Berjuang dan Berdakwah di Bangka

Shiddîq berangkat ke Batavia atau Betawi. Selama tiga bulan di sana. Kepergian dia kesana untuk menemui beberapa tokoh Sarikat Islam seperti H. Samanhudi dan ‘Umar said Cokroaminoto dalam rangka menjalin kerja sama dalam perjuangan meningkatkan martabat bangsa dan perjuangan memperoleh kemerdekaan melalui dakwah di daerah pedalaman dan terbelakang walaupun dia sendiri tidak menjadi anggota organisasi tersebut. 17 Kemudian ia pergi ke Martapura Kalimantan Selatan. Kurang lebih delapan bulan. Selama berada di Martapura beliau mengunjungi makam kakeknya H. Muhammad Arsyad sekaligus mengunjungi sanak famili dan handai taulan. Setelah sekian bulan ia tinggal di Martapura Kalimantan Selatan ia melanjutkan perjalanan ke Jakarta 1898 waktu itu Jakarta masih bernama Batavia. Ia menetap di Jakarta sekitar tiga bulan dan tinggal di rumah Syaikh Usman, beliau ditawarkan kedudukan mufti oleh Syaikh Usman untuk mengantikan kedudukan beliau. Namun tawaran ini ditolaknya karena ingin menetap di Bangka bersama ayahanda dan famili beliau. 18

5. Berjuang dan Berdakwah di Bangka

Setelah sekian lama ia mendalami ilmu Agama ia memulai dakwahnya dengan mengajar ilmu agama di Mentok suatu kota kecil di pulau Bangka. Beliau berdakwah dari perkampungan pekampungan yang 17 Zulkifli Harmi Dkk, Translitersi dan Kandungan, Fath al-Alim Fi Tartib al-Ta’lim, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq, Sungailiat Bangka: Siddiq Press, 2006 h. 20. 18 Zulkifli Harmi Dkk, Translitersi dan Kandungan, Fath al-Alim Fi Tartib al-Ta’lim, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq, h. 22. berbeda-beda adapun sarana yang digunakan yaitu masjid, sesuai dengan tradisi penyebaran Islam di daerah Bangka tersebut. Adapun tujuan beliau berdakwah untuk memberantas syirik yang sedang melanda di daerah tersebut dan meluruskan akidah yang sedang dipercayai masyarakat setempat. Untuk menjawab tantangan tersebut beliau membuat sebuah tulisan yang ia beri nama “Amal Ma’rifah” buku ini selesai ditulis pada tahun 8 Rabiulawal 1332 H di Sapat Indragiri. Kitab ini ditulis sebagai tangkisan terhadap yang merusak akidah Islamiyah yang diperlengkap dengan dalil-dalil al-Qur’an dan Hadits Rasulullah. 19 Sebelum ke Bangka, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq berkunjung ke Batavia untuk bertemu temannya, Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, yang akan kembali ke Mekkah. Pertemuan ini mereka manfaatkan untuk membahas tentang cara terbaik membina kehidupan ummat Islam di tanah air. Konon dia tinggal di kediaman Sayid Usman bin Yahya selama di Batavia. Sayid Usman adalah mufti Batavia dan tokoh kontroversial. Dia adalah teman dekat Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah kolonial Belanda untuk urusan pribumi dan Arab. Ada kabar bahwa Sayid Usman bin Yahya menawarkan jabatan mufti Batavia kepada Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq mengantikan dirinya tetapi Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq menolak jabatan tersebut. Mungkin berkat hubungan pertemanan 19 Zulkifli Harmi Dkk, Translitersi dan Kandungan, Fath al-Alim Fi Tartib al-Ta’lim, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq, h. 24. Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq dengan Sayid Usman inilah yang menyebabkan tersebar luasnya karya-karya Sayid Utsman di Bangka. 20 Kedatangan Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq di Bangka semula tidak mendapat sambutan baik dari ayahnya karena ayahnnya telah mendengar kabar yang menyatakan bahwa Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq tidak belajar secara serius selama berada di Mekkah. 21 Selama beberapa bulan berada di Muntok, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq tidak melaksanakan kegiatan pengajaran dan dakwah sama sekali kecuali tinggal di rumah dan bersilaturrahmi pada keluarga dan tetangga. Beliau tidak disuruh mengajar karena ayahnya belum begitu yakin bahwa Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq dapat menguasai kitab-kitab yang diajarkan ayahnya. Hal ini bermula ketika ayahnya jatuh sakit masyarakat mengusulkan agar Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq menggantikan ayahnya mengajar dipengajian tersebut. Setelah meneruskan kitab-kitab yang diajarkan yang diajarkan ayahnya. Dengan pengalaman mengajarnya di Mekkah dan didiskusinya dengan para ulama di Mekkah, Martapura, maupun Batavia, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq dapat menjelaskan materi kitab dengan baik dan menarik sehingga pengajian pun semakin bertambah. 22 Dan ketika ayahnya H. Muhammad Afif mendengar secara diam-diam baru dia yakin akan kemampuan anaknya. Sehingga akhirnya dengan besar hati H. 20 Zulkifli Harmi Dkk, Translitersi dan Kandungan, Fath al-Alim Fi Tartib al-Ta’lim, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq, h. 50. 21 Zulkifli, Translitersi dan Kandungan, Fath al-Alim Fi Tartib al-Ta’lim, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq, h. 20. 22 Zulkifli Harmi Dkk, Translitersi dan Kandungan, Fath al-Alim Fi Tartib al-Ta’lim, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq, h. 20. Muhammad Afif memberikan kepercayaan kepada anaknya Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq untuk meneruskan pengajiannya. Semua kegiatan dakwah dan pendidikan agama Islam yang dilakukan oleh Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq semula berpusat di Muntok. Tetapi kemudian kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan di kota-kota dan di desa-desa di Bangka seperti Belinyu, Sungaiselan, Kemuja, Kundi, Puding Besar dan Kotawaringin. Kegiatan dakwah dan pendidikan tersebut dipusatkan di masjid-masjid dan rumah-rumah penduduk karena pada masa itu belum terdapat lembaga pendidikan formal di Bangka. Kondisi seperti ini berbeda dengan Jawa yang terkenal dengan lembaga pesantren, atau dengan Aceh yang terkenal dengan dayah dan Minangkabau dengan suraunya. Namun demikian, pada masa Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq inilah penyebaran Islam berlangsung dengan pesat. Islam semakin berpengaruh dan berakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bangka. 23 Sistem yang membedakan penyebaran dakwah keislaman di Bangka dan di daerah Jawa.Di Jawa biasanya penyebaran Islam diadakan di pesantren-pesantren sehingga sampai sekarangpun sistem ini terus berkembang dan sudah banyak diakui pemerintah sistemnya. Sedang pada masa itu penyebaran Islam di Bangka biasanya di adakan dari rumah ke rumah dari satu masjid ke masjid lainnya. Adapun alasan kenapa pengajian 23 Zulkifli Harmi Dkk, Translitersi dan Kandungan, Fath al-Alim Fi Tartib al-Ta’lim, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq, h. 21. itu berpindah-pindah karena pada masa itu di Bangka belum ada pendidikan formal seperti sekarang, namun sekarang di Bangka telah banyak berdirinya pesantren-pesantren seperti di Jawa. Seperti pondok pesantren H. Nawi yang lebih condong pada pengajaran kitab kuning atau salafiahnya, dan pondok al-Ikhlas di Batu Rusa dan pondok pesantren Darur Abror Desa Kace, dan Pondok Pesantern Salafiah Bahrul Ulum Desa Kimak. Kegiatan dakwah Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq bermula di Muntok. Tetapi kemudian kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan di kota- kota dan di desa-desa di Bangka seperti Belinyu, Sungaiselan, Kemuja, Kundi, Puding Besar, dan Kotawaringin. Selama di Bangka beliau juga aktif menulis brosur-brosur atau sekarang kita kenal dengan bulletin yang berisikan tentang masalah Tauhid, brosur ini oleh beliau dikirimkan ke Kalimantan dan juga ke luar negeri seperti Malaysia dan Singgapura. Dengan dituliskannya bulletin ini semakin membantu beliau dalam menyebarkan dakwah Islamiyah di kepulauan Bangka. Diceritakan oleh salah satu cucunya Ibu Sahrum di Pudingbesar 20 Mei 2010 dari bebrapa muridnya adalah anak-anak pegawai pemerintah kolonial Belanda sehingga mempermudah Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq melaksanakan kegiatan penyebaran Agama Islam. Bahkan ia mendapat “surat keterangan” yang berisi izin untuk mengajarkan ilmu-ilmu Agama Islam. Dengan demikian, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq dapat secara leluasa berdakwah dan mengajar ke seluruh pelosok pulau Bangka. Beliau tinggal di Bangka kurang lebih lima belas tahun sebagai ulama dan sebagai guru Agama dan akhirnya meninggalkan Bangka untuk melanjutkan dakwahnya ke wilayah yang lebih luas menuju kawasan Singapura dan Semenanjung Tanah Melayu. Sebelum berangkat meninggalkan pulau Bangka 1910 H. Abdurraman Shiddîq telah menyelesaikan sebuah buku sya’ir yang bernama “Sya’ir Ibarah dan Khabar Kiamat” sebagai kenang-kenangan bagi masyarakat Bangka dan sekaligus untuk mengalihkan kegemaran masyarakat pada cerita-cerita dongeng yang tidak bermanfaat pada masa itu. Ia juga menunjuk sepupunya, H. Muhammad Khalid, sebagai penggantinya menjadi guru agama dan melimpahkan kepercayaan kepada beberapa ulama untuk berdakwah dan mengajarkan agama Islam ke berbagai pelosok Pulau Bangka, beberapa murid Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq kemudian menjadi ulama terkenal di Bangka dan bahkan menjadi tokoh karismatis yang disegani pemerintah kolonial belanda 24 . Selain H. Ada juga seorang ulama bernama H. Khatamarrasyid salah satu murid Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq di daerah Belinyu. Ulama ini tidak hanya terkenal karena kedalaman pengetahuan agamanya tetapi juga karena kezuhudan dan kemuliaan akhlaknya. Selain itu, ia mempunyai banyak keistimewaan dan kekeramatan yang hingga saat ini masih diakui oleh masyarakat Bangka. Makamnya terletak di Bakik, daerah Jebus, masih 24 Syafie Abdullah, Riwayat Hidup dan Perjuangan Ulama Syaikh H. A Rahman Shiddik Mufti Indragiri, h. 24. ramai diziarahi orang baik sebagai kegiatan tahunan maupun dalam rangka memenuhi nazar ketika mendapat suatu keberuntungan atau terhindar dari suatu musibah dan bahaya. Ziarah ke makam tersebut dipandang dapat mendatangkan berkah yang senantiasa dicari masyarakat di Bangka. Dua ulama terkenal lain yang pernah menjadi murid Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq adalah H. Suhaimi dan H. Hasan Basri, dua saudara yang lahir di kotawaringin. Semasa hidupnya H. Suhaimi aktif berdakwah dan memberikan pengajian diseluruh pelosok pulau Bangka. Dia dimakamkan di Pemakaman Keramat Pangkalpinang. H. Hasan Basri aktif mengajar dan memberikan pengajian, selain menjadi sesepuh Pondok Pesantren Darussalam Pangkalpinang. Adapun murid terkenal lainnya adalah H. Usman yang Banyak melaksanakan kegitan dakwah dan pengajaran agama di daerah Bangka Tengah. Setelah belajar dengan Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq, H. Usman bermukim di tanah suci untuk mendalami ilmu-ilmu agama Islam dan kemudian kembali menjadi ulama terkenal di Bangka. Setelah wafat dimakamkan di Desa Payabenua, kegiatan dakwah dan pengajaran agama dilanjutkan oleh anak-anaknya yang kebanyakan menjadi ulama dan tokoh agama yang disegani di daerahnya. Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq juga banyak mempunyai murid di Kemuja karena dia pernah menetap di desa tersebut. Proses penyebaran ajaran Islam diseluruh pelosok Pulau Bangka dijalankan oleh murid-murid Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq yang kebanyakan meneruskan studinya di tanah suci Makkah. Oleh karena itu, pada awal abad XX Islam sudah semakin kuat pengaruhnya dalam kehidupan sosial dan masyarakat, baik yang pernah di Martapura Kalimantan Selatan dan Indagiri Riau, maupun di Bangka beberapa putranya bahkan menjadi ulama dan tokoh agama terkenal di Bangka yang banyak melaksanakan kegiatan dakwah dan pengajaran agama Islam di Muntok, Pangkalpinang, Belinyu, Sungaiselan, salah seorang putranya adalah H. Muhammad Toyib yang tinggal di Pangkalpinang hingga wafat pada 1996. Dia adalah salah seorang ulama terkenal di Bangka yang memberikan pengajian di masjid-masjid di Pangkalpinag dan Desa sekitarnya. 25 Setelah mengabdikan ilmu di Martapura, bersama keluarga dia pindah ke Sapat, Indragiri. ‘Abdurrahman juga mengadakan perjalanan dakwah ke Semenanjung Melayu pada tahun 1911. Di Sapat Indragiri pada tahun 1912 beliau membangun sebuah masjid dan pondok pesantren di tengah-tengah perkebunan kelapa. Di sana selain sebagai guru agama dan muballigh beliau juga dikenal sebagai petani kelapa. Lokasi pesantren tersebut dikenal sebagai kampung Parit Hidayat, yang kemudian berkembang menjadi locus pendidikan di daerah Riau seiring dengan kedatangan para santri dari berbagai pelosok Indragiri. ‘Abdurrahman Shiddîq juga pernah ditawari untuk menjadi Mufti di beberapa tempat. Pertama sewaktu singgah di Betawi ditawari menjadi 25 Zulkifli Harmi Dkk, Translitersi dan Kandungan, Fath al-Alim Fi Tartib al-Ta’lim, Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq, h. 23. Mufti Betawi, yang ketika itu dijabati oleh Syaikh Said Usman Betawi. Kedua, beliau juga ditawari oleh Sultan Kerajaan Johor menjadi Mufti, namun kedua tawaran itu ditolaknya. Tawaran untuk menjadi mufti di kerajaan Indragiri Riau pun baru diterimanya setelah pihak kerajaan memohon berkali-kali, yang mulai diembannya sejak tahun 1919 sampai wafatnya tahun 1939.

B. Karya-karya Syaikh ‘Abdurrahman Shiddîq