Perbedaan komponen SPP dengan Komponen SPPM Asas Hukum Acara Pidana Militer

Demikian halnya dengan sistem peradilan pidana militer, memiliki komponen atau sub-sistem peradilan pidana militer yang meliputi : Polisi Militer, Oditurat Militer, Pengadilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pada pasal 42 ayat 3 pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dalam lingkungan peradilan militer kepada Mahkamah Agung selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni 2004. Dari Pemasyarakatan Militer serta hal yang sangat membedakan adalah adanya lembaga Atasan Yang Berhak Menghukum ANKUM serta Perwira Peryerah Perkora PAPERA Hal ini berbeda dengan sistem peradilan pidana militer, dimana Atasan yang berhak menghukum Ankum adalah penyidik selain dan Polisi Militer dan Oditur sebagaimana terdapat dalam pasal 69 ayat 1 UU No. 31 tahun 1997. Sedangkan dalam SPP, penyidik adalah Polisi dan PNS tertentu Pasal 6 ayat 1 KUHAP. Sedangkan Oditur yang seharusnya sebagai penuntut Pasal 64 ayat1 huruf a juga dapat melakukan penyidikan pasal 64 ayat 2 UU No. 31 Tahun 1997. Sedangkan dalam SPP, penyidik adalah Polisi dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu Pasal 6 ayat 1 KUHAP

1. Perbedaan komponen SPP dengan Komponen SPPM

Perbedaan komponen sub-sistem peradilan pidana dengan sub-sistem peradilan pidana militer dapat digambarkan, sebagai berikut; Universitas Sumatera Utara PERBEDAAN KOMPONEN SPP DENGAN KOMPONEN SPPM KOMPONEN SPP KOMPONEN SPP 1. Atasan yang berhak menghukum Ankum 2. Perwira Penyerahan Perkara Papera 1. Polisi 3. Polisi Militer 2. Jaksa 4. Oditur Militer 3. Hakim 5. Hakim Militer 4. Lembaga Pemasyarakatan 6. Pemasyarakatan Militer Masmil

2. Asas Hukum Acara Pidana Militer

Keterlibatan Ankum dalam hal penyidikan pada sistem peradilan pidana militer, sangat berkaitan dengan asas dan ciri-ciri tata kehidupan militer, yaitu; a. Asas Kesatuan Komando. Dalam kehidupan organisasinya, seorang komandan mempunyai kedudukan yang sangat penting karena bertanggungjawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya. Oleh karena itu seorang komandan diberi wewenang penyerahan perkara dalam penyelesaian perkara pidana. Sesuai dengan asas kesatuan komando tersebut di atas, dalam Hukum Acara Pidana Militer tidak dikenal adanya pra peradilan dan pra penuntutan, tetapi dalam Hukum Acara Pidana Militer dikenal adanya lembaga ganti rugi dan rehabilitasi. Universitas Sumatera Utara b. Asas Komandan bertanggung jawab terhadap anak buahnya. Dalam tata kehidupan dan ciri-ciri organisasi Angkatan bersenjata, komandan berfungsi sebagai pimpinan, guru, bapak, dan pelatih, sehingga seorang komandan harus bertanggungjawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya. c. Asas kepentingan Militer Untuk menyelenggarakan pertahanan, kepentingan militer diutamakan melebihi daripada kepentingan golongan dan perorangan. Namun, khusus dalam proses peradilan, kepentingan militer selalu diseimbangkan dengan kepentingan hukum. Asas-asas tersebut merupakan kekhususan dan asas Hukum Acara Pidana umum. Meskipun demikian, Hukum Acara Peradilan Militer tetap berpedoman pada asas-asas yang tercantum dalam UU No. 4 Tahun 2004 tanpa mengabaikan asas dan ciri-ciri tata kehidupan militer. Begitu pula Hukum Acara Pidana Militer disusun berdasarkan UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP dengan pengecualian-pengecualian. Berkaitan dengan keberadaan asas-asas tersebut, nantinya dapat mempengaruhi proses dalam sistem peradilan pidana militer, atau dengan kata lain dapat memacetkan aliran sistem peradilan pidana militer, yaitu dalam hal salah satu unsur atau komponen SPPM tersebut, misalnya Papera yang tidak bersedia menyerahkan anak buahnya yang disangka telah melakukan tindak pidana dengan tidak mengeluarkan Surat Keputusan Penyerahan Perkara Universitas Sumatera Utara skeppera untuk diadili di pengadilan, maka oditur selaku penuntut tetap tidak dapat melakukan fungsinya.

3. Komponen Sistem Peradilan Pidana Militer SPPM