Ibnu Katsir dan Sayyid Quthb

18

BAB III KONSEP TÂGHÛT MENURUT PARA MUFASSIR

A. Ibnu Katsir dan Sayyid Quthb

Pandangan beberapa para mufassir dalam menafsirkan konsep tâghût secara global mempunyai kemiripan pandangan akan tetapi dalam ciri khasnya mempunyai perbedaan yang mendasar dari mulai menafsirkan gaya bahasa, struktural profesi, dengan mufradatnya, sampai kebudayaan sosial waktu itu. Sebagaimana dalam pandangan Ibnu Katsir menyikapi surat al-Qur’an dibawah ini: yang hatinya dibutakan Allah, pendengaran, dan penglihatannya .1 dikunci mati oleh Allah, maka tidaklah berguna memaksanya untuk memasuki Islam. Diceritakan bahwa ayat ini turun karena ada seorang wanita Anshar berjanji kepada dirinya bahwa apabila putranya hidup, maka dia akan menjadikannya yahudi tatkala Bani Nadhir diusir dan di antara mereka ada anak- anak kaum Anshar, maka kaum Anshar berkata, “Kami tidak akan membiarkan anak kami jadi Yahudi.” Maka Allah menurunkan ayat, “Tidak ada paksaan dalam agama. “Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas. Cerita senada diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan Nasai dari Bandar, diriwayatkan oleh Abu Hatim dan Ibnu Hibban dari hadis Syubah. demikian pula Mujahid dan yang lainnya mengatakan bahwa ayat di atas diturunkan karena kejadian tersebut. Muhammad bin Ishak mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa ayat itu diturunkan berkenaan dengan seorang laki-laki dari Bani Salim bin Auf yang bernama al-Husaini. Dia menasranikan kedua putranya yang telah memeluk agama Islam. Maka dia berkata kepada Nabi Muhammad saw, “Apakah saya dianggap memaksa keduanya” padahal keduanya telah menolak agama kecuali agama Nasrani?” Maka Allah menurunkan ayat di atas berkaitan dengan itu. Ayat ini telah dinasakh dengan ayat mengenai perang, “Kamu akan diajak untuk memerangi kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah masuk Islam.” al-Fath: 16 Allah berfirman, 1 Al-Qur’an al-Karim Surat “al-Lail :5-10 mempersaksikan bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang pada tali yang amat kokoh. Tâghût ialah setan. Istilah tâghût mencakup segala kejahatan yang dilakukan kaum jahiliah, seperti menyembah, berhakim, dan meminta tolong kepada berhala. Firman Allah, “Maka sesungguhnya dia telah berpegang pada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.”Yakni, sesungguhnya dia telah memegang teguh agama dengan sarana yang paling kuat. Kondisi itu diserupakan dengan tali yang teguh yang tidak akan putus sebab jati diri tali itu stabil, kokoh, dan kuat, serta ikatannya sangat keras. Tali yang kuat itu ialah iman dan Islam. Tidak ada kontradiksi antara orang yang berpendapat bahwa tali itu ialah “tidak ada tuhan melainkan Allah”, ia adalah al-Quran, ia adalah cinta karena Allah dan benda karena Allah pula. Semuanya benar. Berkaitan dengan firman Allah “tidak rapuh”, Muadz bin Jabal berkata, “Ayat itu berarti tidak masuk surga.” Imam Ahmad meriwayatkan dari Muhammad bin Qais bin Ubadah, dia berkata 410 “Aku sedang berada di masjid. Tiba-tiba datanglah seseorang yang di wajahnya ada tanda kekhusyuan. Dia shalat dua rakaat secara singkat. Orang- orang berkata, “Orang ini ahli surga.” Setelah dia keluar, maka saya mengikutinya sampai di rumahnya, lalu aku ikut masuk ke rumahnya. Kami mengobrol, dan setelah akrab aku bertanya, Ketika engkau masuk masjid, orang-orang mengatakan bahwa engkau adalah ahli surga. Dia menanggapi, Maha suci Allah. Tidak selayaknya seseorang mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Saya akan bercerita kepadamu mengapa saya demikian. Sesungguhnya aku bermimpi seolah-olah aku berada di taman nan hijau.”Ibnu Aun berkata: “Orang itu menceritakan kehijauan dan keluasan taman. Di tengah-tengah taman ada tiang besi. Bagian bawahnya menancap ke bumi dan bagian atasnya menjulang ke langit. Pada bagian tengahnya ada tali. Tiba-tiba dikatakan kepadaku, Naiklah Maka aku menjawab, Aku tidak bisa. Kemudian datanglah pelayan.” Ibnu Aun berkata, “Pelayan itu seorang pemuda. Pelayan menyingsingkan bajuku dari belakang seraya berkata, “Naiklah” Maka aku pun naik hingga berhasil memegang tali. Dia berkata, peganglah tali itu. Maka aku terbangun dan tali itu benar-benar ada di tanganku. Kemudian aku menemui Rasulullah saw. dan menceritakan kejadian itu kepada beliau. Maka beliau bersabda, Taman itu melambangkan taman Islam, tiang itu melambangkan tiang Islam, dan tali itu adalah tali yang kokoh. Kamu akan senantiasa memeluk Islam hingga mati.” Hadis ini dikemukakan dalam sahîhain. Orang itu adalah Abdullah bin Salam r.a. Allah Ta’ala memberitahukan bahwa Dia menunjukkan orang yang mengikuti keridhaan-Nya sebagai jalan keselamatan. Kemudian Dia mengeluarkan hamba-hamba yang beriman dari kegelapan, kekafiran, kegamangan., dan keraguan, kepada cahaya kebenaran yang jelas, terang, dan mudah, dan bahwa orang-orang kafir memiliki para pelindung, yakni setan yang menjadikan kebodohan dan kesesatan itu indah dalam pandangan mereka serta mengeluarkan dan menyimpangkan mereka dari jalan kebenaran kepada kekafiran dan keingkaran. Mereka itulah para penghuni neraka, sedang mereka kekal di dalam-nya.” Oleh karena itu, Allah menjadikan kata al-Nûr tunggal dan kata al- Zulumât jamak, karena kebenaran itu satu dan kekafiran itu memiliki banyak jenisnya dan semuanya batil. Sebagaimana Allah berfirman, “Dan bahwa yang kami perintahkan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan itu mencerai- beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. al-Anam: 153. 3 Sedangkan menurut Sayyid Quthb konsep Tâghût تﻮﻏﺎﻃ adalah variasi bentuk kata dari “tughyân” نﺎﯿﻐﻃ , yang berarti segala sesuatu yang melampaui batas yang melampaui kesadaran, melanggar kebenaran, dan melampaui batas yang telah ditetapkan Allah bagi hamba-Nya, tidak berpedoman kepada akidah Allah, tidak berpedoman pada syariat yang ditetapkan Allah, lebih jauh menurut beliau yang termasuk dalam kategori tâghût تﻮﻏﺎﻃ adalah juga setiap manhaj 3 Tafsir Ibnu Katsir “Taisuri al-Aliyyul Qadir li Ikhtisari” Jakarta, Penerbit: Gema Insani Press 1999 M, Cet, Pertama,H.426-420 tatanan, sistem yang tidak berpijak pada peraturan Allah. Begitu juga setiap pandangan, perundangan-undangan, peraturan, kesopanan, atau tradisi yang tidak berpijak pada peraturan dan syariat Allah. 4

B. M. Quraish Shihab dan Hamka

Kemudian Allah Taala memberitahukan bahwa dengan diturunkan al- Quran, dan diutusnya Rasulullah serta ditolongnya orang-orang yang dekat dengan Allah, maka menjadi jelaslah antara petunjuk dengan kesesatan, dan antara kebenaran dengan kebatilan. Dengan demikian, orang yang tidak percaya kepada tâghût yaitu setan yang membujuk orang untuk menyembah berhala, lalu dia beriman kepada Allah Taala lalu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, maka berarti dia telah berpegang pada agama Islam dengan tali yang terkuat. Dan orang yang bersikeras dengan kekafirannya kepada Allah dan percaya kepada tâghût, maka ia berpegang pada tali yang lebih rapuh dari pada sarang laba-laba. Allah mendengar kata-kata hamba-Nya, mengetahui mata mereka dan perbuatan-perbuatan rahasia mereka, dan akan membalas masing-masing sesuai dengan perbuatannya. Kemudian Allah membeitahukan bahwa Dia adalah penolong hamba-hamba yang beriman, Dialah yang telah mengeluarkan mereka dari gelapnya .5 kekafiran dan kebodohan menuju terangnya cahaya ilmu dan iman, sehingga mereka menjadi sempurna, dan bahagia. Sedangkan orang-orang kafir, penolong mereka adalah tâghût yang terdiri dari jin setan dan manusia yang membujuk mereka berbuat kebatilan dan keburukan, dan merangsang mereka berbuat kufur, fasik, dan maksiat. Dengan demikian, tâghût telah mengeluarkan mereka dan cahaya kepada kegelapan dan menyiapkan mereka masuk neraka untuk selama-lamanya. 5 Allah Ta’ala Menggunakan Kata Nûr Dalam Bentuk Mufrad Singulair Dan Kata-Kata Zulumât Dalam Bentuk Jama’ Plural Karena Kebenaran Itu hanya Satu, Sedang Kekafiran Itu bermacam-macam dan semuanya bathil Atau salah.