2. Pasal 198 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 yang menyatakan: Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk
yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali apabila
menurut keputusan Menteri dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili di pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer.
Sebelum membahas kewenangan peradilan militer lebih jauh, terlebih dahulu akan dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan kewenangan peradilan
militer tersebut antara lain:
1. Prajurit
Pengertian prajurit dalam pasal 1 angka 42 Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 yaitu:
Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selanjutnya disebut prajurit adalah warga negara yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam usaha pembelaan negara dengan
menyandang senjata, rela berkorban jiwa dan raga, dan berperan serta dalam pembangunan nasional serta tunduk kepada hukum militer.
Pengertian prajurit di atas berbeda dengan pengertian prajurit yang diatur dalam Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
Pasal 21 mengatur, “prajurit adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat
oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan”. Sejak ditetapkannya Ketetapan MPR RI No.VIMPR2000 tentang
Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Ketetapan MPR RI No. VIIMPR2000 tentang Peran Tentara
Nasional Indonesia dengan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia
Universitas Sumatera Utara
kemudian dengan diundangkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka polisi bukan lagi merupakan bagian
dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tetapi merupakan suatu lembaga yang berdiri sendiri pisah dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sekarang
Tentara Nasional Indonesia yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer Pasal 9
ayat 2 mengatur kewenangan peradilan militer untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Militer serta pada ayat 3 mengatur kewenangan Peradilan Militer
untuk memutus penggabungan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana. Penyelesaian sengketa Tata Usaha Militer penerapannya akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah selambat-lambatnya 3 tiga tahun sejak Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer diundangkan pasal 353.
Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 diundangkan pada tanggal 15 Oktober 1997, seharusnya setelah 3 tiga tahun semenjak diundangkan 16
Oktober 2000, ketentuan atau Peraturan Pemerintah tentang tata cara penyelesaian sengketa Tata Usaha Militer telah ada, namun sampai saat ini telah
lebih dan 10 tahun sejak diundangkan Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer belum juga ada, sehingga Peradilan Militer belum dapat
memutus penyelesaian sengketa Tata Usaha Militer. Demikian juga halnya dengan penggabungan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana, sampai
saat ini peradilan militer belum pernah memutusnya.
200
200
Wawancara dengan Kepala Peradilan Utama Kadilmiltama, Mayjen TNI M. Panjaitan, Jakarta: 30 September 2007.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, sampai saat ini peradilan militer hanya mengadili dan memutus perkara pidana yang dilakukan prajurit militer, untuk megetahui lebih
lanjut perlu dijelaskan pengertian dan hukum pidana militer.
2. Hukum Pidana Militer