisikan secara ringkas (Hidayat Ma’ruf, 2010).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah perilaku yang ditujukan kepada seseorang secara sadar dengan tujuan tertentu sehingga dapat menyakiti orang lain. Dalam penelitian ini, agresivitas pada anak jalanan yang dilakukan kepada temannya. Sehingga dengan perlakuannya itu, mereka yang agresif dapat memuaskan keinginannya untuk menyakiti teman-temannya.

2.1.2

Jenis-Jenis Agresivit

Buss dalam Dayakisni (2009) mengelompokkan agresi manusia dalam delapan jenis, yaitu:

1. Agresi fisik aktif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung, seperti memukul, mendorong, menembak, dll.

2. Agresi fisik pasif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung, seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam.

3. Agresi fisik aktif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan langsung dengan


(29)

individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti merusak harta korban, membakar rumah, menyewa tukang pukul, dll.

4. Agresi fisik pasif tidak langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung, seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh.

5. Agresi verbal aktif langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan langsung dengan individu/kelompok lain, seperti menghina, memaki, marah, mengumpat.

6. Agresi verbal pasif langsung yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti menolak bicara, bungkam.

7. Agresi verbal aktif tidak langsung yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti menyebar fitnah, mengadu domba.

8. Agresi verbal pasif tidak langsung yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak suara.


(30)

Myers (2005) membagi agresi dalam dua jenis, yaitu: 1. Agresi rasa benci atau agresi emosi (hostile aggression)

Jenis agresi ini merupakan ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku agresif dalam jenis ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri, jadi agresi sebagai agresi itu sendiri. Contonhnya: remaja yang berkelahi massal karena ada temannya yang (katanya) dikeroyok.

2. Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental aggression) Jenis agresi instrumental pada umumnya tidak disertai emosi. Bahkan antara pelaku dan koban kadang-kadang tidak ada hubungan pribadi. Agresi jenis ini hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain.

Sementara itu, Medinus dan Johnson dalam Dayakisni (2009) mengelompokkan agresi menjadi empat kategori, yaitu:

1. Menyerang fisik, yang termasuk di dalamnya adalah memukul, mendorong, meludahi, menendang, menggigit, meninju, memarahi dan merampas.

2. Menyerang suatu objek, menyerang benda mati atau binatang.

3. Secara verbal atau simbolis, yang termasuk di dalamnya adalah mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap mengancam dan menuntut.


(31)

Buss dan Perry (1992) mengelompokkan agresivitas ke dalam empat bentuk agresi, yaitu: agresi fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk kemarahan (anger)

dan agresi dalam bentuk kebencian (hostility). Keempat bentuk agresivitas ini mewakili komponen perilaku manusia, yaitu komponen motorik, afektif dan kognitif.

1. Agresi fisik

Merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain secara fisik. Misalnya menyerang atau memukul.

2. Agresi verbal

Merupakan komponen motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain melalui verbalis. Misalnya berdebat, menunjukkan ketidaksukaan atau ketidaksetujuan, menyebarkan gosip dan kadang bersikap sarkastis.

3. Agresi marah

Merupakan emosi atau afektif, seperti munculnya kesiapan psikologis untuk bersikap agresif. Misalnya kesal, hilang kesabaran dan tidak mampu mengontrol rasa marah.

4. Sikap permusuhan

Yang juga meliputi komponen kognitif, seperti benci dan curiga pada orang lain, iri hati dan merasa tidak adil dalam kehidupan.

Dari berbagai pendapat mengenai jenis agresivitas tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa agresivitas dapat dilakukan dengan cara langsung


(32)

maupun tidak langsung, secara fisik (seperti; menendang, memukul, menginjak) maupun non fisik (contohnya; mencibir, memeletkan lidah), verbal aktif (seperti; berbicara kasar dan kotor, mengata-ngatai) maupun verbal pasif (mengumpat, berbisik-bisik dengan teman membicarakan temannya yang lain), yang memiliki caranya sendiri. Sehingga dari berbagai macam jenis perilaku agresif tersebut, peneliti akan menggunakan jenis perilaku agresif menurut Buss dan Perry (1992) sebagai alat ukur dalam penyusunan skala sikap agresif anak jalanan.

2.1.3 Faktor-Faktor Pencetus Agresivitas

Menurut Berkowitz (1995) ada dua faktor yang mempengaruhi agresivitas, yaitu : 1. Faktor langsung terhadap agresivitas

- Faktor langsung terhadap agresivitas, hadiah langsung untuk agresi artinya sebagian orang yang berkecendurungan kekerasan terus menjadi agresif selama bertahun-tahun karena mendapat imbalan dari perilaku seperti itu. Mereka menyerang orang lain cukup sering dan mendapati bahwa kebanyakan perilaku agresif mereka ada hasilnya. Seperti; 1. Dukungan orang tua, 2. Hadiah dari teman-teman, 3. Pengaruh kelompok dan geng. - Kondisi tak menyenangkan yang diciptakan orang tua, jika perasaan tak

enak menyebabkan dorongan ke arah agresi, mungkin orang yang sering mengalami kejadian tak menyenangkan pada masa kecil kemudian mempunyai dorongan untuk sangat agresif setelah remaja dan dewasa. Misalnya; 1. Perilaku buruk dari orangtua, 2. Penolakan orang tua, 3.


(33)

2. Faktor tak langsung terhadap agresivitas - Konflik keluarga

Banyak ilmuan sosial dan orang awam beranggapan bahwa banyak anak nakal merupakan korban penyimpangan sosial dari kondisi keluarga abnormal. Karena mereka tidak hanya tumbuh dalam kemiskinan tetapi juga hanya mempunyai satu orang tua, mereka belajar untuk tidak menerima norma dan nilai-nilai tradisional masyarakat, misalnya; 1.

Konflik antara ibu dan ayah, 2. Konflik dan perceraian.

Menurut Willis dalam Ikawati dan Akhmad Purnama (1998) faktor-faktor penyebab timbulnya agresivitas pada remaja adalah:

1. Kondisi pribadi, yaitu kelainan yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun psikis, lemahnya kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan, kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurangnya dasar keagamaan.

2. Lingkungan keluarga, yaitu keluarga yang kurang memberi kasih sayang dan perhatian, sehingga mereka mencarinya dalam kelompok teman sebaya, keadaan ekonomi keluarga yang rendah, dan keluarga yang kurang harmonis. 3. Lingkungan masyarakat, yaitu lingkungan masyarakat kurang sehat,

keterbelakangan pendidikan, kurangnya pengawasan terhadap remaja, dan pengaruh norma-norma baru yang ada di luar.

4. Lingkungan sekolah, yaitu kurangnya perhatian guru, kurangnya fasilitas pendidikan sebagai tempat penyaluran bakat dan minat, dan norma-nnorma pendidikan kurang diterapkan.


(34)

Koeswara dalam Ikawati dan Akhmad Purnama (1998) menyebutkan faktor-faktor pencetus agresivitas adalah sebagai berikut:

a. Frustasi b. Stres

c. Penghilangan identitas diri

d. Pengaruh alkohol dan obat-obatan e. Suhu udara

f. Serangan dari luar

g. Kromosom yang tidak normal h. Kelainan pada otaknya

Menurut Sears, dkk (1985), sumber-sumber perilaku agresif adalah sebagai berikut :

1. Perasaan agresif

Keadaan internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Kita semua pernah marah, dan sebenarnya setiap orang pada suatu saat pernah ingin melukai orang lain. Memang, banyak orang mengatakan bahwa mereka sedikit marah atau cukup marah beberapa kali dalam sehari atau beberapa kali dalam seminggu. Salah satu sumber amarah yang paling umum adalah serangan atau gangguan yang dilakukan oleh orang lain

2. Frustrasi

Sumber utama kedua adalah frustrasi. Frustrasi adalah gangguan atau kegagalan dalam mencapai tujuan. Salah satu prinsip dasar dalam psikologi


(35)

adalah bahwa frustrasi cenderung membangkitkan perasaan agresif. Misalnya, depresi ekonomi menyebabkan frustrasi, yang hampir mempengaruhi semua orang. Orang tidak memperoleh pekerjaan atau tidak dapat membeli sesuatu yang diinginkan, dan lebih dibatasi dalam semua segi kehidupan. Akibatnya, berbagai bentuk agresi menjadi lebih umum.

3. Peran Atribusi

Suatu kejadian akan menimbulkan amarah dan perilaku agresif bila sang korban mengamati serangan atau frustrasi itu dimaksudkan sebagai tindakan yang menimbulkan bahaya. Hal ini mudah dipahami dalam teori atribusi. Bila korban menghubungkan frustrasi dengan keadaan yang tidak dapat dihindarkan, tidak akan timbul amarah yang lebih besar. Tetapi, bila tidak ada pembenaran faktor eksternal semacam itu dan bila dibuat pertalian internal, amarah yang timbul akan lebih besar. Misalnya, kemarahan akan lebih banyak muncul pada seorang mahasiswa yang mendapatkan nilai tidak sesuai dengan harapan karena adanya anggapan bahwa dosen tidak menyukai mahasiswa tersebut sehingga akan mengakibatkan perilaku agresif yang lebih besar dibandingkan jika mahasiswa menyadari bahwa nilai yang didapatkan akibat kurangnya usaha ketika ujian berlangsung.

Menurut Koeswara (1988) agresivitas dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal pada individu. Gambaran faktor internal agresivitas ada pada setiap individu sebagai ciri bawaan. Manusia menurut kodratnya bersifat kejam dan sadistis, hanya dengan jalan represi dan sublimasi sajalah maka sifat-sifat primitif


(36)

itu dapat dijinakkan dalam bentuk tingkah laku budaya. Sedangkan faktor eksternal, manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesamanya. Maka munculah adanya pengaruh satu sama lain. Pengaruh tersebut menjadi penyebab timbulnya agresivitas pada individu. Beberapa faktor agresivitas menurut Koeswara yang berkaitan dengan penelitian ini, akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Frustrasi

Situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak untuk mencapai tujuan

2. Stres

Stres adalah suatu keadaan tertekan, baik fisik maupun psikologis. Berasal dari stimulus internal dan eksternal, yaitu :

a). Stress internal (intrapsikis)

Perasaan tertekan yang muncul dalam diri individu karena adanya permasalahan yang tidak bisa dipecahkan sehingga menyebabkan timbulnya agresi.

b). Stress Eksternal (sosiologis dan situasional)

Muncul karena adanya perubahan sosial dan memburuknya perekonomian menyebabkan meningkatnya kriminalitas termasuk di dalamnya kekerasan dan agresi.


(37)

Menurut Supratiknya (1995) penyebab agresif seringkali adalah pengalaman dalam keluarga yang bersifat destruktif, berupa penolakan, disiplin yang keras namun tidak konsisten, frustrasi akibat orang tua tidak rukun, orang tua kurang memberikan bimbingan dan sebagainya. Menurutnya, gangguan agresif disebut juga sebagai gangguan perilaku asosial dan mirip dengan kasus kepribadian psikopatik pada orang dewasa. Ciri-cirinya sulit diatur, suka berkelahi, menunjukkan sikap bermusuhan, tidak patuh, agresif baik secara verbal

maupun behavioral, senang membalas dendam, senang merusak, suka berdusta, mencuri dan sering mengalami temper-tantrum atau mengamuk, cenderung agresif dalam bidang seks, cenderung terlibat dalam berbagai bentuk vandalisme atau perilaku merusak, bahkan mungkin sampai ke pembunuhan.

Baron (2005) mengemukakan bahwa manusia diprogram sedemikian rupa untuk melakukan kekerasan oleh sifat alamiah mereka. Teori seperti ini menyatakan bahwa kekerasan manusia berasal dari kecenderungan bawaan (yang diturunkan) untuk bersikap agresif satu sama lain. Pendukung lain adalah Sigmund Freud, yang berpendapat bahwa agresi terutama timbul dari keinginan untuk mati (death wish/thanatos) yang kuat yang dimiliki oleh semua orang. Sementara itu, Konrad Lorenz (1988) berpendapat bahwa agresi muncul terutama dari insting berkelahi (fighting instinct) bawaan yang dimiliki oleh manusia dan spesies lainnya. Diasumsikan, insting ini berkembang selama terjadinya evolusi karena hal tersebut menolong untuk memastikan bahwa hanya individu yang terkuat dan terhebatlah yang akan menurunkan gen mereka pada generasi berikutnya.


(38)

Dari beberapa pendapat tersebut di atas, faktor yang dapat mempengaruhi agresivitas dapat disimpulkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berarti bahwa agresivitas muncul dari dalam diri individu, penurunan gen atau kecenderungan bawaan. Sedangkan faktor eksternal, faktor dari luar dirinya. Berupa pengaruh lingkungan, baik keluarga maupun di luar dari lingkungan keluarga, teman sebaya dan lain sebagainya.

2.2 Pengendalian Diri (Self-Control)

2.2.1 Definisi Pengendalian Diri (Self-Control)

Pengedalian diri menurtut Goleman (2004) ialah mengelola emosi, yaitu menangani perasaan agar terungkap dengan pas. Mahoney dan Thoresen dalam Robert (1975) menjelaskan bahwa pengendalian diri merupakan jalinan yang utuh yang dilakukan individu terhadap lingkungannya. Individu dengan pengendalian diri tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu cenderung akan mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial, dengan cara mengatur kesan yang dibuat lebih responsif terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersifat hangat dan terbuka.

Pengendalian diri menurut Blackburn (1993) adalah kemampuan untuk menunda atau menghalangi suatu respon kekhawatiran dalam semua analisis perkembangan dan belajar, dan telah diperiksa secara mendalam yang meliputi pengendalian dorongan, pengendalian diri, toleransi terhadap frustasi, penundaan pemuasan keputusan.


(39)

Menurut Chaplin (2002) self-control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Sedangkan Henry (1994) mendefinisikan kontrol diri sebagai pengendalian yang yang dilakukan oleh individu terhadap perasaan-perasaan, impuls-impuls, dan tindakannya sendiri.

Snyder dan Gangestad (1986) mengatakan bahwa pengendalian diri sangat relevan untuk melihat hubungan pribadi dengan ligkungan masyarakat yang sesuai dengan isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang efektif.

Goldfried dan Merbaum dalam Lazarus (1976) juga mengartikan pengendalian diri sebagai suatu kesempatan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif.

Plato dalam Howard Rachlin (2000) mendefinisikan kontrol diri ( self-control) sebagai sesuatu yang bisa diciptakan, jika kita mempunyai kemampuan atau motivasi yang kuat untuk melakukannya. Tidak ada perbedaan antara kognisi (knowledge) dan motivasi (self-control) dimana seseorang dikatakan bijaksana, apabila dia memiliki perilaku baik dan memiliki pengetahuan yang benar. Dan seseorang tidak sepenuhnya mengerti apa yang terbaik terhadap dirinya, sebelum dia melakukan kesalahan. Seseorang yang mempunyai pengetahuan akan mudah baginya untuk mengontrol segala perilakunya.

Hurlock (1980) mengatakan bahwa kontrol diri bisa muncul karena adanya perbedaan dalam mengelola emosi, cara mengatasi masalah, tinggi rendahnya


(40)

motivasi, dan kemampuan mengelola segala potensi dan pengembangan kompetensinya. Kontrol diri itu sendiri berkaitan dengan bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya.

Menurut Ubaydillah (2008), self-control adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosi agar tetap di bawah kontrol (under-control) dan kemampuannya dalam menahan diri dari tindakan brutal ketika ada pemicu atau berada dalam kondisi yang menegangkan (stressful condition).

Seseorang yang memiliki kemampuan mengontrol diri akan mampu menggunakan akal sehat, tetap bisa memunculkan pandangan positif dan tenang (stabil). Sebagaimana yang dikemukakan Goldfried dan Merbau dalam Lazarus (1976), pengontrolan diri merupakan suatu proses yang menjadikan individu sebagai agen utama dalam membimbing, mengatur dan mengarahkan perilaku yang dapat membawanya ke arah konsekuensi positif.

Zerotothree (2004) mengatakan self-control adalah kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tentang bagaimana dan kapan mengekspresikan perasaan-perasaan dan tindakan impuls-impuls.

Pengendalian diri menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan (Lazarus, 1976).

Menurut Berk dalam Singgih (2006) pengendalian diri adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan


(41)

dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.

Messina dan Messina dalam Singgih (2006) menyatakan bahwa pengendalian diri adalah seperangkat tingkah laku yang berfokus pada keberhasilan menangkal pengrusakan diri (self-destructive), perasaan mampu pada diri sendiri, perasaan mandiri (autonomy) atau bebas dari pengaruh orang lain, kebebasan menentukan tujuan, kemampuan untuk memisahkan perasan dan pemikiran rasional, serta seperangkat tingkah laku yang berfokus pada tanggung jawab atas diri pribadi.

Pengendalian diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 1984). Hurlock (1973) menyebutkan terdapat tiga kriteria emosi dalam pengendalian diri, yaitu:

a. Dapat melakukan pengendalian diri yang bisa diterima secara sosial.

b. Dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat.

c. Dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan cara bereaksi terhadap situasi tersebut.

2.2.2 Manfaat Pengendalian Diri (Self-Control)

Christoper dan Albert dalam Atwater (1999) mengembangkan manfaat teori pengendalian diri (self-control), yang meliputi hal-hal di bawah ini:


(42)

1. Pengendalian setiap individu berbeda, dimana mereka yakin dapat menjalani kehidupannya.

2. Pengendalian diri seseorang tergantung pada interaksi antara individu tersebut dan lingkungannya. Dan juga tergantung faktor disposisi dalam diri dan karakteristik lingkungan.

3. Faktor penting dalam pengendalian diri adalah keyakinan bahwa kita dapat mempengaruhi hasil/aktual, memilih alternatif yang ada, membuat konsekuensi dan mematuhinya.

4. Dalam beberapa situasi, kemapuan pengendalian diri yang kuat sangat diperlukan supaya kita dapat bertahan, beradaptasi dan mampu dalam menghadapi perubahan dan kekurangberuntugan.

5. Pengendalian diri menjadi faktor pendukung mencapai kesusksesan dan menghambat kegagalan. Oleh karena itu, individu memerlukan tingkat pengendalian diri yang berbeda untuk menghadapi persoalan di dalam kehidupannya.

2.2.3 Aspek-Aspek Pengendalian Diri (Self-Control)

Berdasarkan konsep Averil (1973), terdapat 3 aspek yang tercakup dalam kemampuan mengontrol diri, yaitu:


(43)

Mengontrol perilaku merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu: mengatur pelaksanaan (regulated administration), dan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan dirinya sendiri atau seseuatu di luar dirinya. Individu yang mempunayi kemampuan mengontrol diri yang baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan jika tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mngetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.

b. Mengontrol kognisi (cognitive control)

Merupakan kemampuan individu untuk mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologi atau untuk mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu: memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (apparsial). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan auatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan


(44)

c. Mengontrol keputusan (decisional control)

Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memillih berbagai kemungkinan tindakan. Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu: mengantisisipasi peristiwa dan menafsirkan peristiwa, yaitu kemampuan menahan diri.

Aspek ini merujuk pada kemampuan individu dalam membuat pertimbangan dan menilai situasi terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan. Kemampuan mengontrol diri terletak pada kekuatan dari ketiga aspek tersebut. Kemampuan mengontrol diri ditentukan oleh seberapa jauh salah satu aspek mendominasi, atau kombinansi tertentu dari berbagai aspek dalam mengontrol diri.

2.2.4 Pengaruh Pengendalian Diri (Self-Control) Terhadap Perilaku

Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa kontrol diri (self-control) dapat dijadikan sebagai kekuatan sesorang dalam mempengaruhi diri, pengaturan terhadap fisik, sikap, dan proses-proses yang bersifat psikologis dengan kata lain, pengaturan terhadap segala proses yang menentukan diri seseorang. Dengan begitu, individu dengan kontrol diri yang tinggi akan sangat memperhatikan


(45)

cara-cara yang tepat untuk bagaimana berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Ia cenderung untuk mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat.

Selain itu, perilakunya lebih responsif terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersikap hangat dan terbuka dengan orang lain. Seseorang akan berusaha menampilkan perilaku yang dianggap paling tepat bagi dirinya yaitu perilaku yang dapat menyelamatkan intraksinya dari akibat negatif yang disebabkan karena respon yang dilakukannya.

Calhoun dan Acocella (1990) mengemukakan dua alasan yang mengharuskan individu untuk mengontrol diri secara kontinyu.

1. Pertama, individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain.

2. Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya. Sehingga dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut dibutuhkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang.


(46)

2.3 Kerangka Berpikir

Keberadaan peran dari sebuah kontrol dalam kaitannya untuk mengurangi tingkat kriminalitas telah menjadi fokus utama dalam kajian psikologi sosial. Kontrol tersebut berkembang saat seseorang masih berada dalam masa kanak-kanak, baik secara langsung maupun tidak lagnsung yang berkaitan erat dengan norma sosial di masyarakat. Oleh karena itu, kontrol dalam diri seorang individu dapat diklasifikasikan atas dua macam, kontrol internal (self-control/ kontrol diri) yang terkait dengan individu itu sendiri dan kontrol eksternal (social control/ kontrol sosial) yang melihat adanya batasan-batasan norma masyarakat (Bustanova, 2009).

Averil (1973) menjelaskan bahwa terdapat tiga aspek dalam kontrol diri (self-control) yaitu: mengontrol tingkah laku, mengontrol kognisi, dan mengontrol keputusan. Seseorang melakukan kontrol diri agar sikap dan perilakunya sesuai dengan tuntutan lingkungan di sekelilingnya. Baron & byrne (dalam Walgito, 2002) mengatakan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu: komponen kognitif, komponenn afektif, dan komponen konantif.

Seseorang yang kontrol dirinya rendah tidak mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya, Dengan kontrol diri yang rendah, meraka tidak mampu memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku. Mereka tidak mempu menginterpretasikan stimulus yang dihadapi, tidak mampu mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin dihadapi sehingga tidak mampu memilih tindakan yang tepat (Abdul Muhid, 2009). Sehingga dapat diasumsikan bahwa kemampuan mengontrol perilaku rendah mempunyai agresivitas tinggi, kemampuan


(47)

mengontrol kognitif rendah mempunyai agresivitas tinggi, dan kemampuan mengambil keputusan rendah mempunyai agresivitas tinggi. Hal ini didukung dengan penelitian Slaby dan Guerra (Anwar, 1998) menunjukkan bahwa individu dengan tingkat agresivitas yang tinggi berhubungan dengan kemampuan mereka dalam mengatasi permasalahan yang rendah.

Sedangkan orang yang mempunyai kontrol diri yang tinggi akan mampu mengatur perilakunya (Abdul Muhid, 2009). Yaitu apabila kemampuan mengontrol perilaku tinggi mempunyai agresivitas rendah, kemampuan mengontrol kognitif tinggi mempunyai agresivitas rendah, dan kemampuan mengontrol keputusan tinggi mempunyai agresivitas rendah.

Agresivitas rendah

Self-control Rendah

Self-control Tinggi Anak Jalanan

Agresivitas tinggi

2.4 Hipotesis

Dari uraian di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengendalian diri (self-control)

dengan agresivitas pada anak jalanan.

H1 = Adanya hubungan yang signifikan antara pengendalian diri (self-control)


(48)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas mengenai metode penelitian, dan dalam hal ini akan dibatasi secara sistematis sebagai berikut: jenis penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian, metode dan instrumen pengumpulan data, prosedur penelitian, validitas dan reliabilitas alat ukur dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Menurut Azwar (2004) penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal atau angka yang diolah dengan metoda statistik. sedangkan Dengan pendekatan kuantitatif akan diperoleh aignifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mencari hubungan antara pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas pada anak jalanan.

3.1.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkatan-tingkatan hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi.


(49)

Pengukuran korelasi digunakan untuk menentukan besarnya arah hubungan (Sevilla, dkk. 1993).

Adapun alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional karena sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu hubungan antara pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas pada anak jalanan.

3.2 Variabel Penelitian dan Devinisi Operasional 3.2.1 Variabel Penelitian

Kerlinger dalam Arikunto (2006) menyebut variabel sebagai sebuah konsep seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin, insaf dalam konsep kesadaran. Sedangkan Sutrisno Hadi mendefinisikan variabel sebagai gejala yang bervariasi. Dalam penelitian ini, variabel dibatasi oleh:

 

1. Independen variabel (Variabel Bebas) adalah variabel yang mempengaruhi. Independen variabel dalam penelitian ini adalah pengendalian diri (self-control).

2. Dependen variabel (Variabel Terikat) dalam penelitian ini adalah agresivitas.

3.2.2 Devinisi Operasional

Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah :

a. Pengendalian diri (self-control) adalah kemampuan individu untuk menggunakan kehendak atau keinginannya dalam membimbing tingkah laku


(50)

sendiri dan menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang tertuang dalam perilaku, kognitif dan pengambilan keputusan.

b. Agresivitas adalah perilaku yang ditujukan kepada seseorang secara sadar dengan tujuan tertentu sehingga dapat menyakiti orang lain.

3.3 Populasi Dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Iqbal Hasan, 2002). Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu melihat adakah hubungan antara pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas pada anak jalanan, maka populasi dari penelitian ini adalah anak jalanan dari Yayasan Bina Insan Mandiri Depok.

3.3.2 Sampel

Sampel menurut Iqbal Hasan (2002) adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap mewakili populasi. Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah sebanyak 50 orang anak jalanan Yayasan Bina Insan Mandiri Depok, yaitu 33 anak laki-laki dan 17 anak perempuan. Adapun pengambilan sampel sebanyak 50 orang dilandasi oleh ketersediaan sampel yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan yakni anak jalanan dengan kategori usia mulai


(51)

dari usia 15 tahun sampai 18 tahun, disamping itu juga dikarenakan keterbatasan waktu dan dana dari peneliti sendiri.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probabilitas atau disebut juga dengan rancangan pengambilan sampel yang tidak menggunakan random dan tidak didasarkan pada hukum probabilitas. Menurut Kountur (2003) teknik non probability sampling adalah proses pemilihan sampel dimana tidak semua anggota dari populasi memiliki kesempatan untuk dipilih. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling yaitu sampel yang ditetapkan secara sengaja oleh peneliti. Sedangkan karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah:

a. Subjek adalah anak-anak jalanan laki-laki dan perempuan yang berusia antara 15-18 tahun.

b. Subjek merupakan anak-anak yang tinggal di jalanan, kolong jembatan, stasiun kereta api, ataupun di rumah bersama orang tuanya, yang tercatat sebagai anak didik Yayasan Bina Insan Mandiri Depok.

c. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, karena dengan adanya kesediaan responden akan memberikan dampak yang baik bagi peneliti, dimana responden akan bersedia untuk mengisi angket yang telah diberikan dengan tenang tanpa adanya paksaan, jujur dan lengkap tanpa ada satu pun pernyataan yang tidak terjawab.


(52)

3.4 Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2005). Skala yang digunakan berisi pernyataan mengenai pengendalian diri (self-control) dan agresivitas, responden akan diminta untuk mengisi setiap pernyataan dengan memberikan tanda ceklis (√) pada kolom yang sesuai. Respon subjek tidak diklasifikasikan benar-salah, semua jawaban dapat diterima sesuai jawaban jujur dan sungguh-sungguh.

Untuk pemberian skor dari skala ini jawaban antara pernyataan yang bersifat favorabel dengan yang bersifat unfavorabel berbeda, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1

Skoring Instrumen

Pilihan Jawaban Favorabel Unfavorabel

Sangat Setuju (SS) 4 1 Setuju (S) 3 2 Tidak Setuju (TS) 2 3 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4


(53)

Adapun alasan penulisan menggunakan empat alternatif jawaban, yakni untuk melihat kecenderungan ke arah setuju atau tidak setuju serta untuk menghindari adanya kecendrungan responden menjawab netral.

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data

Metode yang akan digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala yang dipergunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini ada dua, yaitu skala pengendalian diri (self-control) dan skala agresivitas.

1. Pengendalian diri (self-control) digunakan untuk mengetaui sejauh mana individu mempunyai kemampuan menggunakan kehendak atau keinginannya dalam membimbing tingkah laku sendiri dan menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang tertuang dalam perilaku, kognitif dan pengambilan keputusan, yang mengacu pada aspek-aspek pengendalian diri (self-control) menurut Averil (1973) dengan menggunakan model Likert. Adapun tabel blue print penyebaran item skala Pengendalian diri (self-control) adalah sebagai berikut:


(54)

Tabel 3.2

Blue Print Try Out

Skala Pengendalian Diri (

Self-Control)

Aspek Indikator

No. Item Jumlah

Item Favorabel Unfavorabel Mengontrol

perilaku

- mengatur pelaksanaan

- memodivikasi stimulus

2, 6, 10, 12, 42, 52 4, 8, 46, 50

11, 19, 29, 57

17,31,33,37,55

10

9 Mengontrol

kognitif

- memperoleh informasi

- melakukan penilaian

38,54,58 22, 26, 28, 30, 32, 34, 60

9,39, 53 1, 3, 5, 7, 41, 43, 45, 47, 49,

6 16

Mengontrol keputusan

- mengantisipasi peristiwa

- menafsirkan peristiwa

14, 18, 20, 24, 16, 36, 40,

42, 44, 48

15,23,27, 51

13, 21, 25, 35, 59

8

11

Jumlah Pernyataan 30 30 60

2. Dan skala yang kedua dalam pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala agresivitas pada anak jalanan. Skala agresivitas disusun berdasarkan teori Buss & Perry (1992) yang menyatakan bahwa ada 4 bentuk agresi yaitu: agresi fisik, dengan indikator: menyerang dan memukul. Agresi verbal, dengan indikator: berdebat, menyebarkan gosip dan bersikap sarkastis.


(55)

Agresi marah, dengan indikator : kesal dan mudah marah. Dan sikap permusuhan, dengan indikator : benci, curiga dan iri hati. Adapun tabel blue print penyebaran skala agresivitas adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3

Blue Print Try Out

Skala Agresivitas

Aspek Indikator

No. Item Jumlah

Item Favorabel Unfavorabel Agresi Fisik - Menyerang

- Memukul

8 2, 3, 19

1, 13, 27 23 4 4 Agresi Ferbal - Berdebat

- Menyebarkan gosip - Bersikap sarkastis

14, 33, 36 21, 34

22

4, 31 20 26, 32, 40

5 3 4 Agresi Marah - Kesal

- Mudah marah

37 15, 28, 38

24 29, 35 2 5 Sikap Permusuhan - Benci - Curiga - Iri hati

9, 25, 30 6, 7

11

5, 12, 39 10, 17 16, 18

6 4 3


(56)

3.4.3

Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pernyataan dalam mendefinisikan suatu variabel. Hasil penelitian yang valid adalah apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Suatu instrumen penelitian dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur (Kountur, 2003). Validitas suatu butir pernyataan dalam penelitian ini dilihat dari hasil output SPSS 13.0. Menilai kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pernyataan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 50 responden dengan kriteria nilai r tabel 2,79. Sehingga item yang memperoleh nilai lebih kecil dari r tabel dianggap gugur/tidak valid.

Sedangkan uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pernyataan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam bentuk skala. Suatu instrumen penelitian disebut reliabel apabila instrumen tersebut konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur (Kountur, 2003). Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai


(57)

3.5

Hasil Uji Instrumen Penelitian

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti melakukan uji coba (try out) instrumen penelitian. Uji instrumen penelitian diberikan kepada 50 anak jalanan Yayasan Bina Insan Mandiri Depok. Adapun uji instrumen adalah:

a. Mengetahui validitas instrumen dimana skor tiap item dikorelasikan dengan skor r tabel, yang dalam penelitian ini adalah 0,279 pada taraf signifikansi 1% atau 5% dengan N= 50.

b. Mengetahui tingkat reliabilitas instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat reliabilitas skala tersebut. Reliabilitas suatu konstruk veriabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0,60.

3.5.1 Hasil Uji Validitas Skala Pengendalian Diri

Berdasarkan hasil uji coba (try out) terhadap 60 item dalam instrumen ini, diperoleh 20 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1% yaitu item nomor: 5, 6, 7, 15, 18, 21, 23, 24, 25, 28, 29, 30, 31, 36, 37, 38, 42, 47, 51, 60. Sedangkan item yang tidak valid yaitu: 1, 2, 3, 4, , 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 19, 20, 26, 27, 32, 33, 34, 35, 39, 40, 41, 43, 44, 45, 46,48, 49, 50, 52, 53, 54, 55, 56, 57,58, 59. Semua item yang valid digunakan sebagai alat ukur penelitian. Berikut ini adalah blue print revisi skala pengendalian diri yang valid :


(58)

Tabel 3.4

Blue Print revisi Skala Pengendalian Diri

Aspek Indikator

No. Item Jumlah Item Favorabel Unfavorabel Mengontrol

perilaku

- mengatur pelaksanaan

- memodivikasi stimulus

6, 42, 29,

31, 37,

3

2 Mengontrol

kognitif

- memperoleh informasi

- melakukan penilaian

38,

28, 30,60 5, 7, 47,

1

6 Mengontrol

keputusan

- mengantisipasi peristiwa

- menafsirkan peristiwa

18, 24,

36,

15, 23, 51

21, 25,

5

3 Jumlah Pernyataan 5 9 11

3.5.2 Hasil Uji Validitas Skala Agresivitas

Berdasarkan hasil uji coba (try out) terhadap 40 item dalam instrumen skala agresivitas, diperoleh 27 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1% yaitu item nomor : 2, 3, 7, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 34, 35, 39, 40. Sedangkan


(59)

item yang tidak valid yaitu: 1, 4, 5, 6, 8, 9, 13, 17, 29, 33, 36, 37, 38. Semua item

yang valid digunakan sebagai alat ukur penelitian. Berikut ini adalah blue print

revisi skala agresivitas yang valid:

Tabel 3.5

Blue Print revisi Skala Agresivitas

Aspek Indikator

No. Item

Jumlah Item Favorabel Unfavorabel Agresi Fisik - Menyerang

- Memukul

2, 3, 19 27 23

4 1 Agresi Ferbal - Berdebat

- Menyebarkan gosip - Bersikap sarkastis

14 21, 34

22

31 20 26, 32, 40

2 3 4 Agresi Marah - Kesal

- Mudah marah 15, 28

24 35 1 3 Sikap Permusuhan - Benci - Curiga - Iri hati

25, 30 7 11 12, 39 10 16, 18 4 2 3


(60)

3.6

Hasil Uji Reliabilitas Skala Pengendalian Diri

dan Skala

Agresivitas

Uji reliabiltas dilaksanakan pada anak jalanan Yayasan Bina Insan Mandiri Depok dengan jumlah sampel sebanyak 50 responden. Uji reliabilitas kedua skala ini menggunakan uji statistik Alpha Croncbach dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 untuk hasil uji reliabilitas skala pengendalian diri dan skala agresivitas, maka diperoleh hasil :

1. Reliabilitas skala pengendalian diri diperoleh koefisien sebesar 0,756. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian ini reliabel untuk digunakan karena nilai Alpha Cronbach lebih besar dari 0,06.

2. Reliabilitas skala agresivitas diperoleh koefisien sebesar 0,776. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian ini reliabel untuk digunakan karena nilai Alpha Cronbach lebih besar dari 0,06.

3.7 Teknik Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan analisa statistik sebagai cara untuk mengetahui hubungan antara pengendalian diri (self-control) sebagai variabel independen terhadap agresivitas sebagai dependen variabel. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa rumus, yaitu :


(61)

1. Statistik Deskriptif

Digunakan untuk mengolah gambaran umum responden. Analisis deskriptif memberikan informasi mengenai sekumpulan data dan mendapatkan gagasan untuk keperluan analisis selanjutnya.

2. Uji Validitas

Untuk mengetahui apakah sakala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya diperlukan pengujian validitas. Pada penelitian ini, uji validitas menggunakan rumus product moment Pearson yang diperoleh dengan menggunakan SPSS 17.0.

3. Uji Reliabilitas

Uji relliabilitas merupakan konsistensi responden dalam menjawab pernyataan yang diberikan dalam bentuk kuisioner. Suatu instrumen penelitian disebut reliabel apabila instrumen tersebut konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur (Kountur, 2003). Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai cronbach alpha > 0,60.

4. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis untuk menjawab pertanyaan utama penelitian ini, apakah terdapat hubungan yang signifikan antara pengendalian diri ( self-control) dengan agresivitas pada anak jalanan, menggunakan metode korelasi Pearson dengan menggunakan SPSS 17.0.


(62)

3.8 Prosedur Penelitian

a. Tahap Persiapan

Persiapan yang dilakukan adalah:

1. Melakukan perumusan masalah dan menentukan variabel yang akan diteliti, serta subjek pada penlitian.

2. Melakukan observasi pendahuluan tehadap anak jalanan di daerah Gambir dan Depok.

3. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian, serta subjek penelitian.

4. Persiapan yang menyangkut alat pengumpul data adalah membuat item-item

dalam skala yang benar-benar valid dan reliabel, dengan mengacu pada aspek dan indikator dari setiap variabel penelitian yang diajukan.

b. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan pengumpulan data:

1. Menentukan subjek penelitian dengan teknik non-probabilitas sampling, dimana semua anggota atau subjek penelitian memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian berdasarkan pada karakteristik subjek yang telah ditentukan.

2. Kemudian melakukan penelitian, dengan melakukan penyebaran skala uji coba (try out).

3. Melakukan skoring dan membuang item yang gagal atau tidak valid. 4. Melakukan penyebaran skala kedua sebagai hasil dari Field Study.


(63)

c. Tahap Analisa Data

1. Melakukan skoring data hasil penyebaran skala kedua (Field Study)

2. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel data.

3. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian dan korelasi antara variabel penelitian. Dianalisis secara validiatas dan reliabilitasnya, analisis uji beda, serta teknik analisis statistik dengan menggunakan SPSS 17.0.

4. Membuat laporan hasil dari analisis tersebut, berupa gambaran umum, kategorisasi dari setiap variabel, hasil korelasi, serta menghitung uji beda sebagai data tambahan. Kemudian membuat kesimpulan.


(64)

BAB 4

PRESENTASI DAN ANALISIS DATA

Dalam bab ini peneliti akan menguraikan mengenai presentasi dan analisis data yang terdiri dari gambaran umum responden, deskripsi hasil penelitian, hasil uji hipotesis dan hasil tambahan

4.1 Gambarann Umum Responden

Gambaran umum responden pada penelitian ini diuraikan berdasarkan usia, jenis kelamin, kelas, dan agama. Dan gambaran umum responden mengenai kesehariannya akan dikategorisasikan berdasarkan perkelahian, pelaksanaan agama, minum alkohol dan pengalaman kekerasan. Subjek dalam penelitian ini adalah anak jalanan berusia 15-18 tahun yang tercatat di Yayasan Bina Insan Mandiri Depok sebanyak 50 orang.

4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia

Gambaran umum responden berdasarkan usia akan dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Kategorisasi Usia


(1)

Self-Control Laki-laki 33 60.88 4.595 .800

perempuan 17 62.94 3.191 .774

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality

of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Differenc

e Lower Upper

Self-Control

Equal variances assumed

2.153 .149 -1.653 48 .105 -2.062 1.248 -4.571 .446

Equal variances not assumed

-1.853 43.573 .071 -2.062 1.113 -4.306 .181

LAMPIRAN 8

Uji Beda Agresivitas berdasarkan jenis kelamin

Group Statistics

Jenis Kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Agresivitas Laki-laki 33 58.03 5.924 1.031


(2)

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality

of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper Agresivitas Equal variances

assumed

.001 .981 1.571 48 .123 2.795 1.779 -.781 6.371

Equal variances not assumed

1.563 31.937 .128 2.795 1.789 -.849 6.439

LAMPIRAN 9

Uji beda skala pengendalian diri berdasarkan usia

ANOVA Self-control

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 123.130 3 41.043 2.474 .073

Within Groups 763.050 46 16.588

Total 886.180 49

LAMPIRAN 10

Uji beda skala Agresivitas berdasarkan usia

ANOVA agresivitas

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 243.766 3 81.255 2.415 .079

Within Groups 1547.914 46 33.650

Total 1791.680 49

LAMPIRAN 11

Uji beda skala pengendalian diri berdasarkan kelas


(3)

self-control

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 44.046 2 22.023 1.229 .302

Within Groups 842.134 47 17.918

Total 886.180 49

LAMPIRAN 12

Uji beda skala agresivitas berdasarkan kelas

ANOVA Agresivitas

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 63.840 2 31.920 .868 .426

Within Groups 1727.840 47 36.763


(4)

Identitas Responden :

Nama (Inisial): Terlibat Perkelahian : sering jarang tidak pernah

Usia : Pelaksanaan Agama :

Jenis Kelamin: Lk Pr - Kristen: Ke Gereja : sering jarang tidak pernah

Kelas : - Islam : Ke Mesjid : sering jarang tidak pernah

Teman Dekat : Ada tidak ada Minum Alkohol : sering jarang tidak pernah

Agama : Pengalaman Kekerasan :

- Waktu kecil : sering jarang tidak pernah - Terakhir kali: sering jarang tidak pernah

Aktifitas Waktu Senggang :

Dengan ini saya bersedia menjadi responden.

Tanda Tangan Responden

( ... )

A. INSTRUKSI:

Berilah tanda ceklis (√ ) pada salah satu dari 4 kotak yang adik-adik anggap paling menggambarkan kondisi adik-adik. Tiap kotak tersebut berisi angka yang mengandung jawaban sebagai berikut:

1. Sangat tidak setuju (STS) 3. Setuju (S)

2. Tidak Setuju (TS) 4. Sangat setuju (SS)

Contoh :

Pernyataan STS TS S SS

saya merasa kesal dengan teman yang tidak membalas sapaan saya √

Tidak ada jawaban yang dianggap Salah. Semua JAWABAN ADALAH BENAR, selama menggambarkan diri adik-adik.

No Pernyataan STS TS S SS

1 Saya jarang memberikan saran kepada teman yang sedang kesulitan

2 Saya selalu bertanggung jawab apabila melakukan kesalahan

3 Saya kecewa kepada teman yang tidak bisa membantu saya

4 saya tidak akan bertanggung jawab dengan kesalahan yang saya perbuat

5 Saya akan menyelesaikan masalah pribadi saya supaya tidak menjadi beban

6 Jika sedang malas, saya akan menunda pekerjaan saya

7 Daripada saya meminjamkan uang kepada teman, lebih baik saya berfoya-foya

8 Saya membuat rencana terhadap apa yang saya lakukan

9 Saya suka hidup berfoya-foya

10 Ketika saya tahu teman sedang ada masalah, saya akan membantu menyelesaikan masalahnya


(5)

No Pernyataan STS TS S SS 12 Saya tetap berpikir positif kepada teman yang berbuat salah

13 saya cuek dengan masalah yang sedang saya hadapi

14 Saya akan tetap berkomunikasi dengan teman yang tidak menyenangi saya

15 saya akan marah kepada teman yang membuat saya kesal

16 Jika saya tidak tahu, lebih baik saya diam daripada berpura-pura tahu

17 Jika saya mampu, saya akan membantu teman yang mengalami kesulitan

18 Saya langsung percaya begitu saja kepada orang yang tidak saya kenal

19 Saya akan menyerahkan masalah saya kepada teman ketika saya tidak mampu menyelesaikannya

20 Setelah saya melalakukan kesalahan, saya akan introspeksi diri

B. INSTRUKSI:

Berilah tanda ceklis (√ ) pada salah satu dari 4 kotak yang adik-adik anggap paling menggambarkan kondisi adik-adik. Tiap kotak tersebut berisi angka yang mengandung jawaban sebagai berikut:

1. Sangat tidak setuju (STS) 3. Setuju (S)

2. Tidak Setuju (TS) 4. Sangat setuju (SS)

Contoh :

Pernyataan STS TS S SS

Marah-marah tanpa alasan membuat saya dijauhi teman-teman saya √ Tidak ada jawaban yang dianggap Salah. Semua JAWABAN ADALAH BENAR, selama menggambarkan diri adik-adik.

No Pernyataan STS TS S SS

1 Saya merasa hebat dihadapan teman-teman jika saya dapat memukul teman yang lebih kecil untuk mengajarkan disiplin padanya

2 Saya tidak akan segan-segan untuk memberi pelajaran berupa tendangan/pukulan terhadap teman yang menghina saya

3 Saya menuduh teman mengambil uang milik saya karena saat hilang ada dia di dekat saya

4 Saya bersikap biasa saja ketika ada teman main ke rumah saya, karena saya tahu teman saya tidak mungkin mengambil barang-barang saya

5 Saya dan teman saya tidak akan bergaul dengan orang kaya karena mereka sombong

6 Bukan hal yang baik jika saya mengikuti gaya orang yang saya benci untuk mengejek-ejeknya

7 Saya akan mengencangkan suara ketika pendapat saya tidak didengar dan tidak diperdulikan

8 Hati saya langsung gondok ketika ada teman yang memukul saya

9 Saya tahu, iri kepada teman merupakan pertanda bahwa saya tidak mampu/tidak lebih baik darinya


(6)

No Pernyataan STS TS S SS 11 Saya akan memukul teman yang lebih kecil dari saya jika saya merasa kesal padanya

12 Saya tidak memperdulikan teman-teman yang sedang membicarakan kejelekan salah satu teman kami

13 Saya akan ikut bergabung dengan teman-teman yang sedang membicarakan teman saya

14 Jika teman-teman saya sedang mengerjai teman yang lebih kecil, saya akan ikut bergabung karena itu menyenangkan

15 Saya tidak akan membalas ketika ada teman yang menghina saya

16 Menurut saya, bergaul dengan siapapun tidak masalah karena semua manusia sama

17 Saya suka mencibirkan bibir kepada teman yang lebih kecil dari saya

18 Saya rasa tidak wajar bertingkah aneh/bersikap buruk kepada teman

19 Berkelahi adalah bukan solusi terbaik untuk memecahkan masalah dalam bergaul

20 Saya akan mencubit adik saya ketika dia bandel

21 Saya akan membujuk teman-teman untuk tidak bergaul dengan salah satu teman yang tidak saya sukai

22 Saya akan membela pendapat teman yang menurut saya masuk akal

23 Menurut saya, meminta uang kepada teman yang lebih kecil adalah perbuatan yang tidak baik

24 Saya suka membicarakan teman dengan berbisik-bisik hawatir dia mendengarkan

25 Saya berusaha mengalah terhadap adik saya dengan hanya mengusap-usap dada

26 Melirikkan mata penuh kebencian untuk merendahkan orang lain adalah hal yang tidak baik

27 Menurut saya, tidak ada gunanya bercanda dengan sangat keterlaluan