Gejala Overactive Bladder Faktor Resiko Overactive Bladder

Gambar 7. Mekanisme persarafan sensoris pada kandung kemih. 1

2.3.2. Gejala Overactive Bladder

Gejala klinis gangguan Overactive Bladder meliputi 1,2,20,21,22,24,25,26,27,28,29 1. Urgensi Keinginan kuat dan tiba – tiba untuk berkemih sehingga penderita tidak memiliki cukup waktu untuk pergi ke toilet untuk berkemih 2. Frekuensi Penderita dapat berkemih lebih dari 8 kali dalam 24 jam 3. Nokturia Pada malam hari penderita akan lebih sering bangun lebih dari satu kali untuk berkemih. Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository © 2008

2.3.3. Faktor Resiko Overactive Bladder

10,20,22,30 Menurut kepustakaan yang merupakan faktor resiko OAB antara lain adalah a. Usia b. Paritas c. Cara persalinan d. Indeks Massa Tubuh e. Menopause f. Riwayat operasi histerektomi. Dari hasil penelitian OAB pada wanita di Asia meliputi 11 negara Asia, yaitu Thailand, Philipina, Taiwan, India, Pakistan, Korea Selatan, Hongkong, Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Cina dilaporkan bahwa usia lanjut, riwayat sering melahirkan dan riwayat keluarga menderita OAB sering dihubungkan dengan peningkatan kejadian gangguan OAB. a. Usia Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usia wanita sangat berhubungan erat dengan inkontinensia urin.Inkontinensia urin merupakan hal yang lazim ditemui pada wanita usia lanjut, maka sering dianggap normal dan merupakan hal yang tidak terlepaskan pada wanita tua. Prevalensinya meningkat secara progresif terhadap umur. Inkontionensia seharusnya dianggap normal dengan pertambahan usia, dimana terjadi perubahan pada struktur kandung kemih dan struktur pelvic yang disebabkan oleh pertambahan usia yang kemudian bermanifestasi menjadi inkontinensia urin. Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository © 2008 b. Paritas Persalinan dapat merubah elastisitas dasar panggul sebagai konsekuensi dari melemah dan meregangnya otot-otot serta jaringan ikat selama persalinan berlangsung. Kerusakan jaringan dapat terjadi akibat laserasi spontan atau episiotomi. Akibat dari kejadian ini, akan mengakibatkan gangguan kontraksi pada otot sfingter uretra dan kandung kemih. c. Indeks Massa Tubuh Dari penelitian yang dilakukan oleh Parazzini, Chiaffarino, Lavezzari dan Giambanco 2003 menemukan bahwa resiko inkontinensia urin meningkat dihubungkan dengan peningkatan massa indeks tubuh. Banyak penelitian melaporkan adanya hubungan antara peningkatan berat badan atau peningkatan massa indeks tubuh dengan inkontinensia. Menurut Doran dkk, 2001, setiap kilogram menambah tekanan terhadap kandung kemih, dimana hal ini menjadi kontribusi terhadap kejadian inkontinensia urin. Akibat obesitas dapat menyebabkan peregangan kronik dan melemahkan otot-otot dasar panggul, saraf serta struktur lainnya di dasar panggul. Hal ini menyebabkan inkontinensia urin. Obesitas merupakan faktor resiko independen terhadap kejadian inkontinensia urin. Kehilangan berat badan yang berlebihan secara signifikan menurunkan kejadian inkontinensia urin pada wanita obese. Namun, obesitas masih menjadi faktor resiko yang kontroversial. Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository © 2008 d. Cara Persalinan Menurut Rubin 2003, wanita yang menjalani operasi sesar akan lebih sedikit menderita inkontinensia urin dibandingkan dengan wanita yang melahirkan secara normal. Proses kelahiran dapat mempengaruhi elastisitas pada rongga panggul dimana terjadi pereganggan otot-otot dan jaringan sewaktu melahirkan. Akibat peregangan tersebut dapat merusak saraf pudendal , saraf pelvik, otot serta jaringan pelvik sekitarnya yang dapat mempengaruhi kemampuan meregang dari sphincter uretra untuk berkontraksi dalam merespon peningkatan tekanan intra abdominal. Morkved, Schei dan Asmund 2003; Viktrup Lose 2001; Rubin, 2003. e. Histerektomi Dalam pemantauan secara sistematik terhadap bukti yang ada, penelitian menunjukkan bahwa histerektomi berhubungan dengan inkontinensia urin Brown et al., 2000.Dilaporkan seorang wanita yang mengalami inkontinensia urin segera setelah histerektomi. Inkontinensia urin pasca histerektomi dapat disebabkan oleh kerusakan saraf sewaktu menjalani prosedur dan gangguan muskulofasial pada vesika urinaria di sekeliling dinding pelvik Hunskaar et al., 2000 f. Menopause Gangguan berkemih sering dijumpai pada wanita menopause. Perubahan atrofi seperti lemak tubuh, kulit dan otot, penurunan kadar estrogen tubuh pada Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository © 2008 menopause dapat menjadi kontribusi dalam peningkatan kejadian inkontinensia urin. Dengan menurunnya kadar estrogen, maka otot-otot detrusor kandung kemih menjadi lebih mudah berkontraksi.

2.3.4. Diagnosis Overactive Bladder