Identitas Nasional dan Bentuk-bentuk Identitas Nasional: Nasionalisme dan Patriotisme Membangun (Studi Deskriptif Pada Penduduk Kota Medan)

(1)

IDENTITAS NASIONAL DAN BENTUK-BENTUK IDENTITAS

NASIONAL; NASIONALISME DAN

PATRIOTISME MEMBANGUN

( Studi Deskriptif Pada Penduduk Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

KEMALA HAYATI

081301024

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2012/2013


(2)

Identitas Nasional dan Bentuk-bentuk Identitas Nasional: Nasionalisme dan Patriotisme Membangun

( Studi Deskriptif Pada Penduduk Kota Medan)

Kemala Hayati dan Ari Widyanta, M.Si, psikolog

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran Identitas Nasional, Nasionalisme, dan Patriotisme Membangun pada penduduk Kota Medan. Penelitian ini melibatkan 660 orang penduduk Kota Medan sebagai partisipan penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability dengan metode incidental sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan descriptive analysis. Alat ukur berupa kuesioner, skala Identitas Nasional, skala Nationalism dan skala Constructive Patriotism yang disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Blank dan Schmitd (2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas partisipan memiliki Identitas Nasional yang tinggi, baik dalam hal Nasionalisme, maupun Patriotisme Membangun.


(3)

National Identity and Its Forms; Nationalism and Constructive Patriotism (Descriptive Study of Medan Citizen)

Kemala Hayati and Ari Widianta, M.Si, psikolog

ABSTRACT

This research is a descriptive study aiming to describe National Identity, Nationalism, and Constructive Patriotism of Medan citizen. This study involved 660 participants from Medan citizen. Sampling was done by using non-probability technique with incidental sampling method. The collected data was analyzed by using descriptive analysis technique. The measurement tools were a questionnaire, Identity National scale, Nationalism scale, and Constructive Patriotism scale which was constructed based on theory proposed by Blank and Schmidt (2003). The result of this study shows that the majority of participants posses a high National Identity, both in forms of Nationalism and Constructive Patriotism.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan kekuatan yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan judul : “Identitas Nasional dan Bentuk-bentuk Identitas Nasional; Nationalism dan Constructive Patriotism ( Studi Deskriptif Pada Penduduk Kota Medan)”.

Shalawat beriring salam juga tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita termasuk ke dalam orang-orang yang mendapat syafaat di hari akhir.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan, beserta jajaran Dekanat Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas ilmu, pengetahuan, dan bantuan yang diberikan selama masa pekuliahan di Fakultas Psikologi USU.

3. Seluruh Jajaran Staf Pengajar Departemen Psikologi Sosial. Terima kasih karena telah memperkenalkan penulis pada Psikologi Sosial dan


(5)

memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat bergabung dalam keluarga Psikologi Sosial.

4. Bapak Ari Widiyanta, M.Si, psikolog selaku Dosen Pembimbing dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas diskusi-diskusi, kesabaran dan bimbingan, serta dukungan bapak.

5. Kak Cherly Kemala Ulfa, M.psi, psikolog selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan nasehat kepada penulis selama perkuliahan.

6. Untuk keluarga besarku tercinta, Mama, Papa, Taci, Om, abang dan kakak-kakak, serta adik-adik yang luar biasa. Terima kasih atas dukungan, kesabaran, cinta dan kepercayaan yang tanpa henti kalian berikan untuk penulis.

7. Untuk perempuan-perempuan terbaikku, Dini, Moyang, Yuyu, Tania, Mila, dan Nana. Tiga kata untuk mereka, “Kalian Luar Biasa”

8. Audra Ligafinza, S.T. Teman terbaik yang pernah ada. Satu kalimat ucapan terima kasih di tulisan ini tidak akan cukup untuk menggambarkan betapa bersyukurnya aku untuk kehadiranmu.

9. Dikri, Bang Anu, Ardi dan Dipo. Untuk semua semangat, hiburan, dan dukungan dalam setiap cangkir kopi yang kita nikmati bersama.

10.Keluarga besar PKPA dan Kompak Medan yang telah menyemangati dan memberikan dukungan pada penulis.


(6)

11.Teman-teman seangkatan 2008. Terima kasih atas bantuan, dukungan, semangat, saran, dan kebahagiaan yang selama ini kalian berikan. Kalian yang terbaik.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa laporan penelitian ini belumlah sempurna dan memiliki kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat terbuka terhadap masukan, kritikan, serta saran yang membangun yang dapat digunakan untuk perbaikan di kemudian hari. Akhir kata penulis mengharapkan agar penelitian ini dapat dilanjutkan dan bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Juli 2013


(7)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERNYATAAN ...

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Urgensi Penelitian ... 4

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Sistematika Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Identitas Nasional ... 9

1. Definisi Identitas Nasional... 9

2. Identitas Nasional Sebagai Bentuk dari Identitas Sosial ... 10

3. Fungsi Identitas Nasional ... 12

4. Bentuk-bentuk Identitas Nasional: Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) ... 12


(8)

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Nasional 15

6. Identitas Nasional Bangsa Indonesia ... 19

C. Kota Medan ... 20

1. Gambaran Kota Medan ... 20

2. Penduduk Kota Medan ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

A. Identifikasi Variabel Penelitian... 25

B. Definisi Operasional ... 25

1. Identitas Nasional ... 25

2. Nasionalisme (Nationalism)... 26

3. Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) ... 26

4. Penduduk Kota Medan ... 27

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 27

1. Populasi dan Sampel... 27

2. Karakteristik Sampel ... 28

3. Metode Pengambilan Sampel ... 29

D. Metode dan Alat Ukur yang digunakan ... 30

E. Validitas, Relibilitas dan Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 33

1. Uji Validitas ... 34

2. Uji Daya Beda Aitem ... 34

3. Uji Reliabilitas ... 35


(9)

1. Tahap Persiapan ... 37

2. Tahap Pelaksanaan ... 39

3. Tahap Pengolahan Data ... 39

H. Metode Analisa Data ... 40

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Gambaran Umum Partisipan Penelitian ... 41

1. Gambaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

2. Gambaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Tingkatan Usia ... 41

3. Gambaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Suku Bangsa ... 42

4. Gambaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Agama ... 43

5. Gambaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Tingkatan Pendidikan 43 6. Gambaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Pekerjaan ... 43

7. Gambaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Pendapatan ... 44

8. Gambaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Kewarganegaraan ... 44

B. Hasil Penelitian ... 45

1. Hasil Utama Penelitian ... 45

1.1. Gambaran Umum Identitas Nasional Penduduk Kota Medan .... 46

a. Gambaran Umum Identitas Nasional Penduduk Kota Medan Ditinjau dari Dimensi Identitas Nasional ... 47

1.2. Gambaran Umum Nasionalisme (Nationalism) Penduduk Kota Medan ... 48


(10)

a. Gambaran Umum Nasionalisme (Nationalism) Penduduk Kota Medan Ditinjau dari Indikator Nasionalisme

(Nationalism) ... 48

1.3. Gambaran Umum Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) Penduduk Kota Medan ... 49

a. Gambaran Umum Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) Penduduk Kota Medan Ditinjau dari Indikator Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) ... 50

1.4. Kategori Identitas Nasional Penduduk Kota Medan ... 51

2. Hasil Tambahan ... 52

2.1. Tinjauan Identitas Nasional ... 52

a. Gambaran Identitas Nasional Berdasarkan Tingkatan Usia ... 54

b. Gambaran Identitas Nasional Berdasarkan Suku Bangsa ... 55

c. Gambaran Identitas Nasional Berdasarkan Agama ... 55

d. Gambaran Identitas Nasional Berdasarkan Pendidikan ... 56

e. Gambaran Identitas Nasional Berdasarkan Pekerjaan ... 56

2.2. Tinjauan Nasionalisme (Nationalism) ... 57

a. Gambaran Nasionalisme (Nationalism) Berdasarkan Usia .... 59

b. Gambaran Nasionalisme (Nationalism) Berdasarkan Agama 60 c. Gambaran Nasionalisme (Nationalism) Berdasarkan Tingkatan Pendidikan ... 60 d. Gambaran Nasionalisme (Nationalism) Berdasarkan


(11)

2.3. Tinjauan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) .... 61

a. Gambaran Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) Berdasarkan Suku Bangsa ... 64

b. Gambaran Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) Berdasarkan Agama ... 64

c. Gambaran Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) Berdasarkan Tingkatan Pendidikan ... 65

C. Pembahasan ... 66

1. Pembahasan Identitas Nasional pada Penduduk Kota Medan ... 66

2. Pembahasan Nationalism dan Constructive Patriotism pada Penduduk Kota Medan ... 72

3. Kelemahan Penelitian ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

1. Kesimpulan Utama ... 79

2. Kesimpulan Tambahan ... 79

B. Saran ... 82

1. Saran Metodologis ... 82

2. Saran Praktis ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Distribusi Etnis di Kota Medan Tahun 1930, 1980, 2000 dan 2010 ... 22

Tabel 2 Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Agama yang Dianut Tahun 2010 ... 23

Tabel 3 Distribusi Aitem Skala Identitas Nasional, Nationalism dan Constructive Patriotism Sebelum Uji Coba ... 31

Tabel 4 Blue Print Skala Identitas Nasional, Nationalism dan Constructive Patriotism Sebelum Uji Coba ... 32

Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Identitas Nasional, Nationalism dan Constructive Patriotism Setelah Uji Coba ... 36

Tabel 6 Blue Print Skala Identitas Nasional, Nationalism dan Constructive Patriotism Setelah Uji Coba ... 37

Tabel 7 Penyebaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

Tabel 8 Penyebaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Tingkatan Usia... 42

Tabel 9 Penyebaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Suku Bangsa ... 42

Tabel 10 Penyebaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Agama ... 43

Tabel 11 Penyebaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Tingkatan Pendidikan . 43 Tabel 12 Penyebaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Pekerjaan ... 44

Tabel 13 Penyebaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Pendapatan ... 44


(13)

Tabel 15 Kategorisasi Data Identitas Nasional ... 47

Tabel 16 Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik pada Indikator Identitas Nasional ... 47

Tabel 17 Kategorisasi Data Nationalism ... 48

Tabel 18 Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik pada Indikator Nationalism ... 49

Tabel 19 Kategorisasi Data Constructive Patriotism ... 50

Tabel 20 Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik pada Indikator Constructive Patriotism ... 51

Tabel 21 Rangkuman Tinjauan Identitas Nasional ... 52

Tabel 22 Gambaran Identitas Nasional Berdasarkan Tingkatan Usia ... 54

Tabel 23 Gambaran Identitas Nasional Berdasarkan Suku Bangsa ... 55

Tabel 24 Gambaran Identitas Nasional Berdasarkan Agama ... 56

Tabel 25 Gambaran Identitas Nasional Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

Tabel 26 Gambaran Identitas Nasional Berdasarkan Pekerjaan ... 57

Tabel 27 Rangkuman Tinjauan Nationalism ... 57

Tabel 28 Gambaran Nationalism Berdasarkan Tingkatan Usia ... 59

Tabel 29 Gambaran Nationalism Berdasarkan Agama ... 60

Tabel 30 Gambaran Nationalism Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 60

Tabel 31 Gambaran Nationalism Berdasarkan Pekerjaan ... 61

Tabel 32 Rangkuman Tinjauan Constructive Patriotism ... 61

Tabel 33 Gambaran Constructive Patriotism Berdasarkan Suku Bangsa ... 64


(14)

Tabel 35 Gambaran Constructive Patriotism Berdasarkan Tingkatan


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A ... 91

1. Sebaran Data Try Out Skala Identitas Nasional... 92

2. Sebaran Data Try Out Skala Identitas Nationalism ... 95

3. Sebaran Data Try Out Skala Identitas Constructive Patriotism ... 98

Lampiran B ... 101

1. Hasil Uji Reliabilitas dan Daya Diskriminasi Aitem Skala Identitas Nasional ... 102

2. Hasil Uji Reliabilitas dan Daya Diskriminasi Aitem Skala Nationalism .. 103

3. Hasil Uji Reliabilitas dan Daya Diskriminasi Aitem Skala Constructive Patriotism ... 103

Lampiran C ... 104

1. Data Partisipan Penelitian ... 105

2. Sebaran Data dan Skor Total pada Skala Identitas Nasional... 122

3. Sebaran Data dan Skor Total pada Skala Nationalism ... 139

4. Sebaran Data dan Skor Total pada Skala Constructive Patriotism... 156

Lampiran D ... 173

1. Analisis Hasil Utama Skala Identitas Nasional ... 174

2. Analisis Hasil Utama Skala Nationalism ... 175


(16)

Lampiran E ... 177 1. Analisis Hasil Tambahan Skala Identitas Nasional, Nationalism, dan

Constructive Patriotism ... 178

Lampiran F ... 186 1.Skala ... 187


(17)

Identitas Nasional dan Bentuk-bentuk Identitas Nasional: Nasionalisme dan Patriotisme Membangun

( Studi Deskriptif Pada Penduduk Kota Medan)

Kemala Hayati dan Ari Widyanta, M.Si, psikolog

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran Identitas Nasional, Nasionalisme, dan Patriotisme Membangun pada penduduk Kota Medan. Penelitian ini melibatkan 660 orang penduduk Kota Medan sebagai partisipan penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability dengan metode incidental sampling. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan descriptive analysis. Alat ukur berupa kuesioner, skala Identitas Nasional, skala Nationalism dan skala Constructive Patriotism yang disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Blank dan Schmitd (2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas partisipan memiliki Identitas Nasional yang tinggi, baik dalam hal Nasionalisme, maupun Patriotisme Membangun.


(18)

National Identity and Its Forms; Nationalism and Constructive Patriotism (Descriptive Study of Medan Citizen)

Kemala Hayati and Ari Widianta, M.Si, psikolog

ABSTRACT

This research is a descriptive study aiming to describe National Identity, Nationalism, and Constructive Patriotism of Medan citizen. This study involved 660 participants from Medan citizen. Sampling was done by using non-probability technique with incidental sampling method. The collected data was analyzed by using descriptive analysis technique. The measurement tools were a questionnaire, Identity National scale, Nationalism scale, and Constructive Patriotism scale which was constructed based on theory proposed by Blank and Schmidt (2003). The result of this study shows that the majority of participants posses a high National Identity, both in forms of Nationalism and Constructive Patriotism.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para Teolog abad pertengahan, para filsuf seperti Locke dan Hume, matematikawan, dan dikembangkan oleh para psikolog pada abad ini. Menurut kajian psikoanalisa, Freud (dalam Bostock dan Smith, 2001) mengemukakan bahwa identifikasi merupakan ekspresi awal ikatan emosional individu dengan orang lain. Menurut Freud, identifikasi merupakan suatu mekanisme di mana seorang anak akan mengenali dirinya melalui interaksi dengan orangtua (dalam Bostock dan Smith, 2001).

Selain identitas individu, seseorang juga memiliki identitas kolektif atau identitas sosial (Johnson, 1990). Identitas sosial atau identitas kelompok berkaiatan dengan dengan atribut yang dimiliki, seperti ciri-ciri, nilai yang dianut, tujuan, dan norma. Deaux, dkk, (dalam Reid, 2004) mengidentifikasi ada empat katagori dalam identifikasi sosial, yaitu lapangan kerja dan hobi, afiliasi politik, etnis dan agama, dan stigma identitas.

Indonesia merupakan negara multikultur yang dibangun di atas berbagai jenis perbedaan. Perbedaan etnis, ras dan agama yang kemudian akan melahirkan keragaman budaya dan seni terpampang dari Sabang sampai Merauke.Perbedaan itu kemudian juga melahirkan keberagaman identitas sosial pada bangsa Indonesia, seperti “saya orang Minang”, “saya orang Bima”, atau “saya orang


(20)

Islam” dan lain sebagainya. Sayangnya, perbedaan identitas dapat memicu timbulnya aspek yang tidak menyenangkan dalam sebuah relasi sosial, seperti prasangka dan agresi (Myers, 1996). Menurut data dari Institut Titian Perdamaian, selama tahun 2009-2010 telah terjadi 16 konflik berbasis agama dan 20 konflik berbasis di Indonesia (dalam Mubarok, 2012).

Walaupun terdiri dari berbagai macam perbedaan, bangsa Indonesia tetap memiliki satu kesamaan, yaitu keanggotaannya sebagai warga negara Indonesia yang kemudian membentuk satu Identitas Nasional. Identitas Nasional merupakan salah satu bentuk dari identitas sosial seseorang dalam kelompok bangsa (Deaux (1993). Secara umum Identitas Nasional menggambarkan perasaan subjektif individu terhadap suatu bangsa, yang pada dasarnya bersifat positif (Tajfel & Turner, 1986). Identitas Nasional dipandang sebagai suatu konsep pokok dari kelekatan kelompok (group attachment) dalam dunia modern (Davidov, 2009). Kelekatan anggota kelompok terhadap negaranya diungkapkan melalui rasa memiliki, cinta, kesetiaan, kebanggaan dan perlindungan terhadap bangsa dan tanah airnya (Bar-Tal 1997).

Dalam pengembangannya, para peneliti kemudian membedakan dua bentuk sikap Identitas Nasional. Mereka memandang bentuk pertama sebagai sikap yang buta, militaristik, bodoh, patuh dan tidak rasional dari kecintaan seseorang terhadap bangsa dan negaranya, sedangkan bentuk kedua dianggap lebih sungguh-sungguh, membangun, kritis, dan rasional (Davidov, 2009). Sikap pertama ditandai dengan loyalitas tanpa kritikan, sedangkan sikap yang kedua


(21)

perbedaan pendapat individu terhadap bangsa dan negaranya (Schatz, Staub dan Lavine, 1999). Bentuk pertama dari Identitas Nasional tersebut dikenal sebagai Nationalism, pseudo-patriotism, chauvinism, atau blind patriotism, sedangkan bentuk kedua dikenal sebagai constructive patriotism atau positive patriotism. Dari semua istilah tersebut, kebanyakan peneliti cenderung menggunakan bentuk Nationalism dan Conctructive Patriotism (Davidov, 2009).

Verkuyten (2007) menyebutkan bahwa identitas nasional, dapat menjadi salah satu aspek pendukung multikulturalisme. Multikulturalisme merupakan gagasan umum yang menggambarkan keberagaman ras yang hidup dalam harmoni pluralistik. Secara operasional, Sparringa (2003) mendefinisikan multikulturalisme sebagai sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok etnis atau budaya (ethnic and cultural groups) dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co-existence yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain. Dengan adanya identitas nasional, bangsa Indonesia akan memandang dirinya sama tanpa ada batasan etnis dan budaya. Kelekatan terhadap bangsa dan negaranya akan mengarahkan individu untuk senantiasa menjaga stabilitas dan melindungi negaranya. Individu tidak lagi melihat perbedaan seperti etnis, agama atau budaya sebagai sebuah kekurangan ketika mereka mengidentifikasikan dirinya pada kelompok bangsa (Druckman, 1994). Keberagaman yang dimiliki Indonesia, baik dalam hal etnis, agama atau budaya telah dirumuskan sebagai salah satu Identitas Nasional yang ditemukan dalam semboyan negara, Bhineka Tunggal Ika.


(22)

B. Urgensi Penelitian

Keberagaman dan kemajemukan yang dimiliki oleh Indonesia kontan menjadikannya sebagai negara yang memiliki potensi besar akan lahirnya konflik yang dapat dipicu oleh masalah ideologi, agama, persoalan pribumi dan pendatang, ras, sampai masalah etnisitas seperti yang dikemukakan oleh Karl Marx (dalam Wulansari, 2009).

Keberagaman yang dimiliki oleh Indonesia tersebut tersebar di berbagai Kota di Indonesia, salah satunya adalah Kota Medan. Medan, merupakan salah satu Kota multietnis di Indonesia. Keberagaman etnis pada Kota terbesar di Pulau Sumatera tersebut tidak terlepas dari sejarah panjangnya sebagai lokasi daerah perkebunan pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Seiring dengan pembukaan perusahaan perkebunan secara besar-besaran oleh pemerintah kolonial Belanda, Medan berkembang menjadi salah satu Kota penting di luar Jawa. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, terjadi migrasi besar-besaran ke Kota Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan, kemudian pada gelombang kedua berupa kedatangan orang Minangkabau, Mandailing, dan Aceh untuk berdagang, menjadi guru dan ulama (Pemko Medan, 2011).

Berkumpulnya berbagai ragam etnis yang memiliki kebudayaan, adat istiadat, agama serta latar belakang sejarah daerah suku yang berbeda di Kota Medan dapat memicu potensi konflik negatif, seperti prasangka stereotip, sikap disintegrasi, sikap eksekutif, bahkan sikap separatis (Hadiluwih, 2005). Dalam


(23)

biasanya muncul melalui proses sosialisasi di sekitar lingkungan. Julukan-julukan atau sebutan stereotip ini pun bermunculan di Kota Medan. Misalnya, julukan “manipol”, “aceh pungo”, “padang pancilok”, “cina loleng”, dan lain-lain (Hadiluwih, 2005). Meskipun terdapat begitu banyak stereotipisasi di Kota Medan, namun sejauh ini hal tersebut belum menimbulkan terjadinya konflik yang serius.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dilihat bahwa seperti Indonesia, Kota Medan juga memiliki potensi konflik yang besar karena keberagaman yang ada di dalamnya, namun pada kenyataannya, Kota Medan justru jarang mengalami konflik tersebut. Identitas Nasional merupakan salah satu aspek pendukung multikulturalisme yang dapat meredam konflik. (Kelman,2001). Kota medan yang jarang terlibat dalam konflik bisa jadi disebabkan oleh tingginya perasaan dan kelekatan masyarakat terhadap negaranya. Kota medan yang multikultur dipandang sebagai salah satu kekayaan daerah alih-alih sebagai alasan untuk saling membenci.

Penelitian ini berusaha untuk melihat bagaimanakah gambaran Identitas Nasional pada penduduk Kota Medan. Dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu jawaban untuk mengatasi masalah konflik di Indonesia, sehingga bisa memelihara dan mengembangkan integrasi bangsa yang lebih handal. Menciptakan masyarakat yang berkeadilan sosial yang dipersatukan oleh nilai-nilai bersama; menghargai keberagaman serta berkomitmen terhadap kesamaan antar kelompok akan memungkinkan terwujudnya suatu cita-cita sosial dan politik kebersamaan dalam perbedaan.


(24)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah, peneliti merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran Identitas Nasional penduduk Kota Medan?

2. Bagaimana gambaran Identitas Nasional penduduk Kota Medan ditinjau dari bentuk-bentuk identitas nasional; Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism)?

D. Tujuan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan secara langsung mengenai:

1. Gambaran Identitas Nasional penduduk Kota Medan

2. Gambaran bentuk sikap Nasionalisme (Nationalism) dan Partriotisme Membangun (Constructive Patriotism)pada penduduk Kota Medan

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa:

1. Menambah data yang akurat mengenai gambaran Identitas Nasional; Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) penduduk Kota medan.

2. Bahan acuan dalam mengkaji masalah konflik dan multikulturalisme di Indonesia.


(25)

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan dibuat dalam lima bab, dimana masing-masing bab tersebut akan mengulas mengenai hal-hal berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat penjelasan mengenai permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan dalam penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini memuat teori-teori yang digunakan terkait variable-variabel yang digunakan dalam penelitian serta hipotesa penelitian.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini memuat penjelasan mengenai memuat metode penelitian yang mencakup identifikasi variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian, definisi operasional variable penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian, alat ukur penelitian, validitas dan reliabilitas alat ukur penelitian, uji daya beda aitem dalam alat ukur penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian, serta metode analisis data yang digunakan. BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai partisipan penelitian, hasil yang didapatkan dari penelitian dan selanjutnya akan dimuat mengenai pembahasan data-data hasil penelitian dengan teori yang relevan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.


(26)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan rangkuman atau kesimpulan dari penelitian yang dilakukan yang disusun secara singkat dan jelas sehingga mampu menjawab rumusan masalah dalam penelitian serta memuat saran-saran yang relevan terkait dengan identitas nasional, permasalahannya, dan penelitian-penelitian lanjutan mengenai fenomena tersebut.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Identitas Nasional

1. Definisi Identitas Nasional

Konsep mengenai Identitas Nasional merupakan sebuah konsep yang multidimensional dimana dikembangkan dan dianalisis oleh berbagai disiplin ilmu dan relevan dengan berbagai bidang penelitian. Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu yang mengkaji Identitas Nasional sebagai kajian psikologi sosial.

Identitas Nasional merupakan salah satu bentuk dari identitas sosial (Michener dan Delamater, 1999; Bostock Dan Smith, 2001). Identitas Nasional dianggap sebagai konsep utama dari identifikasi individu pada kelompok sosial dalam dunia modern (Davidov, 2009). Kelekatan anggota kelompok terhadap negara mereka diekspresikan dengan rasa memiliki, cinta, loyalitas, kebanggaan, dan perlindungan terhadap kelompok dan tanah air-nya (Davidov,2009).

Tajfel dan Turner (1986) menyatakan bahwa secara umum Identitas Nasional menggambarkan perasaan yang subjektif terhadap suatu bangsa, yang pada dasarnya bersifat positif. Sejalan dengan pendapat tersebut, Blank, Schmidt dan Westle (2001) menggambarkan Identitas Nasional sebagai perasaan kedekatan yang kuat terhadap negara sendiri.


(28)

Berdasarkan definisi Identitas Nasional menurut beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa Identitas Nasional merupakan salah satu bentuk dari identitas sosial yang mencerminkan identifikasi, perasaan dan penilaian yang positif dari individu terhadap bangsa dan negaranya.

2. Identitas Nasional Sebagai Bentuk dari Identitas Sosial

Banyak peneliti yang berasusmsi bahwa identifikasi nasional sama dengan identifikasi kolektivitas (identifikasi sosial) yang lain (Gibson, 2003). Müller-Peters (1998) mendefinisikan Identitas Nasional sebagai bentuk khusus dari identitas kolektif atau sosial, dan dalam hal ini kelompok sosial yang dimaksud adalah bangsa.

Martin dan Nakayama (2010) kemudian mengemukakan konsep dimana terdapat beberapa bentuk-bentuk utama dari identitas sosial dalam konteks komunikasi interkultural. Identitas Nasional merupakan salah satu bentuk dari identitas sosial dalam konteks tersebut.

Teori identitas sosial sendiri awalnya dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial dan konflik antar kelompok. Menurut Tajfel (1978), social identity (identitas sosial) adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut. Social identity berkaitan dengan keterlibatan, rasa peduli dan juga rasa bangga dari keanggotaan dalam suatu kelompok tertentu (Tajfel & Turner, 1979).


(29)

Branscombe, Ellemers, Spears, dan Doosje (1999) mengemukakan tiga komponen dalam identitas sosial, yaitu cognitive component (self categorization), evaluative component (group self esteem), dan emotional component (affective component).

1) Cognitive component (Self categorization)

Kesadaran kognitif akan keanggotaannya dalam kelompok. Individu mengkategorisasikan dirinya dengan kelompok tertentu yang akan menentukan kecenderungan mereka untuk berperilaku sesuai dengan keanggotaan kelompoknya. Komponen ini juga berhubungan dengan self stereotyping yang menghasilkan identitas pada diri individu dan anggota kelompok lain yang satu kelompok dengannya. Self stereotyping dapat memunculkan perilaku kelompok (Hogg, 1988). 2) Evaluative component (group self esteem)

Merupakan nilai positif atau negatif yang dimiliki oleh individu terhadap keanggotaannya dalam kelompok. Evaluative component ini menekankan pada nilai-nilai yang dimiliki individu terhadap keanggotaan kelompoknya.

3) Emotional component (affective component)

Merupakan perasaan keterlibatan emosional terhadap kelompok. Emotional component ini lebih menekankan pada seberapa besar perasaan emosional yang dimiliki individu terhadap kelompoknya (affective commitment). Komitmen afektif cenderung lebih kuat dalam kelompok yang dievaluasi secara positif karena kelompok lebih


(30)

berkontribusi terhadap social identity yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa identitas individu sebagai anggota kelompok sangat penting dalam menunjukkan keterlibatan emosionalnya yang kuat terhadap kelompoknya walaupun kelompoknya diberikan karakteristik negatif.

3. Fungsi Identitas Nasional

Menurut Smith (1991) terdapat tiga fungsi dari Identitas Nasional, yaitu:

1) Identitas Nasional memberikan jawaban yang memuaskan terhadap rasa takut akan kehilangan identitas melalui identifikasi terhadap bangsa.

2) Identitas Nasional menawarkan pembaharuan pribadi dan martabat bagi individu dengan menjadi bagian dari keluarga besar suatu bangsa 3) Identitas Nasional memungkinkan adanya realisasi dari perasaan

persaudaraan, terutama melalui simbol-simbol dan upacara.

4. Bentuk-bentuk Identitas Nasional: Nasionalisme (Nationalism) dan

Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism)

Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) menggambarkan bentuk yang lebih spesifik dari Identitas Nasional (Blank dan Schmidt, 2003). Nasionalisme (Nationalism) merupakan sebuah idealisasi bangsa, keyakinan terhadap superioritas bangsa sendiri, penilaian positif tehadap bangsa serta penolakan terhadap sikap dan


(31)

emosi negatif dan ambivalen pada bangsa. Schmidt (2003) mengemukakan tiga indikator Sikap Nasionalisme (Nationalism), yaitu :

1) Penilaian positif terhadap bangsa sendiri secara general (generalized positive assessment of the nation). Penilaian positif ini mencakup hal-hal berupa penekanan sikap ambivalen terhadap bangsa, sebuah penerimaan penuh dari otoritas nasional, negara, dan politik.

2) Perasaan superioritas (feelings of superiority). Indikator ini mencakup perasaan individu bahwa bangsa dan negaranya lebih superior daripada bangsa dan negara lain (a feeling of national superiority). Selain itu, terdapat juga relevansi yang tinggi dari perbandingan sosial dengan kelompok yang tidak dianggap sebagai bagian dari bangsa,

3) Kecenderungan Idealisasi terkait dengan bangsa (nation-related tendencies of idealization). Indikator ini mencakup konsep mengenai idealisasi bangsa (idealization of the nation), idealisasi terhadap bangsa ini juga mencakup idealisasi terhadap sejarah bangsa sendiri. Sementara itu, Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) merupakan bentuk lain dari Identitas Nasional yang menolak konsep idealisasi bangsa. Orang-orang dengan Identitas Nasional Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) akan mencerminkan pandangan kritis dan konstruktif terhadap bangsanya, mereka akan memberikan dukungan terhadap sistem selama sistem tersebut sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam sikap Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) juga terdapat penerimaan terhadap emosi negatif pada bangsa. Secara lebih rinci,


(32)

Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) digambarkan memiliki indikator-indikator berikut ini (Schmidt, 2003):

1) Aspek demokrasi dari Patriotisme Membangun (democratic aspects of

patriotism). Aspek demokrasi ini mencakup penolakan terhadap

penerimaan penuh dari suatu otoritas nasional, penolakan terhadap budaya otoriter dan dukungan terhadap budaya demokrasi. Dukungan terhadap sistem berakhir segera setelah tujuan bangsa tidak lagi sesuai dengan keyakinan nilai-nilai humanis.

2) Kritik membangun terhadap negara (constructive critic of one’s country). Individu dapat menganggap bahwa bangsa ini tidak ideal yang ditinjau dari hati nurani. Hati nurani di sini mengacu pada pembentukan opini bangsa yang independen dari elit dalam kelompok. Dalam Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) juga terdapat penerimaan emosi negatif terhadap bangsa sendiri.

Dalam sikap Nasionalisme (Nationalism) terdapat penekanan afiliasi nasional kedalam konsep diri individu. Sementara itu, Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) tidak terlalu menekankan afiliasi nasional terhadap konsep diri individu. Sikap Nasionalisme (Nationalism) juga memiliki kecenderungan untuk menganggap kelompok sendiri lebih homogen dan mendefinisikan kelompoknya melalui garis keturunan, ras, atau afiliasi budaya, sedangkan dalam sikap Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism), terdapat penolakan terhadap pendefinisian kelompok sendiri


(33)

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Nasional

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Identitas Nasional bangsa Indonesia, meliputi primordial, sakral, tokoh, bhineka tunggal ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan (Surbakti, 1999).

1) Primordial

Ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan kesamaan suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor primordial yang dapat membentuk negara-bangsa. Primordialisme tidak hanya menimbulkan pola perilaku yang sama, tetapi juga melahirkan persepsi yang sama tentang masyarakat negara yang dicita-citakan. Walaupun ikatan kekerabatan dan kesamaan budaya itu tidak menjamin terbentuknya suatu bangsa (karena mungkin ada faktor yang lain yang lebih menonjol), namun kemajemukan secara budaya mempersulit pembentukan satu nasionalitas baru (negara bangsa) karena perbedaan ini akan melahirkan konflik nilai.

2) Sakral

Kesamaan agama yang dianut oleh suatu masyarakat, atau ikatan ideologi yang kuat dalam masyarakat, juga merupakan faktor yang dapat membentuk negara-bangsa.

3) Tokoh

Kepemimpinan dari seorang tokoh yang disegani dan dihormati secara luas oleh masyarakat dapat menjadi faktor yang menyatukan suatu bangsa-negara. Pemimpin ini menjadi panutan sebab warga masyarakat


(34)

mengidentifikasikan diri kepada sang pemimpin, dan ia dianggap sebagai "penyambung lidah" masyarakat.

4) Sejarah

Persepsi yang sama tentang asal-usul (nenek moyang) dan tentang pengalaman masa lalu, seperti penderitaan yang sama akibat dari penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas (sependeritaan dan sepenanggungan), tetapi juga tekad dan tujuan yang sama antar kelompok suku bangsa. Solidaritas, tekad, dan tujuan yang sama itu dapat menjadi identitas yang menyatukan mereka sebagai bangsa, sebab dengan membentuk konsep ke-kita-an dalam masyarakat.

5) Bhinneka Tunggal Ika

Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) merupakan salah satu faktor yang dapat membentuk bangsa-negara. Bersatu dalam perbedaan artinya kesediaan warga masyarakat untuk bersama dalam suatu lembaga yang disebut Negara, atau pemerintahan walaupun mereka memiliki suku bangsa, adat-istiadat, ras atau agama yang berbeda.

6) Perkembangan Ekonomi

Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi pekerjaan yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu dan semakin bervarariasi kebutuhan masyarakat, semakin tinggi pula tingkat saling bergantung di antara berbagai jenis pekerjaan. Setiap orang bergantung pada pihak lain dalam memenuhi


(35)

anggota masyarakat karena perkembangan ekonomi, maka semakin besar pula solidaritas dan persatuan dalam masyarakat.

7) Kelembagaan

Proses pembentukan bangsa berupa lembaga-lembaga pemerintahan dan politik, seperti birokrasi, angkatan bersenjata, dan partai politik. Setidak-tidaknya terdapat dua sumbangan birokrasi pemerintahan (pegawai negeri) bagi proses pembentukan bangsa, yakni mempertemukan berbagai kepentingan dalam instansi pemerintah dengan berbagai kepentingan di kalangan penduduk sehingga tersusun suatu kepentingan nasional, watak kerja, dan pelayanannya yang bersifat impersonal; tidak saling membedakan untuk melayani warga negara. Angkatan bersenjata berideologi nasionalistis karena fungsinya memelihara dan mempertahankan keutuhan wilayah dan persatuan bangsa, personilnya direkrut dari berbagai etnis dan golongan dalam masyarakat. Selain soal ideologi, mutasi dan kehadirannya di seluruh wilayah negara merupakan sumbangan angkatan bersenjata bagi pembinaan persatuan bangsa Keanggotaan partai politik yang bersifat umum (terbuka bagi warga negara yang berlainan etnis, agama, atau golongan), kehadiran cabang-cabangnya di wilayah negara, dan peranannya dalam menampung dan memadukan berbagai kepentingan masyarakat menjadi suatu alternatif kebijakan umum merupakan kontribusi partai politik dalam proses pembentukan bangsa.


(36)

Robinson (2009) menemukan bahwa tingkat pendapatan juga dapat mempengaruhi Identitas Nasional seseorang. Salah satu interpretasi dari hubungan ini adalah bahwa pendapatan yang lebih tinggi kemudian menyebabkan modernisasi yang lebih besar, yang pada gilirannya akan meningkatkan nasionalisme melalui pendidikan, industrialisasi dan urbanisasi. Selain itu, usia dan jenis kelamin diketahui juga merupakan prediktor Identifikasi Nasional. Laki-laki secara signifikan lebih mengidentifikasikan dirinya dengan negara. Dari segi usia, rata-rata usia memiliki hubungan non-linier untuk nasionalisme. Identitas Nasional lebih tinggi pada orang-orang yang berusia dewasa keatas (Robinson, 2009). Rajiman, Davidov, Schmidt dan Hochman (2008) menemukan bahwa pada beberapa negara, pendidikan dan orientasi politik mempengaruhi Identitas Nasional Individu. Individu yang berpendidikan rendah dan memiliki orientasi politik sayap kanan cenderung lebih nasionalis.

Blank, Schmidt dan Westle (2001) menemukan pengaruh usia dalam perbedaan tingkat Identitas Nasional individu. Identitas Nasional secara konsisten dan signifikan meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Hasil ini ditemukan dari penelitian yang dilakukan di Austria, Jerman Barat, Jerman Timur, Inggris, Italia, Amerika dan Rusia. Usia dapat memoderator tingkat identifikasi nasional individu berdasarkan pengalaman hidupnya dengan bangsa. Dan usia dapat menjadi indikator untuk kemungkinan dan realisasi pengalaman internasional individu. Kemungkinan individu yang lebih tua


(37)

dengan individu yang lebih muda, sehingga memungkinkan mereka untuk memiliki hubungan yang lebih kuat dengan bangsa dan negaranya dibandingkan individu yang lebih muda (Blank, Schmidt dan Westle, 2001).

6. Identitas Nasional Bangsa Indonesia

Proses pembentukan Identitas Nasional bangsa Indonesia cukup panjang, dimulai dari kesadaran adanya perasaan senasib sepenanggungan “bangsa Indonesia” akibat penjajahan Belanda, kemudian memunculkan komitmen bangsa (tekad dan kemudian menjadi kesepakatan bersama). Dalam perkembangan selanjutnnya dirumuskan beberapa Identitas Nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 dalam pasal 35-36C, yaitu:

1) Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia 2) Bendera Negara yaitu Sang Merah Putih

3) Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya 4) Lambang Negara yaitu Pancasila

5) Semboyan Negara yaitu Bhinnika Tunggal Ika 6) Dasar Falsafah Negara yaitu pancasila

7) Konstituti (Hukum Dasar) Negara yaitu UUD1945

8) Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat

9) Konsepsi Wawasan Nusantara


(38)

B. Kota Medan

1. Gambaran Kota Medan

Medan merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Utara dan salah satu dari kota besar dan multietnis di kawasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kota Medan dinyatakan terbentuk pada 1 Juli 1590 dan saat ini dipimpin oleh Rahudman Harahap sebagai walikota.

Luas wilayah administrasi kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat 1 Sumatera Utara nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitpan 7 kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 35 tahun 1992 tentang pembentukan beberapa kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan (Pemko, 2012).

2. Penduduk Kota Medan

Menurut Badan Pusat Statistik, yang dapat dikatakan sebagai penduduk Kota Medan adalah mereka yang:

1) Tinggal di wilayah Kota Medan secara menetap sudah enam bulan atau lebih.

2) Tinggal di wilayah Kota Medan kurang dari enam bulan tetapi bermaksud menetap.


(39)

3) Sedang bepergian ke luar Kota Medan kurang dari enam bulan dan tidak bermaksud menetap di wilayah tujuan.

4) Bertempat tinggal di wilayah Kota Medan dengan mengontrak/ sewa/ kos.

Sedangkan yang tidak termasuk dalam kategori penduduk Kota Medan adalah mereka yang:

1) Tengah berkunjung dan tidak bermaksud menetap di Kota Medan. 2) Tengah bepergian ke luar Kota Medan selama enam bulan atau lebih. 3) Sudah pindah dan bermaksud menetap di wilayah tujuan.

4) Sudah bertempat tinggal di luar Kota Medan dengan mengontrak/ sewa/ kos.

Jumlah penduduk Kota Medan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data kependudukan 2011, jumlah penduduk kota Medan sementara adalah 2.117.224 jiwa, yang terdiri atas 1.046.560 laki-laki dan 1.070.664 perempuan. Dari data tersebut, penduduk terbanyak berada di Kecamatan Medan Deli dengan jumlah 170.013 jiwa, sementara berdasarkan jumlah penduduk terkecil berada di wilayah Kecamatan Medan Maimun sebanyak 60.030 (BPS, 2012).

Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Keberagaman tersebut menciptakan budaya masyarakat yang pluralis dan beragamnya nilai–nilai budaya. Adanya pluralisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu primordialisme yang dapat mengganggu


(40)

sendi-sendi kehidupan sosial (Pemko, 2012). Distribusi penduduk Kota Medan berdasarkan etnis pada tahun 1930, 1980, 2000 dan 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1

Distribusi Etnis di Kota Medan Tahun 1930, 1980, 2000 dan 2010

Etnis 1930 1980 2000 2010

Angkola-Mandailing Karo Dairi Simalungun Pesisir Toba Nias Minangkabau Melayu Jawa Tionghoa Aceh Banjar Sunda Batak lainnya Lainnya 6.12 0.19 - - - - - 7.29 7.06 24.89 35.63 - - 1.58 2.93 14.31 11.91 3.99 - - - - - 10.93 8.57 29.41 12.8 2.19 - 1.90 14.11 4.13 9.36 4.10 8.6 6.59 33.03 10.65 2.78 20.93 3.95 10.16 4.62 0.42 1.41 1.10 17.12 1.10 7.83 5.76 33.19 9.47 2.70 0.47 - -4.65

Jumlah 100 100 100

Sumber: 1930 dan 1980: Pelly, 1983; 2000 dan 2010: BPS Sumut

Keberagaman etnis yang ada di Kota Medan kemudian diikuti pula oleh keberagaman Agama atau kepercayaan. Selain enam agama yang diakui oleh pemerintah, Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu, Kota Medan juga memiliki beberapa kepercayaan yang sampai saat ini masih memiliki penganut, seperti Parmalim (Silaen, 2013). Jumlah penduduk Kota Medan berdasarkan agama dapat dilihat pada tabel berikut:


(41)

Tabel 2

Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Agama yang Dianut Tahun 2010

Agama Jumlah (%)

Islam Protestan

Katolik Hindu Budha Khong Hu Chu

Lainnya Tidak Terjawab Tidak Ditanyakan

67.80 20.27 1.79 0.44 8.81 0.02 0.02 0.03 0.82

Kota Medan 100


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2002). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana gambaran Identitas Nasional pada etnis-etnis di kota medan.

Menurut Azwar (2010) metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi. Jenis penelitian ini mempersoalkan hubungan antar variabel dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya berupa deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori di suatu variabel. Dalam pengolahan dan analisa data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif (Faisal, 1999).

Punch (1998) menyatakan bahwa ada dua kegunaan dilakukannya penelitian deskriptif, yaitu:


(43)

mendalam (exploratory studies) adalah lebih baik untuk terlebih dahulu memusatkan perhatian pada deskripsi yang sistematis terhadap objek penelitian

2. Kedua, deskripsi yang tepat mengenai proses-proses sosial yang kompleks dapat membantu kita untuk memahami faktor apa yang perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian berikutnya secara lebuh mendalam.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah Identitas Nasional, Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) penduduk Kota Medan.

B. DEFINISI OPERASIONAL

Defenisi Operasional adalah defenisi yang melekatkan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan kegiatan atau tindakan yang perlu dilakukan untuk mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 2000).

1. Identitas Nasional

Identitas Nasional dapat diukur dengan menggunakan skala Identitas Nasional berdasarkan tiga komponen identitas sosial yang dikembangkan oleh Branscombe, Ellemers, Spears, dan Doosje (1999) yang mengukur tiga aspek: self-categorization, group self-esteem, dan affective component. Beberapa penelitian sebelumnya telah mengukur Identitas Nasional dengan menggunakan pendekatan identitas sosial, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Blank dan Schmidt (2003) yang meneliti mengenai Identitas Nasional di Jerman. Total skor yang dihasilkan skala Identitas


(44)

Nasional menggambarkan sejauh mana individu merasa lekat dengan negaranya. Semakin tinggi total skor pada skala Identitas Nasional menunjukkan bahwa individu semakin lekat dengan negaranya, begitu juga sebaliknya.

2. Nasionalisme (Nationalism)

Nasionalisme (Nationalism) merupakan sebuah idealisasi bangsa, keyakinan terhadap superioritas bangsa sendiri, penilaian positif tehadap bangsa serta penolakan terhadap sikap dan emosi negatif dan ambivalen pada bangsa. Nasionalisme dapat diukur melalui skala Nasionalisme yang diadaptasi dari skala Nasionalisme oleh Blank dan Schmidt (2003) yang mengukur tiga aspek: generalized positive assessment of the nation, feelings of superiority, dan nation-related tendencies of idealization. Total skor yang dihasilkan skala Nasionalisme menggambarkan sejauh mana individu memiliki kecenderungan sikap nasionalisme. Semakin tinggi total skor pada skala Nasionalisme menunjukkan bahwa semakin kuat kecenderungan sikap nasionalisme individu terhadap negaranya, begitu juga sebaliknya.

3. Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism)

Patriotisme Membangun adalah pandangan kritis dan konstruktif terhadap bangsanya, dukungan terhadap sistem selama sistem tersebut sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan penerimaan terhadap emosi negatif pada bangsa. Patriotisme dapat diukur melalui skala Patriotisme yang diadaptasi dari skala Patriotisme oleh Blank dan Schmidt (2003) yang mengukur dua


(45)

country. Total skor yang dihasilkan skala Patriotisme menggambarkan sejauh mana individu memiliki kecenderungan sikap patriotik. Semakin tinggi total skor pada skala Patriotisme menunjukkan bahwa semakin kuat kecenderungan sikap patriotik individu terhadap negaranya, begitu juga sebaliknya.

4. Penduduk Kota Medan

Setiap individu yang bertempat tinggal di wilayah Kota Medan yang ditunjukkan dengan kepemilikan terhadap Kartu Tanda Penduduk Kota Medan atau telah menetap di Kota Medan sekurang-kurangnya selama enam bulan yang berada di 21 kecamatan dan 151 kelurahan wilayah Kota Medan.

C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan (totality) objek psikologis yang dibatasi oleh kriteria tertentu (Lubis, 2002). Hadi (2002) mengemukakan bahwa semua individu yang memiliki generalisasi keadaan atau kenyataan yang sama disebut dengan populasi. Pada penelitian ini populasinya adalah penduduk Kota Medan yang berusia diatas 18 tahun. Sedangkan sampel merupakan sebahagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2002). Sehubungan dengan hal ini, yang perlu mendapat perhatian bahwa sampel harus mencerminkan keadaan populasinya, agar sampel dapat digeneralisasikan terhadap populasinya. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk Kota Medan yang berada pada usia dewasa atau diatas 18 tahun yang berada di 21 kecamatan dan 151 kelurahan wilayah Kota Medan.


(46)

2. Karakteristik Sampel

Adapun karakteristik sampel atau partisipan dalam penelitian ini adalah:

1) Penduduk Kota Medan

Pemilihan Kota Medan sebagai lokasi penelitian adalah karena Kota Medan merupakan salah satu kota multikultural yang dapat menggambarkan keberagaman Indonesia dalam skala yang lebih kecil. 2) Telah melewati masa remaja.

Pengambilan sampel yang harus telah melewati masa remaja didasarkan pada teori Erikson (dalam Papalia, Old dan Feldman, 2008), dimana masa remaja merupakan masa terjadinya krisis identitas atau pencarian jati diri yang sering menimbulkan masalah pada remaja. Terkait penelitian yang ingin melihat gambaran identitas, individu yang telah melewati masa remaja (dewasa) diharapkan telah memiliki konsep identitas yang relatif stabil, sehingga dapat menjawab pertanyaan dengan lebih baik. Menurut teori tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Papalia, Old dan Feldman, 2008) tahap perkembangan remaja kemudian berkembang menjadi tahap perkembangan dewasa muda yang dimulai pada usia 18 tahun. Jadi penelitian ini akan melibatkan sampel penelitian yang berusia sekurang-kurangnya 18 tahun.


(47)

3. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel adalah suatu proses yang dilakukan untuk memilih dan mengambil sampel secara benar dari suatu populasi, sehingga dapat digunakan sebagai wakil bagi populasi tersebut. Teknik sampling menurut Kerlinger (dalam Hasan, 2003) adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar benar-benar mewakili populasi.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non probability. Dalam teknik ini tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Teknik non probability yang digunakan adalah incidental sampling, dimana tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk menjadi anggota sampel, hanya individu atau kelompok yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang akan diteliti (Hadi, 2002). Pemilihan kelompok partisipan didasarkan atas karakteristik tertentu yang memiliki keterkaitan yang erat dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Teknik ini dipakai mengingat ketidakpastian jumlah populasi, populasi data yang sangat besar, dan mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti.


(48)

D. Metode dan Alat Ukur yang Digunakan

Metode pengumpulan data yang dijadikan alat ukur dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2010). Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2010).

Menurut Azwar (2010) karakteristik dari skala psikologi yaitu:

1. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.

2. Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu banyak berisi aitem-aitem.

3. Respon partisipan tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja jawaban yang berbeda diinterpretasikan secara berbeda pula.


(49)

disusun sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi sebagai berikut:

1. Partisipan adalah orang yang paling tahu siapa dirinya

2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada penyelidik adalah benar dan dapat dipercaya

3. Interpretasi subyek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh penyelidik

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala Identitas Nasional serta skala Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) yang dikemukakan oleh Blank dan Schmidt (2003) dengan terlebih dahulu diadaptasi dan mendapat penambahan oleh peneliti karena mengingat kondisi partisipan yang berbeda dengan yang dilakukan oleh Blank dan Schmidt (2003), distribusi aitem penelitian disajikan sebagai berikut:

Tabel 3

Distribusi Aitem Skala Identitas Nasional, Nationalism

dan Constructive Patriotism Sebelum Uji Coba

No. Aitem Total

1. Identitas Nasional 10

2. Nationalism 7

3. Constructive Patriotism 6

Total 23

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat Identitas Nasional diukur dengan menggunakan 10 aitem, nationalism 7 aitem, dan constructive patriotism 6 aitem dengan blue print penelitian disajikan sebagai berikut:


(50)

Tabel 4

Blue Print Skala Identitas Nasional, Nationalism dan Constructive Patriotism Sebelum Uji Coba

No. Skala dan Komponen No. Aitem Total

1. Identitas Nasional a. Self categorization b. Group self esteem c. Affective component

1,4,7 2,5,8 3,6,9,10

3 3 4

2. Nationalism

a. Generalized positive assessment of the nation

b. Feelings of superiority (expressions of ingroup favorits)

c. Nation-related tendencies of

idealization

1,6 3,5,7

2,4

2 3 2 3. Constructive Patriotism

a. Democratic aspects of patriotism b. Constructive critic of one’s country

1,2,3 4,5,6

3 3

Total 23

Penyusunan skala Identitas Nasional, Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) dibuat dalam bentuk self rating scale. Untuk masing-masing aitem, pilihan jawaban bergerak dari 1 sampai 6. Semakin tinggi skor partisipan pada skala Identitas Nasional, semakin kuat kecenderungan partisipan untuk mengidentifikasikan dirinya dengan negaranya. Semakin tinggi skor partisipan pada skala Nasionalisme (Nationalism), semakin kuat kecenderungan sikap nasionalisme terhadap negaranya. Semakin tinggi skor partisipan pada skala Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism), semakin kuat kecenderungan sikap patriotik terhadap negaranya.


(51)

agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan, dan status kewarganegaraan partisipan dan orangtuanya. Skala terlebih dahulu akan dialihbahasakan dan kemudian diperiksa kembali oleh profesional judgement yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing untuk memastikan setelah dialihbahasakan skala tersebut memppunyai makna yang sama dengan yang terdapat pada bahasa aslinya. Setelah itu skala ini akan diujicobakan untuk menganalisis validitas dan reliabilitasnya sebelum digunakan untuk mengambil data.

E. VALIDITAS, RELIABILITAS DAN HASIL UJI COBA ALAT UKUR

Validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian sangat menentukan keakuratan dan keobjektifan hasil penelitian yang dilakukan. Suatu alat ukur yang tidak valid dan tidak reliabel akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan partisipan atau individu yang dikenai suatu tes (Azwar, 2010). Peneliti akan melakukan uji coba pada ketiga alat ukur berupa skala Identitas Nasional, skala Nasionalisme (Nationalism) dan skala Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) terhadap 100 responden, dengan tujuan memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel.

1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji coba alat ukur dalam menjalankan fungsinya. Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan tujuan yaitu (Azwar, 2010):


(52)

1) Seberapa jauh alat ukur skala Identitas Nasional, skala Nasionalisme (Nationalism) dan skala Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) dapat mengukur atau mengungkap dengan tepat

2) Seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi atau content validity yaitu sejauh mana suatu tes yang merupakan seperangkat soal, dilihat dari isinya benar-benar mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Azwar, 2010). Validasi isi dalam penelitian ini dilakukan dengan professional judgement yakni oleh dosen pembimbing.

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Dengan kata lain, memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes secara keseluruhan (Azwar, 2010).

Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi korelasi antara distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) yang dikenal dengan sebutan


(53)

aitem menggunakan batasan rix > 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix < 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar, 2010). Penelitian ini menggunakan batasan rix > 0,30.

3. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat kekonsistenan atau keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2010). Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi diantara individu lebih ditentukan oleh faktor error (kesalahan) daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya bersama-sama (Azwar, 2010).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan Internal Consistency yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali penggunaan tes kepada sekelompok individu sebagai subyek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2010). Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien reliabilitas Alpha Cronbach.

Penghitungan daya beda aitem dan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini dilkukan dengan menggunakan program SPSS version 16.00 for Windows.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Setelah dilakukan uji coba skala Identitas Nasional, Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) pada


(54)

penelitian. Pada skala Identitas Nasional, dari 10 aitem, 1 aitem gugur dengan daya diskriminasi 0,210, yaitu aitem nomor 1 yang mengukur aspek kategorisasi diri. Sedangkan 9 aitem lainnya dapat digunakan dengan daya diskriminasi yang berkisar dari 0,399 sampai 0,670. Sedangkan pada skala Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism), semua aitem dapat digunakan untuk penelitian dengan daya diskriminasi yang berkisar dari 0,365 sampai 0,583 untuk skala Nasionalisme (Nationalism) dan 0,375 sampai 0,732 untuk skala Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism).

Tabel 5

Distribusi Aitem Skala Identitas Nasional, Nationalism

dan Constructive Patriotism Setelah Uji Coba

No. Aitem Total

1. Identitas Nasional 9

2. Nationalism 7

3. Constructive Patriotism 6

Total 22

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat Identitas Nasional akhirnya diukur dengan menggunakan 9 aitem. Sedangkan Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme (Constructive Patriotism) tetap diukur dengan 7 dan 6 aitem dengan blue print penelitian disajikan sebagai berikut:


(55)

Tabel 6

Blue Print Skala Identitas Nasional, Nationalism dan Constructive Patriotism Setelah Uji Coba

No. Skala dan Komponen No. Aitem Total

1. Identitas Nasional a. Self categorization b. Group self esteem c. Affective component

4,7 2,5,8 3,6,9,10

2 3 4

2. Nationalism

a. Generalized positive assessment of the nation

b. Feelings of superiority (expressions of ingroup favorits)

c. Nation-related tendencies of idealization

1,6 3,5,7

2,4

2 3 2 3. Constructive Patriotism

a. Democratic aspects of patriotism b. Constructive critic of one’s country

1,2,3 4,5,6

3 3

Total 22

F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN 1. Tahap Persiapan

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti, antara lain :

a. Survei awal

Peneliti perlu mendapatkan informasi awal mengenai fenomena konflik yang ada di Indonesia dan Kota Medan. Untuk itu peneliti melakukan survei melalui media online. Hasil survei ini kemudian memberikan informasi mengenai kondisi konflik serta gambaran keberagaman di Indonesia dan Kota Medan.

b. Pencarian referensi

Pada penelitian ini, peneliti bermaksud untuk melihat gambaran Identitas Nasional pada penduduk Kota Medan. Maka dari itu, peneliti


(56)

memakai referensi dari jurnal-jurnal serta artikel-artikel dari penelitian terdahulu terkait dengan konsep identitas, Identitas Nasional, multikulturalisme, dan Kota Medan.

c. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, peneliti membuat alat ukur berupa Skala Identitas Nasional yang diadaptasi dari Blank dan Smith (2003) dengan melakukan penambahan aitem-aitem dari aspek self categorization dan group self-esteem. Sedangkan skala Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) diadaptasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Blank dan Schmidt (2003).

d. Uji Coba Alat Ukur

Sebelum menjadi alat ukur yang sebenarnya, skala diuji validitasnya berdasarkan professional judgement, kemudian skala tersebut diuji cobakan kepada 100 sampel yang diambil secara incidental yang memiliki karakteristik yang sama dengan partisipan penelitian.

e. Revisi Alat Ukur

Setelah aitem pada skala Identitas Nasional, Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism) yang dikemukakan oleh Blank dan Schmidt (2003) diperiksa oleh professional judgment, dan telah diujicobakan penduduk Kota Medan, kemudian peneliti menguji daya beda aitem den reliabilitas ketiga skala dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS version


(57)

memenuhi validitas dan reliabilitasnya, peneliti mengambil aitem-aitem yang sahih tersebut untuk dijadikan aitem-aitem-aitem-aitem pada skala Identitas Nasional, Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism). Aitem-aitem tersebut kemudian disusun kembali dalam bentuk booklet dengan menggabungkan ketiga skala dan dicetak serta di buat dalam versi online.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah skala penelitian lulus dalam uji validitas dan reliabilitas, maka aitem dalam skala tersebut disusun kembali. Selanjutnya, aitem-aitem yang lulus penyaringan dijadikan alat pengumpulan data pada sampel yang sesungguhnya.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh data dari Skala Identitas Nasional, Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism), maka dilakukan pengolahan data. Untuk mempermudah penganalisaan data, data diolah dengan menggunakan SPSS 16.00 for Windows. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik deskriptif. Analisa statistik dilakukan karena dapat menunjukkan kesimpulan (generalisasi) penelitian. Pertimbangan lain yang mendasari adalah statistik bekerja dengan angka, statistik bersifat objektif, dan universal (Hadi, 2002).


(58)

G. METODE ANALISA DATA

Untuk mendapatkan gambaran Identitas Nasional, Nasionalisme (Nationalism) dan Patriotisme Membangun (Constructive Patriotism), pada penduduk Kota Medan, maka metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya melibatkan satu variabel pada satu kelompok, tanpa menghubungkan dengan variabel lain atau membandingkan dengan kelompok lain. Penelitian dilakukan atas satu kelompok dalam satu hal variabel (Purwanto, 2008). Hadi (2002) menyatakan bahwa penelitian deskriptif akan menganalisa dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.

Azwar (2010) menyatakan bahwa uraian kesimpulan dalam penelitian deskriptif didasari oleh angka yang diolah secara tidak terlalu mendalam. Hasil penelitiannya berupa deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu dengan penyajian frekuensi, mean atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori di suatu variabel (Sevilla, 1993). Kesimpulan yang diberikan selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. Data yang diperoleh dari alat ukur, seperti skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi, akan diolah dengan metode statistik dengan menggunakan SPSS 16.00 for Windows.


(59)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan pada bab ini dimulai dengan gambaran umum partisipan penelitian dan hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis data penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang ingin dilihat dari penelitian ini.

A. Gambaran Umum Partisipan Penelitian

Partisipan penelitian berjumlah 660 orang penduduk Kota Medan. Berdasarkan hal tersebut didapatkan gambaran umum partisipan penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis atau suku bangsa, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan, dan status kewarganegaraan partisipan dan orangtua.

1. Gambaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 7

Penyebaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin N % dari total N

Laki-laki Perempuan

259 401

39.2% 60.8%

Total 660 100%

2. Gambaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Tingkatan Usia

Partisipan dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan 3 pengelompokan kategori usia berdasarkan tahap perkembangan yang dikemukakan oleh erikson, yaitu: 18-34 tahun (dewasa muda), 35-54 tahun


(60)

(dewasa madya), dan ≥ 55 tahun (dewasa akhir) dengan penyebaran sebagai berikut :

Tabel 8

Penyebaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Tingkatan Usia Tingkatan Usia N % dari total N

18-34 tahun 35-54 tahun ≥ 55 tahun

590 67 3 89.4% 10.1% 0.5%

Total 660 100%

3. Gambaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Suku Bangsa Tabel 9

Penyebaran Partisipan Penelitian Berdasarkan Suku Bangsa

Suku bangsa N % dari total N

Mandailing Karo Simalungun Toba Angkola Pakpak Nias Minangkabau Melayu Jawa Tionghoa Aceh Sunda Tamil Campuran Etnis lainnya 90 38 19 132 15 5 6 74 34 115 46 25 12 17 23 9 13.64% 5.76% 2.88% 20% 2.27% 0.76% 0.91% 11.21% 5.15% 17.42% 6.97% 3.79% 1.82% 2.58% 3.48% 1.36%

Total 660 100%

Etnis campuran dimaksudkan untuk partisipan penelitian yang menyandang 2 atau lebih identitas etnis.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abu-Laban, Y. & Gabriel, C. (2002). Selling Diversity: Immigration, Multiculturalism, Employment Equity, and Globalization. Toronto: University of Toronto Press.

Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2010). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bar-tal, D. (1997). The Monopolization of Patriotism. Dalam Patriotism in the Lives of Individuals and Nations, eds. D. Bar-Tal & E. Staub, 246-70. Chicago: Nelson-Hall.

Berry, J. W. (1992). Acculturation and adaptation in a newsociety. International Migration, 30, 69–85.

Berry, J. W. (2000). Socio-psychological costs and benefits of multiculturalism: A viewfrom Canada. Dalam J. W. Dacyl, C. Westin (Eds.), Governance and cultural diversity. Stockholm: UNESCO & CIEFO, Stockholm University. Blank, T., & Schmidt, P. (2003). National identity in a united Germany: Nationalism or patriotism? An empirical test with representative data. Political Psychology, 24, 289–311.

Blank, T., Schmidt, P., & Westle, B. (2001). “Patriotism” – A Contradiction, A Possibility, or An Empirical Strategy?. Grenole: ECPR.

Bostock, W. W., & Smith, G. W. (2001). On Measuring National Identity. Hobart: Sosial Science Paper Publisher.

BPS. (2000). Kota Medan Dalam Angka 2010. Medan: BPS.

BPS. (2010). Hasil Sensus Penduduk 2010: Data Agregat per Kecamatan Kota Medan. Medan: BPS.

BPS. (2012). Kota Medan Dalam Angka 2012. Medan: BPS. BPS. (2012). Statistik Daerah Kota Medan 2012. Medan: BPS.


(2)

Burke, P. J., & Stets, J. E. (2000). Identity Theory and Social Identity Theory.

New York: Washington State University.

Bush, N. (2008). Multicultural Nations: Isuues of Race and National Identity in Britain and Canada. Toronto: Ryerson University.

Chang, W. (2001). Konflik Etnis dan Religius?. (http://groups.yahoo.com, diakses 8 Mei 2012 pukul 03.00).

Crocker, J., & Luhtanen, R. (1990). Collective self-esteem and ingroup bias. Journal of Personality and Social Psychology, 58, 60-67.

Davidov, E. (2009). Measurement Equivalence of Nationalism and Constructive Patriotism in the ISSP: 34 Countries in a Comparative Perspective.

Political Analysis, 17, 64-82.

Deaux, K. (1993). Reconstructing Social Identity. Personality and Social Psychology Bulletin, 19, 4-12.

Druckman, D. (1994). Nationalism, Patriotism, and Group Loyalty: A Social Psychological Perspective. Merson International Studies Review, 38, 43-68.

Ellemers, N., Kortekaas, P., & Ouwerkerk, J. W. (1999). Self-categorization, commitment to the group, and group self esteem as related but distinct aspects of social identity. European Journal of Social Psychology, 29,

371- 389.

Faisal, S. (1999). Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Gibson, S. (2003). Social Psychological Studies of National Identity: A Literature Review. Lancaster: Lancaster University.

Hadi, S. (2002). Metodologi Research. Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset. Hadi, S. (2002). Metodologi Research. Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Hadiluwih, S. (2005). Konflik Etnis di Indonesia: Satu Kajian Kes di Bandaraya Medan. Medan: USU Press.

Harjanto, N. T. (2001). Antara Kebangsaan dan Kewarganegaraan. dalam Indra J. Piliang, Edy Prasetyono, Hadi Soesastro, Merumuskan Kembali Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Centre for Strategic and International Studies.


(3)

Hasan, M. I. (2003) Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hjerm, M. (2001). Education, Xenophobia, and Nationalism: A Comparative Analysis. Journal of Ethnic and Migration Studies. 27, 37-60.

Hogg, M., & Abrams, D. (1988). Social Identification: A Social Psychology of Intergroup Relations and Group Processes.London: Routledge.

Hurlock, E. B. (1993). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Informasi Umum. (a.n.). 16 April 2012. Diakses dari http://www.pemkomedan.go.id/selayang_informasi.php.

Johnson, D. P. (1990). Security versus Autonomy Motivation. Journal for the Theory of Social Behaviour, 20, 111-130.

Kelman, H. C. (2001). The Role of National Identity in Conflict Resolution: Experiences from Israeli-Palestinian Problem-Solving Workshops. Social identity, intergroup conflict, and conflict reduction, 187-212.

Kerlinger. (2000). Asas – Asas Penelitian Behavioral, Edisi 3, Cetakan 7. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kohn, H. (1968). Nationalism. International Enciclopedia of the Social Science, 11, 63-70.

Kusen, A. (2010). Indonesia: Identitas dan Multikulturalisme. Jakarta.

Kymlicka, W. (2003). Being Canadian. Government and Opposition: An Interactional Journal of Comparative Politics, 38, 357-385.

Levey, G. B. (2008). Political Theory and Australian Multiculturalism. NY: Berghahn Books.

Marcia, J. E. (1993). The Relational Roots of Identity. Discussion on Ego identity, 101-120.

Martin, J. & Nakayama, T. (2010). Intercultural Communication in Contexts. New York: The MC Graw-Hill Companies Inc.

Michener, A., & Delamater, J. (1999). Social Psychology. Fourth Edition. USA: Harcourt Brace College Publishers.


(4)

Mubarok. (2012). Negara Majemuk, Konflik, dan Internalisasi Nilai Kebangsaan. (http://sosbud.kompasiana.com, diakses 31 Oktober pukul 09.24).

Müller-Peters, A. (1998). The Significance of National Pride and National Identity to the Attitude Toward the Single European Currency: A Europe-Wide Comparison. Journal of Economic Psychology, 19, 701-719.

Myers, D. G. (1996). Social Psycology. New York: The MC Graw-Hill Companies Inc.

Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2008). Human Development: Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.

Pelly, U. (1983). Urban Migration and Adaptation in Indonesia. Michigan: Ann Arbor.

Punch, K. F. (1998). Introduction to Social Research: Quantitative and Qualitative Approaches. London: Sage Pub.

Purwanto. (2008). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Raijman, R., Davidov, E., Schmidt, P., & Lavine, H. (2008). What Does A Nation Owe Non-Citizens? National Attachments, Perception of Threat and Attitudes toward Granting Citizenship Rights in Comparative Perspective.

International Journal of Comparative Sociology, 49, 195-220.

Rice, F. P., & Dolgin, K. D., (2008). The Adolescent: Development, Relationship, and Culture. Pennsylvania: Allyn and bacon.

Reid, A. (2004). Social Identity-Specific Collectivism (SISCOL) and Group Behavior. Self and Identity, 3, 310–320.

Robinson, A. L. (2009). National versus Ethnic Identity in Africa: State, Group, and Individual Level Correlates of National Identification. Berkeley: University of California.

Santrock, J. W. (2007). Remaja. Jakarta: Erlangga.

Schatz, R. T., Staub, E., & Lavine, Howard. (1999). On the Varieties of National Attachment: Blind Versus Constructive Patriotism. Political Psychology,

20, 151-174.

Schneider, G. & Wiesehomeier, N. (2010). Diversity, Conflict and Growth: Theory and Evidence. Diversity, 2, 1097-1117.


(5)

Shaw, E. (2006). Indonesian Religions. Encyclopedia of Philosophy, Theology and Religion (PHILTAR). Lancaster: St. Martin College.

Silaen, J. (2013). Parmalim di Kota Medan (1963-2006). Medan: USU. Smith, A. D. (1991). National Identity. London: Penguin.

Sparringa, D. T. (2003). Multikulturalisme dalam MultiPerspektif Di Indonesia, dalam Hidup Berbangsa & Etika Multikulturalisme. Surabaya: Forum Rektor.

Stryker, S., & Statham, A. (1985). Symbolic Interaction and Role Theory.

Handbook of Social Psychology, 311-378.

Surbakti, R. (1999). Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo.

Tajfel, H. (1978). Social categorization, social identity and social comparison. Dalam H. Tajfel (Ed.), Differentiation between social groups: Studies in the social psychology of intergroup relations. London: Academic Press. Tajfel, H., & Turner, J. C. (1986). The social identity theory of intergroup

behavior. Dalam S. Worchel & W. Austin (Eds.), Psychology of intergroup relations (pp. 7–24). Chicago: Nelson Hall.

Tajfel, H., & Turner, J. C. (1979). An integrative theory of social confict. Dalam W. Austin, & S. Worchel (Eds), The social psychology of intergroup relations. California: Brooks/Cole.

Tajfel, H. & Turner, J. C. (1986). The Social Identity Theory of Intergroup Behavior. Dalam S. Worchel & W. G. Austin, eds. Psychology of Intergroup Relations. Chicago, IL: Nelson-Hall.

Turner, J. C., Hogg, M., Oakes, P. J., Reicher, S. D., & Wetherell, M. (1987).

Rediscovering the Social Group. Oxford: Blackwell.

Verkuyten, M., & Yildiz, A. A. (2007). National (dis)identification and ethnic and religious identity: A study among Turkish–Dutch Muslims. Personality and Social Psychology Bulletin, 33, 1448–1462.

Wibowo, J., Rachmaningsih, T., Nurdjannah, S., & Herdianto, E. (2010). Katalog Metadata SP 2010 dan Pendukungnya, Jakarta: BPS.

Wibisono, K. (2006). Identitas Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.


(6)

Wulansari, C. D. (2009). Sosiologi dan Konsep Teori. Jakarta: PT Refika Aditama.

Yagcioglu, D. (1996). Psychological Explanation of Conflicts Between Ethnocultural Minorities and Majorities: An Overview. Windows to Conflict Analysis and Resolution: Framing Our Field. Virginia: George Mason University.

Young, I. M. (1990). Justice and the Politics of Differnce, New Jersey: Pricenton University Press.