1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia yang dapat diperoleh secara formal maupun informal. Pendidikan formal berlangsung melalui
proses belajar mengajar mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan informal adalah pendidikan yang dapat diperoleh di luar
sekolah. Proses belajar mengajar terdiri dari tiga komponen, yaitu pengajar dosen, guru, instruktur, siswa yang belajar, dan konsep-konsep tertentu yang
diberikan oleh pengajar. Guru merupakan komponen yang sangat besar kontribusinya terhadap keberhasilan atau kegagalan pendidikan. Oleh karena
itu guru dituntut untuk senantiasa mengembangkan berbagai metode pembelajaran kreatif, inovatif, yang mampu membangkitkan energi belajar
serta menggali dan mengembangkan potensi anak didik.
Keberhasilan atau kegagalan pendidikan yang dialami oleh siswa dalam proses belajar mengajar dapat diukur dari berhasil atau tidaknya siswa
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman materi dan prestasi belajar siswa. Semakin tinggi
pemahaman materi dan prestasi belajar siswa, maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Sebaliknya semakin rendah pemahaman
dan prestasi belajar siswa, maka semakin rendah pula tingkat keberhasilannya. Pelajaran matematika dalam pelaksanaan pendidikan diberikan kepada
semua jenjang pendidikan mulai sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, bahkan pada jenjang perguruan tinggi juga masih diberikan pelajaran
matematika, karena pendidikan matematika merupakan salah satu pondasi dari
kemampuan sains dan teknologi.
Sementara itu kebanyakan guru yang mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak
melakukan pembelajaran yang bermakna.
1
Cara mengajar yang digunakan guru kurang bervariasi. Akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit
ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan mekanistik. Dalam pembelajaran matematika dibutuhkan motivasi belajar agar siswa dapat terus
belajar. Karena pada matematika banyak rumus-rumus yang harus dipahami oleh siswa maka siswa harus di beri motivasi agar siswa tidak putus asa dalam
belajar matematika. Selain metode mengajar guru dalam kelas, ada faktor lain yang
menyebabkan rendahnya motivasi belajar siswa diantaranya adalah latar
belakang ekonomi dan sosial budaya siswa, kemajuan teknologi dan informasi, merasa kurang mampu terhadap mata pelajaran tertentu.
2
Pada pembelajaran matematika banyak rumus-rumus yang dipelajari, sehingga siswa menjadi
malas untuk belajar matematika dan menghafal rumus-rumus matematika. Metode mengajar merupakan suatu cara atau jalan yang ada dalam
pembelajaran. Dalam lembaga pendidikan, agar murid atau peserta didik dalam belajar dapat menerima, menguasai dan bisa mengembangkan hasil
pelajaran, maka cara-cara mengajar harus tepat, efisien dan efektif. Cara mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi cara belajar siswa. Cara
mengajar yang kurang baik dapat terjadi misalnya, karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut
menyajikannya kurang jelas. Di dalam proses belajar mengajar biasanya guru mengajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional atau dengan
metode ceramah yaitu guru menjelaskan kepada siswa di depan kelas kemudian memberikan contoh soal dan siswa disuruh untuk mengerjakan soal
latihan. Sehingga siswa akan menjadi bosan, mengantuk, pasif dan hanya mencatat materi yang disampaikan oleh guru.
1
Agus Ahmad, Pengembangan Pembelajaran Matematika Tingkat SMP, http:agahsalam.blogspot.com200901pengembangan-pembelajaran-matematika.html, 14 Juni
2009, pkl. 16:25
2
Astute, Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa Melalui Kerja Sama Guru Dan Orang Tua, http:www.bimakab.go.idfilestuti-1.doc, 1 Oktober 2009, pkl. 11: 46
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan salah satu dewan guru di SMP Paramarta yaitu Ibu Aminah S.Pd mengatakan “motivasi
belajar matematika masih rendah, karena guru yang memberikan materi kurang memahami metode pembelajaran yang harus diberikan kepada siswa”.
Dari hasil wawancara tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa motivasi belajar matematika masih rendah karena kurang memahaminya sistem
pengajaran yang dilakukan oleh pengajar terhadap siswa, maka penulis mencoba menerapkan sistem pembelajaran tipe make a match.
Tipe make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorn Curran. Keunggulan dari tipe make a match ini adalah siswa mencari pasangan
sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan tipe make a match secara
sistematis yaitu guru menyiapkan kartu yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu yang berisi jawaban, siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal
atau jawaban dan berusaha menjawabnya, setiap siswa yang bisa mencocokkan kartu jawaban dengan kartu pertanyaan akan mendapatkan nilai
atau reward. Salah satu tipe yang akan diterapkan dalam pembelajaran matematika
dengan menggunakan tipe make a match atau mencari pasangan. Pembelajaran ini dimulai dari siswa untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban
atau soal sebelum batas waktunya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik mengadakan
penelitian tentang “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Motivasi Belajar Matematika
”
B. Identifikasi Masalah