lanjut yang memiliki gangguan berkemih berdasarkan pemeriksaan urodinamik. Hasilnya adalah ditemukan ‘dysjunction pattern” pada penderita overactive bladder
OAB.Sedangkan kondisi psikosomatik sebagai etiologi Overactive Bladder telah lama diketahui, dimana pasien memiliki tingkat distres dan ansietas yang tinggi. Sulit
untuk menetapkan apakah kondisi ini merupakan penyebab atau akibat dari Overactive Bladder.
1,12,13,15,16,17,20
2.3.1. Patofisiologi Overactive Bladder
Proses miksi melibatkan cortex cerebri,pons, medulla spinalis, sistem saraf tepi otonom dan somatik serta inervasi saraf afferen dari traktus urinaria bagian bawah
dan komponen anatomi dari traktus urinaria bagian bawah itu sendiri. Kelainan dari salah satu dari struktur ini dapat menyebabkan OAB. Simtom dari OAB biasanya
berhubungan dengan kontraksi involunter dari otot destrusor. Aktivitas yang berlebihan dari otot destrusor dapat menyebabkan urge inkontinensia, bergantung
respon dari sfingter.
1
Terjadinya overactive bladder OAB disebabkan adanya kontraksi yang berlebihan dari otot detrusor secara involunter selama fase pengisian, yang menyebabkan
adanya urgensi ataupun urge inkontinensia, tergantung pada respon dari otot sfingter. Aktifitas yang berlebihan dapat disebabkan oleh faktor otot itu sendiri. Tes
urodinamik memperlihatkan bahwa separuh dari penderita usia lanjut dengan kontraksi otot detrusor yang berlebihan dapat mengosongkan sepertiga isi kandung
kemih melalui kontraksi otot tersebut secara involunter.
1
Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository © 2008
Otot detrusor kandung kemih mengandung reseptor kolinergik, reseptor muskarinik dan reseptor adrenergik dan . Berdasarkan distribusi reseptor otonom, secara
teoritis muskarinik agonist efektif untuk meningkatkan kontraksi otot polos dan pengosongan kandung kemih.
-adrenergic agonist efektif meningkatkan tonus uretra dan mengurangi inkontinensia sedangkan -adrenergic agonist efektif dalam
meningkatkan kapasitas kandung kemih. Sebaliknya antagonis muskarinik efektif dalam mengurangi hiperaktivitas kandung kemih dan antagonis efektif dalam
mengurangi tekanan uretra.
1
Secara farmakologis reseptor muskarinik telah dikenali sebagai M
1
, M
2
, M
3
, M
4
dan M
5
. Secara umum reseptor M
1
terutama terdapat dalam ganglion dan glandula sekretoris, reseptor M
2
, terdapat dalam miokardium dan otot polos, reseptor M
3
terdapat dalam otot polos dan glandula sekretoris. Reseptor M
4
dan M
5
terdapat dalam berbagai sel di tubuh. Berdasarkan distribusi tersebut, reseptor utama yang
terdapat pada kandung kemih adalah reseptor M
2
60-80 dan M
3
20-40. Tehnik kloning molekuler telah mengenal subtipe tambahan reseptor muskarinik lain yaitu
m
1
, m
2
, m
3
, m
4
, dan m
5
dimana lokasi dan spesifitasnya berhubungan dengan reseptor M
1
, M
2
, M
3
, M
4
, dan M
5
.
1,15,23
Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository © 2008
Gambar 6. Mekanisme persarafan efferen secara otonom dalam proses kontraksi dan pengisian kandung kemih
1
Reseptor kandung kemih dan uretra terhadap stimulasi reseptor diperantarai oleh kegiatan sistim “massenger” yang spesifik. Aktivitas reseptor m
1
, m
3
dan m
5
akan merangsang fosfolipase C dan akan menyebabkan pecahnya fosfatidil inositol
polifosfat menjadi inositol polifosfat. Inositol-1,4,5-trifosfat IP3 yang merupakan salah satu produk hidrolisis akan menyebabkan pelepasan kalsium intraseluler dari
retikulum endoplasma dan mengakibatkan kontraksi otot polos. Diasil gliserol merupakan produk hidrolisis lain yang akan mengaktivasi kalsium – protein kinase
yang mengakibatkan terjadinya fosforilasi. Stimulasi reseptor m
2
dan m
4
tidak lepas hubungannya dengan membran yang berkaitan dengan protein G1. Stimulasi G1
Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository © 2008
mengakibatkan penghambat adenilsiklase dan penurunan siklik AMP intraseluler, aktivasi potassium channel dan menghambat voltase yang tergantung pada calcium
channel. Stimulasi reseptor 2 seperti halnya terhadap reseptor M2, mengaktivasi protein G1 dan menyebabkan inhibisi adenilsiklase. Sebaliknya stimulasi reseptor 1
tidak berefek pada siklik AMP, tetapi menstimulasi hidrolisis fosfatidil inositol polifosfat seperti halnya pada reseptor M
1
dan M
3
. Aktivasi reseptor adrenergik menghasilkan stimulasi adenil siklase dan peningkatan siklik AMP dari ATP.
Peningkatan siklik AMP yang mengaktivasi siklik AMP – protein kinase menyebabkan terjadinya fosforilasi. Fosforilasi akan mengaktivasi atau menginaktivasi protein
spesifik, tergantung respon karakteristik organ target. Berdasarkan basis-intraseluler, kontraksi detrusor, seperti umumnya semua otot polos tergantung pada interaksi
aktin dan miosin melalui fosforilase rantai ringan miosin.
1
Asetilkolin yang berinteraksi dengan reseptor muskarinik pada otot detrusor merupakan neurotransmiter saraf perifer utama yang bertanggung jawab atas
kontraksi kandung kemih. Diantara kelima subtipe muskarinik yaitu M
1
dan M
5
, pada manusia secara klinis peranan M
3
tampaknya yang paling relevan. Asetikolin berinteraksi dengan reseptor M
3
mengawali suatu kaskade yang menghasilkan kontraksi otot polos. Data dari hasil penelitian yang dilakukan pada kandung kemih
tikus memperlihatkan bahwa reseptor M
2
kemungkinan juga dapat memfasilitasi kontraksi kandung kemih.
1
Serabut saraf sensoris A delta yang bermielin mengakibatkan distensi kandung kemih secara pasif dan kontraksi kandung kemih secara aktif.. Serabut saraf C
adalah relatif tidak aktif selama berkemih normal. Beberapa tipe reseptor telah
Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository © 2008
dikenali pada aferen, termasuk reseptor vanilloid, yang diaktivasi oleh capsaicin dan mungkin oleh endogenous anandamide; reseptor purinergic P2X; reseptor
neurokinin, yang beraksi terhadap substansi P dan neurokinin A; dan reseptor – reseptor growth factor . Substansi lain termasuk nitric oxide, calcitonin gene-related
protein, dan brain-derived neurotropic factor juga mempunyai peran penting dalam modulasi sensor aferen pada otot detrusor manusia.
12
Pemahaman yang lebih baik terhadap pengaruh atau peranan yang kompleks dari bermacam – macam
neurotransmiter diatas dan substansi lain yang merupakan derivat dari ureopitelium, sel otot detrusor, serabut saraf aferen sendiri hendaknya memberikan suatu target
terapi yang spesifik dan terbaru sebagai medikamentosa untuk keadaan Overactive Bladder.
1
Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository © 2008
Gambar 7. Mekanisme persarafan sensoris pada kandung kemih.
1
2.3.2. Gejala Overactive Bladder