emosional Tajfel, 1978. Pada komponen kognitif, partisipan penelitian memiliki
kesadaran kognitif
dalam kelompok
bangsa. Partisipan
mengkategorisasikan dirinya dengan bangsa Indonesia yang kemudian memuntunnya untuk berperilaku sesuai dengan keanggotaan kelompoknya
sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari petikan wawancara personal dengan salah seorang partisipan penelitian seperti berikut
ini: “Walaupun masih dibilang orang India, tapi sikitpun Ibuk udah gak
merasa lagi jadi orang India. Kampung Ibuk disini, lahir disini Indonesia, nenek kakek ibuk pun lahir disininya. Disuruh cakap
bahasa India pun udah tak pande
lagi” Komunikasi Personal, 13 Juni 2013
Partisipan penelitian juga mendapatkan skor yang tinggi pada dimensi
evaluatif dan emosional yang artinya mayoritas partisipan penelitian memilliki penilaian yang positif terhadap keanggotaannya dalam kelompok serta
memiliki keterlibatan emosional yang besar terhadap bangsa kelompoknya bangsa Indonesia walaupun kelompoknya memiliki beberapa karakteristik
negatif dalam Ellemers, 1999.
2. Pembahasan Nationalism dan Constructive Patriotism pada Penduduk Kota Medan
Blank dan Schmitd 2003 mengemukakan bahwa Identitas Nasional dapat ditunjukkan dalam dua bentuk sikap yang berbeda terhadap bangsa,
yaitu Nasionalisme Nationalism dan Patriotisme Membangun Constructive Patriotism. Nasionalisme Nationalism dan Patriotisme Membangun
Conctructive Patriotism sama-sama menunjukkan Identitas Nasional, namun
Universitas Sumatera Utara
memiliki pandangan yang berbeda terhadap bangsa, negara, dan pemerintahan. Sikap Nasionalisme Nationalism mendukung homogenitas
dalam masyarakat, ketaatan yang mutlak terhadap bangsa, negara dan sistemnya, serta penilaian yang berlebihan bahwa bangsanya merupakan
bangsa yang ideal. Sedangkan Patriotisme Membangun Constructive Patriotism lebih mendukung struktur heterogen dalam masyarakat, dukungan
terhadap demokrasi dan sikap kritis serta membangun terhadap negara dan pemerintahan. Namun, pada hasil penelitian ini, hanya sekitar 25 partisipan
yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok Nasionalis atau Patriotis. Sisanya tidak dapat dikategorikan, dan mayoritasnya memiliki tingkat
Nasionalisme Nationalism dan Patriotisme Membangun Constructive Patriotism yang setara.
Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Blank dan Schmitd 2003 bahwa walaupun dua bentuk
sikap Identitas Nasional tersebut Nasionalisme dan Patriotisme Membangun memiliki tujuan sosial yang berbeda dan mengarah pada perilaku dukungan
yang berbeda pula terhadap bangsa dan negarannya, namun kedua konsep sikap tersebut sama-sama merupakan evaluasi positif dari kelompok bangsa
terhadap negaranya sendiri. Nasionalisme dan Patriotisme Membangun sama- sama berakar dari Identifikasi Nasional yang tinggi. Blank dan Schmitd
2003 menemukan bahwa semakin tinggi Identitas Nasional, semakin tinggi pula tingkat Nasionalisme, begitu pula dengan Patriotisme Membangun.
Semakin tinggi Identitas Nasional, semakin tinggi pula tingkat Patriotisme
Universitas Sumatera Utara
Membangun seseorang. Alhasil, meskipun dua konsep tersebut berbeda. Mereka tetap memiliki korelasi yang positif satu sama lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan penelitian mayoritas memiliki Identitas Nasional yang tinggi, dan memiliki tingkat Nasionalisme
Nationalism dan Patriotisme Membangun Constructive Patriotisme yang sama-sama tinggi. Hal tersebut berarti mayoritas partisipan memiliki
Identifikasi Nasional yang positif serta memiliki rasa cinta yang besar terhadap bangsa dan negaranya. Partisipan penelitian juga memiliki keyakinan
bahwa Indonesia merupakan bangsa dan negara yang terbaik dibandingkan dengan negara lainnya, namun tetap memiliki pandangan kritis terhadap
sistem dan demokrasi yang ada di Indonesia. Hasil lanjutan dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan tingkat Nasionalisme Nationalism ditinjau dari beberapa karakteristik demografis partisipan, seperti tingkatan usia, agama, tingkat
pendidikan dan jenis pekerjaan. Berdasarkan perbandingan mean empirik pada karakteristik tingkatan usia, ditemukan bahwa Nasionalisme Nationalism
paling tinggi terdapat pada kelompok partisipan yang berusia 55 tahun ke atas dan paling rendah pada kelompok usia 18 tahun sampai dengan 34 tahun.
Hasil yang sama juga didapatkan oleh Blank dan Schmidt 2001 dari penelitian yang dilakukannya Austria, Jerman Barat, dan Amerika Serikat
yang menunjukkan bahwa Nasionalisme meningkat secara signifikan sesuai dengan peningkatan usia. Dari pengkategorian partisipan berdasarkan Agama
juga ditemukan perbedaan yang signifikan, dimana kelompok yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
Nasionalisme Nationalism yang paling tinggi merupakan kelompok agama Hindu, dan paling rendah pada kelompok agama Budha. Sebenarnya
partisipan yang beragama Parmalim memiliki Nasionalisme Nationalism yang lebih tinggi daripada partisipan yang berada pada kelompok agama
Hindu, sayangnya partisipan yang beragama Parmalim hanya berjumlah satu orang. Dari tingkat pendidikannya, kelompok partisipan yang berasal dari
lulusan SD dan SMP memiliki Nasionalisme Nationalism yang paling tinggi diantara kelompok partisipan lainnya, sedangkan yang paling rendah, berasal
dari kelompok partisipan yang berasal dari lulusan Diploma 1, namun hanya berjumlah satu orang, diikuti oleh kelompok partisipan yang masih berstatus
mahasiswa. Ditinjau dari jenis pekerjaanya, perbandingan mean empirik pada perhitungan menunjukkan bahwa kelompok partisipan yang memiliki
Nasionalisme Nationalism paling tinggi berasal dari kelompok partisipan yang bekerja sebagai bidan, namun hanya terdapat tiga orang dalam kelompok
ini, diikuti oleh kelompok partisipan yang bekerja sebagai Polisi Republik Indonesia Polri, sedangkan yang paling rendah berasal dari kelompok
partisipan yang bekerja sebagai karyawan. Blank dan Schmidt 2001 menemukan bahwa efek dari pendidikan terhadap Nasionalisme cenderung
lemah, namun berkorelasi negatif secara konsisten. Pendidikan yang lebih tinggi dapat mengurangi tingkat Nasionalisme seseorang. Kelompok
partisipan yang beragama Hindu mayoritas terdiri dari partisipan lulusan SD atau SMP, dan beberapa partisipan lulusan SMASMK. Pada kelompok
partisipan yang bekerja sebagai Polri, tingginya Nasionalisme dapat
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh pendidikan dan komunitas atau lingkungannya Berk, 2007, serta status mereka sebagai bagian dari sistem Indonesia.
Hasil lanjutan dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Patriotisme Membangun Constructive Patriotism ditinjau dari
beberapa karakteristik demografis partisipan, seperti tingkatan suku bangsa, agama, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan perbandingan mean empirik pada
kategori suku
bangsa, ditemukan
bahwa Patriotisme
Membangun Constructive Patriotism paling tinggi terdapat pada kelompok suku bangsa
Tamil dan paling rendah pada kelompok yang berasal dari suku bangsa Nias. Dari pengkategorian partisipan berdasarkan Agama juga ditemukan perbedaan
yang signifikan, dimana kelompok yang memiliki Patriotisme Membangun Constructive Patriotism yang paling tinggi merupakan kelompok agama
Hindu, dan paling rendah pada kelompok agama Budha. Sebenarnya partisipan yang beragama Parmalim memiliki Patriotisme Membangun
Constructive Patriotism yang lebih tinggi daripada partisipan yang berada pada kelompok agama Hindu, sayangnya partisipan yang beragama Parmalim
hanya berjumlah satu orang. Dari tingkat pendidikannya, kelompok partisipan yang berasal dari lulusan SD dan SMP memiliki Patriotisme Membangun
Constructive Patriotism yang paling tinggi diantara kelompok partisipan lainnya, sedangkan yang paling rendah, berasal dari kelompok partisipan yang
berasal dari lulusan Diploma 1, namun hanya berjumlah satu orang, diikuti oleh kelompok partisipan lulusan S-1. Kelompok partisipan bersuku bangsa
Tamil, beragama Hindu, dan lulusan SD atau SMP terdiri dari partisipan yang
Universitas Sumatera Utara
mayoritas sama. Berdasarkan teori identitas dalam Blank dan Schmidt, 2001 dapat dilihat bahwa kelompok partisipan terdiri dari partisipan minoritas dan
berpendidikan rendah, sehingga mereka akan lebih mengidentifikasikan dirinya dengan bangsanya untuk meningkatkan harga diri. Patriotisme
Membangun Constructive Patriotism merupakan salah satu bentuk sikap individu dalam mengidentifikasikan dirinya dengan bangsa.
Berdasarkan hasil tinjauan statistika pada indikator-indikator Nasionalisme Nationalism, didapatkan hasil bahwa mayoritas partisipan
penelitian memiliki penilaian yang positif terhadap bangsa dan negara Indonesia, memiliki keyakinan bahwa pada dasarnya Indonesia mempunyai
kapasitas untuk menjadi negara terbaik di dunia, serta keyakinan bahwa Indonesia merupakan negara yang Ideal. Tinjauan terhadap indikator-indikator
pada skala Patriotisme Membangun Constructive Patriotism, didapatkan hasil bahwa partisipan penelitian memiliki dukungan terhadap jalannya
demokrasi di Indonesia, namun hanya dalam taraf sedang. Dukungan terhadap demokrasi tersebut sebagian besar berupa pemberian kritik-kritik membangun
karena rasa cinta mereka terhadap negara. Hal tersebut dapat digambarkan melalui kutipan wawancara dengan salah seorang partisipan penelitian,
sebagai berikut: “Menurut aku proses demokrasi di Indonesia udah semakin mengarah
pada jalan yang lebih baik. Yah, walaupun gak bisa kita tidak bisa pungkiri juga kalau masih ada cacat sana-sini, tapi menurut aku sih itu
wajar-wajar aja. Negara kita masih muda, dan nantinya akan menjadi semakin dewasa. Demo sana-sini, kritik sana-sini sih oke aja menurut
aku, asal yang membangun ya, jangan anakis, ancurin ini ancurin
itu” Komunikasi Personal, 13 Juni 2013
Universitas Sumatera Utara
3. Kelemahan Penelitian