Kasus Pelanggaran HAM Yang Disidangkan Di Pengadilan Indonesia

Timor tetap bertahan untuk bergabung dalam Kesatuan Republik Indonesia NKGRI, atau memilih merdeka untuk menentukan nasib sendiri self Determination. Dan kemudian dari hasil terakhir, dimana rakyat Timor-Timor memilih untuk merdeka agar dapat memisahkan diri dari Negara Republik Indonesia. Untuk itu maka PBB membentuk United Nations Transitional administration in East Timor UNTAET atau dikenal dengan pemerintahan transisi Timor-Timor, dimana pemerintahan transisi ini berada dibawah pengawasan PBB, dan Pemerintahan Timor-Timor yang sudah dibentuk itu dapat berdiri sendiri dan merdeka dari kebebasan Negara lain. Kemudian pemerintahan transisi terbentuk makan muncul kepermukaan adanya akan terjadinya pelanggaran HAM di Timor-Timor selama25 tahun dibawah naungan Indonesia, bahwa pelanggaran yang terjadi sebalum dan sesudah Referendum hal ini dilaporkan oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM atau Non-Govermental Organization Ngo seperti human rights watch HRW, elsam, dan beberapa lainnya. Akhirnya PBB mengirimkan wakilnya melalui thematic Special Rapporteurs ke Timor-Timor untuk menelusuri lebih lanjut. Laporan yang diberikan oleh wakil PBB itu menyebutkan telah terjadi pelanggaran HAM seperti pembunuhan, penghilangan paksa, beberapa tindakan kekerasan seksual, dan memaksa perpindahan penduduk untuk mengungsi. Tindakan pelanggaran HAM ini dilakukan oleh TNI dan beberapa Milisi Timor-Timor yang pro-intrgrasi yang dipimpin oleh Eurico Gutteres. Setidaknya 1000-2000 orang kehilangan kehidupannya, dan 500.000 orang dipaksa untuk mengungsi. Oleh sebab itu maka pemerintahan transisi membentuk Serious Crimes Investigation Unit SCIU untuk menindaklanjuti pelanggaran HAM yang terjadi di beberapa daerah seperti di Dili, Liquisa dan Suai. 94 Presiden Timor-Timor yang dipilih yakni Xanana Gusmao telah menyerahkan laporan yang mendokumentasikan pelanggaran HAM secara besar- besaran selam 24 tahun kependudukan Indonesia di Negara Timor-Timor kepada PBB. Dalam laporannya Xanana Gusmao menuduh militer Indonesia melakukan penyiksaan, bom api, dan kelaparan sebagai senjata perang. 95 Dengan adanya pengadilan HAM Ad Hoc memutuskan untuk 10 orang dibebaskan dari tuntutan dan 3 orang dinyatakan bersalah atas kejadianperistiwa yang terjadi di Timor-Timur dan Putusan Pengadilam HAM Ad Hoc ini banyak membuat kerancauan bahkan kekecewaan dikalangan berbagai pihak baik terjadi Adanya kecaman dan datangnya beberapa kritikan dari berbagai kelompok masyarakat baik nasional atau internasional, yang memaksa agar dibentuknya suatu pengadilan untuk memeriksa, menyelidiki dan memutuskan pelanggaran HAM di Timor-Timur kepada pemerintah Indonesia, dan PBB melalui sekjen PBB Kofi Annan menyetujui dan menyatakan kepada masyarakat luas agar bersabar seraya memberikan kepada pemerintah Indonesia untuk membuat persidangan, karena waktu terjadinya pelanggaran adalah pada saat Timor-Timur berada dalam kekuasaan pemerintahan Indonesia, sehingga akhirnya setelah terbentuknya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM di Indonesia, maka peradilan HAM dengan sebutan Ad Hoc di Jakarta dapat memulai siding pelanggaran HAM di Timor-Timur yang dimulai pada tahun 2002. 94 www.elsam.or.idJustice denied for East Timor, ibid, hal 1-2 95 www.voA.com, 21 januari 2014, Xanana Gusmao serahkan laporan pelanggaran HAM di Timor-Timor dikalangan dalam negeri maupun di luar lingkungan nasional luar negeri. Dan 3 orang yang dinyatakan bersalah yakni Abilio Soares dan pada saat itu yang menjabat sebagai gubernur Timor-timur, dan eurico Gutteres sebagai pemimpinpenguasa dari milisi pro-integrasi, serta Ajun Komisaris Polisi Hulman Gultom. Abilio Soares diputuskan bersalah karena kapasitasnya sebagai Gubernur tidak dapat meredam dan menghentikan terhadap penyerangan yang terjadi di daerah Dili, Liquisa dan Suai, dimana dakwaan terhadap Abilio Suares adalah melakukan pelanggaran HAM berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan sesuai dengan pasal 42 ayat 2 huruf a dan b, pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf a, dan pasal 37 undang-undang pengadilan HAM No. 26 Tahun 2000, tuduhan dan dakwaan yang kedua berdasarkan atas pasal 42 ayat 2 huruf a dan b pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf h, pasal 49 Undang-Undang Pengadilan HAM No. 26 Tahun 2000, maka tuntutan jaksa penuntut Ad Hoc tarhadap Abilio Suares adalah 10 tahun 6 bulan, ternyata pengadilan HAM Adhoc menjatuhkan vonis terhadap Abilio Suares hanya dikenakan putusan 3 tahun hukuman penjara, maka pandangan sebahagian pakar hukum tidak sesuai putusan tersebut. Dalam pandangan lain yang dinyatakan bersalah adalahn Ajun Komisaris Polisi Hulman Gultom yang pada saat itu menjabat sebagai Kapolres Dili, persidangan yang dilakukan pengadilan HAM Ad Hoc di Pengadilan Jakarta Pusat pada tanggal 20 Januari 2003 dan menjatuhkan Vonis hukuman penjaran 3 tahun kepada Hulman Gultom 96 1. Brigjen Polisi Timbul Silaen, Mantan Kepala Kepolisian Timor-Timur , padahal sebagian besar terdakwa lain dinyatakan bebas, dan mereka ini dapat kita katakan 96 www.elsam.or.id,Justice Denied For East Timor, op.cit, hal 4-5 2. Koloel Inf. Herman Sugiono, Mantan Bupati Kofa 3. Kolonel Inf. Liliek Kusardianto, mantan pelaksana harian komandan Kodim di Suai. 4. Mayor Inf. Ahmad Samsudin, Mantan Kepala Staf Kodim Suai. 5. Letkol. TNI Asep Kuswani, Mantan Koramil di Liquica 6. Ajun Komisaris Polisi Adios Salopa, Mantan Kapolres Liquica 7. Leoneto Martem, Mantan Bupati di Liquica dll. Perbuatan adanya kejahatan di Timor-Timur berupa pembantaian, pembunuhan, penyiksaan yant terjadi di kediaman Uskup Bello Dili, Greja AV Maria Suai dan yang menarik perhatian bagi kita adalah saksi yang dihadirkan pada proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi tersebut yang dilakukan pada bulan April, dan tidak ada satupun yang merupakan saksi dari si korban. Sedangkan pasal 160 ayat 1 sub B KUHAP, menyatakan bahwa harus diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi yang sah datang dari si korban, dan saksi yang dihadirkan adalah adanya terdakwa lain dalam berkas perkara berbeda terhadap Pelanggaran HAM di Timor-timur, bahkan mereka yang masih memiliki hubungan dengan para terdakwa baik sebagai atasan maupun sebagai hubungan bawahan. 97 Dalam surat dakwaan itu juga tidak menunjukkan bahwa pembunuhan dan penganiayaan serta penyiksaan yang terjadi yang dapat memenuhi unsur delik pidana, karena tidak mampu menunjukkan akibat dari peristiwa berdasarkan fakta. Begitu juga terhadap elemen secara sistematis, dimana Jaksa dalam menyusun Dakwaan tidak mampu mendeskripsikan atau menyimpulkan apa yang dimaksud dengan “suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap penduduk sipil sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atas kebijakan yang berkaiatan dengan organisasi atau kelembagaan. 98 Dalam kasus lain dapat kita lihat, yakni pelanggaran HAM di Aceh Barat pada bulan Juli 1999 bahwa kasus pelanggaran HAM ini memakai peradilan Koneksitas, dimana dilakukan persidangan gabungan, yakni warga sipil dan militer, pembantaian atas Tengku Bantaqiah dan 57 orang di Pesantren Milik Tengku Bantaqiah, dimana sebanyak 24 Personil tentara dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara berkisar 8 bulan dan setengah tahun, tetapi tidak ada satupun para petinggi militer maupun para pejabat pemerintahan dinyatakan 97 www.elsam.or.id,,Press Release No. 06PRelsamV2: Proses Pemeriksaan Saksi-Saksi Dalam Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus Timor-Timur Tidak sesuai KUHAP 98 www.elsam.or.id,Pengadilan HAM di Tim-Tim, hal. 6 terlibat atau bersalah terhadap kekacauan yang pernah terjadi dan dilakukan di Aceh Barat tersebut. 99 BAB IV Hal ini akan memberikan suatu catatan penting bagi kita yang seharusnya suatu keadilan itu dapat ditegakkan tentu tujuan mengungkapkan kebenara, tanpa melihat status kedudukan seseorang yang diduga telah melakukan kesalahan bersalah. Dan membuat rantai impunity terhadap kekebalan hukum kepada mereka yang tidak dapat diputuskan atau dijatuhkan vonis. Bahkan kita katakana secara fakta tidak mungkin seseorang atau bebarapa orang bawahan dapat bertindak sendiri tanpa adanya campur tangan dari pihak atasan. Dan dalam dunia internasional memang terus menyoroti serta memperhatikan Indonesia, oleh karena maraknya pelanggaran HAM yang tidak dapat diungkap dan diselesaikan. Dan disinilah harapan kita peran para penegak hukum termasuk jaksa dan hakim untuk dapat mewujudkan serta memberikan keadilan seperti menyelidiki dan mengungkap kebenaran terhadap bukti-bukti yang diperoleh dan didapat untuk dikumpulkan dengan maksud mendapatkan suatu kepastian adanya kesalahan dan kejahatan. BEBERAPA MASALAH PELANGGARAN HAM TERHADAP MASYARAKAT UKRAINA DILIHAT MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 99 www.elsam.or.id,Justice Denied for East Timor, Op.cit, hal 7

A. Bentuk-Bentuk Masalah Pelanggaran HAM Terhadap Masyarakat

Ukraina Ukraina merupakan sebuah negara pecahan dari Uni Soviet yang terletak di Eropa Timur. Dalam bahasa Slavia, Ukraina dapat berarti daerah perbatasan. Ukraina berbatasan langsung dengan Rusia di sebelah timur laut; Belarus di utara; Polandia, Slowakia dan Hongaria di barat; Rumania dan Moldavia di barat daya; dan Laut Hitam serta Laut Azov di selatan. Ibu kota dan sekaligus kota terbesar di Ukraina adalah Kiev Kyiv. Pada abad ke-9, kaum Varangians mendirikan sebuah negara yang diberi nama Kievan Rus atau Kyivan Rus. Negara tersebut adalah salah satu negara terkuat pada abad pertengahan. Sayangnya negara Kievan Rus tak bertahan lama. Pada abad ke-12, Kievan Rus akhirnya bubar akibat disintegrasi. Pada pertengahan abad ke-14, wilayah Ukraina dikuasai oleh tiga penguasa besar. Penguasa-penguasa tersebut adalah, Golden Horde yang beranggotakan orang- orang Mongol, Grand Duchy of Lithuania cikal-bakal negara Lithuania yang terbentuk pada abad ke-12 hingga berakhir pada tahun 1569, dan Kerajaan Polandia. Namun, setelah terjadi Perang Besar di Timur Great Northern War, 1700-1721, Ukraina dibagi menjadi beberapa wilayah. Kekaisaran Tsar Rusia yang berhasil mengalahkan dominasi Kekaisaran Swedia pada saat itu menguasai wilayah dengan porsi paling luas. Sedangkan wilayah lainnya berdiri di bawah otoritas penguasa Austro-Hungaria. Setelah mengalami perjalanan yang cukup panjang akhirnya Ukraina kembali mengalami gejolak dan kali ini menuntun pada sebuah perubahan yang cukup mempengaruhi perkembangan negara-negara tersebut pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 1917 hingga 1921, Ukraina mengalami sebuah pemberontakan untuk memerdekakan diri. Usaha tersebut ikut terpengaruh akibat meletusnya Perang Dunia Kedua dan Perang Sipil Rusia. Pada tahun 1922, Ukraina menjalani sebuah perubahan besar. Pada tanggal 30 Desember di tahun yang sama, Republik Sosialis Ukraina Soviet menjadi salah satu pencetus penting dalam terbentuknya Negara Uni Soviet. Namun 46 tahun kemudian, Negara Uni Soviet runtuh. Ukraina kembali berdiri sendiri hingga saat ini. Krisis di Ukraina berawal saat Presiden Ukraina saat itu, Viktor Yanukovych dilengserkan dari jabatannya. Dia dilengserkan oleh aksi para demonstran yang meminta agar Ukraina bergabung dengan Uni Eropa. Padahal selama ini Viktor dikenal lebih dekat dengan Rusia. Perbedaan inilah yang membuat letupan sehingga terjadi krisis di Ukraina. Setelah Viktor lengser, presiden Ukraina digantikan oleh Petro Poroshenko. Presiden baru ini lebih cenderung mendekatkan Ukraina ke Uni Eropa. Karena tak ingin kehilangan pengaruhnya, Rusia kemudian menguasai Semenanjung Krimea di Ukraina selatan dan daerah di bagian timur Ukraina. Daerah itu dikenal wilayah pro-Rusia. Para milisi yang pro-Rusia ini kemudian menduduki gedung-gedung pemerintahan, bahkan menuntut pemisahan dari Ukraina. Sejak saat itulah, wilayah darat dan udara di Ukraina selatan dan timur menjadi rawan. Terutama wilayah udara timur Ukraina paling rawan dilintasi penerbangan sipil. Hal inilah yang mengawali perang panjang antara pemerintahan ukrania dengan golongan sparatis pro rusia. Area pertempuran meluas ke daerah-daerah pemukiman padat penduduk terutama di daerah perkotaan Kremia dan daerah- daerah lainnya. Menurut data PBB, paling tidak 6.000 orang telah tewas sejak konflik merebak di Ukraina timur pada April 2014. 100 Simonovic mengatakan partisipasi yang meningkat dari para petempur asing dalam konflk itu, mengacu pada pasukan Rusia dan para petempur relawan. Laporan itu menuduh separatis pro-Rusia melakukan pelanggaran hak asasi Sementara itu sumber lain menyebutkan bahwa Sejumlah 2.593 orang termasuk warga sipil serta pasukan Ukraina dan kelompok separatis tewas dalam petempuran di Ukraina Timur sejak kontak senjata meletus pertengahan April, kata seorang pejabat hak asasi manusia PBB, Jumat. Kecenderungan itu jelas berbahaya. Ada peningkatan penting dalam jumlah korban tewas di wilayah Ukraina Timur, kata Ivan Simonovic, Asisten Sekjen PBB untuk Hak Asasi Manusia kepada wartawan.Jumlah korban tewas sekarang 2.593 orang, mendekati 3.000 orang jika digabungkan dengan 298 korban dari pesawat maskapai penerbangan Malaysia MH17 yang jatuh di daerah Ukraina Timur, katanya.Simonovoc, yang menyampaikan laporan misi pemantau PBB, mengatakan korban di pihak sipil akan terus meningkat karena masing-masing pihak meningkatkan kekuatannya, melalui mobilisasi, organisasi yang lebih baik dan senjata-senjata yang lebih canggih dan dukungan dari luar. Jumlah korban tewas hampir 400 lebih banyak ketimbang yang disampaikan dalam dalam laporan itu, yang mencakup periode sampai 17 Agustus. 100 http:www.voaindonesia.comcontentrusia-kecam-peran-as-dalam-konflik-ukraina- 2780047.html