menyimpulkan bahwa angka untuk adenoma yang terlewati akan berkurang sehingga mengurangi resiko terjadi kanker kolorektal Stein, 2012.
Pada prospektif, studi acak membandingkan kolonoskopi dengan high- definition, kolonoskopi dengan sudut lebar n=193 dibandingkan dengan
kolonoskopi standard n=197 dalam mendeteksi polip. Tribonias et al menunjukkan perbedaan yang signifikan 2 metode dari kedua prosedur
tersebut. Rata-rata dapat polip hiperplastik yang kecil 5 mm, P= .003 tetapi tidak ditemukan perbedaan antara kedua teknik dalam mendeteksi lesi dengan
ukuran besar 10 mm atau lebih besar, medium antara 5 mm dan 10 mm dan polip yang kecil 5mm. Tribonians et al juga menemukan tidak
perbedaan yang signifikan antara high-definition, kolonoskopi dengan sudut lebar dan kolonoskopi standard untuk mendeteksi ukuran adenoma dan polip
hiperplastik baik ukuran yang kecil, medium, dan besar Stein, 2012.
2.6. Indikasi kolonoskopi
a. Skrining kanker kolorektal pada umur yang beresiko.
b.Menilai dan mengangkat polip. c.
Membantu manajemen penyakit inflamasi bowel. d.Menentukan tempat perdarahan.
e. Melakukan dekompresi usus Cagir, 2011.
2.7. Fungsi Kolonoskopi lower endoscopy
1. Pemeriksaan penunjang apabila terjadi anemia disertai dengan darah di feses baik yang tersamar atau yang tampak.
Anemia defisiensi besi mungkin ada hubungannya dengan jeleknya absorpsi besi seperti pada celiac sprue atau lebih sering karena
diakibatkan oleh perdarahan kronik. Perdarahan usus diduga kuat pada pria dan wanita yang postmenopausal apabila diduga adanya anemia
Universitas Sumatera Utara
defisiensi besi, kolonoskopi diindikasikan seperti pasien-pasien tersebut walaupun tidak darah yang tersamar didalam feses. Sekitar 30 diduga
adanya polip dikolon, 10 akibat kanker kolorektal dan selebihnya mungkin dikarenakan adanya lesi pada vaskular kolon. Endoskopi saluran
cerna atas juga direkomendasikan apabila tidak dijumpai perdarahan disaluran cerna bagian bawah. Jika lesi tidak ditemukan, biopsi duodenal
harus dilakukan untuk menyingkirkan sprue. Penilaian usus halus juga harus sesuai jika EGD dan kolonoskopi tidak dapat menunjukkan adanya
lesi Topazian, 2004. Tes untuk darah tersamar di feses yang mendeteksi hemoglobin dan
heme merupakan tes yang sensitif untuk memperkirakan ada atau tidaknya darah pada feses. Walaupun terkadang tes itu dapat juga mendeteksi
perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Pasien dengan darah tersamar harus menjalani pemeriksaan kolonoskopi untuk menyingkirkan adannya
neoplasia. Usus halus mungkin merupakan penyebab perdarahan intestinal khususnya jika kolonoskopi dan upper endoscopy tidak dapat menegakkan
diagnosis. Kegunaan dari penilaian usus halus dari gejala klinis dan yang paling penting pada pasien yang memiliki perdarahan yang menyebabkan
anemia kronik. Padahal dengan radiografi usus halus dapat ditemukan dalam batas normal pada 50 pasien yang mengalami perdarahan
tersebut. Temuan yang paling sering adalah telangiaktasis Topazian, 2004.
2.
Untuk skrining kanker kolorektal
Kebanyakan kanker kolorektal berkembang dari adenoma kolon yang ada sebelumnya dan kanker kolrektal bisa dicegah dengan pendeteksian
dini dan pengangkatan polip kolon yang adematosa. Deteksi dini pada polip, kanker yang asimptomatik bisa dilakukan dengan pengujian
spesimen feses untuk menemukan darah tersamar disertai dengan
Universitas Sumatera Utara
pengujian kolon secara langsung. Sejak tes untuk darah tersamar tidak sensitif lagi, yang dikarenakan tes ini hanya dapat mendeteksi seperempat
kanker kolorektal dan polip yang berukuran besar Topazian, 2004. Pemilihan skrining untuk pasien asimptomatik tergantung pada
kemauan dan riwayat keluarganya. Adanya riwayat pernah menderita inflamatory bowel disease atau polip kolorektal. Rekomendasi untuk
pemeriksaan ini apabila adanya riwayat keluarga yang mengidap polip adematosa sekitar dua atau lebih anggota keluarga. Sindrom kanker
tertentu atau ditemukan adanya darah tersamar di feses. Seorang individu tanpa faktor ini pada umumnya juga dipertimbangkan juga skrining
sigmodoskopi pada usia 50 tahun dan dianjurkan setiap 5 tahun . Akan tetapi, ada perdebatan apakah pasien yang memiliki hanya satu keluarga
yang menderita kanker kolorektal apakah perlu dilakukan skrining Topazian, 2004.
Sigmoidoskopi fleksibel adalah skrining yang efektif memiliki 2 alasan : 1.
Kebanyakan kanker kolorektal pada umumnya terjadi di daerah rektum dan kolon sebelah kiri.
2. Kebanyakan juga kanker kolorektal pada sisi kanan terjadi dengan
adanya adenoma disebelah kiri juga Topazian, 2004. Pendeteksian akan adenoma selama pemeriksaan sigmodoskopi pada
umumnya membutuhkan pemeriksaan kolonoskopi secara menyeluruh dan mendeteksi adanya kanker pada sisi kanan kolon. Pada beberapa dekade
belakangan ini, ada perubahan secara gradual yang terjadi pada distribusi kanker kolon dengan proporsi rektal lebih sedikit. Oleh karena alasan ini
penilaian kolon secara keseluruhan dianjurkan. Barium enema telah dianjurkan juga tetapi masih dibutuhkan pemeriksaan sigmoidoskopi
fleksibel. Dewasa ini, telah ditemukan adanya teknik baru yaitu virtual
Universitas Sumatera Utara
kolonoskopi yang cukup menjanjikan untuk mendeteksi lesi secara akurat Topazian, 2004.
3. Hematokezia minor.
Jika terdapat darah merah segar di atas feses biasanya berasal dari anal, rektum atau sigmoid distal. Pasien bahkan memiliki kemungkinan
lainnya sehingga sigmoidokopi fleksibel harus dilakukan untuk menyingkirkan polip yang berukuran besar atau kanker di kolon bagian
distal. Pasien yang mengaku bahwa adanya darah hanya pada tisu toilet dan tidak terdapat pada feses atau di toilet mungkin terjadi perdarahan
pada anal kanal. Pemeriksaan DRE Digital Rectal Examinations dan diinspeksi secara seksama atau dengan bantuan alat seperti anoskopi
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis pada kebanyakan kasus Topazian, 2004.
2.8. Teknik