M. Quraish Shihab dan Hamka
Kemudian Allah Taala memberitahukan bahwa dengan diturunkan al- Quran, dan diutusnya Rasulullah serta ditolongnya orang-orang yang dekat
dengan Allah, maka menjadi jelaslah antara petunjuk dengan kesesatan, dan antara kebenaran dengan kebatilan. Dengan demikian, orang yang tidak percaya
kepada tâghût yaitu setan yang membujuk orang untuk menyembah berhala, lalu dia beriman kepada Allah Taala lalu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
dan Muhammad itu utusan Allah, maka berarti dia telah berpegang pada agama Islam dengan tali yang terkuat. Dan orang yang bersikeras dengan kekafirannya
kepada Allah dan percaya kepada tâghût, maka ia berpegang pada tali yang lebih rapuh dari pada sarang laba-laba.
Allah mendengar kata-kata hamba-Nya, mengetahui mata mereka dan perbuatan-perbuatan rahasia mereka, dan akan membalas masing-masing sesuai
dengan perbuatannya. Kemudian Allah membeitahukan bahwa Dia adalah penolong hamba-hamba yang beriman, Dialah yang telah mengeluarkan mereka
dari gelapnya
.5
kekafiran dan kebodohan menuju terangnya cahaya ilmu dan iman, sehingga mereka menjadi sempurna, dan bahagia. Sedangkan orang-orang kafir,
penolong mereka adalah tâghût yang terdiri dari jin setan dan manusia yang membujuk mereka berbuat kebatilan dan keburukan, dan merangsang mereka
berbuat kufur, fasik, dan maksiat. Dengan demikian, tâghût telah mengeluarkan mereka dan cahaya kepada kegelapan dan menyiapkan mereka masuk neraka
untuk selama-lamanya.
5
Allah Ta’ala Menggunakan Kata Nûr Dalam Bentuk Mufrad Singulair Dan Kata-Kata Zulumât Dalam Bentuk Jama’ Plural Karena Kebenaran Itu hanya Satu, Sedang Kekafiran Itu
bermacam-macam dan semuanya bathil Atau salah.
Konsep Tâghût
تﻮﻏﺎﻃ
Menurut Quraish Shihab terambil dari akar kata yang berarti melampaui batas, biasanya digunakan untuk yang melampaui batas
dalam keburukan. Setan, Dajjal, Penyihir pesulap, termasuk didalamnya Dukun atau paranormal, yang menetapkan hukum pemerintah atau para hakim, jaksa dan
pengacara bertentangan dengan ketentuan ilahi,tirani, semuanya digelari dengan tâghût
تﻮﻏﺎﻃ
Kata taghâ dalam berbagai bentuknya ditemukan dalam al- Qur’an sebanyak 39 kali.
6
Kata ini pada mulanya digunakan dalam arti meluapnya air sehingga mencapai tingkat kritis atau membahayakan. Pengertian ini di
gunakan pula oleh al-Qur’an antara lain pada surat al-Haqqah 69ayat 11:
Baqarah ayat 15, al-Maidah ayat 67, al-An’am ayat 115, dan lain-lain sedang kata taghâ dalam berbagai bentuknya dalam konteks pembicaraan tentang fir’aun
kesemuanya dalam arti kesewenang-wenangan dan perlakuan kejam terhadap manusia tanpa menafikan hal ihwal kedurhakaannya kepada Tuhan, yang dapat
diambil dari ayat lain.
7
Dengan demikian kata taghâ
ﻰﻐﻃ
menerangkan sikap kesewenang- wenangan atau kejam terhadap sesama manusia seperti yang diungkapkan oleh
sekian banyak ulama tafsir. Dalam surat al-Baqarah ayat 52, menurut Quraish Shihab, menerangkan
bahwa yang dimaksud tâghût
تﻮﻏﺎﻃ
adalah berhala al-Lat dan al-Uzza yang disembah, oleh kaum musyrikin Makkah dan juga syaitan serta segala macam
berhala. Demikian al-Biqai menafsirkanya. Sedangkan menurut al-Maraghi, bahwa tâghût yaitu melanggar yang hak, keadilan, dan kebaikan untuk melakukan
kebatilan, kezaliman dan kejahatan.
8
Sedangkan dalam surat al-Nisa ayat 60, yang dimaksud dengan tâghût
تﻮﻏﺎﻃ
adalah dua tokoh Yahudi, yaitu Huyay ibn Akhtab dan Ka’ab ibn al- Asyaraf, yang memimpin rombongan orang Yahudi menuju Mekah untuk
menjalin kerja sama dengan penduduk Makkah memerangi Nabi Muhammad saw., mereka disambut baik oleh tokoh kaum musyrik Makkah ketika itu, yakni
Abu Sufyan, tokoh-tokoh Makkah meragukan keikhlasan orang Yahudi sambil berkata, “kalian, wahai orang Yahudi, adalah pemilik kitab suci, Muhammad juga
7
Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an, h. 105
8
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2000, Vol 2, h. 450
demikian maka kami meragukan kalian, Bila ingin kami melawan Muhammad bersama kalian, akan sujudlah terlebih dahulu kepada kedua berhala kami dan
percayalah kepadanya”. Orang-orang Yahudi itu mengikuti permintaan kaum musyrik Makkah
kemudian mereka memilih masing-masing tiga puluh orang dari kelompok Yahudi dan Musyrik Makkah dan bersama-sama menuju Ka’bah untuk mengikuti
janji setia memerangi nabi Muhammad saw, setelah Abu Sufyan bertanya kepada Ka’ab, ‘Engkau membaca dan mengetahui Kitab suci, kami tidak demikian,
siapakah yang lebih tepat jalannya dan lebih benar jalannya dari pada Muhammad dan sahabat-sahabatnya’.
9
Sedangkan menurut suatu riwayat yang lain yaitu Ka’ab ibn al-Asyraf, dimana salah seorang munafik yang berselisih dengan seorang Yahudi enggan
merujuk kepada nabi Muhammad saw, untuk menyelesaikan perselisihanya, walau lawannya orang Yahudi itu telah menerima. Sang munafik, Ada lagi yang
memahami kata tâghût dalam arti hukum-hukum yang berlaku pada masa jahiliyah, yang telah dibatalkan dengan kehadiran Islam.
10
sedangkan Hamka menyimpulkan secara ringkas tentang konsep tâghût adalah pelanggar batas norma kebenaran hakiki, sesuai dengan tafsirannya pada
surat al-Baqarah 256 yaitu “akan tetapi orang-orang yang tidak mau percaya, pemimpin mereka adalah pelanggar-pelanggar batas” yaitu segala pimpinan yang
bukan berdasar atas iman kepada Tuhan, baik raja, pemimpin presiden, DPR dll, dukun atau paranormal, syaitan, juga berhala, dengan makna lain orang-orang
9
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 451
10
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 465
yang diberhalakan, didewa-dewakan, semuanya itu termasuk dalam kalimat tâghût.
11
Demikian juga manusia yang menjual jiwanya kepada tâghût yakni setengah menyembah berhala, setengah menyembah kubur, setengahnya
menyembah orang-orang hidup, yang dipandang sebagai pahlawan, lalu orang menggantungkan nasib kepadanya.
12
Pelajaran Yang dapat diambil dari Ayat 256-257 1. Ahl al-Kitab Yahudi dan Nasrani dan orang-orang yang termasuk dalam
kategori mereka, seperti orang-orang Majusi dan Shabiah tidak boleh dipaksa masuk Islam kecuali atas pilihan dan kemauan mereka sendiri dan harus
membayar jizyah pajak dan mereka tetap dalam agamanya. 2. Islam itu seluruhnya adalah petunjuk hudan sedang lainnya adalah sesat dan
salah. 3. Meninggalkan keburukan itu diprioritaskan dan didahulukan daripada berbuat
keutamaan. 4. Makna Lâ ilâha illallâh adalah beriman kepada Allah dan kafir pada tâghût.
5. Kedekatan dengan Allah dapat dicapai dengan iman dan takwa. 6. Pertolongan dan perhatian Allah diberikan kepada orang-orang yang dekat
kepada-Nya.
13