Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Era Reformasi yang telah terjadi ternyata membawa hikmah positif bagi daerah dimana selama ini dominasi pusat terhadap daerah begitu kuat sehingga menimbulkan ketimpangan perekonomian antar daerah, tuntutan daerah untuk mengarahkan sistem sentralistik kepada sistem desentralisasi menuju otonomi daerah makin kuat. Sejak diberlakukannya era otonomi daerah pada Januari 2001, gema otonomi daerah semakin gencar. Otonomi merangsang daerah untuk memberdayakan sumber daya baik fisik ataupun non fisik yang ada di wilayahnya. Pembagian hasil ekonomi yang tidak merata selama ini telah memicu tuntutan untuk segera diberlakukannya otonomi daerah terutama oleh daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam. Seiring dengan perubahan kepemimpinan Nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi,pola hubungan pemerintahan antara Pemerintahan Daerah dengan Pemerintahan Pusat juga mengalami perubahan. Jika sebelumnya kita menganut sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik yang ternyata hanya menimbulkan ketidakadilan di seluruh daerah, sejak tahun 1999 diubah menjadi era desentralisasi atau yang lebih sering dikenal dengan era otonomi daerah. Filosofi otonomi daerah adalah mewujudkan kemandirian daerah dalam segi kehidupan yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah PAD. Diharapkan, dengan Universitas Sumatera Utara otonomi semua daerah di Indonesia mampu melaksanakan semua urusan pemerintahan dan pembangunan dengan bertumpu pada kemampuan Pendapatan Asli Daerah PAD yang dimilikinya. Dengan melihat realita pencapaian PAD di hampir semua daerah di Indonesia, tujuan mulia dari otonomi tersebut bagaikan jauh panggang daripada api. Bukan kemandirian yang ada justru tingkat ketergantungan terhadap pusat yang semakin besar. Salah satu tujuan awal pelaksanaan otonomi adalah mewujudkan Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat dalam mendukung terciptanya kemandirian daerah. Di era otonomi ini diharapkan daerah menjadi mandiri dalam pengelolaan kewenangannya yang ditandai dengan makin kuatnya Kapasitas Fiskal atau PAD suatu daerah. Sementara itu, untuk beberapa hal yang mungkin masih kekurangan dana, daerah masih diberi bantuan dari Pemerintahan Pusat dalam bentuk Dana Perimbangan, seperti Dana Bagi Hasil DBH, Dana Alokasi Umum DAU, maupun Dana Alokasi Khusus DAK. Perkembangan pembangunan di Siantar dinilai belum sejalan dengan penataan kota yang baik sehingga menimbulkan berbagai masalah baru. Permasalahan drainase dan pemberian izin bangunan IMB tidak tepat sasaran menjadi cikal bakal kesemerawutan Siantar. Hal itu diungkapkan praktisi Perencanaan Wilayah dan Kota PWK Sarintan Damanik SHut MSi. Beliau mengatakan bahwa tugas berat Pemko Siantar kini menanti. Salah satunya adalah menata perwajahan pemukiman kota. “Secara umum persoalan tata kota di Siantar itu meliputi permasalahan drainase, IPAL dan pemberian IMB yang tidak tepat sasaran,” jelasnya. Universitas Sumatera Utara Dampak dari kegagalan penataan kota dapat dilihat dari fenomena Siantar banjir beberapa waktu lalu. Banyak drainase yang disalahgunakan atau tidak berfungsi. Seperti dikutip dari Metro Siantar, beberapa masalah timbul dalam tata kota Siantar, berikut kutipan permasalahannya : “Persoalan drainase memang hal sepele, tetapi hal ini menjadi sangat penting. Setiap 3 meter drainase harusnya ada bak pengontrol. Kenyataannya, maraknya bangunan sering mengabaikan keberadaan drainase dan hal ini juga luput dari perhatian pemerintah,” terangnya. Menurutnya, persoalan kedua adalah keberadaan limbah. Ada beberapa perusahaan di Siantar yang pengelolaan limbahnya tidak dilakukan dengan baik. “Persoalan limbah dari beberapa perusahaan atau pabrik di Siantar tidak dikelola dengan baik,” jelasnya. Sedangkan persoalan ketiga terkait penerbitan IMB yang tidak tepat sasaran. Misalnya, saat pengurusan izin dinyatakan sebagai ruko, tetapi kenyataannya digunakan untuk yang lain. “Ada ruko tetapi dijadikan sebagai loket. Tentunya itu sudah menyalahi,” jelasnya. Berbicara master plan, Sarintan mengatakan : Di Siantar Marihat misalnya, sudah banyak terjadi alih fungsi lahan pertanian. Tentunya hal ini perlu diantisipasi pemerintah dengan berbagai kebijakan. “Kalau pemerintah membuat asuransi pertanian, maka petani tidak akan mengalihfungsikan lahannya. Kemudian masalah pemakaman umum di masing-masing kecamatan juga pernah dipertanyakan pada perencanaan master plan Siantar. Kita berharap di Siantar muncul orang-orang yang paham dan peduli dengan tata kota sehingga pembangunan kota ini tidak menuju kesemerawutan,” jelas dosen Pasca Sarjana Universitas Simalungun USItersebut. Ditanya apa langkah mengawal alihfungsi bangunan, Sarintan mengatakan, dibutuhkan pengawasan dari pemerintah. “Kan sudah ada IMB. Ketika itu dialihfungsikan, maka tugas Satpol PP untuk menegakkan perda,” jelasnya. Kepala Bidang Perizinan di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu BPPT Mardiana melalui telepon selularnya mengatakan, jika ada yang mengalihfungsikan IMB yang telah diurus maka akan dikoordinasikan dengan Satpol PP untuk kemudian ditertibkan. Anggota DPRDSU Richard Sidabutar yang berasal dari daerah pemilihan dapil Siantar menambahkan, selain pesatnya berbagai pembangunan, tentunya juga tidak terlepas dari tidak adanya pembenahan infrastruktur jalan atau pengawasan akan jumlah angkutan. “Pada saat tertentu, jika melintas Jalan Merdeka-Sutomo, maka sudah mirip dengan Medan. Artinya, perlu juga dikaji secara detail bagaimana mengiringi pembenahan infrastruktur jalan dan pembatasan kendaraan di Siantar,” jelasnya. Lanjutnya, kondisi membludaknya kendaraan sebagai penyumbang kemacetan hampir terjadi di seluruh daerah di In donesia. “Kembali berbicara efisiensi, masyarakat menggunakan kendaraan seperti sepedamotor, karena itu dinilai efisien. Tetapi secara global, terdampak pada timbulnya kemacetan sehingga dibutuhkan perluasan jalan,” jelas Richard. Universitas Sumatera Utara Mengacu pada Perda Siantar nomor 1 tahun 2013 tentang tata ruang wilayah kota Pematangsiantar tahun 2013-2032, kawasan Ruang Terbuka Hijau RTH ditetapkan seluas 2.621 hektare atau sekitar 32,78 persen. Sedangkan kawasan peruntukan perumahan seluas lebih kurang 2.556 hektare. Dengan perincian, perumahan kepadatan tinggi seluas lebih kurang 640 hektare, perumahan kepadatan sedang seluas lebih kurang 1542 hektare dan perumahan kepadatan rendah seluas lebih kurang 373 hektare. Sedangkan untuk kawasan peruntukan perdagangan dan jasa lebih kurang 234 hektare meliputi pusat perbelanjaan, toko modern dan pasar tradisional. Pusat perbelanjaan akan dipusatkan di Siantar Utara, Timur, Selatan, Barat dan Marimbun. Sedangkan toko modern meliputi Kecamatan Siantar Utara, Selatan, Barat, Sitalasari dan Martoba. Dan untuk pasar tradisional, di Pasar Horas dan Dwikora. “Pengembangan pasar pusat jajalan di Kelurahan Simarimbun seluas 5 hektare dan pengembangunan pasar tradisional di setiap kecamatan,” jelas Reinward. Izin ini meliputi aspek pertanahan, aspek planologis, aspek teknis, aspek kesehatan, kenyamanan, dan lingkungan. Siapapun yang bertanggung jawab atas kegiatan pendirian bangunan berkewajiban untuk meminta izin kepada pemerintah setempat. Selain itu, pemilik bangunan yang telah lama membangun namun belum memiliki IMB, juga mempunyai kewajiban mengurus IMB. Pemilik dianggap sebagai pemohon jika ia merupakan orang yang meminta izin langsung tanpa perantara. Kontraktor atau developer atau siapapun dapat menggantikan posisi pemilik sah bangunan sebagai pemohon hanya jika mereka mendapat izin dari pemilik bangunan untuk mengurus segala keperluan demi mendapatkan IMB. Izin Universitas Sumatera Utara perwalian ini dapat berupa surat kuasa dari pemohon sebagai bukti pelimpahan kuasa kepada yang bersangkutan. Izin mendirikan bangunan IMB merupakan izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan membangun, masyarakat yang akan membangun sebaiknya mengurus IMB supaya bangunannya tidak dibongkar lagi ketika ada sidang dari instansi terkait. Dengan kata lain, masyarakat semestinya menyiapkan IMB agar proyek tetap berjalan atau tidak tertunda karena kasus perizinan ini. Hampir disetiap kawasan pemukiman penduduk dapat terlihat plang yang tertulis “ pastikan setiap bangunan memiliki IMB” atau slogan sejenis lainnya. Sebaiknya IMB diajukan sebelum pelaksanaan pengerjaan bangunan, sehingga pada saat pelaksanaan tidak terganjal dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Pada umumnya waktu pemrosesan IMB lama nya 24-25 hari terhitung dari waktu pengajuan yang pertama kali. Jangka waktu ini berbeda-beda tergantung kebijakan daerah pengawasan setempat dan kesiapan berkas-berkas yang diperlukan. Waktu penyelesaian permohonan untuk rumah tinggal paling lambat 25 kerja sejak diterimanya permohonan yang telah memenuhi persyaratan dan telah memasuki retribusi. Namun waktu tersebut tidak berlaku jika hasil penelitian teknis dari permohonan masih memerlukan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan, setelah adanya pemberitahuan secara tertulis dari dinas terkait. Pengelolaan IMB yang ada di kota Siantar, dalam implementasi kebijakan dalam IMB dianggap masih belum optimal, dimana proses pengelolaan IMB tersebut langsung diberikan pada Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Bidang Tata Ruang dan Perumahan Kota Siantar. Dengan kata lain, pelayanannya belum Universitas Sumatera Utara maksimal sehingga Pendapatan Asli Daerah PAD yang bersumber dari IMB menjadi terhambat. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Pelayanan dalam Pemberian Izin Mendirikan Bangunan IMB di Wilayah Kota Pematangs iantar”.

1.2 Rumusan Masalah