Terbentuknya Kedudukan Hukum Peradilan Internasional Dan

statute yang akan membentuk sebuah pengadilan bagi tindak kejahatan paling serius yang menjadi perhatian internasional. 88 Sesuatu yang bersejarah telah hadir. Namun bagi aktifitas Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat, kegembiraan yang hadir karena suatu langkah maju bagi upaya meniadakan impunity ini, sedikit ternoda karena Negara mereka yaitu Amerika Serikat bersama-sama dengan China dan irak justru menentang disahkannya statute ini. Kejahatan yang paling serius tersebut adalah genocide pemusnahan etnissukubangsa, crime against humanity kejahatan terhadap kemanusiaan, dan war crime kejahatan perang. 89 Alas an yang menjadi latar belakang dan tujuan dibentuknya Statuta Roma, dimuat dalam Mukadimah atau preambule Statuta. Berikut ini adalah hal-hal yang dimuat dalam mukadimah Statuta Romat yaitu : Peradialan Ad Hoc di bekas Negara Yugoslavia International Criminal Yribunal for The Former YugoslaviaICTY dan di Rwanda International Criminal Tribunal of Formes Rwanda yang telah beroperasi selama 10 tahun, telah menunjukkan betapa berguna dan pentingnya keadilan bagi kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia. Dan hal ini telah membuka jalan perlunya didirikan suatu peradilan internasional yang permanent. 90 - Menyadari bahwa semua orang dipersatukan oleh ikatan bersama, kebudayaan mereka bertaut kembali dalam suatu warisan bersama, dan perhatian mosaic yang rapuh ini dapat hancur setiap saat; - Bahwa dalam abad ini berjuta-juta anak, perempuan, dan laki-laki telah mejadi korban dari kekejaman tak terbayangkan yang sangat mengguncang nurani manusia; - Bahwa kejahatan sangat keji tersebut mengancam perdamaian, keamanan dan kesejahteraan dunia; 88 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat ELSAM, op.cit, hal. viii 89 Ibid, hal.ix 90 Ibid, hal1-2 - Bahwa kejahatan paling serius yang menjadi perhatian masyarakat internasional secara keseluruhan tidak dapat dibiarkan, dan para pelaku kejahatan itu harus dihukum; - Memutuskan rantai kekebalan hukum impunity bagi para pelaku kejahatan kemanusiaan; - Bahwa merupakan tugas dari setiap Negara untuk melaksanakan juridiksi pidananya terhadap orang-orang yang bertanggungjawab atas kejahatan internasional; - Menegaskan kembali tujuan dan prinsip Piagam PBB, dan pada khususnya bahwa semua Negara harus menghindarkan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik suatu Negara atau dengan suatu cara lain yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa. - Membentuk suatu Mahakamah Pidana Internasional yang bersifat permanen dalam hubungan dengan system PBB, dengan juridiksi atas kejahatan internasional paling serius yang menjadi perhatian masyarakat internasional secara keseluruhan - Menjamin penghormatan abadi bagi diberlakukannya keadilan internasional. Pembahasan mengenai Stattuta Roma yang menjadi landasan berdirinya Mahkamah Pidana Internasional, telah dimulai pada tahun1995. Dimana draft dari Statuta Roma itu dipersiapkan dan diadopsi oleh Komisi Hukum Internasional International Law CommissionsILC pada bulan Juli 1996. Berdasarkan inisyatif dari perwakilan umum PBB, komite Ad Hoc telah bertemu sebanyak 2 dua kali pada tahun 1995 di New York kantor pusat PBB untuk membahas draft dari statute yang diajukan oleh Komisi Hukum Internasional. Pada akhir tahun 1995, perwakilan Umum PBB memutuskan komite persiapan untuk menyelesaikan draft statute yang akan diajuak di depan Konferensi Diplomaik. Komite persiapan ini telah bertemu sebanyak 2 dua kali pada tahun 1996, 3 tiga kali pada tahun 1977, dan pertemuan terakhir pada bulan maret-april 1998 untuk menyelesaikan d raft statute ini. 91 Pada tanggal 15 Juni sampai tanggal 17 Juli 1998, 92

C. Kasus Pelanggaran HAM Yang Disidangkan Di Pengadilan Indonesia

perwakilan dari 160 negara dan disaksikan 250 organisasi non pemerintah Non-Govermental OrganizationsNgo, mengadakan pertemuan yang membahas perjanjian untuk mendirikan mahkamah pidana internasional yang bersifat permanen. Akhirnya tanggal 17 Juli 1998, ditetapkan sebagai tanggal persetujuan Statuta Roma. Namun, Statuta ini akan berlaku apabila Negara yang ke 60 telah meratifikasinya. Pada tanggal 1 Juli 2002, Mahkamah Pidana Internasional mulai berlaku efektif berdasarkan pasal 126 Statuta Roma. Dimana pada tanggal 11 April 2002, Negara ke 60 telah maratifikasi Statuta Roma sebagai syarat pemberlakuan. Berlakunya Statuta Roma dan Mahkamah Pidana Internasional ICC, diharapkan dapat mengadili para pelaku kejahatan kemanusiaan dan memutuskan rantai kekebalam hukum impunity demi menjada keamanan dan perdamaian dunia. Maraknya pelanggaran HAM yang mendapat perhatian masyarakat luas baik dalam skala nasional maupun internasional, yang dapat kita ambil salah satu kasus di Indonesia yakni kausu operasional militer yang ada di Aceh yang disebut DOM, kasus tanjug priok pada tahun 1984 yang ada di Jakarta, dan kasus pelanggaran HAM yang ada di Timor-Timor tahun 1999. Dan kasus ini mendapat perhatian yang cukup serius adalah kasus pelanggaran HAM di Timor-Timor yang terjadi sebelum dan sesudah adanya referendum di bulan September tahun 1999 yang dipantau oleh PBB melalui United Nations Missions in Fast Timor UNAMED 93 91 . Dan referendum ini dilakukan untuk menentukan apakah Timor- www.iccnow.orgAct of the United Nations Diplomatic Conference of plenipotentiaries on the establishment of an international criminal court 92 Leila Nadya Sadat and S.Richard Carden, 2000, The new intnernational criminal Court : an uneasy revolution, George Town Law Journal, hal. 1 93 www.elsam.or.idJustice denied for East Timor, hal 1 Timor tetap bertahan untuk bergabung dalam Kesatuan Republik Indonesia NKGRI, atau memilih merdeka untuk menentukan nasib sendiri self Determination. Dan kemudian dari hasil terakhir, dimana rakyat Timor-Timor memilih untuk merdeka agar dapat memisahkan diri dari Negara Republik Indonesia. Untuk itu maka PBB membentuk United Nations Transitional administration in East Timor UNTAET atau dikenal dengan pemerintahan transisi Timor-Timor, dimana pemerintahan transisi ini berada dibawah pengawasan PBB, dan Pemerintahan Timor-Timor yang sudah dibentuk itu dapat berdiri sendiri dan merdeka dari kebebasan Negara lain. Kemudian pemerintahan transisi terbentuk makan muncul kepermukaan adanya akan terjadinya pelanggaran HAM di Timor-Timor selama25 tahun dibawah naungan Indonesia, bahwa pelanggaran yang terjadi sebalum dan sesudah Referendum hal ini dilaporkan oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM atau Non-Govermental Organization Ngo seperti human rights watch HRW, elsam, dan beberapa lainnya. Akhirnya PBB mengirimkan wakilnya melalui thematic Special Rapporteurs ke Timor-Timor untuk menelusuri lebih lanjut. Laporan yang diberikan oleh wakil PBB itu menyebutkan telah terjadi pelanggaran HAM seperti pembunuhan, penghilangan paksa, beberapa tindakan kekerasan seksual, dan memaksa perpindahan penduduk untuk mengungsi. Tindakan pelanggaran HAM ini dilakukan oleh TNI dan beberapa Milisi Timor-Timor yang pro-intrgrasi yang dipimpin oleh Eurico Gutteres. Setidaknya 1000-2000 orang kehilangan kehidupannya, dan 500.000 orang dipaksa untuk mengungsi. Oleh sebab itu maka pemerintahan transisi membentuk