Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Militer a. Tindak Pidana Umum

Dari uraian tersebut dapat diambil pengertian, bahwa hukum pidana pada dasarnya merupakan peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana, sebagaimana terdapat dalam KUHP maupun tindak pidana yang diatur di luar KUHP serta peraturan yang menetapkan cara negara mempergunakan haknya untuk melaksanakan pidana, sebagaimana yang diatur dalam KUHAP.

4. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Militer a. Tindak Pidana Umum

Tindak pidana umum atau disebut dengan Delicta Communia, adalah tindak pidana yang dapat dilakukan oleh siapa saja. Hal ini dapat dilihat hampir setiap pasal KUHP, yaitu yang dimulai dengan perkataan ‘barang siapa’ Sedangkan tindak pidana militer dimasukkan kedalam pengertian tindak pidana khusus atau Delicta Propria, yaitu tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kualifikasi tertentu, misalnya pegawai negeri, nakhoda, militer tentara. 207 Oleh karena itu maka KUHP tersebut berlaku juga bagi militer, sesuai ketentuan Pasal 1 KUHPM menentukan, bahwa untuk penerapan kitab undang- undang hukum pidana militer KUHPM berlaku ketentuan-ketentuan hukum pidana umum, yang tidak lain adalah KUHP itu sendiri. Demikian pula ketentuan yang diatur dalam pasal 2 KUHPM yang menentukan, bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh militer atau mereka yang tunduk pada peradilan militer tidak 207 A. Zainal Abidin Farid, loc .cit., halaman 363. Universitas Sumatera Utara terdapat dalam KUHPM, maka diterapkan hukum pidana umum yang tidak lain adalah KUHP itu sendiri, kecuali ada penyimpangan yang ditetapkan oleh undang-undang. b. Tindak Pidana Militer. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan tindak pidana militer, maka menurut Sianturi, tindak pidana militer dibagi menjadi dua, yaitu: 1 Tindak pidana militer murni, adalah tindakan-tindakan terlarang atau diharuskan yang pada prinsipnya hanya mungkin dilanggar oleh seseorang militer, atau dengan kata lain, tindak pidana yang dilakukan oleh militer, karena keadaannya yang bersifat khusus, insubordinasi yang diatur dalam Pasal 107 KUHPM, meninggalkan pos penjagaan dalam pasal 118 KUHPM. 2 Tindak pidana militer campuran, adalah tindakan-tindakan terlarang atau diharuskan yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundang- undangan lain dalam KUHP maupun undang-undang lain yang memuat sanksi pidana di luar KUHP, tetapi diatur lagi dalam KUHPM, karena adanya sesuatu keadaan yang khas militer atau karena adanya sesuatu sifat yang lain, sehingga diperlukan ancaman pidana yang lebih berat, bahkan mungkin lebih berat dari ancaman pidana dengan pemberatan pasal 52 KUHP misalnya tentang pemberontakan sebagaimana diatur dalam pasal 65 ayat 1 KUHPM, pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 140 KUHPM. 208 Pada penjelasan pasal 9 Rancangan Undang-undang tentang Perubahan UU nomor 31 tahun 1 997 tentang Peradilan Militer, yang dimaksud dengan tindak pidana militer adalah tindak pidana yang secara khusus hanya ditujukan pelakunya berstatus militer. Dengan demikian, ketentuan yang menjadi dasar diadilinya seseorang militer yang melakukan tindak pidana baik yang diatur dalam KUHPM, KUHP 208 Sianturi, op.cit., halaman 19-20 Universitas Sumatera Utara maupun undang-undang pidana khusus di luar KUHP, adalah pasal 1 dan Pasal 2 KUHPM. Ketentuan sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 KUHPM selengkapnya adalah berbunyi sebagai berikut: Diubah dengan Undang-undang No. 39 Tahun 1947. Untuk penerapan kitab undang-undang ini berlaku ketentuan-ketentuan hukum pidana umum, termasuk Bab Kesembilan dan Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kecuali ada penyimpangan-penyimpangan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal ini menjelaskan tentang peranan ketentuan-ketentuan Hukum Pidana Umum Pidana Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer KUHPM atau dengan kata lain, selama tidak ditentukan berbeda oleh KUHPM maka digunakan atau diterapkan KUHP. Lebih jelas dapat dilihat bunyi Pasal 103 KUHP yang berbunyi: Ketentuan dan delapan bab Bab I sampai dengan Bab VIII dan buku ini KUHP berlaku juga terhadap perbuatan yang dapat dihukum menurut peraturan undang-undang tersebut, termasuk KUHPM ditentukan lain. Sedangkan bab IX Pasal 86 s.d. Pasal 102 tentang arti beberapa sebutan dalam KUHP hanya berlaku untuk menerangkan hal-hal yang tersebut dalam KUHP itu saja. Selain itu, adanya penyebutan termasuk bab kesembilan dan buku pertama Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagaimana terdapat dalam bunyi Pasal 1 KUHPM tersebut menurut Sianturi, bahwa pembuat undang-undang menganggap masih perlu menegaskan tentang berlakunya Bab IX tersebut untuk mencegah keragu-raguan. 209 209 Sistematika di KUHPM, tidak berbeda jauh dengan sistimatika KUHP, yaitu dimulai dengan ketentuan, Ibid., hal. 57 Universitas Sumatera Utara Hal ini seharusnya tidak perlu dicantumkan, karena kalimat pengertian tersebut sudah mencakup dalam kalimat pertama, dan pengertian dalam kalimat ini tidak hanya diterapkan Buku I KUHP pada KUHPM, tetapi juga ketentuan- ketentuan dalam Buku II harus diterapkan atau diperhatikan, termasuk pula ajaran-ajaran umum mengenai hukum pidana, dan hal tersebut dapat dilihat dan pengguna rumusan atau istilah-istilah yang terdapat dalam bab atau pasal-pasal KUHPM.

5. Persamaan KUHP dengan KUHPM