Pengaruh Lama Hidrolisis Dan Konsentrasi Larutan Pati Pada Pembuatan Sirup Glukosa Dari Biji Jagung Muda Secara Hidrolisis Asam.

(1)

Pengaruh Lama Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati

pada Pembuatan Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda

secara Hidrolisis Asam

SKRIPSI

RONA MONIKA SIHALOHO

080822007

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

PERSETUJUAN

Nama : RONA MONIKA SIHALOHO

NIM : 080822007

Judul : PENGARUH LAMA HIDROLISIS DAN KONSENTRASI

LARUTAN PATI PADA PEMBUATAN SIRUP GLUKOSA DARI BIJI JAGUNG MUDA SECARA HIDROLISIS ASAM

Jurusan : S1 Kimia Ekstensi

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di,

Medan, Oktober 2009

Mengetahui,

Komisi Pembimbing II, Komisi Pembimbing I,

(Dra. Emma Zaidar, Msi) (Dr. Rumondang Bulan, MS)

NIP. 131 653 985 NIP. 131 459 466

Ketua Departemen Kimia FMIPA USU,

(Dr. Rumondang Bulan, MS) NIP. 131 459 466


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah benar – benar hasil kerja saya sendiri, kecuali ada beberapa kutipan diambil dari berbagai berbagai sumber.

Medan, Oktober 2009

RONA MONIKA SIHALOHO 080822007


(4)

PENGHARGAAN

Bagi DIA-lah sumber kekuatan dan sumber syukur diatas segala. Terimakasih banyak penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tak lupa juga penulis sampaikan kepada Ibu Rumondang Bulan selaku dosen pembimbing I dan Ibu Emma Zaidar Nasution selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari penelitian sampai penyusunan skripsi ini, terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu dosen jurusan Kimia FMIPA USU, yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama masa kuliah, terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua staff administrasi FMIPA USU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan segala keperluan administrasi selama kuliah. Tak lupa saya ucapkan terimakasih banyak yang sebesar – besarnya kepada Ibunda tersayang H. Sinaga yang telah banyak membantu ku baik dalam memenuhi segala kebutuhan kuliah dan memberikan doa yang tulus kepada penulis, terimakasih juga saya ucapkan kepada keluarga ku yang tercinta, yang selalu memberikan dukungan sepenuhnya kepada penulis, dan saya juga mengucapkan terimakasih banyak kepada semua teman – teman kuliah ku yang telah memberikan semangat kepadaku selama kuliah, semoga persahabatan kita semua tetap terjalin dengan baik dimana pun kita berada kelak.


(5)

Pengaruh Lama Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati Biji Jagung Muda pada Pembuatan Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda secara Hidrolisis Asam

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh lama hidrolisis dan konsentrasi larutan pati biji jagung muda pada pembuatan sirup glukosa dari biji jagung muda. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL), faktorial 4 x 4 terdiri dari 2 faktor dan 2 ulangan. Faktor I lama hidrolisis (H) terdiri dari 4 taraf yaitu : H1 (1 jam), H2 (1,5 jam), H3 (2 jam) dan H4 (2,5 jam). Faktor II konsentrasi larutan pati biji jagung muda terdiri dari 4 taraf yaitu : K1 (5 %), K2 (10 %), K3 (15 %) dan K4 (20 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama hidrolisis memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar glukosa dan nilai organoleptik warna, dan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada nilai TSS dan kadar abu. konsentrasi larutan pati juga menunjukkan hasil yang sama dengan pengaruh lama hidrolisis. Kombinasi perlakuan lama hidrolisis dengan konsentrasi larutan pati memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar glukosa, nilai TSS, kadar abu, dan nilai organoleptik warna.


(6)

The Influence of Hydrolysis Time and Concentration of Young Corn Starch in The Manufacture of Glucose Syrup from Corn Kernels with Method of

Hydrolysis Acid

ABSTRACT

This research is performed to determine the influence of hydrolysis time and concentration of young corn starch in the manufacture of glucose syrup from corn kernels. This research using completely randomized design method, 4 x 4 factorial consisting of 2 factors and 2 replications. Factor I long hydrolysis (H) consists of 4 levels namely: H1 (1 hour), H2 (1.5 hours), H3 (2 hour), H4 (2,5 hour). Factor II concentration of young corn starch consists of 4 levels are: K1 (5%), K2 (10 %), K3 (15 %) dan K4 (20 %). The results showed that the longer hydrolysis gives a significantly different effect on blood glucose and organoleptic value of color, and gives a very different impact on the real value of TSS and ash levels. starch concentration also showed similar results to the influence of hydrolysis time. Combination treatment with a long hydrolysis of starch concentration gives a different effect is very real to the levels of glucose, TSS value, ash content, color and organoleptic value.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Lokasi Penelitian 3

1.5 Tujuan Penelitian 3

1.6 Manfaat Penelitian 4

1.7 Metodologi Penelitian 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Tanaman Jagung 6

2.1.1 Klasifikasi Jagung 6

2.1.1 Komposisi Biji Jagung 7

2.1.3 Pemanfaatan Biji Jagung 7

2.1.3.1 Pemanfaatan Bidang Non Pangan 7

2.1.3.2 Pemanfaatan Bidang Pangan 8

2.2 Karbohidrat 8

2.2.1 Glukosa 8

2.2.2 Polisakarida 9


(8)

2.4 Gula Cair 12

2.4.1 Pemanfaatan Sirup Glukosa 15

2.4.2 Standard Mutu Sirup Glukosa 15

Bab 3. Metodologi Penelitian

3.1 Alat dan Bahan 16

3.1.1 Alat – alat 16

3.1.2 Bahan 17

3.2 Prosedur Penelitian 17

3.2.1 Pembuatan Reagen 17

3.2.1.1 Pembuatan Luff Schrool 17

3.2.1.2 Pembuatan Larutan Standard Na2S2O3 0,1 N 18

3.2.1.3 Pembuatan HCl 3 % 19

3.2.1.4 Pembuatan Indikator Amilum 19

3.2.1.5 Pembuatan H2SO425 % 19

3.2.1.6 Pembuatan Larutan NaOH 1 % 19

3.2.1.7 Pembuatan KI 20 % 19

3.2.2 Pemisahan Pati Jagung 20

3.2.3 Pembuatan Sirup Glukosa 20

3.2.4 Pengukuran Parameter 21

3.2.4.1 Penentuan Kadar Glukosa 21

3.2.4.2 Pembuatan Blanko 21

3.2.4.3 Penentuan Total Padatan Terlarut (Total Soluble Solid = TSS) 22

3.2.4.4 Penentuan Kadar Abu 22

3.2.4.5 Uji Organoleptik Warna 23

3.3 Bagan Penelitian 24

3.3.1 Pemisahan Pati Jagung 24

3.3.2 Pembuatan Sirup Glukosa 25

3.3.3 Penentuan Kadar Glukosa 26

3.3.4 Penentuan Total Padatan Terlarut (Total Soluble Solid = TSS) 27

3.3.5 Penentuan Organoleptik Warna 27


(9)

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian 29

4.2 Pengolahan Data 30

4.2.1 Kombinasi Perlakuan (tc) dengan Banyaknya Ulangan (n) 30

4.2.2 Uji Signifikan Data (S) Metode Chauvenent Criterion Test (CCT) 30

4.2.3 Perhitungan Kadar Glukosa 31

4.3 Uji Statistik Analisa Varians (anava) metode Rancangan AcakLengkap (RAL) 32

4.4. Pembahasan 34

4.4.1 Reaksi Hidrolisis Pati menjadi Glukosa 34

4.4.2 Kadar Glukosa 35

4.4.2.1 Pengaruh Kadar Glukosa terhadap Waktu Hidrolisis 35

4.4.2.2 Pengaruh Kadar Glukosa terhadap Konsentrasi Larutan Pati 36

4.4.2.3 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi

Larutan Pati terhadap Kadar Glukosa 37 4.4.3 Total Padatan Terlarut(Total Solid Solubility = TSS ) 38 4.4.3.1 Pengaruh Nilai TSS terhadap Waktu Hidrolisis 38 4.4.3.2 Pengaruh Nilai TSS terhadap Konsentrasi Larutan Pati Biji Jagung

Muda 39

4.4.3.3 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi

Larutan Pati terhadap Nilai TSS 40

4.4.4 Kadar Abu 41

4.4.4.1 Pengaruh Kadar Abu terhadap Waktu Hidrolisis 41 4.4.4.2 Pengaruh Kadar Abu terhadap Konsentrasi Larutan Pati 42 4.4.4.3 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi

Larutan Pati terhadap Kadar Abu 43

4.4.5 Nilai Organoleptik Warna 44

4.4.5.1 Pengaruh Nilai Organoleptik Warna terhadap Waktu Hidrolisis 44 4.4.5.2 Pengaruh Nilai Organoleptik Warna terhadap Konsentrasi Larutan

Pati 45

4.4.5.3 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi


(10)

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 47

5.2 Saran 47

Daftar Pustaka 48


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Jagung Muda setiap 100 gram 7

Tabel 2.2 Syarat Mutu Sirup Glukosa 15

Tabel 4.1 Pengaruh Waktu Hidrolisis terhadap Parameter yang diamati 29 Tabel 4.2 Pengaruh Konsentrasi Larutan Pati Biji Jagung Muda terhadap


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Utama Biji Jagung 7

Gambaran proyeksi Haworth struktur glukosa (α-D glukosa) 8

Gambar 2.3 Pembuatan Pati Jagung 11

Gambar 2.4 Skema Pemecahan Zat Pati menjadi Dekstrosa (D-glukosa) dengan

Katalis Asam 14

Gambar 4. 1 Pengaruh Kadar Glukosa terhadap Waktu Hidrolisis 36 Gambar 4.2 Pengaruh Kadar Glukosa terhadap Konsentrasi Larutan Pati 36 Gambar 4.3 Hubungan Pengaruh Interakasi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati terhadap Kadar Glukosa 37

Gambar 4.4 Pengaruh Nilai TSS terhadap Waktu Hidrolisis 38

Gambar 4.5 Pengaruh Nilai TSS terhadap Konsentrasi Larutan Pati 39 Gambar 4.6 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi

Larutan Pati terhadap Nilai TSS 40

Gambar 4.7 Pengaruh Kadar Abu terhadap Waktu Hidrolisis 41

Gambar 4.8 Pengaruh Kadar Abu terhadap Konsentrasi Larutan Pati 42 Gambar 4.9 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi

Larutan Pati terhadap Kadar Abu 43

Gambar 4.10 Pengaruh Nilai Organoleptik Warna terhadap Waktu Hidrolisis 44

Gambar 4.11 Pengaruh Nilai Organoleptik Warna terhadap Konsentrasi Larutan Pati 45

Gambar 4.12 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Tabel 1. Data Kadar Glukosa (%) pada Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda 50

Tabel 2. Data Analisa Sidik Ragam Kadar Glukosa (%) 50

Tabel 3. Data Pengamatan Nilai TSS (o Brix) pada Sirup Glukosa dari Biji Jagung

Muda 51

Tabel 4. Data Analisa Sidik Ragam Nilai TSS (oBrix) 51

Tabel 5. Data Kadar Abu (%) pada Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda 52

Tabel 6. Data Analisa Sidik Ragam Kadar Abu (%) 52

Tabel 7. Data Perhitungan Nilai Organoleptik Warna pada Sirup Glukosa dari Biji

Jagung Muda 53

Tabel 8. Data Analisa Sidik Ragam Organoleptika Warna 53

Tabel 9. Data Standard Kadar Luff Schrool 54


(14)

Pengaruh Lama Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati Biji Jagung Muda pada Pembuatan Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda secara Hidrolisis Asam

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh lama hidrolisis dan konsentrasi larutan pati biji jagung muda pada pembuatan sirup glukosa dari biji jagung muda. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL), faktorial 4 x 4 terdiri dari 2 faktor dan 2 ulangan. Faktor I lama hidrolisis (H) terdiri dari 4 taraf yaitu : H1 (1 jam), H2 (1,5 jam), H3 (2 jam) dan H4 (2,5 jam). Faktor II konsentrasi larutan pati biji jagung muda terdiri dari 4 taraf yaitu : K1 (5 %), K2 (10 %), K3 (15 %) dan K4 (20 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama hidrolisis memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar glukosa dan nilai organoleptik warna, dan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada nilai TSS dan kadar abu. konsentrasi larutan pati juga menunjukkan hasil yang sama dengan pengaruh lama hidrolisis. Kombinasi perlakuan lama hidrolisis dengan konsentrasi larutan pati memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar glukosa, nilai TSS, kadar abu, dan nilai organoleptik warna.


(15)

The Influence of Hydrolysis Time and Concentration of Young Corn Starch in The Manufacture of Glucose Syrup from Corn Kernels with Method of

Hydrolysis Acid

ABSTRACT

This research is performed to determine the influence of hydrolysis time and concentration of young corn starch in the manufacture of glucose syrup from corn kernels. This research using completely randomized design method, 4 x 4 factorial consisting of 2 factors and 2 replications. Factor I long hydrolysis (H) consists of 4 levels namely: H1 (1 hour), H2 (1.5 hours), H3 (2 hour), H4 (2,5 hour). Factor II concentration of young corn starch consists of 4 levels are: K1 (5%), K2 (10 %), K3 (15 %) dan K4 (20 %). The results showed that the longer hydrolysis gives a significantly different effect on blood glucose and organoleptic value of color, and gives a very different impact on the real value of TSS and ash levels. starch concentration also showed similar results to the influence of hydrolysis time. Combination treatment with a long hydrolysis of starch concentration gives a different effect is very real to the levels of glucose, TSS value, ash content, color and organoleptic value.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian, hal ini disebabkan karena Indonesia adalah negara agraris. Pada umumnya hasil pertanian sangat mudah mengalami kerusakan dan tidak tahan lama disimpan, sehingga produksi yang tinggi tidak menjamin kenaikan pendapatan petani. Tidak jarang produksi tersebut rusak sebelum dipasarkan. Disamping mudah mengalami kerusakan, harganya juga relatif murah karena pemasarannya kebanyakan hanya dalam bentuk bahan baku. (Rukmana, R.,1997)

Dalam program Gema Pelagung 2006 menyatakan produksi jagung tahun 2004 sebesar 11 juta ton, 2005 sebesar 11,5 juta ton dan 2006 telah mencapai 12 juta ton. Target produksi telah dicapai maka akan ada kelebihan produksi untuk ekspor. Thailand dan Malaysia merupakan 2 negara tujuan ekspor jagung tersebut. Hal lain yang mendorong petani menanam jagung adalah jaminan harga yang cukup baik. Melemahnya rupiah terhadap dollar AS menyebabkan harga jagung impor relatif lebih mahal dibandingkan harga jagung dalam negeri. Akibatnya produksi jagung dalam negeri akan terserap pasar (Adisarwanto, T., 1999).

Untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian perlu dilakukan pengolahan untuk memperoleh bahan setengah jadi menjadi bahan jadi. Seperti jagung, selama ini kebanyakan digunakan sebagai bahan pakan ternak, tepung jagung, emping dan untuk berbagai jenis masakan. Untuk mendapatkan nilai ekonomi jagung yang lebih tinggi, jagung dapat diolah menjadi sirup glukosa.

Sirup glukosa adalah suatu larutan kental termasuk golongan monosakarida yang diperoleh dari pati dengan cara hidrolisis dengan katalis asam atau katalis enzime, selanjutnya dimurnikan serta dikentalkan. (Kirk, R.E.,1949). Keuntungan hidrolisis dengan katalis asam yaitu dapat menghasilkan derajat konversi pati menjadi


(17)

gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses dengan katalis enzime. Penggunaan katalis enzime tingkat hidrolisisnya terbatas sesuai dengan kemampuan enzime yang dipergunakan sehingga untuk memperoleh nilai derajat konversi yang lebih tinggi, katalisnya harus digantikan dengan enzym yang sesuai derajat dekstrosa larutan sampel. (Meyer, L.H.,1970)

Menurut Ida Bagus (1969), asam yang digunakan dalam proses hidrolisis adalah asam kuat seperti HCl, H2SO4. Bila proses hidrolisis menggunakan katalis HCl maka sirup yang dihasilkan dapat dinetralkan dengan larutan soda abu (Na2CO3). Jumlah garam NaCl yang terbentuk relatip kecil dan biasanya dibiarkan dalam larutan karena tidak mempengaruhi rasa sirup yang dihasilkan. Menurut Stout dan Ryberg (1939), konsentrasi pati yang terbaik adalah 10 % sampai 20 % larutan pati, untuk waktu hidrolisis yang baik tidak lebih dari 180 menit. Semakin tinggi konsentrasi pati yang digunakan, semakin singkat waktu yang dipergunakan untuk proses hidrolisis. Bila hidrolisis terlalu singkat maka pengamatan terhadap hasil yang diperoleh sukar dilakukan.

Pemilihan biji jagung muda sebagai bahan dasar pembuatan sirup glukosa karena biji jagung muda lebih banyak mengandung karbohidrat, vitamin A dan fosfor yang cukup tinggi dibandingkan biji jagung tua. (http://ianrpubs.unl.edu/fieldcrops/). Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian yang berjudul : ’’ Pengaruh Lama Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati pada Pembuatan Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda secara Hidrolisis Asam ’’.

1.2 Permasalahan

Di Indonesia, khususnya di kota Medan, pada dasarnya masyarakat setempat belum memanfaatkan biji jagung secara maksimal. Pada umumnya lebih banyak digunakan sebagai pakan ternak, tepung jagung, emping dan untuk berbagai jenis masakan, sehingga timbul permasalahan bagaimana memberi variasi pada pemanfaatan biji jagung yang memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi dan mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Dalam hal ini penulis ingin memanfaatkan biji jagung untuk pembuatan sirup glukosa. Penulis juga ingin mengetahui bagaimana pengaruh


(18)

waktu hidrolisis dan variasi konsentrasi larutan pati dalam pembuatan sirup glukosa dari biji jagung.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada :

1. Bahan baku adalah biji jagung muda (jenis baby corn) yang diambil dari Sinaksak Pematangsiantar.

2. Hidrolisis asam menggunakan HCl 3 %.

3. Parameter yang dianalisa dalam pembuatan sirup glukosa adalah kadar glukosa, nilai total padatan terlarut (total solid solubility = TSS ), kadar abu dan nilai organoleptik warna.

4. Variasi konsentrasi larutan pati per 200 ml larutan terdiri dari 4 tahap, yaitu : K1 = 10 gram; K2 = 20 gram; K3 = 30 gram dan K4 = 40 gram.

5. Variasi waktu hidrolisis terdiri dari 4 tahap, yaitu : H1 = 1 jam; H2 = 1,5 jam; H3 = 2 jam dan H4 =2,5 jam.

6. Larutan pentiter yang digunakan adalah Na2S2O3 0,1 N 7. Indikator yang digunakan adalah larutan amilum.

1.4 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di :

1. Laboratorium Biokimia / Kimia Bahan Makanan FMIPA USU Medan 2. Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU Medan

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui pengaruh waktu hidrolisis dan konsentrasi larutan pati terhadap parameter yang dianalisa pada pembuatan sirup glukosa dari biji jagung muda.


(19)

1.6 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan akan diperoleh pemecahan masalah penganeka ragaman hasil olahan biji jagung muda dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi sekaligus dapat menambah penghasilan masyarakat petani.

1.7 Metodologi Percobaan

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium. Dengan menggunakan 3 variabel yaitu variabel tetap, variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel tetap meliputi : jenis sampel, temperatur, pH, konsentrasi asam. 2. Variabel bebas meliputi : massa pati, lama hidrolisis.

3. Variabel terikat meliputi : kadar gula (%), kadar abu (%), nilai total padatan terlarut (total solid solubility = TSS) (o Brix) dan nilai organoleptik warna.

1.7.1 Pemisahan Pati Jagung

Biji jagung muda (300 gram) dicuci, diblender dan ditambahkan air bersih (200 ml). Kemudian diremas dan disaring dengan menggunakan kain saring. Ditambah air bersih (100 ml) pada ampas hasil penyaringan kemudian diblender kembali serta diremas dan disaring. Filtrat akhir yang diperoleh dicampur dengan filtrat yang diperoleh semula, kemudian diendapkan selama 24 jam, kemudian dipisahkan pati dengan larutan. Diambil patinya lalu dikeringkan dibawah sinar matahari selama ± 48 jam, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC sampai kadar air pati 10 %.

1.7.2 Pembuatan Sirup Glukosa

Pati biji jagung muda ditimbang 10 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah 200 ml air panas kemudian dipanaskan sambil diaduk selama ± 1 jam sampai terbentuk larutan pati kental berwarna kuning. Ditambah HCl 3 % sampai pH = 2 kemudian ditutup dengan kapas dan dihidrolisis pada suhu 115oC selama 1 jam. Didinginkan hingga suhu 75oC kemudian dinetralkan dengan NaOH 1 % sampai


(20)

pH = 6,5 - 6,8 dan disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan sampai diperoleh larutan kental. Dilakukan perlakuan yang sama terhadap pati 20 gram, 30 gram dan 40 gram dengan lama hidrolisis 1 jam; 1,5 jam; 2 jam dan 2,5 jam. Kemudian dilakukan pengukuran parameter terhadap :

1. Penentuan kadar glukosa dengan menggunakan metode Luff Schrool. 2. Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan dalam tanur. 3. Pengukuran nilai TSS dilakukan dengan menggunakan handrefraktometer. 4. Uji organoleptik dilakukan hanya terhadap organoleptik warna.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

Sumber genetik (plasma nutfah) tanaman jagung berasal dari benua Amerika. Konon, bentuk liar tanaman jagung disebut pod maize, telah tumbuh 4.500 tahun yang lalu di pegunungan Andes, Amerika Selatan. Literatur lain menyebutkan bahwa jagung tumbuh subur di kawasan Meksiko, kemudian menyebar ke Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Linnaeus (1737), seorang ahli botani memberikan nama Zea mays untuk tanaman jagung. Zea berasal dari bahasa Yunani yang digunakan untuk mengklasifikasikan jenis padi – padian. Adapun mays berasal dari bahasa indian yaitu

Mahiz atau Marisi yang kemudian digunakan untuk sebutan spesies. Sampai sekarang

nama latin jagung Zea mays.

2.1.1 Klasifikasi Jagung

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh – tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu)

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays


(22)

2.1.2 Komposisi Biji Jagung

Biji jagung terdiri dari kulit ari (pericarp), lembaga (germ), tip cap dan endosperma. Sebagian besar pati (85 %) terdapat pada endosperma. Pati terdiri dari raksi amilopektin (73 %) dan amilosa (27 %). Serat kasar terutama terdapat pada kulit ari. Komponen utama serat kasar adalah hemiselulosa (41,16 %). Gula terdapat pada lembaga (57 %) dan endosperma (15 %). Protein sebagian besar terdapat pada endosperma.

Gambar 2.1 Struktur Utama Biji Jagung

Sumber : www.warintek.ristek.go.id/pangan/umum/tanaman_penghasil_pati. Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Jagung Muda Setiap 100 gram

No Komponen Prosentase (gram)

1 Karbohidrat 74,5

2 Vitamin A 9,0

3 Serat 1,0

4 Abu 1,1

5 Air 3,4

6 Fosfor 12,0

Sumber : http://ianrpubs.unl.edu/fieldcrops/g1115.html

2.1.3 Pemanfaatan Biji Jagung

2.1.3.1 Pemanfaatan Bidang Non Pangan

Biji jagung muda yang biasanya dimasak untuk menjadi makanan, ternyata punya manfaat lain yaitu sebagai penghilang bercak-bercak hitam pada wajah akibat bekas jerawat atau penyakit cangkrang. (www.digilib.ui.ac.id/abstrakpdf)

Belakangan ini biji jagung mulai dioperasikan sebagi bahan yang berpotensi sebagai bahan baku biofuel. (http : //www.balitsereal.litbang.deptan.go.id)


(23)

2.1.3.2 Pemanfaatan Bidang Pangan

Biji jagung biasa digunakan untuk tujuan utama: sebagai bahan makanan pokok terutama di daerah tropis, makanan untuk ternak hewan dan unggas, terutama di negara-negara industri di daerah temperate, dan sebagai bahan baku untuk banyak hasil-hasil industri. Hasil industri utama berupa tepung jagung, minyak jagung, sirup. (www.bdpunib.org/akta/artikelakta/EdisiKhusus2007/pemanfaatan biji jagung)

2.2 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan komponen pangan yang menjadi sumber energi utama dan sumber serat makanan. Komponen ini disusun oleh 3 unsur utama, yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Jenis – jenis karbohidrat sangat beragam dan mereka dibedakan satu dengan yang lain berdasarkan susunan atom – atomnya, panjang / pendeknya rantai serta jenis ikatan akan membedakan karbohidrat yang satu dengan lainnya. Dari kompleksitas strukturnya dikenal kelompok karbohidrat sederhana (seperti monosakarida dan disakarida) dan karbohidrat dengan struktur yang kompleks atau polisakarida (seperti pati, glikogen, selulosa dan hemiselulosa).

(http ://www.chem-is-try.org).

2.2.1 Glukosa

Glukosa (C6H12O6) adalah gula sederhana (monosakarida). Glukosa adalah salah satu produk utama fotosistesis dan merupakan komponen struktural pada tanaman. Glukosa merupakan gula C-6 yang memiliki beberapa bentuk, tetapi umumnya digambarkan sebagai cincin karbon seperti gambar di bawah ini:

a.Gambaran proyeksi Haworth struktur glukosa (α-D glukosa)


(24)

Untuk mengetahui jumlah gula reduksi dapat dilakukan dengan metode Luff

Schoorl, yang ditentukan bukan kuprooksida yang mengendap tetapi dengan

menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan / larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat dengan cara ini mula – mula kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi dengan menggunakan Na-tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar perubahan warna dari biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan amilum dapat dilakukan pada saat titrasi hampir selesai. Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula dengan cara Luff Schoorl dapat dituliskan sebagai berikut :

R – COH + CuO Cu2O + R – COOH (endapan)

H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O CuSO4 + 2KI CuI2 + K2SO4 2 CuI2 + I- CuI2 + I2 I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI I2 + amilum biru

Gula reduksinya dapat ditentukan dengan menggunakan tabel gula reduksi. (Sudarmadji, S., 1989).

2.2.2 Polisakarida

Polisakarida adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau, (seperti pati). Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati tersusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida polimer yang tersusun dari glukosa sebagai


(25)

monomernya. Tiap-tiap monomer terhubung dengan ikatan 1,6-glikosidik. Amilosa merupakan polimer tidak bercabang yang bersama-sama dengan amilopektin menjadi komponen penyusun pati. Amilopektin merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer α-glukosa (dibaca: alfa glukosa). Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah ditemukan karena menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan amilosa. Walaupun tersusun dari monomer yang bersama-sama, amilopektin berbeda dengan amilosa, yang terlihat dari karakteristik fisiknya. Secara struktural, amilopektin terbentuk dari rantai glukosa yang terikat dengan ikatan 1,6-glikosidik, sama dengan amilosa. Namun demikian, pada amilopektin terbentuk cabang-cabang (sekitar tiap 20 mata rantai glukosa) dengan ikatan 1,4-glikosidik. Pemisahan antar fraksi amilosa dan amilopektin dapat menggunakan elektrodiase atau dengan n-butanol atau thymol. Amilopektin larut dalam n-n-butanol sedangkan amilosa tidak larut. Amilosa memberikan warna biru dengan larutan iodin dan amilopektin memberikan warna merah violet.

(http://www.scientificpsychic.com/fitness/carbohydrates.html)

Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru; Amilopektin dengan iodin akan memberikan warna merah violet; glikogen maupun dekstrin dengan iodin akan berwarna merah coklat. (Sudarmadji, S., 1989).

2.3 Pembuatan Pati

Menurut Holleman dan Aten (1956), secara garis besarnya proses pembuatan pati terbadi atas beberapa fase :

 Penghancuran sel – sel dan pemisahan butir – butiran pati dari benda lain yang tidak larut. Fase ini meliputi waktu pengupasan, pencucian dan pemarutan sampel dari bahan yang mengandung karbohidrat.

 Pemerasan dan penyaringan dengan alat seperti kain saring atau kawat kasa halus, kemudian mengendapkan pati dalam bak pengendap.


(26)

 Mengurangi air yang terkandung dalam pati basah dangan cara menebarkan pati tersebut pada tampi – tampi bambu dan kemudian menjemurnya dibawah sinar matahari atau dikeringkan dengan alat pengering.

 Menggiling tapioka yang masih kasar dan pengayakan.

Pengendapan bertujuan untuk memisahkan pati dari benda – benda bukan pati seperti protein, lemak dan lain – lain. Pada waktu proses pengendapan ini berlangsung, akan terjadi juga perubahan kimia dan biokimia yang disebabkan oleh adanya kegiatan enzime dan mikroorganisme. (Ciptadi, W., 1976).

Tujuan dari pengeringan adalah mengurangi kadar air sampai batas dimana perkembangan mikrobia yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti dan mencegah perubahan – perubahan yang diakibatkan oleh kegiatan enzime. (Allister, M., 1975). Tetapi pada umumnya untuk pengeringan pati ditetapkan sampai kadar air 14,5 – 17 %. Kadar air yang terlalu tinggi akan memudahkan tumbuhnya jamur dan berbau sehingga tepung menjadi rusak dan kwalitasnya menurun. Pati dengan kadar air 10 % dipergunakan dalam pembuatan gula cair (sirup).

Gambar 2.3 Pembuatan Pati Jagung

digiling kasar

dipisahkan kulit dan lembaga

digiling halus pengayakan

(Rukmana, R., 1997)

Biji jagung

Beras jagung


(27)

2.4 Gula Cair

Umumnya gula cair dikenal masyarakat dengan nama ” Sirup glukosa atau Sirup Fruktosa ” (Anonymous., 1977). Sirup glukosa ialah suatu larutan kental termasuk golongan monosakarida yang diperoleh dari pati dengan cara hidrolisis lengkap dengan menggunakan katalis asam atau enzime, selanjutnya dimurnikan serta dikentalkan. Untuk memperoleh gula cair dapat ditempuh dengan jalan memasak pati ke dalamnya ditambahkan sejumlah kecil zat kimia (HCl) selama beberapa jam. Dengan pemasakan itu akan diperoleh suatu cairan yang rasanya manis, yang disebabkan karena sebagian besar dari pati yang ada telah diubah menjadi gula (glukosa). Selain cara tersebut, pembuatan gula cair dari pati atau tepung dapat mempergunakan mikroorganisme (yeast) dan proses ini disebut peragian. Kedua cara tersebut akan menghasilkan gula yaitu cairan yang dapat langsung dikonsumsi dalam bentuk sirup (sirup glukosa). (Anonymous., 1977)

Sirup ini bukanlah suatu produk yang murni, tetapi merupakan campuran antara glukosa, maltosa dan dekstrin, sehingga mempunyai derajat kemanisan yang lebih rendah dibandingkan dengan glukosa atau sukrosa murni. (Kirk, R.E., 1949). Mutu Sirup glukosa ditentukan oleh kadar bahan kering, kadar abu, warna dan kejernihan. Sirup glukosa yang bermutu tinggi mempunyai kadar abu serendah mungkin dan warna yang bening serta jernih (seperti air). (Anonymous., 1977)

Menurut Noller (1966) komponen heksosa dapat menghasilkan hidroksi metil fulfural dan asam levulinat. Bila sirup glukosa / gula cair dipanaskan dalam lingkungan asam dan pada waktu hidrolisis lebih dari 2 jam, maka akan terbentuk hidroksi metil fulfural yang menyebabkan warna kekuning – kuningan pada sirup glukosa / gula cair, disamping itu dapat juga terjadi peristiwa ” browning = pencoklatan ”.


(28)

Reaksi pembentukan hidroksi metil fulfural adalah sebagai berikut :

O O

║ ║

C – H C – H H

│ │ │ H – C – OH HO – C H C ─ C ─ H

│ asam │ │ ║ ║ H – C – OH H – C HO ─ C ─ C C ─ C = O │ panas │ O │ │ H – C – OH H – C H O H │ │

H – C – OH H – C Hidroksi Metil Fulfural │ │

H – C – OH H – C – OH │ │ H H Heksosa

O ║ O C – OH ║ 2 H2O │ + H – C – OH H ─ C – H (asam formiat) │

H ─ C – H │ C = O │ H ─ C ─ OH │ H

(asam levulinat)

Pembuatan sirup glukosa pada prinsipnya dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Proses hidrolisis pati dengan katalis asam.

2. Proses hidrolisis pati dengan katalis enzime.

Kedua cara hidrolisis diatas mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungan hidrolisis dengan katalis asam yaitu dapat menghasilkan derajat konversi pati menjadi gula yang lebih tinggi daripada proses katalis enzime, sedangkan keuntungan hidrolisis enzimatik adalah karena dapat mencegah kehilangan flavour dan warna sirup. Pada hidrolisis enzime tingkat hidrolisisnya terbatas sesuai dengan kemampuan enzime yang dipergunakan sehingga untuk memperoleh nilai derajat konversi yang lebih tinggi, katalisnya harus diganti dengan enzime lain yang sesuai dengan derajat dekstrosa larutan (D-glukosa). (Meyer, L.H.,1970). Bila pada proses hidrolisis digunakan asam sulfat (H2SO4) sebagai katalis, maka sirup hasil hidrolisis dinetralkan


(29)

dengan air kapur (Ca(OH)2). Bila pada proses hidrolisis digunakan katalis asam klorida (HCl) maka sirup yang dihasilkan dapat dinetralkan dengan larutan soda abu (Na2CO3) atau natrium karbonat. Jumlah garam NaCl yang terbentuk relatif kecil dan biasanya dibiarkan dalam larutan karena tidak mempengaruhi rasa sirup yang dihasilkan. (Greenwood, C.T., 1964)

Menurut Mac Allister (1975), proses penetralan dapat dilakukan secara “Batch” maupun kontiniu dengan penambahan Na2CO3 sehingga diperoleh larutan dengan pH 4,5 - 5. Pada hasil penelitian dengan Na2CO3 disamping terbentuk garam NaCl juga terbentuk gas CO2 yang harus segera diuapkan untuk mencegah pembentukan busa. (Brautlecht, C.A., 1953). Filtrat hasil penyaringan diuapkan di dalam evaporator pada kondisi suhu 80oC dan tekanan rendah antara 0,78 – 0,80 atm selama 1 jam dari proses ini dihasilkan sirup glukosa yang encer, pada skala laboratorium, penguapan dilakukan pada suhu 80oC dengan bantuan pompaa vakum atau pompa isap. (Anonymous., 1976). Pada proses perubahan pati oleh aktifitas asam untuk menghasilkan glukosa terdapat variasi waktu, temperatur dan tekanan, jenis asam dan kepekatan asam serta tergantung pada sifat dari bahan baku dan hasil yang diinginkan. (Othmer, D.P., 1949)

Zat pati

(amilosa dan amilopektin)

Amilodekstrin

Eritrodekstrin

Akrodekstrin Dekstrin

Maltodekstrin

Maltosa

D-glukosa

Gambar 2.4 Skema Pemecahan Zat Pati menjadi Dekstrosa (D-glukosa) dengan Katalis Asam (Lambau, 1958)


(30)

2.4.1 Pemanfaatan Sirup Glukosa

Sirup glukosa (gula cair) banyak digunakan dalam pembuatan bon – bon, es krim, pengolahan buah – buahan, campuran obat – obatan, campuran tembakau, campuran semir sepatu, pembuatan sabun, pembuatan perekat dan sebagainya. Penggunaannya tergantung kadar dekstrosa (D-glukosa) dan kemurnian sirup. (Jacobs, M.B.,1944)

2.4.2 Standard Mutu Sirup Glukosa

Tabel 2.2 Syarat mutu sirup glukosa :

Komponen Spesifikasi

Air Maksimum 20 %

Kadar abu (dasar kering) Maksimum 1 % Gula reduksi dihitung D-glukosa Maksimum 30 %

Pati Tidak ada

Logam berbahaya (Pb, Cu, Zn, As) Negatif

Sulfur dioksida (SO2) Untuk kembang gula maksimum 400

ppm, yang lain maksimum 40 ppm

Pemanis buatan Negatif

Na-benzoat Maksimum 250 ppm

Warna Tak berwarna sampai kekuning –

kuningan

Jumlah bakteri Maksimum 500 koloni / gram

Kapang Negatif

Khamir 50 koloni / gram

Bakteri golongan koliform Negatif Sumber : SII. 0418-81 didalam Judoamidjojo, dkk (1992)


(31)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat – Alat

─ Termometer Fisher

─ Kapas penyumbat

─ Buret Pyrex

─ Labu erlenmeyer Pyrex

─ Labu ukur Pyrex

─ Labu leher dua Pyrex

─ Stop watch

─ Blender Philips

─ Corong Pyrex

─ Baskom

─ Penangas air Fisons

─ Oven Memmert

─ Gelas ukur Pyrex

─ Neraca analitik Mettler Toledo

─ Botol akuades

─ Batang pengaduk

─ Kain panjang

─ Kompor

─ Karet dan plastik

─ Statif dan klem

Handrefraktometer

─ Pisau

─ Indikator universal

─ Batu didih


(32)

─ Desikator

─ Gelas beaker Pyrex

─ Pendingin balik

─ Aluminium foil

─ Hot plate Fisher

─ Kertas saring Whatman no. 42

3.1.2 Bahan

─ Biji jagung muda

─ Akuades

─ Larutan Luff Schrool

─ HCl (p) p.a.(E.Merck)

─ NaOH p.a.(E.Merck)

─ Na2CO3anhidrat p.a.(E.Merck)

─ KI p.a.(E.Merck)

─ Na2S2O3 0,1 N p.a.(E.Merck)

─ H2SO4 p.a.(E.Merck)

─ Larutan kanji p.a.(E.Merck)

─ Pb(CH3COO)2 netral p.a.(E.Merck)

─ CuSO4. 5H2O p.a.(E.Merck)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Reagen

3.2.1.1 Pembuatan Larutan Luff Schrool

Larutkan 143,8 gram Na2CO3 anhidrat dalam 300 ml akuades. Sambil diaduk ditambahkan 50 gram asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 50 ml akuades. Tambahkan 25 gram CuSO4. 5H2O yang telah dilarutkan dengan 100 ml akuades. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 1000 ml, tepatkan sampai tanda garis dengan akuades dan dihomogenkan. Biarkan semalaman dan disaring.


(33)

Pengecekan Ketelitian Larutan Luff Scrhool :

1. Larutan Luff Scrhool 10 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda, dan dihomogenkan. 2. Dari pengenceran larutan Luff Scrhool dimasukkan sebanyak 10 ml ke

dalam erlenmeyer.

3. Ditambahkan 25 ml KI 3 %. 4. Ditambahkan 25 ml H2SO4 25 %. 5. Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N

6. Ditambah 2 tetes larutan amilum pada saat mendekati titik akhir titrasi (iod berwarna kuning muda).

7. Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,1 N sampai warna biru hilang.

Catatan : Larutan Luff Scrhool dikatkan standard jika volume Na2S2O3 0,1 N yang dibutuhkan sebanyak 25 ml (sesuai tabel Luff Scrhool).

3.2.1.2 Pembuatan Larutan Standard Na2S2O3 0,1 N

Ditimbang kasar (dengan neraca analitis) sebanyak 6,2 gram Na2S2O3 .5H20, kemudian larutkan dengan akuades dingin (setelah didihkan) ke dalam labu ukur 500 ml, biarkan semalam, saring dan ambil larutan jernih. Tambahkan 0,2 gram Na2CO3 (sebagai pengawet) per 25 gram Na2S2O3 dan simpan dalam botol yang bersih.

Standarisasi Na2S2O3 0,1 N :

1. Larutkan 5 gram KI dan 4 gram NaHCO3 ke dalam gelas erlenmeyer yang berisi 300 ml akuades.

2. Kemudian tambahkan HCl 1 M perlahan – lahan sambil digoyang sampai tidak ada lagi CO2(g) yang keluar, lanjutkan penambahan HCl sebanyak 10 ml.

3. Tambahkan 25 ml K2Cr2O7 0,1 N; goyang perlahan gelasnya (agar homogen); kemudian diamkan selama 10 menit.

4. Turunkan larutan pentiter Na2S2O3; tepat berwarna kuning muda, tambahkan 2 tetes indikator amilum dan teruskan pentitrasian secara perlahan. Hentikan tepat warna biru hilang dan warna hijau muda (dari CrCl3) muncul). (Mulyono, H.A., 2004)


(34)

3.2.1.3 Pembuatan HCl 3 %

Diencerkan 6,9 ml HCl (p) ke dalam labu ukur 100 ml, ditambah akuades sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

3.2.1.4 Pembuatan Indikator Amilum A. NaCl (saring dahulu) 500 ml Asam asetat glasial 80 ml

Akuades 20 ml

Campurkan ketiga bahan tersebut ke dalam gelas beaker 1000 ml.

B. Amilum 3 gram

Masukkan amilum (bagian B) sambil diaduk ke dalam campuran A, tutup gelas beaker lalu panaskan sampai mendidih, dan teruskan pendidihan selama 2 menit sampai larutan bening, lalu dinginkan. Simpan dalam botol bersih.

3.2.1.5 Pembuatan Larutan H2SO4 25 %

Diencerkan 16,4 ml H2SO4 (p) ke dalam labu ukur 100 ml, ditambah akuades sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

3.2.1.6 Pembuatan Larutaan NaOH 1 %

Dilarutkan 1 gram NaOH ke dalam labu ukur 100 ml, ditambah akuades sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

3.2.1.7 Pembuatan Larutan KI 20 %

Dilarutkan 20 gram KI ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan akuades sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.


(35)

3.2.2 Pemisahan Pati Jagung

─ Biji jagung muda (300 gram), dicuci, dan diblender serta ditambah air bersih (200 ml).

─ Diremas dan diperas dengan menggunakan kain saring.

─ Ditambahkan air bersih (100 ml) pada ampas hasil penyaringan.

─ Diblender dan diperas kembali.

─ Diendapkan suspensi selama 24 jam.

─ Dipisahkan pati dari airnya.

─ Dikeringkan pati yang didapat dibawah sinar matahari selama ± 48 jam.

─ Dikeringkan kembali dalam oven pada suhu 80oC hingga kadar air pati 10 %.

3.2.3 Pembuatan Sirup Glukosa

─ Ditimbang pati biji jagung muda 10 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

─ Ditambahkan air panas 200 ml.

─ Diaduk dan dipanaskan hingga diperoleh larutan pati kental berwarna kuning.

─ Ditambahkan HCl 3 % sampai pH = 2.

─ Dihidrolisis pada suhu 115oC selama 1 jam.

─ Dikeluarkan dan didinginkan hingga suhu mencapai 75oC.

─ Dinetralkan dengan NaOH 1 % sampai pH 6,5 – 6,8.

─ Dilakukan penyaringan

─ Diuapkan filtrat yang diperoleh sampai menjadi larutan kental.

─ Dilakukan analisis terhadap parameter kadar glukosa, nilai TSS, kadar abu dan organoleptik warna.

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama untuk massa pati 20 gram, 30 gram dan 40 gram dengan lama hidrolisis 1 jam; 1,5 jam; 2 jam dan 2,5 jam.


(36)

3.2.4 Pengukuran Parameter

3.2.4.1 Penentuan Kadar Glukosa

─ Dimasukkan 25 ml gula cair ke dalam labu ukur 100 ml.

─ Ditambah 50 ml akuades.

─ Ditambah Pb(CH3COO)2 netral setetes demi setetes sampai larutan tidak keruh.

─ Ditambah akuades sampai garis tanda kemudian dihomogenkan.

─ Disaring.

─ Ditampung filtrat ke dalam labu ukur 250 ml.

─ Ditambah Na2CO3 anhidrat sedikit demi sedikit sampai tidak ada lagi endapan putih.

─ Ditambah akuades sampai garis tanda kemudian dihomogenkan.

─ Disaring.

─ Dimasukkan 25 ml filtratnya ke dalam labu leher dua.

─ Ditambah 25 ml larutan Luff Schrool.

─ Ditambah beberapa butir batu didih.

─ Dihubungkan dengan pendingin balik.

─ Dipanaskan selama ± 15 menit pada suhu 100oC.

─ Didinginkan.

─ Ditambah 15 ml KI 20 % secara perlahan – lahan.

─ Ditambah 25 ml H2SO4 25 %.

─ Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N .

─ Ditambah 2 tetes indikator amilum pada saat mendekati titik akhir titrasi (iod berwarna kuning muda).

─ Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,1 N sampai warna biru hilang.

─ Diukur volume yang terpakai Na2S2O3 0,1 N .

3.2.4.2 Pembuatan Blanko

─ Dimasukkan 25 ml akuades ke dalam labu leher dua.

─ Ditambah 25 ml larutan Luff Schrool.

─ Dihubungkan dengan pendingin balik.


(37)

─ Didinginkan.

─ Ditambah 15 ml KI 20 % secara perlahan – lahan.

─ Ditambah 25 ml H2SO4 25 % .

─ Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N .

─ Ditambah 2 tetes indikator amilum pada saat mendekati titik akhir titrasi (iod berwarna kuning muda).

─ Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,1 N sampai warna biru hilang.

─ Diukur volume yang terpakai Na2S2O3 0,1 N .

3.2.4.3 Penentuan Total Padatan Terlarut (Total Soluble Solid = TSS)

─ 10 ml sirup glukosa.

─ Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.

─ Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

─ Diaduk sampai homogen kemudian disaring.

─ Diteteskan filtrat yang diperoleh pada kaca sensor handrefraktometer.

─ Dibaca nilai oBrix.

3.2.4.4 Penentuan Kadar Abu

─ Ditimbang cawan porselin kosong.

─ Ditempatkan 10 ml gula cair dalam cawan porselin.

─ Dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 2 jam.

─ Didinginkan cawan ke dalam desikator selama 20 menit.

─ Ditimbang berat kering setelah dingin.

─ Diulangi terus sampai diperoleh berat konstan.

─ Dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 500 oC - 600oC sampai diperoleh abu. berwarna keputih – putihan.

─ Didinginkan dalam desikator.

─ Ditimbang abu yang diperoleh.

─ Diulang terus sampai diperoleh berat konstan.


(38)

3.2.4.5 Uji Organoleptik Warna

Uji ini hanya meliputi warna yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 10 orang panelis. Uji ini ditentukan dengan skala hedonik sebagai berikut :

Uji Kesukaan (Skala Hedonik) Skala Numerik

Kuning pucat 1

Agak kekuningan 2

Kekuningan 3


(39)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Pemisahan Pati Jagung

Dicuci, diblender serta ditambah air bersih (200 ml)

Diremas dan diperas dengan kain saring

Ditambah air bersih (100 ml) kemudian diblender Diremas dan diperas kembali

Digabungkan dengan filtrat sebelumnya

Diendapkan selama 24 jam

(dibuang) Dikeringkan dibawah sinar matahari selama ± 48 jam

Diovenkan pada suhu 80oC hingga kadar air 10 %

Biji jagung muda (300 gram)

Biji jagung halus

Residu Filtrat

Residu Filtrat

Campuran filtrat

Pati Larutan keruh

Pati kering


(40)

3.3.2 Pembuatan Sirup Glukosa

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer Ditambah 200 ml air mendidih

Dipanaskan sambil diaduk ± 1 jam

Ditambah HCl 3 % sampai pH = 2 Ditutup dengan kapas

Dihidrolisis pada suhu 115oC selama 1 jam Didinginkan hingga suhu 75oC

Dinetralkan dengan NaOH 1 % sampai pH = 6,5 – 6.,8

Disaring

Diuapkan sampai diperoleh larutan kental

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama untuk massa pati 20 gram, 30 gram dan 40 gram dengan lama hidrolisis 1 jam; 1,5 jam; 2 jam dan 2,5 jam.

Pati jagung 10 gram

Larutan pati

Larutan pati kental berwarna kuning

Filtrat Residu


(41)

3.3.3 Penentuan Kadar Glukosa

Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml Ditambah 50 ml akuades

Ditambah Pb(CH3COO)2 netral setetes demi setetes sampai larutan tidak keruh

Ditambah akuades sampai garis tanda Dihomogenkan kemudian disaring

Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml

Ditambah Na2CO3 anhidrat sedikit demi sedikit sampai tidak ada lagi

endapan putih

Ditambah akuades sampai garis tanda kemudian dihomogenkan Disaring

Dimasukkan ke dalam labu leher dua Ditambah 25 ml larutan Luff Schrool

Ditambah beberapa butir batu didih Dihubungkan dengan pendingin balik

Dipanaskan selama ± 15 menit pada suhu 100oC

Didinginkan Ditambah 15 ml KI 20 % perlahan - lahan

Ditambah 25 ml H2SO4 25 %

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N

Ditambah 2 tetes larutan kanji 1 %

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N

Dihitung volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai

25 ml gula cair

Larutan keruh

Filtrat Residu

Larutan biru

Residu Filtrat

Larutan bening

Larutan kuning muda


(42)

3.3.4 Penentuan Total Padatan Terlarut (Total Soluble Solid = TSS)

Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml

Diencerkan dengan akuades sampai garis

batas

Diaduk sampai homogen

Disaring

Diteteskan pada kaca sensor handrefraktometer Dibaca dan dicatat angka Brix

3.3.5 Penentuan Organoleptik Warna

Dilakukan uji warna kepada panelis Ditentukan skor nilainya

10 ml sampel

Filtrat Residu

HASIL

Sirup glukosa


(43)

3.3.6 Penentuan Kadar Abu

Ditempatkan dalam cawan porselin

Dikeringkan dalam oven pada suhu

100oC selama 2 jam

Didinginkan cawan dalam desikator

selama 20 menit

Ditimbang berat kering dan diulang terus

sampai diperoleh berat konstan

Dimasukkan dalam tanur pada suhu

500 oC - 600oC

Didinginkan dalam desikator

Ditimbang abu yang diperoleh dan

Diulang sampai diperoleh berat konstan

Dihitung kadar abunya

10 ml gula cair

HASIL Gula cair kering


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Secara umum dari hasil waktu hidrolisis dan variasi konsentrasi larutan pati biji jagung muda pada pembuatan sirup glukosa dari biji jagung muda memberikan pengaruh terhadap kadar glukosa, kadar abu, kadar TSS dan nilai organoleptik warna. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Pengaruh Waktu Hidrolisis terhadap Parameter yang diamati : Waktu Hidrolisis

(jam)

Kadar Glukosa (%)

Kadar TSS (oBrix)

Kadar Abu (%)

Organoleptik Warna

1 10,81 30,81 1,27 1,63

1,5 13,03 36,50 1,26 2,25

2 15,16 44,94 1,18 2,38

2,5 18,33 43,00 1,05 2,63

Tabel 4.2 Pengaruh Konsentrasi Larutan Pati Biji Jagung Muda terhadap Parameter yang diamati :

Konsentrari Larutan Pati Biji Jagung Muda

(%)

Kadar Glukosa (%)

Kadar TSS (oBrix)

Kadar Abu (%)

Organoleptik Warna

5 12,73 30,63 1,08 1,50

10 14,07 38,94 1,16 2,00

15 16,12 41,31 1,24 2,38

20 14,41 44,34 1,28 3,13


(45)

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Kombinasi Perlakuan (tc) dengan Banyaknya Ulangan (n)

Penelitian dilaksanakan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 faktorial yaitu :

Faktor I : Konsentrasi Larutan Pati Faktor II : Lama Hidrolisis

K1 = 5 % W1 = 60 menit

K2 = 10 % W2 = 90 menit K3 = 15 % W3 = 120 menit K4 = 20 % W4 = 150 menit

Kombinasi perlakuan (tc) adalah 4 x 4 = 16 dengan banyak ulangan (n), adalah : Tc (n – 1) ≥ 15

16 (n – 1) ≥ 15 16n – 16 ≥ 15 16 n ≥ 31

n ≥ 1,93 sehingga banyak ulangan = 2 (Sudjana, M.A.,1992)

4.2.2 Uji Signifikan Data (S) Metode Chauvenent Criterion Test (CCT)

Contoh uji signifikan data nilai TSS pada waktu hidrolisis 1 jam dan konsentrasi larutan pati biji jagung 5 %.

Ulangan I (U1) = 38.00; Ulangan II (U2) = 38.50; Ū = 38.25

Σ

{

(U1 – Ū)2 + (U2 – Ū)2

}

Σ

{

(38.00 – 38.25)2 + (38.5 – 38.25)2

}

S2 = --- = --- n - 1 2 - 1

Σ

{

(– 0.25)2 + (0.25)2

}

= --- 1

S2 = 1250 x 10-4 S = 0,3536

2n -1 2(2) - 1

Harga Erf htabel (V1) = --- = --- = 0.75 2n 2(2)


(46)

V1 0.821

htabel = --- = --- = 3.284 Ū – U1 0.25

1 1

hhitung = --- = --- = 2.828 S

n-1 0.3536

2-1

Berdasarkan data di atas htabel > hhitung yang menyatakan data signifikan. (Gaspersz, V., 1990)

4.2.3 Perhitungan Kadar Glukosa

Penentuan kadar glukosa dari biji jagung muda dapat dihitung sebagai berikut : Volume larutan Na2S2O3 0.1052 yang dibutuhkan adalah :

(a – b) dimana : a = volume blanko --- x N b = volume sampel 0.1

Contoh perhitungan kadar glukosa pada waktu hidrolisis 1 jam dan konsentrasi larutan pati jagung 5 %, yaitu :

Berat pati yang ditimbang = 10 gr Volume titrasi blanko = 26,2 ml Volume titrasi sample = 25,2 ml

N Na2S2O3 = 0,1052 N

Volume Na2S2O3 yang dibutuhkan =

{

( 26.2 – 25.2 ) / 0,1

}

x 0,1052 N = 1,052 ml (lampiran tabel Luff Schrool )

Setara dengan = 2,4 + (2,4 + 0,052)

= 4,852 mg glukosa

mg glukosa x factor pengenceran

Kadar glukosa = --- x 100 % berat pati yang ditimbang (gr) x 1000

4,852 x 200

= --- x 100 % = 9,70 % 10 x 1000


(47)

4.3 Uji Statistik Analisa Varians (anava) metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Dalam hal ini RAL merupakan suatu metode untuk pelengkap penentu anava. Karena data anava yang akan diperoleh dilakukan dengan menggunakan statistik hitung (F) taraf signifikan 5 % dan 1 %. Statistik F dapat dihitung dengan rumus :

KT perlakuan dimana : KT perlakuan = kuadrat tengah perlakuan F hitung = --- KT galat = kuadrat tengah galat KT galat

Dengan ini maka hipotesa Ho dan Hi diuji dengan : 1. Ho : X1 = X2 = X3

Bila tidak ada pengaruh waktu hidrolisis dan variasi konsentrasi larutan pati biji jagung muda terhadap pembuatan sirup glukosa dari biji jagung muda. 2. Hi : X1≠ X2 ≠ X3

Bila terdapat pengaruh waktu hidrolisis dan variasi konsentrasi larutan pati biji jagung muda terhadap pembuatan sirup glukosa dari biji jagung muda.

Berdasarkan tabel... Untuk perhitungan data anava pada kadar glukosa

Σ

Xtotal = 458,6

(

Σ

Xtotal)2 (458,6)2

FK = --- = --- = 6572,31 n 2

JKU = (

Σ

X2) – FK =

{

(9,70)2 + (9,80)2 + ……...+ (18,19)2 + (18,31)2

}

– 6572,31 = 298,87

(

Σ

Xtotal2)

{

(19,50)2 + (20,67)2 + ...+ (41,05)2 + (36,50)2

}

JKP= --- –FK= --- - 6572,31 r 2

= 98584,67

JKG = JKP – JKU = 98584,67 – 298,87 = 98285,8 DBT = n – 1 = 32 – 1 = 31

DBP = r – 1 = 2 – 1 = 1


(48)

JKP 98584,67

KT perlakuan = --- = --- = 98584,67 DBP 1

JKG 98285,8

KT galat = --- = --- = 3276,19 DBG 30

KT perlakuan 98584,67

F hitung = --- = --- = 30,09 KT galat 3276,19

Dimana : FK = faktor koreksi

Σ

Xtotal = jumlah X total

n = total ulangan

JKU = jumlah kuadrat umum

X = X1, X2, X3

JKP = jumlah kuadrat perlakuan

r = banyaknya perulangan

JKG = jumlah kuadrat galat

DBT = derajat bebas total

DBP = derajat bebas perlakuan

DBG = derajat bebas galat

Dari lampiran.... jika dibandingkan antara F hitung dengan F tabel maka F hit > F tab yaitu (30,09> 4,17) untuk α = 0,05 dan (30,09 > 7,56) untuk α = 0,01. Dari hasil tersebut berarti Ho ditolak dan Hi diterima dengan arti bahwa terdapat pengaruh waktu hidrolisis terhadap kadar glukosa pada sirup glukosa dari biji jagung muda. (Hadi,S.,2000)


(49)

4.4 Pembahasan

4.4.1 Reaksi Hidrolisis Pati menjadi Glukosa

(C6H10O5)x + H2O (C6H10O5)y + H2O (C6H10O5)z + H2O Pati amilodekstrin eritrodekstrin (C6H10O5)v + H2O C12H22O11 + H2O C6H12O6 akhrodekstrin maltosa glukosa (Silitongan Melva.,2009)

H CH2OH H CH2OH H O H O

H O H + H2O OH H OH H

H OH H OH X Pati (Amilosa)

H CH2OH H CH2OH H O H O

H O H + H2O OH H OH H

H OH H OH

Y Amilodekstrin

H CH2OH H CH2OH H O H O

H O H + H2O OH H OH H

H OH H OH

Z Eritrodekstrin


(50)

H CH2OH H CH2OH H O H O

H O H + H2O OH H OH H

H OH H OH

V Akhrodekstrin

H CH2OH H H CH2OH H

O O δ- δ+ H O H + HO — H OH OH H OH H OH

H OH H OH

Amilosa

H CH2OH H H CH2OH H O O

H + H OH OH H OH OH OH H OH H OH H OH

Glukosa Glukosa

4.4.2 Kadar Glukosa

4.4.2.1 Pengaruh Kadar Glukosa terhadap Waktu Hidrolisis

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan berbeda sangat nyata antara satu dengan yang lainnya. Kadar glukosa tertinggi diperoleh pada waktu hidrolisis 2,5 jam dan terendah pada waktu hidrolisis 1 jam.


(51)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Waktu Hidrolisis (jam )

K a da r Gluk os a ( % ) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

0 5 10 15 20 25

Konsentrasi Larutan Pati (%)

K a da r G lu k os a ( % )

Gambar 4. 1 Pengaruh Kadar Glukosa terhadap Waktu Hidrolisis

Ŷ = 8,50 + 1,37 X + 1,02 X2 r = + 0,98

Dari hasil analisa sidik ragam pada tabel 2 (pada lampiran) menunjukkan bahwa waktu hidrolisis memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar glukosa. Hal ini dapat juga dilihat dari gambar grafik 4.1 Semakin lama waktu hidrolisis maka kadar glukosa semakin meningkat. Peningkatan kadar glukosa ini disebabkan karena semakin lama waktu hidrolisis semakin sempurna pemecahan pati menjadi glukosa sehingga kadar glukosa semakin meningkat.

4.4.2.2 Pengaruh Kadar Glukosa terhadap Konsentrasi Larutan Pati

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan berbeda sangat nyata antara satu dengan yang lainnya. Kadar glukosa tertinggi diperoleh 15 % (30 gram/ 200 ml) tetapi pada 20 % (40 gram/ 200 ml) turun mengikuti garis regresi kuadratik. Gambar 4.2 Pengaruh Kadar Glukosa terhadap Konsentrasi Larutan Pati

Ŷ = 17,31 - 15,61 X + 16,67 X2 r = + 0,66

Dari hasil analisa sidik ragam pada tabel 2 (pada lampiran) menunjukkan bahwa waktu hidrolisis memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar glukosa.


(52)

0 5 10 15 20 25

0 5 10 15 20 25

Konsentrasi Larutan Pati (%)

K a da r G luk o s a ( % )

Semakin meningkat konsentrasi larutan pati maka kadar glukosa meningkat juga pada konsentrasi 15 %, tetapi pada konsentrasi 20 % turun mengikuti garis kuadratik (sesuai grafik 4.4.1.2). Peningkatan kadar glukosa karena pada konsentrasi larutan pati 15 % (30 gram/ 200 ml) semakin sempurna pemecahan pati menjadi glukosa, sehingga didapat kadar glukosa yang lebih tinggi dan pada konsentrasi 20 % terjadi penurunan kadar glukosa. Hal ini disebabkan karena pemecahan pati menjadi glukosa kurang sempurna akibat konsentrasi pati terlalu tinggi atau kadar air berkurang sehingga proses hidrolisis terganggu, selain itu terjadinya penurunan kadar glukosa pada konsentrasi 20 % karena adanya reaksi dehidrasi glukosa yang dikenal dengan reaksi pencoklatan.

4.4.2.3 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati terhadap Kadar Glukosa

Dari tabel 1 (pada lampiran) dapat dilihat bahwa setiap level kombinasi perlakuan lama hidrolisisis dengan tingkat konsentrasi larutan pati menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada Fhit > F tab (30,09 > 4,17) untuk α = 0,05 dan (30,09 > 7,56) untuk α = 0,01 terhadap kadar glukosa. Semakin lama hidrolisis dan perbedaan tingkat konsentrasi larutan pati pada keasaman tertentu yaitu pH = 2 maka kadar glukosa meningkat sampai batas tertentu dan kemudian menurun mengikuti regresi kuadratik seperti gambar berikut.

Gambar 4.3 Hubungan Pengaruh Interakasi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati terhadap Kadar Glukosa

H4 H3 H2 H1

Ŷ1 = 6,14 + 1,39 X - 0,06 X2 ; r = + 0,93 Ŷ

2 = 12,63 + 2,08 X - 0,09 X2 ; r = + 0,92 Ŷ

3 = 13,85 + 2,91 X - 0,09 X2 ; r = + 0,92 Ŷ4 = 9,82 + 3,86 X - 0,11 X2 ; r = + 0,94


(53)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Waktu Hidrolisis (jam )

Ni la i T S S (

o Br

ix

)

Penurunan kadar glukosa disebabkan karena pemecahan pati menjadi glukosa kurang sempurna akibat konsentrasi pati terlalu tinggi atau kadar air berkurang sehingga proses hidrolisis terganggu, selain itu terjadinya penurunan kadar glukosa pada konsentrasi 20 % karena adanya reaksi dehidrasi glukosa yang dikenal dengan reaksi pencoklatan.

4.4.3 Total Padatan Terlarut(Total Solid Solubility = TSS ) 4.4.3.1 Pengaruh Nilai TSS terhadap Waktu Hidrolisis

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan berbeda sangat nyata antara satu dengan yang lainnya. Nilai TSS tertinggi diperoleh pada waktu hidrolisis 2 jam, tetapi pada waktu hidrolisis 2,5 jam turun mengikuti garis regresi kuadratik. Gambar 4.4 Pengaruh Nilai TSS terhadap Waktu Hidrolisis

Ŷ = -11,74 + 53,11 X - 12,56 X2 r = + 0,90

Dari hasil analisa sidik ragam pada tabel 4 (pada lampiran) menunjukkan bahwa waktu hidrolisis memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap nilai TSS. Semakin lama waktu hidrolisis maka nilai TSS meningkat juga pada waktu hidrolisis 2 jam, tetapi pada waktu hidrolisis 2,5 jam turun mengikuti garis kuadratik (sesuai grafik 4.4).

Terjadinya perbedaan nilai TSS pada sirup glukosa disebabkan semakin lama waktu hidrolisis maka semakin sempurna penguraian pati menjadi glukosa, sehingga nilai TSS semakin tinggi hingga lama hidrolisis 2 jam. Kemudian terjadi penurunan nilai TSS akibat perombakan glukosa menjadi levulinat dan asam formiat dalam pemanasan yang terlalu lama terlebih – lebih dalam suasana asam. Disini juga terjadi


(54)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 5 10 15 20 25

Konsentrasi Larutan Pati (%)

Ni la i T S s (

o Br

ix

)

reaksi pencoklatan dimana pada reaksi pencoklatan terjadi pengeluaran H2O(l) sehingga beratnya berkurang.

4.4.3.2Pengaruh Nilai TSS terhadap Konsentrasi Larutan Pati Biji Jagung Muda

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan berbeda sangat nyata antara satu dengan yang lainnya. Nilai TSS tertinggi diperoleh pada konsentrasi 20 %, dan terendah pada konsentrasi 5 % mengikuti garis regresi kuadratik.

Gambar 4.5 Pengaruh Nilai TSS terhadap Konsentrasi Larutan Pati

Ŷ = 42,56 + 0,45 X - 0,05 X2 r = - 0,95

Dari hasil analisa sidik ragam pada tabel 4 (pada lampiran) menunjukkan bahwa konsentrasi larutan pati memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai TSS. Meningkatnya konsentrasi larutan pati maka nilai TSS akan semakin meningkat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa nilai TSS merupakan suatu analisa untuk menentukan banyaknya padatan gula yang terlarut dalam suatu larutan yang dinyatakan dalam o

Brix. Dimana setiap kenaikan konsentrasi larutan pati akan meningkatkan kenaikan nilai TSS (http://www.refractometer.com). Disamping itu juga disebabkan karena semakin banyaknya glukosa dan zat lain yang terlarut dalam proses hidrolisis. Terjadinya peningkatan kadar glukosa akibat penguraian pati menjadi glukosa semakin meningkat, bila konsentrasi larutan pati dinaikkan sampai batas tertentu.


(55)

0 10 20 30 40 50 60

0 5 10 15 20 25

Konsentrasi Larutan Pati (%)

N

ila

i TS

S

(

o B

rix

)

4.4.3.3 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati terhadap Nilai TSS

Dari tabel 3 (pada lampiran) dapat dilihat bahwa setiap level kombinasi perlakuan lama hidrolisisis dengan tingkat konsentrasi larutan pati menunjukkan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada Fhit > F tab (6385,19 > 4,17) untuk α = 0,05 dan (6385,19 > 7,56) untuk α = 0,01 terhadap nilai TSS. Semakin lama hidrolisis dan perbedaan tingkat konsentrasi larutan pati yang tinggi maka TSS akan semakin meningkat mengikuti garis regresi kuadratik seperti gambar berikut.

Gambar 4.6 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati terhadap Nilai TSS

H3 H4 H2 H1

Ŷ1 = 5,67 + 0,97 X - 0,004 X2 ; r = + 0,98 Ŷ

2 = 6,14 + 1,15 X - 0,006 X2 ; r = + 0,98 Ŷ

3 = 3,32 + 1,34 X - 0,009 X2 ; r = + 0,97 Ŷ4 = - 2,79 + 1,52 X - 0,014 X2 ; r = + 0,98

Dari gambar diatas dapat dilihat, bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi larutan pati yang tinggi akan meningkatkan nilai TSS sebaliknya, semakin lama waktu hidrolisis akan menyebabkan nilai TSS akan menurun.


(56)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Waktu Hidrolisis (jam )

Ka

d

a

r Ab

u

(

%

)

Meningkatnya konsentrasi larutan pati maka nilai TSS akan semakin meningkat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa nilai TSS merupakan suatu analisa untuk menentukan banyaknya padatan gula yang terlarut dalam suatu larutan yang dinyatakan dalam oBrix. Dimana setiap kenaikan konsentrasi larutan pati akan meningkatkan kenaikan nilai TSS (http://www.refractometer.com).

Terjadinya perbedaan nilai TSS pada sirup glukosa disebabkan semakin lama waktu hidrolisis maka semakin sempurna penguraian pati menjadi glukosa, sehingga TSS semakin tinggi sampai batas tertentu, kemudian terjadi penurunan TSS akibat perombakan glukosa menjadi levolonat dan asam formiat dalam pemanasan yang terlalu lama terlebih – lebih dalam suasana asam. Disini juga terjadi reaksi pencoklatan dimana pada reaksi pencoklatan terjadi pengeluaran H2O(l) sehingga beratnya berkurang.

4.4.4 Kadar Abu

4.4.4.1 Pengaruh Kadar Abu terhadap Waktu Hidrolisis

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan berbeda sangat nyata antara satu dengan yang lainnya. Kadar abu tertinggi diperoleh pada waktu hidrolisis 1 jam, tetapi pada waktu hidrolisis 2,5 jam turun mengikuti garis regresi kuadratik.

Gambar 4.7 Pengaruh Kadar Abu terhadap Waktu Hidrolisis

Ŷ = 0,67 + 0,84 X - 0,28 X2 r = - 0,93


(57)

1.05 1.1 1.15 1.2 1.25 1.3

0 5 10 15 20 25

Konsentrasi Larutan Pati (%)

Ka

d

a

r Ab

u

(

%

)

Dari hasil analisa sidik ragam pada tabel 6 (pada lampiran) menunjukkan bahwa waktu hidrolisis memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu. Semakin lama waktu hidrolisis maka kadar abu menurun mengikuti garis kuadratik (sesuai grafik 4.7). Terjadinya penurunan kadar abu pada sirup glukosa disebabkan akibat terjadinya penggabungan molekul glukosa dengan garam – garam mineral seperti ion besi (III) dengan glukosa membentuk gula besi (Sacharas ferricus) (Pharmakope Nederland, 1929)

4.4.4.2Pengaruh Kadar Abu terhadap Konsentrasi Larutan Pati

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan berbeda nyata antara satu dengan yang lainnya. Kadar abu terendah diperoleh pada konsentrasi larutan pati 5 %, tertinggi pada konsentrasi larutan pati 20 % mengikuti garis regresi kuadratik.

Gambar 4.8 Pengaruh Kadar Abu terhadap Konsentrasi Larutan Pati

Ŷ = 1,06 + 0,011 X r = + 0,89

Dari hasil analisa sidik ragam pada tabel 6 (pada lampiran) menunjukkan bahwa konsentrasi larutan pati memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu. Berdasarkan grafik 4.8 terlihat bahwa semakin meningkat konsentrasi larutan pati, maka kadar abu semakin meningkat, mengikuti garis regresi kuadratik. Terjadinya peningkatan kadar abu diduga akibat konsentrasi larutan pati yang semakin tinggi, sehingga semakin banyak garam – garam mineral yang terlarut yang bersumber dari pati tersebut.


(58)

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

0 5 10 15 20 25

Konsentrasi Larutan Pati (% )

K a da r A bu ( % )

4.4.4.3 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati terhadap Kadar Abu

Dari tabel 5 (pada lampiran) dapat dilihat bahwa setiap level kombinasi perlakuan lama hidrolisisis dengan tingkat konsentrasi larutan pati menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada Fhit > F tab (17,67 > 4,17) untuk α = 0,05 dan (17,67 > 7,56) untuk α = 0,01 terhadap kadar abu. Semakin lama hidrolisis dan perbedaan tingkat konsentrasi larutan pati yang tinggi maka kadar abu akan semakin meningkat mengikuti garis regresi kuadratik seperti gambar berikut.

Gambar 4.9 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati terhadap Kadar Abu

H2 H1 H3 H4

Ŷ1 = 1,20 + 0,008 X - 0,0001 X2 ; r = + 0,96 Ŷ

2 = 1,14 + 0,017 X - 0,0003 X2 ; r = + 0,97 Ŷ

3 = 1,02 + 0,026 X - 0,0028 X2 ; r = + 0,98 Ŷ4 = 0,85 + 0,034 X - 0,0043 X2 ; r = + 0,98

Dari gambar diatas dapat dilihat, bahwa semakin lama waktu hidrolisis dan semakin tinggi konsentrasi larutan pati maka kadar abu semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin tinggi tingkat konsentrasi larutan pati, semakin banyak juga mineralnya, dimana mineral – mineral ini akan semakin banyak terlarut bila hidrolisis lebih lama. Dengan demikian, kadar abu akan semakin tinggi sesuai dengan pertambahan konsentrasi larutan pati.


(59)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Waktu Hidrolisis (jam)

N

ila

i Or

ga

n

ol

e

p

tik

W

a

rna

4.4.5 Nilai Organoleptik Warna

4.4.5.1 Pengaruh Nilai Organoleptik Warna terhadap Waktu Hidrolisis

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan berbeda sangat nyata antara satu dengan yang lainnya. Kadar abu tertinggi diperoleh pada waktu hidrolisis 1 jam, tetapi pada waktu hidrolisis 2,5 jam turun mengikuti garis regresi kuadratik.

Gambar 4.10 Pengaruh Nilai Organoleptik Warna terhadap Waktu Hidrolisis

Ŷ = 1,25 + 0,62 X - 0,13 X2 r = + 0,64

Dari hasil analisa sidik ragam pada tabel 8 (pada lampiran) menunjukkan bahwa waktu hidrolisis memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik warna. Semakin lama waktu hidrolisis maka nilai organoleptik warna meningkat mengikuti garis kuadratik (sesuai grafik 4.10). Peningkatan ini disebabkan karena semakin lama waktu hidrolisis maka tejadi perombakan glukosa menjadi levolonat dan asam formiat dalam pemanasan yang terlalu lama terlebih – lebih dalam suasana asam. Disini juga terjadi reaksi pencoklatan dimana pada reaksi pencoklatan terjadi pengeluaran H2O(l). Pada umumnya panelis lebih menyukai warna sirup yang agak pekat dan kental.


(60)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

0 5 10 15 20 25

Konsentrasi Larutan Pati (%)

N ila i Or g a n ol e p tik W a rna

4.4.5.2 Pengaruh Nilai Organoleptik Warna terhadap Konsentrasi Larutan Pati Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan berbeda nyata antara satu dengan yang lainnya. Nilai organoleptik warna terendah diperoleh pada konsentrasi larutan pati 5 %, tertinggi pada konsentrasi larutan pati 20 % mengikuti garis regresi kuadratik.

Gambar 4.11 Pengaruh Nilai Organoleptik Warna terhadap Konsentrasi Larutan Pati

Ŷ = 3,76 + 0,20 X - 0,004 X2 r = + 0,99

Dari hasil analisa sidik ragam pada tabel 8 (pada lampiran) menunjukkan bahwa konsentrasi larutan pati memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai organoleptik warna. Meningkatnya konsentrasi larutan pati maka nilai organoleptik warna akan semakin meningkat. Peningkatan nilai organoleptik warna ini disebabkan karena panelis lebih menyukai warna sirup yang agak pekat, dimana semakin tinggi konsentrasi larutan pati maka warna sirup yang dihasilkan juga semakin gelap dan kental.

4.4.5.3 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati terhadap nilai Organoleptik Warna

Dari tabel 7 (pada lampiran) dapat dilihat bahwa setiap level kombinasi perlakuan lama hidrolisisis dengan tingkat konsentrasi larutan pati menunjukkan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada Fhit > F tab (95,50 > 4,17) untuk α = 0,05 dan (95,50 > 7,56) untuk α = 0,01 terhadap nilai organoleptik warna. Semakin lama


(61)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

0 5 10 15 20 25

Konsentrasi Larutan Pati (% )

N ila i Or g a n o le p tik W a rn a

hidrolisis dan perbedaan tingkat konsentrasi larutan pati yang tinggi maka kadar abu akan semakin meningkat mengikuti garis regresi kuadratik seperti gambar berikut. Gambar 4.12 Hubungan Pengaruh Interaksi Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi Larutan Pati terhadap Kadar Abu

H4 H3 H2 H1

Ŷ1 = 2,24 + 0,05 X - 0,002 X2 ; r = + 0,90 Ŷ

2 = 2,19 + 0,079 X - 0,003 X2 ; r = + 0,90 Ŷ

3 = 2,35 + 0,104 X - 0,004 X2 ; r = + 0,90 Ŷ4 = 2,72 + 0,128 X - 0,004 X2 ; r = + 0,92

Dari gambar diatas dapat dilihat, bahwa semakin lama waktu hidrolisis dan semakin tinggi konsentrasi larutan pati maka nilai organoleptik warna semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu hidrolisis maka tejadi perombakan glukosa menjadi levolonat dan asam formiat dalam pemanasan yang terlalu lama terlebih – lebih dalam suasana asam. Disini juga terjadi reaksi pencoklatan dimana pada reaksi pencoklatan terjadi pengeluaran H2O(l). Dengan juga dengan konsentrasi larutan pati, semakin tinggi konsentrasi larutan pati maka warna sirup yang dihasilkan juga semakin gelap dan kental. Pada umumnya panelis lebih menyukai warna sirup yang agak pekat dan kental.


(62)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Lama hidrolisis memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar glukosa dan nilai organoleptik warna, dan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai TSS dan kadar abu.

2. Konsentrasi larutan pati memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar glukosa dan nilai organoleptik warna, dan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai TSS dan kadar abu.

3. Interaksi perlakuan lama hidrolisis dan konsentrasi larutan pati memberikan pengaruh berbeda sangat nyata pada kadar glukosa, nilai TSS, kadar abu dan nilai organoleptik warna.

5.2 Saran

Untuk kesempurnaan penelitian ini disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memperhatikan pengenceran yang tepat dalam penggunaan HCl sebelum dilakukannya pembuatan sirup glukosa secara hidrolisis asam.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T.,1999. Budi Daya Jagung. Jilid Kedua. Surabaya : Penerbit Kendang Sari.

Allister, M., 1975. Enzym in Food Processing. New York: Acadic Press.

Anonymous, L., 1977. Akhirnya Singkongpun menjadi Gula. Medan : Harian Sinar Indonesia Baru.

Brautlecth, C.A., 1953. Starch, It’s Sources. Production and Uses. New York : Reinhold Publishing Corporation.

Greenwood, C.T., 1964. Food Chemistry. Heidenburg : Springer Venag Berlin.

http : //www.balitsereal.litbang.deptaan.go.id/ Pengolahan Jagung. html. 2006. Diakses 24 Mei 2009.

http : //www.bdpunib.org/ Edisi Khusus 2007/ Pemanfaatan Biji Jagung. Diakses 24 Mei 2009.

http : //www.ianrpubs. unl. edu/ Fieldcorps/ html. 2003. Diakses 22 Juni 2009.

http : //www. scientificpsychic.com/ Carbohydrates/ html. 1997.Diakses 30 Juni 2009

http : //www. warintek.ristek.go.id / Tanaman- Penghasil-Pati/ html. 2002. Diakses 14 Juni 2009

Jacobs, M.B., 1994. The Chemical Analysis of Food and Food Product 2nd. New York : D. Van Nostran Company Inc.

Judoamidjojo, M., A.A. Darwis dan E. G. Sa’id., 1992. Tekonologi Fermentasi. Bogor : IPB Press.

Lambau, M. B., 1958. Effect of Curing, Storage and Dehydration Mono & Disacarida of Sweet Potato. Food Technology 12 No.3. Roma : Italy.

Meyer, L.H., 1970. Food Chemistry. New York : Reinhold Publishing Corporation.

Mulyono, H.A., 2004. Membuat Reagen Kimia. Jakarta : Bumi Aksara.

Othmer, D.P., 1949. Starch Production Technology. London : Applied Science Publishing Ltd.

Rukmana, R., 1997. Usaha Tani Jagung. Cetakan Pertama. Surabaya : Penerbit Kendang Sari.

Silitonga Melva.,2009. Biokimia untuk Biologi Buku Pegangan Perkuliahan. Medan : Unimed.


(1)

Tabel 1. Data Kadar Glukosa (%) pada Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda

Perlakuan Ulangan I II

Total Rataan H1K1 9,70 9,80 19,50 9,75

H1K2 10,28 10,39 20,67 10,34

H1K3 11,96 12,03 23,99 11,99

H1K4 11,12 11,20 22,32 11,16

H2K1 11,37 11,45 22,82 11,41

H2K2 13,80 13,11 26,91 13,46

H2K3 14,83 14,97 29,80 14,90

H2K4 12,27 12,43 24,70 12,35

H3K1 13,09 13,21 26,30 13,15

H3K2 14,47 14,60 29,07 14,54

H3K3 17,03 17,11 34,14 17,07

H3K4 15,81 15,92 31,73 15,87

H4K1 16,54 16,66 33,20 16,60

H4K2 17,93 17,97 35,90 17,95

H4K3 20,43 20,62 41,05 20,53

H4K4 18,19 18,31 36,50 18,25

Total 228,82 229,78 458,6 229,32

Tabel 2. Data Analisa Sidik Ragam Kadar Glukosa (%)

SK DB KT Fhitung F tabel

5% 1% Perlakuan 1 98584,67 30,09* 4,17 7,56

Galat 30 3276,19

Keterangan : SK : sumber keragaman DB : derajat bebas KT : kuadrat tengah ** : sangat nyata * : nyata tn : tidak nyata


(2)

Tabel 3. Data Pengamatan Nilai TSS (o Brix) pada Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda

Perlakuan Ulangan I II

Total Rataan H1K1 22,00 20,50 42,50 21,25

H1K2 28,50 29,00 57,50 28,75

H1K3 35,00 35,00 70,00 35,00

H1K4 38,00 38,50 76,50 38,25

H2K1 29,00 27,50 56,50 28,25

H2K2 34,00 33,50 67,50 33,75

H2K3 40,00 40,00 80,00 40,00

H2K4 44,00 44,00 88,00 44,00

H3K1 35,50 34,50 70,00 35,00

H3K2 46,50 45,00 91,50 45,75

H3K3 48,00 49,50 97,50 48,75

H3K4 42,00 40,50 82,50 50,25

H4K1 38,00 38,00 76,00 38,00

H4K2 42,50 43,50 86,00 43,00

H4K3 45,00 44,00 89,00 44,50

H4K4 47,00 46,00 93,00 46,50

Total 615,00 609,00 1224,00 621,00

Tabel 4. Data Analisa Sidik Ragam Nilai TSS (o Brix)

SK DB KT Fhitung F tabel

5% 1% Perlakuan 1 1724 6385,19** 4,17 7,56

Galat 30 0,27

Keterangan : SK : sumber keragaman DB : derajat bebas KT : kuadrat tengah ** : sangat nyata * : nyata tn : tidak nyata


(3)

Tabel 5. Data Kadar Abu (%) pada Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda

Perlakuan Ulangan I II

Total Rataan H1K1 1,20 1,21 2,41 1,21

H1K2 1,25 1,25 2,50 1,25

H1K3 1,29 1,29 2,58 1,29

H1K4 1,30 1,30 2,59 1,30

H2K1 1,16 1,16 2,67 1,16

H2K2 1,22 1,22 2,44 1,22

H2K3 1,29 1,29 2,58 1,29

H2K4 1,34 1,36 2,70 1,35

H3K1 1,03 1,03 2,06 1,03

H3K2 1,19 1,19 2,37 1,19

H3K3 1,22 1,22 2,44 1,22

H3K4 1,29 1,29 2,58 1,29

H4K1 0,89 0,89 1,78 0,89

H4K2 0,96 0,96 1,92 0,96

H4K3 1,13 1,18 2,31 1,16

H4K4 1,19 1,19 2,38 1,19

Total 18,95 19,03 38,33 19,18

Tabel 6. Data Analisa Sidik Ragam Kadar Abu (%)

SK DB KT Fhitung F tabel

5% 1% Perlakuan 1 0,53 17,67* 4,17 7,56

Galat 30 0,03

Keterangan : SK : sumber keragaman DB : derajat bebas KT : kuadrat tengah ** : sangat nyata * : nyata tn : tidak nyata


(4)

Tabel 7. Data Perhitungan Nilai Organoleptik Warna pada Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda

Perlakuan Ulangan I II

Total Rataan H1K1 1,00 1,00 2,00 1,00

H1K2 1,00 2,00 3,00 1,50

H1K3 2,00 2,00 4,00 2,00

H1K4 2,00 3,00 5,00 2,50

H2K1 1,00 2,00 3,00 1,50

H2K2 2,00 2,00 4,00 2,00

H2K3 2,00 3,00 5,00 2,50

H2K4 3,00 3,00 6,00 3,00

H3K1 1,00 2,00 3,00 1,50

H3K2 2,00 2,00 4,00 2,00

H3K3 2,00 3,00 5,00 2,50

H3K4 3,00 4,00 7,00 3,50

H4K1 2,00 2,00 4,00 2,00

H4K2 2,00 3,00 5,00 2,50

H4K3 2,00 3,00 5,00 2,50

H4K4 3,00 4,00 7,00 3,50

Total 31,00 41,00 72,00 36,00

Tabel 8. Data Analisa Sidik Ragam Organoleptika Warna

SK DB KT Fhitung F tabel

5% 1% Perlakuan 1 11,46 95,50** 4,17 7,56

Galat 30 0,12

Keterangan : SK : sumber keragaman DB : derajat bebas KT : kuadrat tengah ** : sangat nyata * : nyata tn : tidak nyata


(5)

Tabel 9. Data Standard Kadar Luff Schrool

ml 0,1 N Na2S2O3

*)

glukosa, fruktosa, gula invert mg C6H12O6 ∆

1. 2.4 2.4 2. 4.8 2.4 3. 7.2 2.5 4. 9.7 2.5 5. 12.2 2.5 6. 14.7 2.5 7. 17.2 2.6 8. 19.8 2.6 9. 22.4 2.6 10. 25.0 2.6 11. 27.6 2.7 12. 30.3 2.7 13. 33.0 2.7 14. 35.7 2.8 15. 38.5 2.8 16. 38.5 2.9 17. 44.2 2.9 18. 47.1 2.9 19. 50.0 3.0 20. 53.0 3.0 21. 56.0 3.1 22. 59.1 3.1 23. 62.2 - 24. - - *) ml 0,1 N Na2S2O3 = titrasi blanko – titrasi sampel.


(6)

Tabel 10. Data Standar Erf (t) dari Harga T

t Erf t t Erf t t Erf t

.00 .00000 .43 .45689 .75 .71116 .01 .01123 .44 .46623 .80 .74210 .02 .02256 .45 .47548 .85 .77067 .03 .03384 .46 .48466 .90 79691 .04 .04511 .47 .49375 .95 .82089 .05 .05637 .48 .50275 1.00 .84270 .06 .06762 .49 .51167 1.05 .86244 .07 .07886 .50 .52058 1.10 .88021 .08 .09008 .51 .52924 1.15 .89612 .09 .10128 .52 .53790 1.20 .91031 .10 .11246 .53 .54646 1.25 .92290 .11 .12362 .54 .55494 1.30 .93401 .12 .13476 .55 .56332 1.35 .94376 .13 .14587 .56 .57162 1.40 .95229 .14 .15695 .57 .57982 1.45 .95970 .15 .16800 .58 .58792 1.50 .96611 .16 .17901 .59 .59594 1.55 .97162 .17 .18999 .60 .60386 1.60 .97365 .18 .20094 .61 .61186 1.65 .98038 .19 .21184 .62 .61951 1.70 .98379 .20 .22270 .63 .62705 1.75 .98667 .21 .23352 .64 .63459 1.80 .98909 .22 .24430 .65 .64203 1.85 .99111 .23 .25502 .66 .64938 1.90 .99279 .24 .26570 .67 .65663 1.95 .99418 .25 .27633 .68 .66378 2.00 .99532 .26 .28690 .69 .67084

.27 .29742 .70 .67780 .28 .30788 .71 .68467 .29 .31828 .72 .69143 .30 .32863 .73 .69810 .31 .33891 .74 .70468 .32 .34913

.33 .35928 .34 .36936

.35 .37938

.36 .38933

.37 .39921

.38 .40901

.39 .41874

.40 .42839

.41 .43797