BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kegiatan ekonomi syariah semakin hari semakin marak nampak ditengah- tengah masyarakat. Bahkan akhir-akhir ini, pembahasan tentang ekonomi syariah
oleh para pemikir maupun para praktisi sudah menjadi trend. Tidak hanya sebatas sampai pembahasan atau wacana saja, namun praktek ekonomi syariah telah dapat
terealisasi dalam bentuk lembaga-lembaga ekonomi yaitu antara lain Bank Syari’ah, Asuransi Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS, Baitul Mall
Wat Tamwil BMT, Koperasi Syariah, dan lain-lain. Lembaga-lembaga ekonomi syariah tersebut mempunyai lahan subur dalam perkembangannya di Indonesia,
karena Indonesia adalah negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia yaitu sekitar 81,4 BPS, 2005 dari
jumlah total penduduk Indonesia. Lembaga ekonomi syariah adalah lembaga ekonomi yang dalam
operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip dan aturan ajaran Islam. Sistem dan prakteknya sudah mulai berkembang khususnya di negara-negara teluk sejak 50
tahun yang lalu. Sedangkan di Indonesia mulai terlihat perkembanganya sejak tahun 1990-an dengan berdirinya bank muamalat. Perkembangan lembaga
ekonomi syari’ah di Indonesia, tidak lepas dari adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia MUI yang menyatakan bahwa bunga bank itu adalah riba, dan riba
sangat dilarang dan diharamkan dalam ajaran Islam. Fatwa itu telah memberi
1
Universitas Sumatera Utara
dampak terhadap penyempitan pasar bagi perbankan konvensional, masalahnya sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam. Sementara itu pasar bank
syariah semakin meluas karena banyak nasabah perbankan konvensional, khususnya yang beragama Islam mengalihkan transaksi perbankannya ke bank
syariah. Begitu juga dengan lembaga ekonomi syariah skala mikro misalnya koperasi syariah turut diuntungkan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Gerakan koperasi di Indonesia dimulai dengan lahirnya “Bank Pertolongan dan Tabungan” yang didirikan pada tahun 1896 oleh Raden Aria Wira Atmaya di
Kabupaten Banyumas, Purwokerto, yang tujuannya untuk membebaskan masyarakat dari lintah darat. Kemudian melalui perjuangan yang cukup panjang
pada tahun 1927 keluar peraturan tentang “Perkumpulan Koperasi Bumi Putera” No. 91 tahun 1927. Melalui peraturan tersebut maka izin mendirikan koperasi di
perlonggar. Kongres koperasi 1 diselenggarakan atas dorongan Bung Hatta pada
tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya. Keputusan penting dalam kongres 1 antara lain:
a. Mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat SOKRI yang
berkedudukan di Tasikmalaya b.
Mengajukan berdirinya ”Koperasi Desa” dalam rangka mengatur perekonomian pedesaan.
c. Menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi
Universitas Sumatera Utara
Pada bulan Juli 1953 diadakan kongres ke II di Bandung keputusan penting dalam kongres tersebut adalah:
a. Mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia b. SOKRI diubah menjadi Dewan Koperasi Indonesia
Pada bulan September 1956 diadakan Kongres Koperasi ke III di Jakarta. Keputusan penting yang dihasilkan dalam kongres tersebut antara lain :
a. Penyempurnaan Organisasi Gerakan Koperasi
b. Menghimpun bahan undang-undang perkoperasian
Undang-undang perkoperasian yang pakai hingga saat ini adalah undang- undang perkoperasian No. 25 tahun 1992.
Dalam wacana sistem ekonomi dunia, koperasi disebut juga sebagai the third way, atau “jalan ketiga”, istilah yang pernah dipopulerkan oleh sosiolog
Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai ”jalan tengah” antara kapitalisme dan sosialisme. Selain itu, koperasi yang digagas oleh Robert Owen 1771, 1858,
telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19, melalui organisasi swadaya untuk menanggulangi kemiskinan dikalangan pengawai dan petani.
Setelah Indonesia merdeka, koperasi dianggap sebagai suatu sistem ekonomi yang memiliki cantolan konstitusional yang berpengang pada pasal 33
UUD 1945, khususnya ayat 1 yang menyebutkan bahwa ”perekenomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam penjelasan UUD
1945 itu dikatakan oleh Mohammad Hatta bahwa pengertian ”asas kekeluargaan” itu adalah koperasi.
Universitas Sumatera Utara
Secara konstitusional kelahiran koperasi syariah di Indonesia dilandasi oleh keputusan Menteri Kepmen Nomor 91KepM.KUKMIX2004 tanggal 10
September 2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha koperasi jasa keuangan syariah. Jejak koperasi berbasis nilai Islam syariah tersebut di
Indonesia lahir pertama kali dalam bentuk panguyuban usaha bernama Syarikat Dagang Islam SDI. SDI didirikan oleh H. Samanhudi di Solo, Jawa Tengah,
anggotanya para pedagang muslim mayoritas pedagang batik. Meskipun pada perkembangannya, SDI berubah menjadi Syarikat Islam yang bernuansa gerakan
politik. Jejak lebih jauh lagi berdasarkan prinsip syariah telah ada sejak abad III H di Timur Tengah dan Asia Tengah.
Secara etimologi istilah ”Koperasi syariah” berasal dari kata koperasi dan syariah. Koperasi berdasarkan undang-undang No. 25 tahun 1992 Bab 1, pasal 1,
ayat 1 yaitu ”Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan”.Adapun pengertian syariah menurut kamus besar bahasa Indonesia
yaitu ”seperangkat sistem peraturan yang didasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang berasal dari ajaran agama islam.
Dengan demikian pengertian koperasi syariah adalah ”Badan usaha” bisnis yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan dan berketuhanan.
Kegiatan koperasi syariah didasarkan pada prinsip ekonomi islam, yaitu tidak
Universitas Sumatera Utara
masyir, tidak ghoror, tidak asusila, tidak haram, tidak riba, tidak ihtikar, dan tidak berbahaya.
Perkembangan koperasi di Indonesia yang sangat tidak membahagiakan di Indonesia belakangan ini justru diwarnai dengan perkembangan koperasi dengan
sistem syariah. Koperasi syariah justru berkembang ditengah ribuan koperasi di Indonesia yang berhenti usahanya. Berdasarkan data Kementerian Negara
Koperasi dan UKM dan Dekopin tahun 2008 ada 3.020 koperasi syariah di Indonesia yang mampu menghidupi 920 ribu unit usaha kecil. Mungkin fenomena
itu menjadi sesuatu yang mencengangkan, karena di tengah pesimisme masyarakat terhadap kemampuan koperasi, koperasi syariah justru mulai
menunjukkan eksistensinya meskipun belum banyak dikenal masyarakat luas. Ada harapan besar bagi koperasi syariah untuk tumbuh dan berkembang sebab
cara kerja koperasi yang mengedepankan asas kebersamaan dan keadilan, koperasi syariah menjadi unit usaha berprespektif yang mulai menjadi lirikan
masyarakat. Di tengah perkembangan masyarakat muslim yang mulai sadar dan
membutuhkan pengelolaan syariah nampaknya menjadi lahan subur bagi koperasi syariah untuk tumbuh dan berkembang. Apalagi disaat lembaga keuangan
perbankan umumnya masih sulit untuk diakses oleh usaha mikro, koperasi syariah bisa menjadi lembaga keuangan yang potensial bagi anggotanya untuk memenuhi
kebutuhan pembiayaan pengembangan usahanya yang produktif.
Universitas Sumatera Utara
Koperasi syariah telah memberikan dampak yang cukup positif terhadap pelaku usaha mikro di tanah air. Tentu saja ada sebab dibalik geliat ekonomi
koperasi syariah di tanah air ini. Modal sosial oleh Pierre Bourdieu pada 1972 adalah sebuah konsep
kebersamaan yang lahir dari adanya kepekaan pemimpin yang ditindaklanjuti dengan menggagas untuk membangun kesadaran masyarakat yang memiliki
saling keterkaitan sosial, sehingga terwujud rasa peduli dan tanggungjawab yang memiliki nilai jaringan sosial. Modal sosial diyakini secara luas dapat menjadi
solusi bagi semua masalah yang menimpa komunitas masyarakat masa kini. Terlebih ketika, bank dunia mendukung sebuah program penelitian tentang hal ini,
dan konsepnya mendapat perhatian publik melalui buku Robert Putnam pada tahun 2000, Bowling Alone. Modal sosial mempunyai kekuatan sangat dahsyat
untuk membangun perekonomian suatu bangsa khususnya ketika menghadapi krisis seperti pengalaman Jepang yang berhasil keluar dari berbagai krisis yang
dimulai dari restorasi Meiji tahun 1853 sampai krisis pada tahun 1990. Belajar dari pengalaman yang pernah ada, ternyata modal sosial sangat efektif
membangun kekuatan ekonomi untuk tumbuh dan memiliki daya tahan lebih kokoh.
Adanya motif lain diluar motif ekonomi merupakan salah satu bagian dari modal sosial. Kualitas dan kuantitas hubungan yang terjadi secara terus menerus
pada sebuah komunitas akan berdampak positif terhadap kapabilitas modal sosial yang akan dapat menjadi sebuah keuntungan secara ekonomi sebagaimana
menurut Robert Putnan, Francis Fukuyama dan James Coleman bahwa berhasil
Universitas Sumatera Utara
atau tidaknya suatu kelompok meningkatkan kualitas kehidupannya banyak ditentukan oleh modal sosial yang mereka punyai dan laksanakan.
Modal sosial bukanlah materi, melainkan modal yang mempunyai keterlekatan dalam diri seseorang yang merupakan kepemilikan publik. Berbeda
dengan modal materi yang apabila digunakan secara kontiniu akan habis. Modal sosial justru semakin banyak jika digunakan, bukan seperti modal materi yang
akan habis bila digunakan Badaruddin, 2005 : 32. Makna modal sosial lebih kepada potensi kelempok dan pola-pola
hubungan antara individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai dan kepercayaan antar sesama
yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok Hasbullah, 2005: 5
Definisi-definisi oleh para ahli, modal sosial memiliki tiga elemen, yaitu: 1.
Jaringan sosial network Menurut Robert Putnam, modal sosial tidak dibangun oleh satu individu
saja, melainkan terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam kelompok bersosialisasi. Kemampuan anggota kelompokkomunitas untuk menyatukan diri
dalam suatu pola hubungan yang sinergi akan mempengaruhi kuat tidaknya modal sosial. Jaringan hubungan sosial ditentukan oleh karakteristisk, juga orientasi
kelompok. Kelompok yang dibangun atas dasar-dasar garis keturunan, pengalaman sosial turun-temurun, keyakinan akan ketuhanan, cenderung
berkohesifitas tinggi, tetapi jaringan yang terbangun sangat sempit. Sebaliknya,
Universitas Sumatera Utara
pada kelompok yang didasarkan kesamaan orientasi dan tujuan, serta memiliki perangkat yang modern akan mampu membangun jaringan yang luas.
2. Kepercayaan trust
Francis Fukuyama memberi definisi kepercayaan sebagai ”sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling
bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial”. Ketika rasa percaya terbangun, maka partisipasi masyarakat akan tinggi,
terutama untuk mencapai tujuan bersama. Sebaliknya tanpa rasa saling percaya, masyarakat akan menjadi lemah, bahkan desktruktif bagi kelompoknya sendiri.
Bermula dari ketidakpercayaan, lama-kelamaan muncul sikap apatis dan akhirnya muncul deviasi yang berbentuk kriminal, gampang marah chaos dan jika
berlanjut setiap anggota akan terisolior oleh masyarakatnya sendiri. Darimana asalnya kepercayaan, memunculkan beberapa pendapat. Nahapit dan Ghosal
menyatakan kepercayaan muncul dari keyakinan agama, kompetensi seseorang dan keterbukaan yang telah menjadi norma dalam masyarakat. James Coleman
berpendapat kepercayaan muncul dari norma sosial yang melekat pada struktur sosial itu sendiri, sedangkan Putnam melihat kepercayaan terbangun dari perilaku
resiprositas dalam masyarakat. 3.
Peranata, mencakup: norma-norma, nilai-nilai, sanksi-sanksi dan aturan- aturan Badaruddin, 2005: 33
Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu kelompok sosial. Norma-norma ini telah
terinstitusionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang mencegah individu
Universitas Sumatera Utara
melakukan perbuatan menyimpang dari masyarakatnya. Nilai adalah suatu ide turun temurun yang dianggap benar dan penting oleh anggota masyarakat. Nilai
yang ada pada suatu kelompok masyarakat akan mempengaruhi norma, juga sanksi dalam masyarakat tersebut. Bahkan nilai juga membangun pola budaya
suatu masyarakat. Nilai yang diacu akan mempengaruhi pola interaksi dan keterlekatan suatu kelompok masyarakat. Namun, nilai dan norma juga memiliki
ambivalensi, misal, nilai-nilai keharmonisan, rukun dan damai, seringkali mempersempit ruang keterbukaan dan kejujuran Hasbullah, 2005: 9-14
Koperasi Syariah Berkah Mandiri KSBM adalah koperasi yang didirikan dan dikelola oleh mahasiswa dan alumni USU dari berbagai fakultas, yang
terbuka secara umum untuk semua kalangan masyarakat. Koperasi tersebut didirikan pada tanggal 31 Maret 2006 di masjid dakwah USU oleh mahasiswa dan
alumni USU yang terdiri dari 38 orang, dengan nomor badan hukum 518.503110BH11KUK2007.
Kantor KSBM pertama sekali beralamat di pajak USU nomor 17, kampus USU. Pada awal November 2008 kantor KSBM pindah di Jalan Setia Budi nomor
175-c,Tanjung Sari, medan selayang, Medan. Kemudian mulai tanggal 1 Juli 2009 sampai sekarang, kantor KSBM beralamat di Jalan Setia nomor 9, Tanjung Rejo,
Medan Sunggal, Medan. Modal awal pendirian koperasi syariah tersebut berasal dari simpanan para
pendiri yaitu sebesar Rp. 442.000 setiap orang. Koperasi tersebut merupakan koperasi serba usaha yang bergerak pada segala bidang usaha khususnya usaha
simpan pinjam syariah. Sampai saat ini, koperasi tersebut telah memiliki 5 bidang
Universitas Sumatera Utara
usaha, yaitu simpan pinjam syariah, perdagangan, privat less dan bimbingan belajar, jasa cattering, serta rental mobil. Jumlah anggota keseluruhan saat ini
adalah 182 orang 96 mahasiswa dan alumni USU. Dari sekilas profil di atas muncul sebuah pertanyaan yaitu bagaimana
koperasi syariah Berkah Mandiri KS-BM mampu bertahan sampai hampir 4 tahun lamanya, bahkan telah mampu berkembang ditengah-tengah kehidupan kota
yang penuh dengan berbagai permasalahan sosial dan ekonomi. Dan yang lebih menarik lagi mengapa orang mau dan percaya untuk bergabung menjadi anggota
dengan menginvestasikan dananya di koperasi tersebut, padahal koperasi pada umumnya belum secara profesional dikelola seperti perbankan. Hal ini bisa dilihat
dari keterbatasan fasilitas dan sumber daya manusia dan kelemahan lain yang dimilikinya. Dan inilah kondisi koperasi di Indonesia pada umumnya. Bahkan
secara hukum, pemerintah tidak menjamin segala bentuk uang simpanan atau tabungan anggota atau nasabah di koperasi termasuk koperasi syariah. Hal ini juga
merupakan kelemahan dan tantangan bagi koperasi dalam menghimpun permodalan materi.
Lalu bagaimana Koperasi Syariah Berkah Mandiri mampu tetap eksis dan berkembang dengan tantangan dan kelemahan itu semua, sehingga mampu
bertahan dan berkembang hampir 4 tahun lamanya? Padahal mulai dari awal pendirian sampai sekarang pengurus dan pengelola koperasi tersebut bekerja
dengan tidak mendapatkan gaji materi. Begitu juga dengan anggota koperasi, belum mendapatkan keuntungan dari hasil investasinya. Bagaimana pemanfaatan
modal sosial yang ada di KSBM sebagai kekuatan yang dapat mengatasi berbagai
Universitas Sumatera Utara
masalah, sebagaimana yang telah diungkapkan dalam berbagai teori sosial pada elinea sebelumnya? Hal inilah yang hendak diteliti lebih lanjut.
1.2. Perumusan Masalah