2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Beberapa tahun belakangan ini spiritualitas mulai berkembang, khususnya dalam kehidupan pribadi, meski harus berhadapan dengan arus nilai-nilai lain
yang cenderung menekankan pada perolehan materi. Akan tetapi, ketika berada dalam dunia kerja seseorang yang mengembangkan spiritualitas seringkali
terbentur dengan batasan manajemen dan organisasi klasik yang memandang manajer sebagai alat perusahaan untuk memperoleh materi sebagai tujuan akhir
dan diharapkan untuk dapat mengontrol karyawannya. Akibat sistem manajemen yang cenderung bukan mengenai orang tertentu dan konsumerisme yang
mengiringi pertumbuhan ekonomi, banyak orang kehilangan makna dari pekerjaannya dan mendambakan untuk menemukan kembali makna pekerjaan
Widyarini, 2008. Ashmos 2000 mengatakan bahwa banyak orang di tempat kerja merasa
butuh menemukan kembali apa yang mereka rawat dalam hidup ini dan mencoba menemukan pekerjaan yang disukainya. Orang-orang berusaha menemukan
makna pekerjaan dengan mencari suatu cara untuk lebih menjadi diri sendiri dalam melakukan sesuatu. Menemukan makna pekerjaan merupakan fokus dari
spiritualitas. Hal ini mendorong perusahaan untuk lebih peduli terhadap kesejahteraan fisik, emosi, dan spiritual karyawan secara menyeluruh.
Universitas Sumatera Utara
3 Dimensi spiritualitas manusia semula kurang dapat diterima dalam dunia
kerja. Laabs 1995 mengatakan bahwa spiritualitas adalah suatu bagian yang penting dari setiap diri manusia, tetapi hal ini bukan sesuatu yang dapat
diekspresikan oleh karyawan dalam perusahaan tradisional melainkan lebih nampak dan lebih terbentuk pada perusahaan di era milenium baru dalam
Ashmos, 2000. Pada masa sekarang penolakan dunia kerja terhadap dimensi spiritual manusia
telah berkurang. Gerakan spiritualitas di tempat kerja mulai tampak di beberapa negara seperti di negara Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat dari merebaknya
publikasi tertulis jurnal cetak maupun on line, buku dan konferensi-konferensi dengan tema spiritualitas di tempat kerja Widyarini, 2008.
Hal ini mendapatkan perhatian dari perusahaan Amerika karena pengetahuan tentang memelihara jiwa di tempat kerja adalah suatu hal yang memberi dampak
baik untuk bisnis. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam HR magazine yang menulis bahwa moto bisnis kemarin adalah ”lean and mean” sedangkan moto
bisnis hari ini adalah “lean and meaningful” Ashmos, 2000. Ashmos 2000 menjelaskan beberapa alasan perusahaan-perusahaan di
Amerika mulai mengembangkan minat dalam spiritualitas di tempat kerja. Alasan tersebut antara lain, pertama banyaknya orang yang percaya bahwa downsizing,
reengineering, dan pemberhentian karyawan telah mengubah tempat kerja orang Amerika menjadi lingkungan yang para pekerjanya kehilangan semangat, dan
mengakibatkan pertumbuhan tingkat gaji menjadi tidak seimbang. Kedua, tekanan kompetisi global juga telah membuat pemimpin perusahaan berpikir bahwa
Universitas Sumatera Utara
4 kreativitas karyawan dibutuhkan untuk mengekspresikan diri secara penuh dalam
bekerja dan hal ini hanya akan terjadi jika pekerjaan tersebut dirasa bermakna bagi karyawan. Ketiga, bagi orang-orang Amerika, tempat kerja menyediakan
satu-satunya jaringan komunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan manusia akan hubungan dan kontribusi. Keempat, adanya rasa penasaran akan
budaya dan filosofi timur, seperti filosofi budha yang menganjurkan meditasi dan menekankan nilai-nilai seperti loyalitas terhadap kelompok dan menemukan pusat
spiritual seseorang dalam tiap kegiatan mulai diterima oleh orang-orang Amerika. Kelima, bertambahnya kekhawatiran orang terhadap ketidakpastian dalam hidup –
kematian – ada peningkatan minat dalam mempertimbangkan makna hidup. Beberapa alasan di atas memperlihatkan bahwa pengembangan dan
pengekspresian dari spiritualitas di tempat kerja dapat memberi keuntungan untuk organisasi. Saat ini semakin banyak karyawan mengembangkan spiritual di tempat
kerja sebagai cara untuk menambah loyalitas dan meningkatkan semangat juang USA Today, May 4, 1998 dalam Ashmos 2000.
Walaupun spiritualitas merupakan hal baru di tempat kerja, tapi bukan hal baru di tempat lain. Semua tradisi religius menyarankan hidup yang menyeluruh,
dimana pencarian akan makna dan tujuan hidup serta menjalani hidup secara harmoni dengan orang lain adalah suatu hal yang penting dan mendasar.
Spiritualitas di tempat kerja bukanlah tentang agama atau perubahan, atau tentang membuat orang untuk menerima sistem kepercayaan tertentu melainkan tentang
karyawan yang mengerti bahwa dirinya adalah makhluk spiritual yang jiwanya memerlukan ”makanan” di tempat kerja serta mengenai pengalaman akan tujuan
Universitas Sumatera Utara
5 dan makna dalam pekerjaan mereka Ashmos, 2000. Spiritualitas di tempat kerja
adalah tentang pekerjaan yang lebih bermakna, tentang hubungan antara jiwa dan pekerjaan.
Beberapa ahli telah memberikan definisi spiritualitas, diantaranya Tischler 2002 yang mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara,
berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi,
dan penuh kasih. Selain itu Schreurs 2002 merujuk spiritualitas sebagai hubungan personal
terhadap sosok transenden. Spiritualitas mencakup kehidupan batin individu, idealisme, sikap, pemikiran, perasaaan dan pengharapannya terhadap Yang
Mutlak. Spiritualitas juga mencakup bagaimana individu mengekspresikan hubungannya dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Elkins et al. 1988 menyatakan bahwa spiritualitas adalah suatu cara menjadi dan mengalami sesuatu yang datang melalui kesadaran akan dimensi transenden
dan memiliki karakteristik beberapa nilai yang dapat diidentifikasi terhadap diri sendiri, kehidupan, dan apapun yang dipertimbangkan seseorang sebagai Yang
Kuasa. Howard 2002 mengemukakan bahwa terdapat empat hal yang berhubungan
dengan spiritualitas yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan kekuatan yang melebihi manusia. Tischler 2002 mengemukakan empat kompetensi yang
didapat dari spiritualitas yang berkembang yaitu personal awareness, personal skills, social awareness dan social skills. Pada sisi kesadaran sosial social
Universitas Sumatera Utara
6 awareness, orang-orang yang spiritualnya berkembang memperlihatkan sikap
sosial yang lebih positif, lebih empati, dan menunjukkan altruisme yang besar. Pada sisi keterampilan sosial social skill, orang-orang dengan spiritualitas yang
berkembang menunjukkan keterbukaan sosial yang lebih besar, mudah beradaptasi dengan perubahan, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja
dan atasan, dan baik dalam menanggapi kritikan. Globalisasi mengakibatkan perdagangan bebas tidak bisa terbendung lagi
sehingga menimbulkan tingkat kompetisi yang semakin tinggi di semua sektor, termasuk sektor kesehatan. Perkembangan sektor kesehatan yang sangat dinamis
menuntut kelenturan serta penyesuaian secara terus menerus dan menyeluruh dari para pihak yang terlibat didalamnya Loetfia, 2000. Spiritualitas juga menarik
perhatian para profesional penyelenggara kesehatan, karena terbukti bahwa faktor spiritualitas merupakan unsur penting dari kesehatan dan kesejahteraan Dossey
dalam Young, 2007. Rumah sakit sebagai salah satu lembaga penyedia jasa pelayanan kesehatan memiliki peranan yang sangat besar. Kebutuhan masyarakat
yang meningkat menyebabkan banyak rumah sakit swasta berlomba–lomba menyediakan mutu pelayanan dan peralatan medis yang prima. Rumah sakit milik
pemerintah pun tidak mau kalah. Pihak pemerintah membuat program pembangunan kesehatan yang bertujuan agar terselenggaranya pelayanan
kesehatan yang bermutu dan setara, akan tetapi tujuan ini masih belum berjalan secara optimal karena masih banyak pelayanan rumah sakit di Indonesia yang
belum mencapai mutu yang optimal Utama, 2003.
Universitas Sumatera Utara
7 Salah satu Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Medan adalah Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi yang beralamat di Jalan Prof. H. M. Yamin SH Nomor 47 Medan, Sumatera Utara diresmikan pada 11
Agustus 1928, status kepemilikan saat ini ada pada Pemerintah Kota Medan www.pdpersi.co.id, 2003.
Kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat ditentukan oleh tersedianya sumber daya yang berkualitas termasuk tenaga perawat Megawati,
2005. Keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu faktor yang menentukan tercapainya pembangunan
nasional karena keperawatan mempunyai andil yang cukup besar dalam menentukan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan jumlah tenaga
keperawatan mendominasi tenaga kesehatan secara keseluruhan dan mempunyai kontak yang paling lama dengan pasien Loetfia, 2000.
Keperawatan modern berawal dari usaha Florence Nightingale. Ia berpendapat bahwa keperawatan dilandasi oleh filsafat spiritual yang mendalam. Ia percaya
bahwa spiritualitas merupakan bagian yang hakiki dari kodrat manusia dan sumber yang paling mujarab untuk penyembuhan. Walaupun ia tidak tertarik pada
agama tradisional, Nightingale tertarik pada karya para mistikus Barat seperti St. Fransiskus Asisi dan Yohanes dari Salib serta Kitab Suci dari Timur. Nightingale
asing dengan istilah spiritualitas, tetapi ia percaya bahwa ilmu pengetahuan merupakan landasan untuk dapat berhubungan dengan Tuhan. Nightingale
percaya bahwa manusia harus dipandang dari perspektif fisik, psikologis, lingkungan, dan spiritual. Keperawatan memandang pasien sebagai manusia
Universitas Sumatera Utara
8 ”utuh” dan merawatnya secara holistik. Nightingale merupakan pendukung
perawatan holistik dan tidak pernah merawat pasien hanya karena penyakit. Ia mengakui adanya daya yang menyembuhkan dan daya itu lebih kuat dari dirinya
Young, 2007. Beazley dalam Strack 2002 mengatakan bahwa kepercayaan akan adanya daya yang lebih kuat dari dirinya merupakan definisi spiritualitas.
Widjaja 1994 mengemukakan bahwa fungsi-fungsi esensial perawat antara lain mengontrol lingkungan penyembuhan, membantu rehabilitasi atau memantau
dan menanggulangi klien dengan penyakit kronis. Perawat dalam menjalankan tugasnya juga banyak terkait dengan mengawasi teknologi yang kompleks,
memberi informasi dan pendidikan kesehatan serta berusaha untuk memahami kebutuhan klien sebagai manusia yang utuh termasuk empati.
Penjelasan-penjelasan di atas menjabarkan pentingnya spiritualitas bagi dunia kerja, khususnya pada profesi perawat. Oleh karena itu, penulis ingin melihat
bagaimana gambaran spiritualitas pada perawat rawat inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
B. PERUMUSAN MASALAH