1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para Teolog abad pertengahan, para filsuf seperti Locke dan Hume, matematikawan,
dan dikembangkan oleh para psikolog pada abad ini. Menurut kajian psikoanalisa, Freud dalam Bostock dan Smith, 2001 mengemukakan bahwa identifikasi
merupakan ekspresi awal ikatan emosional individu dengan orang lain. Menurut Freud, identifikasi merupakan suatu mekanisme di mana seorang anak akan
mengenali dirinya melalui interaksi dengan orangtua dalam Bostock dan Smith, 2001.
Selain identitas individu, seseorang juga memiliki identitas kolektif atau identitas sosial Johnson, 1990. Identitas sosial atau identitas kelompok
berkaiatan dengan dengan atribut yang dimiliki, seperti ciri-ciri, nilai yang dianut, tujuan, dan norma. Deaux, dkk, dalam Reid, 2004 mengidentifikasi ada empat
katagori dalam identifikasi sosial, yaitu lapangan kerja dan hobi, afiliasi politik, etnis dan agama, dan stigma identitas.
Indonesia merupakan negara multikultur yang dibangun di atas berbagai jenis perbedaan. Perbedaan etnis, ras dan agama yang kemudian akan melahirkan
keragaman budaya dan seni terpampang dari Sabang sampai Merauke. Perbedaan
itu kemudian juga melahirkan keberagaman identitas sosial pada bangsa Indonesia, seperti “saya orang Minang”, “saya orang Bima”, atau “saya orang
Universitas Sumatera Utara
Islam” dan lain sebagainya. Sayangnya, perbedaan identitas dapat memicu timbulnya aspek yang tidak menyenangkan dalam sebuah relasi sosial, seperti
prasangka dan agresi Myers, 1996. Menurut data dari Institut Titian Perdamaian, selama tahun 2009-2010 telah terjadi 16 konflik berbasis agama dan 20 konflik
berbasis di Indonesia dalam Mubarok, 2012. Walaupun terdiri dari berbagai macam perbedaan, bangsa Indonesia tetap
memiliki satu kesamaan, yaitu keanggotaannya sebagai warga negara Indonesia yang kemudian membentuk satu Identitas Nasional. Identitas Nasional merupakan
salah satu bentuk dari identitas sosial seseorang dalam kelompok bangsa Deaux 1993. Secara umum Identitas Nasional menggambarkan perasaan subjektif
individu terhadap suatu bangsa, yang pada dasarnya bersifat positif Tajfel Turner, 1986. Identitas Nasional dipandang sebagai suatu konsep pokok dari
kelekatan kelompok group attachment dalam dunia modern Davidov, 2009. Kelekatan anggota kelompok terhadap negaranya diungkapkan melalui rasa
memiliki, cinta, kesetiaan, kebanggaan dan perlindungan terhadap bangsa dan tanah airnya Bar-Tal 1997.
Dalam pengembangannya, para peneliti kemudian membedakan dua bentuk sikap Identitas Nasional. Mereka memandang bentuk pertama sebagai
sikap yang buta, militaristik, bodoh, patuh dan tidak rasional dari kecintaan seseorang terhadap bangsa dan negaranya, sedangkan bentuk kedua dianggap
lebih sungguh-sungguh, membangun, kritis, dan rasional Davidov, 2009. Sikap pertama ditandai dengan loyalitas tanpa kritikan, sedangkan sikap yang kedua
didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan kritis dan membangun serta adanya
Universitas Sumatera Utara
perbedaan pendapat individu terhadap bangsa dan negaranya Schatz, Staub dan Lavine, 1999. Bentuk pertama dari Identitas Nasional tersebut dikenal sebagai
Nationalism, pseudo-patriotism, chauvinism, atau blind patriotism, sedangkan bentuk kedua dikenal sebagai constructive patriotism atau positive patriotism.
Dari semua istilah tersebut, kebanyakan peneliti cenderung menggunakan bentuk Nationalism dan Conctructive Patriotism Davidov, 2009.
Verkuyten 2007 menyebutkan bahwa identitas nasional, dapat menjadi salah satu aspek pendukung multikulturalisme. Multikulturalisme merupakan
gagasan umum yang menggambarkan keberagaman ras yang hidup dalam harmoni pluralistik. Secara operasional, Sparringa 2003 mendefinisikan
multikulturalisme sebagai sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok etnis atau budaya ethnic and cultural groups dapat hidup
berdampingan secara damai dalam prinsip co-existence yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain. Dengan adanya identitas nasional,
bangsa Indonesia akan memandang dirinya sama tanpa ada batasan etnis dan budaya. Kelekatan terhadap bangsa dan negaranya akan mengarahkan individu
untuk senantiasa menjaga stabilitas dan melindungi negaranya. Individu tidak lagi melihat perbedaan seperti etnis, agama atau budaya sebagai sebuah kekurangan
ketika mereka mengidentifikasikan dirinya pada kelompok bangsa Druckman, 1994. Keberagaman yang dimiliki Indonesia, baik dalam hal etnis, agama atau
budaya telah dirumuskan sebagai salah satu Identitas Nasional yang ditemukan dalam semboyan negara, Bhineka Tunggal Ika.
Universitas Sumatera Utara
B. Urgensi Penelitian