D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memberikan Kompensasi Upah Kepada PekerjaBuruh
PHK adalah masalah sehari-hari yang seringkali terjadi di sekeliling masyarakat. Dalam berbagai kasus, PHK menjadi penyulut konflik hubungan
industrial antara kaum pekerjaburuh dan pengusaha. Konflik di seputar PHK tersebut seringkali berawal dari kurangnya pemahaman dari kedua belah pihak mengenai
mekanisme pengambilan keputusan yang fair bagi kepentingan masing-masing. Konflik antara pekerjaburuh dan pengusaha biasanya terpusat pada aspek normatif
seperti besarnya uang pesangon yang layak, uang penghargaan masa kerja dan ganti rugi yang kesemuanya merupakan bagian dari komponen upah yang riil.
77
PHK selalu memiliki akibat hukum, baik terhadap pengusaha maupun terhadap pekerjaburuh itu sendiri. Akibat hukum dimaksud adalah bentuk pemberian
kompensasi upah kepada pekerjaburuh yang hubungan kerjanya terputus dengan pengusaha. Bagi pengusaha, ada kewajiban untuk memberikan kompensasi upah
kepada pekerjaburuh yang diputuskan hubungan kerjanya, sebaliknya pekerjaburuh berhak untuk mendapatkan kompensasi upah yang dimaksud. Namun demikian, tidak
selamanya PHK selalu diikuti dengan pemberian kompensasi upah kepada pekerjaburuh. Adakalanya pekerjaburuh tidak mendapatkan kompensasi apapun atas
terputusnya hubungan kerja dengan pengusaha, misalnya pekerjaburuh yang
77
Lihat, Petunjuk Pelaksanaan PHK, Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Kep- 150Men2000.
Peranan pengadilan hubungan industrial dalm memberikan kepastian hukum terhadap perkara pemutusan hubungan kerja studi terhadap putusan pemutusan hubungan kerja pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negri medan.
USU e-Repository © 2008.
hubungan kerjanya diakhiri dalam masa percobaan atau hubungan kerjanya didasarkan pada PKWT.
78
Apabila permasalahan PHK ini sampai ke pengadilan, maka pengadilan tidak boleh untuk menolak, memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukan
dengan dalil bahwa hukum tidak adakurang jelas sesuai dengan Pasal 16 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004. Hakim berkewajiban untuk menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat ditegaskan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004.
Pertimbangan hakim adalah pertimbangan hukum yang merupakan jiwa dan intisari putusan. Pertimbangan berisi analisis, argumentasi, pendapat atau kesimpulan
hukum dari hakim yang memeriksa perkara.
79
Kemudian diikuti analisis, hukum apa yang diterapkan untuk menyelesaikan perkara tersebut. Bertitik tolak dari analisis itu,
pertimbangan melakukan argumentasi yang objektif dan rasional, pihak mana yang mampu membuktikan dalil gugatan atau dalil bantahan sesuai dengan ketentuan
hukum yang diterapkan. Dari hasil argumentasi itulah, hakim menjelaskan pendapatnya apa saja yang terbukti dan yang tidak, dirumuskan menjadi kesimpulan
78
Edy Sutrisno Sidabutar, Op. Cit, hal. 43.
79
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian Dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hal. 809, bahwa Dalam
pertimbangan dikemukakan analisis yang jelas berdasarkan undang-undang pembuktian : a. Apakah alat bukti yang diajukan penggugat dan tergugat memenuhi syarat formil dan materiil;
b. Alat bukti pihak mana yang telah mencapai batas minimal pembuktian; c. Dalil gugatan apa saja dan dalil gugatan apa saja yang terbukti;
d. Sejauh mana kekuatan pembuktian yang dimiliki para pihak.
Peranan pengadilan hubungan industrial dalm memberikan kepastian hukum terhadap perkara pemutusan hubungan kerja studi terhadap putusan pemutusan hubungan kerja pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negri medan.
USU e-Repository © 2008.
hukum sebagai dasar landasan penyelesaian perkara yang akan dituangkan dalam diktum putusan.
Menilik dari putusan-putusan yang dianalisis dalam tesis ini, maka terhadap kompensasi upah yang harus diberikan pengusaha kepada pekerjaburuh akibat
terjadinya PHK, hakim berusaha bertindak adil dalam pertimbangan- pertimbangannya yang dituangkan dalam pokok perkara, sehingga dapat mencapai
dasar penyelesaian sengketa. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan hakim tersebut antara lain:
1. Adanya perbuatan melawan hukum. Dalam perkara No. 92G2006 PHI
Medan, bahwa yang terjadi adalah PHK sepihak yang dilakukan oleh tergugat terhadap penggugat dengan alasan kinerja yang tidak baik. PHK yang
dilakukan oleh tergugat secara sepihak tidak memberikan hak-hak penggugat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Majelis hakim berpendapat berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan bahwa perbuatan tergugat yang telah melakukan PHK terhadap
penggugat dengan kesalahan yang tidak dapat dibuktikan secara hukum bertentangan dengan ketentuan Pasal 151 jo. Pasal 155 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 dan pembayaran upah selama penggugat bekerja tidak sesuai dengan ketentuan UMP dan UMK Sumatera Utara. Perbuatan tergugat
merupakan perbuatan melawan hukum sehingga dalam putusannya hakim menyatakan telah terjadinya PHK dan mewajibkan tergugat untuk
Peranan pengadilan hubungan industrial dalm memberikan kepastian hukum terhadap perkara pemutusan hubungan kerja studi terhadap putusan pemutusan hubungan kerja pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negri medan.
USU e-Repository © 2008.
membayarkan segala hak-hak normatif penggugat sesuai dengan ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan membayar sisa upah
penggugat yang dipangkas oleh tergugat; 2.
PHK terhadap penggugat terjadi dikarenakan penggugat menolak untuk menandatangani surat perjanjian kontrak yang disodorkan oleh tergugat dan
selama masa cuti hamilmelahirkan penggugat tidak menerima upah dari tergugat. Majelis hakim dalam perkara No. 101G2006 PHI Medan
berpendapat bahwa pembayaran upah penggugat oleh tergugat tidak sesuai dengan ketentuan UMP dan UMK di Sumatera Utara dimana dalam
pertimbangannya juga, masa kerja penggugat sendiri sudah dapat dikatakan bahwa status penggugat adalah pekerja tetap dengan PKWTT sesuai dengan
Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 jo. Kepmenaker RI Nomor 100 Tahun 2004. Hakim juga menyatakan bahwa tergugat harus membayar
upah penggugat selama cuti hamilmelahirkan diatur dalam Pasal 82 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Oleh karena telah terjadinya PHK,
maka hakim memutuskan hak-hak penggugat yang harus dibayarkan sesuai dengan ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dengan
menambahkan upah selama cuti hamilmelahirkan, dan kekurangan- kekurangan upah tahun 2005 dan 2006;
3. Adanya perbuatan yang melawan hukum juga terjadi dalam perkara
No.110G2006PHI Medan, bahwa PHK dilakukan oleh tergugat terhadap
Peranan pengadilan hubungan industrial dalm memberikan kepastian hukum terhadap perkara pemutusan hubungan kerja studi terhadap putusan pemutusan hubungan kerja pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negri medan.
USU e-Repository © 2008.
penggugat secara sepihak dan sewenang-wenang tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku dengan alasan penggugat telah melakukan kesalahan
berat, yaitu pencurian. Tergugat meminta ganti rugi kepada penggugat, menskorsing penggugat tanpa pembayaran upah dan tidak mengizinkan
penggugat untuk masuk kerja lagi tanpa ada pembayaran upah sampai ia dapat mengganti kerugian atas barang-barang yang hilang. PHK ini dilakukan tidak
sesuai dengan prosedur hukumnya, sebab tidak adanya pemberian surat peringatan terlebih dahulu. Di dalam persidangan bukti-bukti yang mengarah
kepada kesalahan berat yang telah dilakukan oleh penggugat tidaklah cukup kuat, sehingga apa yang dituduhkan oleh tergugat tidak terbukti serta
permintaan tergugat ganti kerugian terhadap barang-barang yang hilang bertentangan dengan ketentuan Pasal 88 Ayat 3 Huruf G Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 jo. Pasal 20 PP Nomor 8 Tahun 1981 tentang perlindungan upah. Hakim mewajibkan kepada tergugat untuk membayar hak-
hak penggugat sesuai dengan ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ditambah upah selama penggugat diskorsing;
4. Adanya kesalahan sistem pemagangan yang tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku vide Pasal 11 jo. Pasal 12 jo. Pasal 13 jo. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, kemudian berdasarkan
Pasal 21 jo. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwasanya perjanjian pemagangan harus dibuat secara tertulis, dan
Peranan pengadilan hubungan industrial dalm memberikan kepastian hukum terhadap perkara pemutusan hubungan kerja studi terhadap putusan pemutusan hubungan kerja pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negri medan.
USU e-Repository © 2008.
pemagangan yang dilaksanakan oleh tergugat terhadap penggugat adalah tidak sah, maka sesuai dengan Pasal 22 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003, status pekerja berubah menjadi pekerja tetap. Selain itu, perjanjian kontrak kerja yang dibuat antara tergugat dengan penggugat bertentangan
dengan Pasal 59 Ayat 1, 2 dan 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 jo. Kep-100MenVI2004 tentang ketentuan pelaksanaan PKWT, karena
pekerjaan yang dilaksanakan penggugat adalah merupakan pekerjaan yang bersifat tetap dan pembaharuannya tanpa melewati masa tenggang waktu 30
tiga puluh hari, dengan demikian perjanjian antara keduanya batal demi hukum dan status penggugat menjadi pekerja tetap. Hal ini terdapat dalam
perkara No. 139G2006PHI Medan. Perbuatan tergugat tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, oleh karena itu dalam pertimbangannya hakim
mewajibkan kepada tergugat untuk mempekerjakan kembali penggugat ke tempat semula dengan status sebagai pekerja tetap dengan membayar upah
penggugat sejak bulan November 2006 yang dibayarkan oleh tergugat sebelumnya;
5. Penggugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak
membayar upah tergugat tidak sesuai dengan ketentuan UMP dan UMK di Sumatera Utara bertentangan dengan Pasal 90 Ayat 1 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 dimana masa kerja para tergugat rata-rata di atas 6 enam tahun dan telah bekerja secara terus-menerus, maka menurut Pasal 59
Peranan pengadilan hubungan industrial dalm memberikan kepastian hukum terhadap perkara pemutusan hubungan kerja studi terhadap putusan pemutusan hubungan kerja pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negri medan.
USU e-Repository © 2008.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 jo. Kepmenaker RI Nomor 100 Tahun 2004, maka status kerja tergugat haruslah menjadi pekerja
tetapPKWTT. Hal ini terdapat dalam perkara No. 147G2007PHI Medan. PHK yang dilakukan oleh penggugat terhadap tergugat yang berstatus sebagai
PHL di Lapangan Golf PT. Victor Jaya Raya beralasan bahwasanya manajemen PT. Victor Jaya Raya telah dialihan dari PT. Bank Sumut.
Penggugat melakukan penyegaran sistem manajemen dengan melakukan seleksi terhadap beberapa tenaga kerja, sehingga bagi yang tidak memenuhi
kriteria dilakukan PHK oleh penggugat dengan memberikan hak-haknya dengan perhitungan masa kerja sejak saat pengalihan perusahaan dari Bank
Sumut kepada penggugat. Berdasarkan acara pembuktian dan hadirnya saksi- saksi, bahwa para tergugat telah bekerja di PT. Victor Jaya Raya dengan
sebagian besar pekerjanya bekerja sejak tahun 1996, manajemen PT. Victor Jaya Raya telah dialihkan dari PT. Bank Sumut kepada penggugat
berdasarkan perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris. Para tergugat menerima upah dari penggugat dibawah ketentuan UMPKabupatenKota di
Sumatera Utara. Kemudian hubungan kerja antara penggugat dengan tergugat tidak dapat dikatakan putus oleh karena terjadinya pengalihan manajemen
perusahaan, hal ini disebabkan tidak ada dilakukannya proses PHK terlebih dahulu pada saat terjadinya pengalihan tersebut sehingga bertentangan dengan
Pasal 163 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Oleh karena terbukti bahwa penggugat telah melakukan PHK terhadap tergugat bukan karena
Peranan pengadilan hubungan industrial dalm memberikan kepastian hukum terhadap perkara pemutusan hubungan kerja studi terhadap putusan pemutusan hubungan kerja pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negri medan.
USU e-Repository © 2008.
disebabkan adanya pengalihan manajemen perusahaan, akan tetapi pihak penggugat melakukan efisiensi Pasal 164 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003. Maka berdasarkan pertimbangan tersebut, hakim mewajibkan penggugat membayar hak-hak tergugat sesuai ketentuan Pasal 156 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 ditambah dengan kekurangan upah 2 dua tahun terakhir serta upah dari bulan Juli sd Desember 2007.
Peranan pengadilan hubungan industrial dalm memberikan kepastian hukum terhadap perkara pemutusan hubungan kerja studi terhadap putusan pemutusan hubungan kerja pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negri medan.
USU e-Repository © 2008.
BAB IV PERANAN HAKIM PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM