Penggunaan Berbagai Jenis Bahan Pelindung untuk Mempertahankan Viabilitas Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi dari Air Susu Ibu (ASI) pada Proses Pengeringan Beku dan Penyimpanan
ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI AIR SUSU IBU (ASI)
PADA PROSES PENGERINGAN BEKU DAN PENYIMPANAN
NI NYOMAN PUSPAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
(2)
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul: PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS BAHAN PELINDUNG UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI AIR SUSU IBU (ASI) PADA PROSES PENGERINGAN BEKU DAN PENYIMPANAN adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, November 2008
Ni Nyoman Puspawati NRP F251060091
(3)
NI NYOMAN PUSPAWATI. NRP. F251060091. Use of variouse of cryogenic agents on viability ofLactic Acid Bacteriaisolated from breast milk in freeze drying process and shelf-life. Under direction of LILIS NURAIDA and DEDE ROBIATUL ADAWIYAH
Lactic acid bacteria are the most important bacteria having potential as probiotic. The objectives of the present study were to evaluate cryogenic agents to protect the viability of lactobacilli during freeze drying and to calculate the shelf-life of freeze dried lactic acid bacteria culture. Four cryogenic agents, i.e. sucrose, lactose, skim milk and maltodextrin, were used in freeze drying of three species of lactic acid bacteria, i.e. Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus brevis A17 and Lactobacillus rhamnosus R21 isolated from breast milk. Evaluation included viability before and after freeze dried, survival of freeze dried culture in 0.5 % bile salt and low pH for 5 hours, predicted count of lactic acid bacteria until colon and the shelf life during storage was also determined. To predict the shelf life of freeze dried culture, further experiment was conducted by storage the freeze dried of Lactobacillus rhamnosus R21 at RH 75 and RH 89 and shelf life was predicted by sorption isotherm method. Evaluation was done on under act water content, viability, water activity, acidification activity, count of yeast and mold. The result showed that three of cryogenics, i.e. sucrose, lactose and skim milk improved viability of freeze dried of all lactic acid bacteria, except maltodextrin that did not give protection to Lactobacillus rhamnosus R21. Evaluation on survival in 0.5 % bile salt shows that cryogenic agents improved survival freeze dried of all lactic acid bacteria. The cryogenic improved survival rate in low pH, with the best protection given by skim milk on Lactobacillus rhamnosus R21. Lactobacillus rhamnosus R21 with skim milk as cryogenic give highest count in colon is 6.4 x 106 cfu/g. The predicted shelf life of the freeze dried Lactobacillus rhamnosus
R21 culture if initial water content is 2.17% db, packaged in aluminium foil laminated by PE (polyethylene) and temperature 30oC are 5.86 years at RH 75 and 5.10 years at RH 80.
(4)
NI NYOMAN PUSPAWATI. NRP. F251060091. Penggunaan Berbagai Jenis Bahan Pelindung untuk Mempertahankan Viabilitas Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi dari Air Susu Ibu (ASI) pada Proses Pengeringan Beku dan Penyimpanan. Dibimbing oleh LILIS NURAIDA dan DEDE ROBIATUL ADAWIYAH
Bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme yang penting dalam teknologi fermentasi pangan karena mempunyai kemampuan untuk memperbaiki citarasa, tekstur dan aroma produk akhir yang secara organoleptik dan kualitas lebih dapat diterima oleh konsumen. Penggunaan bakteri asam laktat tidak hanya sebagai mikroorganisme yang berperan pada proses fermentasi pangan, namun juga dapat digunakan untuk tujuan fungsional seperti pengembangan produk probiotik. Bakteri asam laktat yang bersifat probiotik umumnya disolasi dari sampel klinis. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa isolat klinis dapat bertahan pada kondisi saluran pencernaan manusia. Beberapa isolat klinis yang diisolasi dari air susu ibu di daerah Bogor ternyata memiliki karakteristik sebagai probiotik dengan melakukan pengujian ketahanan terhadap pH rendah, ketahanan terhadap garam empedu, pengujian sifat antimikroba, aktifitas asidifikasi. Isolat bakteri asam laktat yang memiliki potensi menjadi probiotik diantaranya Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus rhamnosus R21 dan Lactobacillus brevis A17.
Kultur bakteri asam laktat bila disimpan segar atau dalam bentuk produk fermentasi, maka viabilitas kultur tersebut dapat menurun atau bahkan hilang. Untuk mencegah menurunnya viabilitas dan hilangnya sifat-sifat probiotik kultur bakteri tersebut, maka dapat dilakukan dengan mengawetkan kultur BAL tersebut, salah satunya dengan pengeringan beku (freeze drying), namun demikian pada proses pengeringan beku juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sel
(celluler injury). Kerusakan sel pada proses pengeringan beku dapat
diminimalisasi dengan adanya bahan-bahan pelindung (kriogenik). Selain itu kondisi lingkungan penyimpanan juga berpengaruh terhadap kerusakan kultur sel.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh isolat ASI terbaik dan mengidentifikasi jenis bahan pelindung yang dapat mempertahankan viabilitas bakteri asam laktat asal ASI selama proses pengeringan beku, mengetahui stabilitas kultur kering bakteri asam laktat selama penyimpanan serta melakukan pendugaan umur simpan kultur kering beku isolat asal ASI. Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang viabilitas kultur bakteri asam laktat yang berasal dari ASI selama proses pengeringan beku, mengetahui berbagai jenis bahan pelindung yang berpengaruh terhadap viabilitas sel selama proses pengeringan beku dan memberikan informasi tentang pengaruh kelembaban terhadap viabilitas sel selama penyimpanan dimana selanjutnya dapat digunakan untuk menduga umur simpan kultur kering beku bakteri asam laktat.
Penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu penelitian pendahuluan yang meliputi: konfirmasi dan persiapan kultur, penentuan kurva pertumbuhan kultur bakteri asam laktat. Penelitian utama yang terdiri dari 2 tahap yaitu: tahap 1. melihat pengaruh penggunaan berbagai jenis bahan pelindung pada
(5)
sorpsi isotermis dengan pendekatan kadar air kritis. Kultur bakteri asam laktat yang digunakan adalah isolat asal ASI yaitu Pediococcus pentosaceus A16,
Lactobacillus brevis A17 dan Lactobacillus rhamnosus R21, sedangkan bahan pelindung yang digunakan: buffer phospat pH 7 (kontrol), sukrosa 10%, laktosa 10%, susu skim 10 % dan maltodekstrin 10%. Parameter yang diamati meliputi perubahan total BAL selama pengeringan beku, ketahanan terhadap pH rendah, ketahanan terhadap garam empedu dan perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon. Penelitian tahap 2 dilakukan penyimpanan kultur kering terpilih dari tahap 1 pada kondisi lingkungan dengan kelembaban 75% dan 90%. Selama proses penyimpanan dilakukan analisa yang meliputi: perubahan total BAL selama pengeringan beku, kadar air, aktivitas air, total kapang khamir, aktivitas asidifikasi. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 kali ulangan.
Proses pengeringan beku menghasilkan kultur kering probiotik yang memiliki viabilitas yang tinggi untuk semua jenis isolat dan penggunaan bahan pelindung. Tingkat ketahanan ketiga isolat bakteri asam laktat setelah pengeringan beku relatif tinggi. Rata-rata jumlah bakteri sebelum freeze drying adalah 11,79 log cfu/g dan setelah pengeringan beku menurun menjadi 10,19 log cfu/g. Ketahanan kultur kering probiotik terhadap pH rendah cukup rendah dimana penurunan jumlah sel setelah inkubasi 5 jam bervariasi dan cenderung tinggi. Rata-rata penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah terpapar pH 2,0 yaitu 0,46 log cfu/g sampai 9,35 log cfu/g. Ketahanan kultur kering probiotik terhadap garam empedu cukup tinggi dan dari hasil uji statistik menunjukkan nilai ketahanan yang berbeda nyata diantara jenis kultur dan bahan pelindung yang digunakan. Rata-rata penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah terpapar garam empedu 0,5% selama 5 jam yaitu 0,03 log cfu/g sampai 4,56 log cfu/g. Perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon menunjukkan hasil yang bervariasi dimana kultur Lactobacillus rhamnosus R21 dengan bahan pelindung susu skim mampu mencapai kolon dalam jumlah paling tinggi yaitu sebesar 6,4 x 106 cfu/g. Dari hasil pengujian pada tahap 1 diperoleh kultur yang terpilih untuk dilanjutkan pada tahap ke-2 yaitu kultur Lactobacillus rhamnosus R21 dengan bahan pelindung susu skim 10% dengan pertimbangan: memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi diantara isolat yang lain, susu skim mampu melindungi terhadap kerusakan karena paparan asam tinggi (pH rendah) dan garam empedu 0,5%.
Penyimpanan kultur kering dapat meningkatkan kadar air yang menyebabkan terjadinya penurunan viabilitas dan aktifitas asidifikasi kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21. Pendugaan umur simpan kultur kering
Lactobacillus rhamnosus R21 dengan menggunakan pendekatan kurva sorpsi
isotermis diperoleh hasil: jika kadar air awal 2,17% bk, disimpan dengan pengemas aluminium foil yang dilaminasi dengan PE (polyethylene) pada suhu 30oC adalah 5,86 tahun pada RH 75 dan 5,10 tahun pada RH 80.
Kata kunci : bakteri asam laktat, ASI, pengeringan beku, bahan pelindung, probiotik
(6)
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
(7)
ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI AIR SUSU IBU (ASI)
PADA PROSES PENGERINGAN BEKU DAN PENYIMPANAN
NI NYOMAN PUSPAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
(8)
Beku dan Penyimpanan Nama : Ni Nyoman Puspawati
NRP : F251060091
Program Studi : Ilmu Pangan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc. Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS.
(9)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir penelitian yang berjudul “Penggunaan Berbagai Jenis Bahan Pelindung untuk Mempertahankan Viabilitas Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi dari Air Susu Ibu (ASI) pada Proses Pengeringan Beku dan Penyimpanan” disusun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaiakn ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan segala dedikasi, arahan, bimbingan dan waktu yang telah diberikan dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, motivasi dan masukan-masukan, yang sangat berharga dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. selaku penguji luar komisi atas perhatian dan masukan-masukan yang sangat berharga yang telah diberikan dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Ayahanda I Wayan Sukita dan ibunda Ni Made Asih, ayah dan bunda penulis atas kasih sayangnya yang tiada henti dan doa restu yang telah diberikan selama ini kepada penulis.
5. Pemerintah Republik Indonesia khususnya Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa BPPS bagi penulis.
6. Dosen dan pegawai di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan selama mengikuti kegiatan akademis.
7. Seluruh saudara-saudaraku tersayang, keponakanku Enjie, Ochi, Didia dan Kesya yang selalu mampu memberikan tawa dan penghiburan tiada henti bagi penulis.
(10)
inspirasi, tawa dan semangat yang tiada pernah habis selama menempuh pendidikan di PS. Ilmu Pangan.
9. Teman – teman di lab; Mba Ari, Sofah, Bu Entin, Bu Sari, Mas Tofik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu dan menemani penulis selama menyelesaikan hari-hari melelahkan di laboratorium.
10.Teman-teman seperjuangan di Wisma Gardu Raya: Ibu Ni Made Laksmi Ernawati, Bapak Nyoman Suarsana, Bapak Ngurah Sudisma, Rai Widarta, Ketut Sutiari, Wayan Sukanata, Gus Yoga, Yuli, Arnata, Mbok Diah, Yudi dan Pak Rai Yasa atas segala warna warni kehidupan selama di Bogor, tali persaudaraan baik dalam suka maupun duka.
Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis juga menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Karya ini merupakan persembahan terbaik penulis, namun tiada luput dari kekurangan walau demikian penulis tetap berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, November 2008
(11)
Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Mei 1979 di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali, sebagai putri ketiga dari ayah I Wayan Sukita dan ibu Ni Made Asih.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Paket Agung pada tahun 1991. Pada tahun 1994 penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Singaraja dan pada tahun 1997 menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Singaraja. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan tamat pada tahun 2002. Pada tahun 2006 penulis mendapat beasiswa BPPS untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana untuk Program Magister Sains di Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 2004 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Selama mengikuti program S2, penulis aktif menjadi anggota Forum Mahasiswa Pascasarjana (Formasip), Program studi Ilmu Pangan IPB.
(12)
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 5
Hipotesis ... 5
Perumusan Masalah ... 5
Manfaat Penelitian ... .. 6
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
Bakteri Asam Laktat ... 7
Peranan Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi ... 9
Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik ... 12
Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Air Susu Ibu (ASI) ... 18
Pengawetan Kultur Bakteri Asam Laktat... 20
Bahan pelindung (kriogenik) ... 26
Stabilitas Kultur Kering Lactobacillus Selama Penyimpanan ... 33
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 36
Waktu dan Tempat Penelitian ... 36
Bahan dan Alat ... . 36
Pelaksanaan Penelitian ... 37
Metode Analisis ... 43
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53
Konfirmasi Kultur Bakteri Asam Laktat ... 53
Kurva Pertumbuhan Kultur Bakteri Asam Laktat ... 55
Pengaruh Bahan Pelindung (Kriogenik) terhadap Bakteri Asam Laktat Selama Pengeringan Beku (Freeze Drying) ... 57
Perubahan Total Bakteri Asam Laktat selama pengeringan Beku .... 57
Ketahanan terhadap pH Rendah (pH 2,0) ... 63
Ketahanan terhadap Garam Empedu 0,5% ... 66
Perkiraan Jumlah Bakteri Asam Laktat yang Mencapai Kolon ... 70
Pengaruh Penyimpanan terhadap Viabilitas Kultur Kering Beku Lactobacillus rhamnosus R21 ... 73
Pengaruh Kadar Air dan aw terhadap Viabilitas Kultur Kering Lactobacillus rhamnosus R21 ... 73
(13)
Pendugaan Umur Simpan Kultur Kering Lactobacillus rhamnosus
R21 ... 81
SIMPULAN DAN SARAN ... 87
Simpulan ... 87
Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 89
(14)
Halaman
1. Karakteristik tiga grup Lactobacillus ... 8
2. Populasi kelompok bakteri utama pada usus manusia ... 16
3. Komposisi maltodekstrin DE 15 dan 20 ... 32
4. Tahapan penelitian, tujuan dan hasil yang diharapkan ... 38
5. Ringkasan percobaan dari tiap percobaan penelitian ... 39
6. Hasil konfirmasi bakteri asam laktat ... 54
7. Perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon ... 70
8. Pendugaan umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 pada RH 75 dan 80, pada suhu 30oC ... 85
9. Pendugaan umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 pada RH 75 dan 80, pada suhu 30oC jika diasumsikan kadar air awal 4% bk ... 86
(15)
Halaman
1. Diagram fase air ... 23
2. Diagram alir proses penelitian ... 37
3. Diagram alir penentuan kurva pertumbuhan bakteri asam laktat .. 41
4. Diagram alir pembuatan biomassa ... 42
5. Skema uji ketahanan isolat bakteri asam laktat terhadap pH rendah ... 48
6. Kultur Pediococcus pentosaceus A16 ... 53
7. Kultur Lactobacillus brevis A17 ... 53
8. Kultur Lactobacillus rhamnosus R21 ... 54
9. Kurva pertumbuhan isolat bakteri asam laktat dari ASI ... 55
10.Penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah proses pengeringan beku (Freeze Drying), (a) Pediococcus pentosaceus A16, (b) Lactobacillus brevis A17, (c) Lactobacillus rhamnosus R21 ... 58
11.Penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah proses pengeringan beku inkubasi dalam media MRSB dengan pH 2,0 selama 5 jam (a) Pediococcus pentosaceus A16, (b) Lactobacillus brevis A17, (c) Lactobacillus rhamnosus R21 ... 63
12.Penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah proses pengeringan beku inkubasi dalam media MRSB yang mengandung garam empedu 0,5% selama 5 jam(a) Pediococcus pentosaceus A16, (b) Lactobacillus brevis A17, (c) Lactobacillus rhamnosus R21 ... 67
13.Peningkatan kadar air kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 selama penyimpanan pada RH 75 dan RH 90 ... 73
14.Peningkatan aktivitas air (aw) kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 selama penyimpanan pada RH 75 dan RH 90 ... 74
15.Hubungan total bakteri asam laktat dengan kadar air selama penyimpanan ... 75
16.Hubungan total bakteri asam laktat dengan aktivitas air (aw) selama penyimpanan ... 75
(16)
18.Hubungan total bakteri asam laktat dengan pH yang dihasilkan
pada susu skim yang diasamkan selama 10 jam ... 79 19.Hubungan kadar air kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21
dengan total asam tertitrasi yang dihasilkan pada susu skim yang
diasamkan selama 10 jam ... 80 20.Hubungan kadar air kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21
dengan pH yang dihasilkan pada susu skim yang diasamkan
selama 10 jam ... 80 21.Hubungan total bakteri asam laktat dengan kadar air selama
penyimpanan untuk penentuan kadar air kritis (Mc) ... 83 22.Kurva sorpsi isotermis kultur kering Lactobacillus rhamnosus
(17)
Halaman 1. Hasil konfirmasi bakteri asam laktat dengan menggunakan API
50 CHL ... 102
2. Data absorbansi atau optical density ( = 600 nm) pada penentuan kurva pertumbuhan kultur bakteri asam laktat ... 103
3. Pembuatan kultur kering beku bakteri asam laktat dengan pengeringan beku ... 104
4. Produk kultur kering beku dari isolat Pediococcus pentosaceus A16 ... 105
5. Produk kultur kering beku dari isolat Lactobacillus brevis A17 ... 106
6. Produk kultur kering beku dari isolat Lactobacillus rhamnosus R21 ... 107
7. Data ketahanan kultur kering beku setelah pengeringan beku ... 108
8. Data total bakteri asam laktat Pediococcus pentosaceus A16 ... 109
9. Data total bakteri asam laktat Lactobacillus brevis A17 ... 111
10.Data total bakteri asam laktat Lactobacillus rhamnosus R21 ... 113
11.Perhitungan statistik ketahanan kultur kering beku setelah pengeringan beku ... 115
12.Data ketahanan kultur kering beku terhadap pH rendah (pH 2,0) . 119 13.Data ketahanan kultur kering beku Pediococcus pentosaceus A16 terhadap pH rendah (pH 2,0) ... 120
14.Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus brevis A17 terhadap pH rendah (pH 2,0) ... 122
15.Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 terhadap pH rendah (pH 2,0) ... 124
16.Perhitungan statistik ketahanan kultur kering beku setelah pengeringan beku terhadap pH rendah (pH 2,0) ... 126
17.Data ketahanan kultur kering beku terhadap garam empedu (0,5 %) ... 130
(18)
19.Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus brevis A17
terhadap garam empedu (0,5 %) ... 133
20.Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 terhadap garam empedu (0,5 %) ... 135
21.Perhitungan statistik ketahanan kultur kering beku terhadap garam empedu (0,5 %) ... 137
22.Data perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon ... 141
23.Perhitungan statistik jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon ... 142
24.Kultur kering beku selama penyimpanan pada RH 75 ... 146
25.Kultur kering beku selama penyimpanan pada RH 90 ... 147
26.Data kadar air kultur kering beku selama penyimpanan ... 148
27.Data aktivitas air kultur kering beku selama penyimpanan ... 149
28.Data total BAL kultur kering beku selama penyimpanan ... 150
29.Data total asam tertitrasi (%) pada susu skim yang diinokulasi dengan kultur kering beku selama penyimpanan ... 151
30.Data keasaman (pH) pada susu skim yang diinokulasi dengan kultur kering beku selama penyimpanan ... 152
31.Tekanan uap air jenuh pada suhu 0 – 60oC (mmHg) ... 153
32.Pendugaan umur simpan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 ... 154
33.Pendugaan umur simpan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 jika kadar air awal maksimal diasumsikan 4% bk (0,04 g H2O/g padatan) ... 155
(19)
(20)
Latar Belakang Bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme yang penting dalam
teknologi fermentasi pangan karena mempunyai kemampuan untuk memperbaiki citarasa, tekstur dan aroma produk akhir yang secara organoleptik dan kualitas lebih dapat diterima oleh konsumen. Bakteri asam laktat umumnya digunakan pada produksi makanan fermentasi seperti keju, yoghurt, sosis, wine, adonan roti dan sauerkraut. Selain itu bakteri asam laktat juga mempunyai kemampuan sebagai antimikroba baik itu anti bakteri maupun antimitotik. Sampai saat ini penggunaan bakteri asam laktat tidak hanya sebagai mikroorganisme yang berperan pada proses fermentasi pangan, namun juga dapat digunakan sebagai pangan fungsional seperti pengembangan produk probiotik.
Bakteri asam laktat sebagai mikroorganisme probiotik memegang peranan penting dalam meningkatkan dan menjaga kesehatan sehingga mendorong penggunaan bakteri asam laktat untuk pengembangan pangan fungsional dan farmasetikal. Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang mampu mencapai saluran pencernaan dalam jumlah tertentu dan memberi manfaat terhadap kesehatan. Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang digunakan dalam produk makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan dengan mempengaruhi keseimbangan mikroflora usus (Fuller 1989). Bakteri probiotik mempunyai mekanisme untuk mempertahankan mikroflora saluran pencernaan sehingga dapat mengatasi masalah gangguan pencernaan. Untuk dapat berfungsi sebagai probiotik, bakteri harus memenuhi persyaratan antara lain; berasal dari manusia, tidak bersifat patogen, toleran terhadap asam lambung dan garam empedu, mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam proses pengawetan dan selama penyimpanan, serta telah terbukti mempunyai efek terhadap kesehatan (Shortt 1999). Kemampuan untuk menempel dan mengkoloni usus minimal dalam jangka waktu pendek (untuk sementara) juga merupakan salah satu syarat dari galur probiotik untuk dapat memberikan manfaat sepenuhnya (Lick et al. 2001).
(21)
Bakteri asam laktat yang bersifat probiotik umumnya diisolasi dari sampel klinis. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa isolat klinis dapat bertahan pada kondisi saluran pencernaan manusia. Nuraida et al. (2008) mengisolasi bakteri asam laktat dari air susu ibu (ASI) diantaranya Pediococcus pentosaceus A16,
Lactobacillus rhamnosus R21 dan Lactobacillus brevis A17. Isolat-isolat tersebut memiliki karakteristik sebagai probiotik dimana secara in vitro memiliki sifat tahan terhadap garam empedu, tahan terhadap pH rendah, dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti: Eschericia coli, Bacillus cereus dan
Staphylococcus aureus. Pengujian secara in vivo menunjukkan bahwa isolat tersebut memiliki kemampuan dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti E. coli di sekum.
Manfaat bakteri asam laktat sebagai probiotik dalam meningkatkan kesehatan dapat terjadi bila kultur dikonsumsi dalam keadaan hidup dan mampu bertahan dalam saluran pencernaan, selain itu bakteri asam laktat juga harus mampu bertahan selama proses pengolahan dan selama penyimpanan. Untuk dapat berperan sebagai probiotik, bakteri asam laktat harus berada dalam jumlah cukup untuk mencapai saluran pencernaan. Jumlah sel mikroba hidup yang harus terdapat pada produk probiotik masih menjadi perdebatan tetapi umumnya sebesar 106 – 108 cfu/ml (Tannock 1999).
Proses pengolahan pangan seperti pendinginan maupun pengeringan dapat mengurangi bakteri asam laktat karena perlakuan-perlakuan yang diberikan. Proses penyimpanan dan pengolahan dapat menurunkan jumlah bakteri asam laktat sehingga perannya sebagai probiotik juga akan menurun. Kerusakan sel bakteri asam laktat yang diakibatkan karena perlakuan pengolahan dapat menyebabkan tidak berfungsinya produk tersebut sebagai probiotik. Disisi lain, penyimpanan kultur dalam keadaan segar tidak dapat dilakukan untuk jangka waktu yang lama. Dengan demikian perlu suatu metode pengawetan (preservasi) bakteri asam laktat yang dapat mempertahankan viabilitasnya.
Proses preservasi merupakan salah satu tahapan untuk mempertahankan sifat-sifat dan keunggulan dari suatu isolat bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai probiotik. Enkapsulasi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan viabilitas probiotik dan melindungi probiotik dari kerusakan akibat kondisi
(22)
lingkungan yang tidak menguntungkan seperti asam lambung dan garam empedu (Wu et al. 2000).
Di Indonesia, bakteri asam laktat digunakan untuk kultur starter ataupun produk probiotik. Kultur bakteri asam laktat biasanya disimpan dalam bentuk beku atau kering. Pada proses penyimpanan kultur bakteri dapat mengalami penurunan viabilitas akibat kematian sel, perubahan sifat genetik bahkan kemungkinan kehilangan sifat-sifat potensialnya. Untuk mendapatkan kultur probiotik bakteri asam laktat yang mengandung sel hidup dalam jumlah tinggi dan tahan lama maka dapat diawetkan dengan cara pengeringan semprot (spray drying), pembekuan (freezing) dan pengeringan beku (freeze drying) (Fu & Etzel 1995). Pengeringan beku (freeze drying) merupakan teknik yang umumnya digunakan untuk mempertahankan atau mengawetkan kultur dan untuk produksi konsentrat kultur starter. Adanya komponen terlarut yang cocok dalam medium pengeringan dapat meningkatkan ketahanan mikroba terhadap proses pengeringan tersebut.
Nuraida et al. (1995) dan Harmayani et al. (2001) menyatakan bahwa penggunaan teknik pengawetan yang tepat seperti oven vakum, pengeringan semprot (spray drying) dapat mempertahankan viabilitas sel bakteri. Pengawetan kultur starter yoghurt dengan menggunakan oven vakum diperoleh hasil penurunan jumlah sel dari 108 koloni/g menjadi 107 koloni/g (Nuraida et al. 1995). Pada penelitian yang dilakukan oleh Harmayani et al. (2001) menunjukkan bahwa pengawetan kultur Lactobacillus sp dengan metode pengering semprot diperoleh hasil penurunan jumlah sel dari 109 cfu/ml menjadi 108 cfu/g sedangkan dengan pengeringan beku diperoleh penurunan sel dari 1013 cfu/g menjadi 1011 cfu/g.
Pada proses pengeringan kultur bakteri berarti akan terjadi perubahan kondisi kultur dari fase cair menjadi fase padat (bentuk kering). Hal ini akan berpengaruh terhadap sifat-sifat kultur yang dimiliki. Kultur bakteri asam laktat akan kehilangan air yang cukup banyak di dalam sel sehingga proses metabolisme dan aktivitas seluler berhenti atau sel berada pada masa istirahat (dorman), namun resistensi bakteri asam laktat terhadap proses pengeringan beku tergantung pada strain bakteri asam laktat dan kondisi kultur sebelum dibekukan, cara pemanenan,
(23)
formulasi medium pembekuan, kondisi pembekuan dan kondisi pengeringan beku (Fonseca et al. 2006).
Kemampuan bakteri asam laktat untuk bertahan terhadap proses pengeringan beku sangat penting untuk mempertahankan karakteristik bakteri asam laktat pada proses fementasi serta untuk mempertahankan karakteristik probiotik sedangkan respon bakteri asam laktat terhadap proses pengeringan beku sangat bervariasi diantara spesies bakteri asam laktat. Kerusakan sel bakteri asam laktat akibat proses pengeringan beku dapat diminimumkan dengan penambahan bahan pelindung tertentu sebelum proses pembekuan dan pengeringan beku dilakukan (Tamime 1981). Enkapsulasi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan viabilitas probiotik dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti asam lambung dan garam empedu (Wu et al. 2000).
Lingkungan penyimpanan berpengaruh terhadap kerusakan kultur sel. Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan akan mempengaruhi ketahanan kultur sel. Enkapsulasi Lactobacillus acidophilus R0052 dapat menghasilkan viabilitas sel dari 9,1 x 109 cfu menjadi 5,3 x 109 pada hari ke 50 pada penyimpanan 4oC dengan kelembaban (RH 75) (Siuta-Cruce & Goulet 2001). Untuk melengkapi informasi yang akan mendasari penggunaan bakteri asam laktat asal ASI yang secara in vitro telah mampu menunjukkan kemampuannya sebagai probiotik maka perlu juga diketahui viabilitas dan ketahanannya terhadap proses pengeringan beku (freeze drying). Untuk menekan kerusakan karena proses pengeringan beku maka perlu di cari bahan pelindung (kriogenik) yang dapat menekan sekecil mungkin penurunan mutu kultur kering beku yang dihasilkan dan stabilitas kultur kering beku selama penyimpanan pada RH tertentu yang dapat mempertahankan viabilitasnya.
(24)
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh isolat ASI yang memiliki ketahanan terbaik terhadap proses pengeringan beku (freeze drying), mengidentifikasi jenis bahan pelindung (kriogenik) yang dapat mempertahankan viabilitas isolat asal ASI selama proses pengeringan beku (freeze drying) dan mengevaluasi stabilitas kultur kering bakteri asam laktat selama penyimpanan serta melakukan pendugaan umur simpan kultur kering beku isolat asal ASI.
Hipotesis
Spesies dan strain bakteri asam laktat yang berbeda akan memiliki ketahanan yang berbeda terhadap proses pengeringan beku. Penggunaan bahan pelindung (kriogenik) dapat meningkatkan ketahanan kultur yang berasal dari ASI terhadap proses pengeringan beku dan melindungi sel terhadap pH rendah dan garam empedu 0,5%.
Penyimpanan kultur kering beku pada RH rendah akan mampu memperpanjang umur simpan lebih lama sedangkan viabilitas kultur bakteri asam laktat selama penyimpanan dapat mengalami penurunan.
Perumusan Masalah
Pengawetan kultur dengan proses pembekuan dan pengeringan dapat menurunkan viabilitas yang mengakibatkan perubahan sifat fungsional kultur bakteri asam laktat. Oleh karena itu perlu dicari suatu metode pengawetan yang dapat meminimalkan kerusakan sel dan mempertahankan sifat fungsionalnya.
Viabilitas kultur akan menurun selama proses penyimpanan karena pengaruh lingkungan. Oleh karena itu perlu dicari kondisi penyimpanan yang dapat mempertahankan viabilitas kultur bakteri asam laktat.
(25)
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang viabilitas kultur bakteri asam laktat yang berasal dari ASI selama proses pengeringan beku.
2. Mengetahui berbagai jenis bahan pelindung (kriogenik)yang berpengaruh terhadap viabilitas sel selama proses pengeringan beku (freeze drying). 3. Memberikan informasi tentang pengaruh kelembaban terhadap viabilitas
sel selama penyimpanan dimana selanjutnya dapat digunakan untuk menduga umur simpan kultur kering beku bakteri asam laktat.
(26)
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat merupakan bakteri gram positif, bersifat anaerob aerotoleran, tahan asam, fermentatif, berbentuk batang dan bulat, habitatnya harus kaya nutrisi (fastidious), komposisi basa nitrogen DNA kurang dari 50% mol G + C (Axelsson 2004; Adam & Moss 1995). Bakteri tersebut umumnya bersifat katalase negatif tetapi kadang-kadang terdeteksi katalase semu pada kultur yang ditumbuhkan pada konsentrasi gula rendah. Pertumbuhannya membutuhkan karbohidrat yang dapat difermentasi (Pot et al. 1994).
Bakteri asam laktat secara alami dapat berasal dari saluran pencernaan manusia, produk-produk susu dan permukaan tanaman tertentu. Beberapa spesies bakteri asam laktat dapat digunakan secara komersial untuk memproduksi susu fermentasi dan produk-produk daging. Menurut Hayakawa (1992), bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang menguntungkan yang dapat memfermentasi gula sebagai sumber energi untuk memproduksi asam laktat dalam jumlah besar dan jika memecah protein, tidak membentuk senyawa putrefaktif (senyawa yang berbau busuk).
Dalam produk pangan umumnya bakteri asam laktat tidak berbahaya dan memenuhi status GRAS (Generally Recognized As Safe). Bahkan bakteri ini dapat memberi efek bermanfaat bagi manusia karena komponen metabolit yang dihasilkannya dapat menghambat bakteri enterik patogen, mengatasi masalah
lactose intolerance, menurunkan kadar kolesterol, antimutagenik dan
antikarsinogenik serta memperbaiki sistem kekebalan tubuh (Surono 1998).
Pada awalnya, bakteri asam laktat dibedakan menjadi 4 genus yaitu
Lactobacillus, Leuconostoc, Streptococcus dan Pediococcus, dimana didasarkan pada ciri morfologi, tipe fermentasi, perbedaan tumbuh pada suhu tertentu, konfigurasi produksi asam laktat (D-asam laktat atau L-asam laktat), kemampuan tumbuh pada konsentrasi garam tinggi dan kemampuan toleransinya terhadap asam dan basa. Klasifikasi bakteri asam laktat selanjutnya berkembang
(27)
berdasarkan perbedaan komposisi asam lemak pada membran sel, motilitas, urutan rRNA dan persentase guanin dan sitosin (% G dan % C) pada DNA (Pot
et al. 1994). Genus Lactobacillus berkembang menjadi Lactobacillus dan
Carnobacterium, genus Streptococcus berkembang menjadi 4 yaitu:
Streptococcus, Lactococcus, Vagococcus dan Enterococcus. Genus Pediococcus
berkembang menjadi Pediococcus, Tetragenococcus dan Aerococcus sedangkan pada genus Leuconostoc tidak mengalami perubahan.
Menurut Fardiaz (1989), klasifikasi bakteri asam laktat yang tidak kalah penting adalah kemampuan dalam memfermentasi glukosa yang dibedakan menjadi homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif dapat mengubah keseluruhan glukosa menjadi asam laktat sedangkan bakteri asam laktat heterofermentatif mempunyai kemampuan untuk memfermentasikan glukosa menjadi asam laktat, etanol/asam asetat dan CO2.
Bakteri asam laktat homofermentatif sering digunakan dalam pengawetan pangan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar dan mampu menghambat bakteri penyebab kerusakan pada bahan pangan sedangkan bakteri asam laktat heterofermentatif lebih banyak dimanfaatkan dalam pembentukan flavor dan komponen aroma seperti asetaldehid dan diasetil. Namun kedua jenis bakteri asam laktat tersebut tetap memiliki kemampuan untuk menghasilkan asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin (Gomes & Malcata 1999).
Tabel 1. Karakteristik tiga grup genus Lactobacillus Karakteristik Grup I: Obligat homofermentatif Grup II: Fakultatif heterofermentatif Grup III: Obligat heterofermentatif
Fermentasi pentosa - + +
CO2 dari Glukosa - - +
CO2 dari Glukonat - +a +a
Aldolase + + -
Fosfoketolase - +b +
Spesies L. acidophilus L. delbrueckii L. helveticus L. salivarius L. casei L. curvatus L. plantarum L. sake L. brevis L. buchneri L. fermentum L. reuteri Keterangan: a
: pada saat fermentasi
b
: induksi oleh pentosa
(28)
Bakteri asam laktat mempunyai aktivitas antimikroba berupa produk asam organik (asam laktat, asam format dan asam asetat), diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida dan bakteriosin (Larsen et al. 1993; De Vuyst & Vandamme 1994). Menurut Ouwehand diacu dalam Salminen dan Wright (2004), asam organik (asam laktat dan asam asetat) menyebabkan penurunan pH sitoplasma yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini disebabkan akumulasi anion yang terbentuk menyebabkan penurunan laju sintesis makromolekul dan mempengaruhi perpindahan senyawa melalui membran sel. Golongan
Bifidobacterium memiliki % mol G + C diatas 55 %, walaupun % G + C-nya
berbeda dengan bakteri asam laktat namun karena memiliki sifat fungsional yang sama dengan bakteri asam laktat maka seringkali dimasukkan sebagai bakteri asam laktat.
Peranan Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi
Bakteri asam laktat mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses fermentasi pangan. Fermentasi makanan yang melibatkan bakteri asam laktat merupakan salah satu cara untuk mengawetkan makanan. Hal ini disebabkan karena bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dan berbagai senyawa metabolit yang bersifat sebagai antimikroba. Bakteri asam laktat menjadi penting dalam pengolahan makanan karena kemampuannya memproduksi berbagai macam senyawa yang berperan terhadap flavor, warna, tekstur dan konsistensi makanan fermentasi yang dihasilkan (Surono 2004). Makanan fermentasi memiliki citarasa yang lebih enak dibandingkan dalam bentuk segarnya dan mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi pula karena umumnya lebih mudah dicerna karena telah mengalami penguraian selama proses fermentasi.
Istilah bakteri asam laktat pertama kali dikenal sebagai organisme pengasam susu. Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei yang terdapat pada produk susu fermentasi merupakan galur bakteri asam laktat pertama yang digunakan sebagai probiotik (Tannock 1999). Sejak tahun 1920 di Jepang, produk-produk fermentasi yang mengandung mikroba probiotik untuk konsumsi
(29)
manusia telah banyak dipasarkan. Produk-produk probiotik yang ada saat ini tidak hanya dalam bentuk makanan dan minuman tetapi juga dalam bentuk tablet atau kapsul. Bentuk produk probiotik yang banyak ada pada saat ini seperti susu terfermentasi, makanan bayi, susu formula untuk bayi, produk minuman buah, produk serealia dan farmasetikal (tablet dan kapsul) (Donohue et al. 1998). Konsumsi produk pangan yang mengandung kultur bakteri probiotik dapat menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan, menekan jumlah bakteri yang merugikan dan mengembalikan mekanisme pertahanan alami tubuh (Dunne 2001; Gismondo et al. 1999).
Peranan utama bakteri asam laktat adalah sebagai kultur starter dalam produk-produk yang melibatkan proses fermentasi untuk memperoleh produk akhir dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Selain itu juga dapat mempunyai efek untuk mengawetkan produk fermentasi yang diinginkan. Bakteri asam laktat homofermentatif sering digunakan sebagai pengawet pada makanan karena dapat menghasilkan asam laktat dalam jumlah yang lebih banyak dan mampu menghambat bakteri penyebab kebusukan pada makanan dan bakteri patogen lainnya sedangkan bakteri asam laktat yang bersifat heterofermentatif lebih ditujukan pada pembentukan flavor dan komponen aroma seperti asetaldehid dan diasetil (Axelsson 2004 diacu dalam Salminen et al. 2004).
Produk makanan fermentasi yang melibatkan bakteri asam laktat dikelompokkan menjadi dua yaitu produk fermentasi susu dan produk fermentasi non-susu. Lactobacillus banyak digunakan pada produk makanan fermentasi seperti produk-produk susu fermentasi (yogurt, keju, yakult), produk fermentasi daging (sosis fermentasi), serta produk fermentasi sayuran (pikel dan sauerkraut).
Lactobacillus berkontribusi untuk pengawetan, ketersediaan nutrisi dan flavor pada produk fermentasi tersebut. Chateau et al. (1993) diacu dalam Meutia (2003) menyatakan bahwa galur murni Lactobacillus sp. yang diisolasi dari produk probiotik komersial mampu menghambat L. monocytogenes, E. coli, S. typhimurium dan S. enteritidis. Sifat antimikroba patogen yang dimiliki oleh bakteri asam laktat disebabkan oleh sifatnya yang cocok dengan nutrisi yang tersedia sehingga lebih unggul dalam berkompetisi dengan mikroba patogen. Disamping itu bakteri asam laktat juga menghasilkan metabolit seperti asam
(30)
organik, H2O2, bakteriosin dan dapat menstimulir sistem kekebalan tubuh (Surono
1997).
Pediococci merupakan bakteri asam laktat yang berbentuk bulat dan termasuk bakteri gram positif, bersifat homofermentatif. Pediococci memegang peranan penting pada teknologi pangan. Karakteristik utama yang membedakan spesies pada Pediococcus adalah kemampuannya memfermentasikan gula, kemampuan menghidrolisis arginin, pertumbuhan pada pH yang berbeda (pH 7,0 dan pH 4,5), serta konfigurasi asam laktat yang dihasilkan. Beberapa spesies
Pediococcus memiliki pengaruh negatif pada industri pangan, contohnya P. damnosus yang memiliki pengaruh buruk pada industri bir dimana bakteri ini dapat menghasilkan diacetyl atau membentuk acetoin yang dapat menimbulkan rasa asam. Namun disisi lain ada beberapa spesies Pediococcus yang mempunyai pengaruh positif seperti P. acidilactici dan P. pentocaseus dapat digunakan sebagai kultur starter pada proses pembuatan sosis dan sebagai inokulan silase. Pediococci juga berperan penting pada proses pematangan keju (Axelsson 2004).
Spesies Pediococcus yang paling sering digunakan dalam industri adalah
Pediococcus pentosaceus dan Pediococcus acidilactici, yang digunakan sebagai kultur starter pada proses fermentasi daging dan sayur (Baliarda et al. 2002).
Pediococcus pentosaceus biasanya dihubungkan dengan makanan tradisional seperti fermentasi maizena (kenkey) (Halm et al. 1993; Olsen et al. 1995) dan roti (Gassem 1999 diacu dalam Baliarda et al. 2002). Strain ini juga memiliki peran dalam proses pematangan keju (Bhowmik & Marth 1990 diacu dalam Baliarda et al. 2002).
Lactobacillus brevis merupakan bakteri asam laktat yang berbentuk batang. Di dalam Bergey’s Manual for Determinative Bacteriology (1974) disebutkan bahwa Lactobacillus brevis hidup dalam bentuk tunggal atau rantai pendek, berukuran diameter 0,7 – 1,0 m dan panjang 2,0 – 4,0 m, bersifat nonmotil. Lactobacillus brevis bersifat obligat heterofermentatif, dapat menghasilkan asam asetat, CO2 dan etanol dari fermentasi karbohidrat (Axelsson
2004 diacu dalam Salminen et al. 2004). Suhu optimum pertumbuhan
(31)
ketahanannya tergantung pada jenis asam. Pada asam laktat hanya tahan serendah-rendahnya pada pH 3,7 (Juven 1976 diacu dalam ICMFS 1980).
Pada industri pangan, Lactobacillus brevis berperan pada tahap kedua fermentasi sayuran seperti asinan, pikel ketimun dan kol (Stamer 1983), fermented olive (Diez 1983), pembuatan kefir (Bottazi 1983) dan dalam pembentukan flavor pada minuman anggur (Ribereau-Gayon et al. 1979 di acu dalam Lafon-Lafourcade 1983). Lactobacillus brevis dalam jumlah berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada anggur dan bir karena membentuk kekeruhan dan aroma yang tidak disukai demikian pula pada sari buar (Stamer 1979). Sedangkan pada keju, jumlah Lactobacillus brevis yang berlebihan akan membentuk gelembung gas yang tidak diinginkan akibat produksi CO2 (Wibowo 1989)
Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik
Probiotik adalah pangan mengandung mikroorganisme hidup yang secara aktif meningkatkan kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan flora usus jika dikonsumsi dalam keadaan hidup dalam jumlah yang memadai (Fuller 1989). FAO dan WHO (2001) mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup (bakteri atau khamir) yang apabila dikonsumsi atau digunakan dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan kesehatan yang mengkonsumsinya. Pada awalnya, definisi probiotik digunakan pada pemberian pakan ternak yang disuplementasi dengan mikroba untuk membantu hewan ternak khususnya dalam saluran pencernaannya. Dalam perkembangannya banyak dilakukan penelitian mengenai mekanisme probiotik dengan menggunakan hewan percobaan untuk diekstrapolasikan pada manusia (Pessi et al. 1998; Fuller 1999).
Menurut Shortt (1999), untuk dapat berfungsi sebagai isolat probiotik maka bakteri asam laktat harus memenuhi persyaratan antara lain:
1. Stabil terhadap asam lambung sehingga mampu bertahan dan hidup selama melalui lambung dan usus.
2. Stabil terhadap garam empedu dan mampu bertahan hidup selama berada pada bagian atas usus kecil.
(32)
3. Memproduksi senyawa antimikroba seperti asam laktat, hidrogen peroksida dan bakteriosin.
4. Mampu menempel dan mengkolonisasi sel usus manusia. Hal ini akan mampu meningkatkan kompetisi dengan mikroba patogen dan penyebab karsinogen.
5. Tumbuh baik dan berkembang dalam saluran pencernaan. Pada beberapa genus lactobacili dan bifidobakteria dapat tumbuh baik pada saluran pencernaan tanpa adanya oksigen.
6. Aman digunakan oleh manusia. Pengujian secara in vivo merupakan salah satu indikator bahwa probiotik tersebut dapat dikonsumsi oleh manusia. 7. Tahan terhadap mikrobisida dan spermisidal vaginal. Sifat ini diperlukan
untuk probiotik yang ditujukan untuk mengobati infeksi saluran urinovaginal.
8. Koagregasi membentuk lingkungan mikroflora yang normal dan seimbang, koagregasi juga mencerminkan kemampuan interaksi antar kultur untuk saling menempel.
Bakteri asam laktat yang tergolong probiotik memiliki dinding sel muramylpeptidase (strain Lactobacillus) yang memiliki efek pirogenik dan antitumor, layaknya strain bakteri lainnya, strain probiotik ini memiliki endotoxic lipopolysakarida, peptidoglikan, lipotheichoic acid yang berguna sebagai imunomodulator (Anonim 2008). Bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai probiotik harus tahan terhadap asam lambung dan garam empedu. Hal ini disebabkan karena bila isolat bakteri asam laktat masuk ke dalam saluran pencernaan manusia, maka isolat tersebut harus mampu bertahan dari pH asam lambung untuk mencapai usus. Mitsuoka (1989) melaporkan bahwa pada pH lambung manusia dalam keadaan kosong (tanpa makanan) berkisar antara 3,0 – 3,5. Asam lambung terdiri atas air (97- 99%), musin (lendir) serta garam anorganik, enzim pencernaan (pepsin dan renin) dan lipase. Waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk sampai keluar dari lambung sekitar 90 menit (Chou & Weimer 1999). Jadi isolat bakteri asam laktat yang digunakan sebagai probiotik harus mampu bertahan dalam keadaan asam di lambung selama sedikitnya 90 menit. Conway et al. (1987) diacu dalam Lick et al. (2001)
(33)
menyatakan bahwa secara in vitro Lactobacillus gasseri dan Lactobacillus
acidophilus memiliki ketahanan terhadap asam lambung yang lebih baik
dibandingkan dengan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, sedangkan
Streptococcus thermophilus memiliki ketahanan yang sangat rendah.
Pertahanan utama sel bakteri terhadap lingkungannya adalah dengan membran seluler yang terdiri atas struktur lemak dua lapis. Bila sel bakteri terpapar pada kondisi yang sangat asam, maka membran sel dapat mengalami kerusakan dan menyebabkan kehilangan komponen-komponen intraseluler seperti Mg, K, lemak dan biasanya kerusakan ini dapat menyebabkan kematian pada sel. Kondisi ini dapat dideteksi dengan cara mengukur konsentrasi komponen intraseluler yang keluar dari dalam sel.
Ketahanan bakteri asam laktat yang cukup tinggi terhadap asam lambung disebabkan karena kemampuannya untuk mempertahankan pH sitoplasma lebih basa dari pada pH ektraseluler. Menurut Siegumfeldt et al. (2000), pada bakteri asam laktat terjadi perubahan pH intraseluler secara dinamis seiring dengan terjadinya penurunan pH ekstraseluler sehingga tidak terjadi gradien proton yang besar. Gradien proton yang besar tidak menguntungkan bagi bakteri asam laktat karena gradien proton yang besar memerlukan banyak energi. Selain itu dapat juga menyebabkan terjadinya akumulasi anion, asam organik dalam sitosol yang bersifat toksik bagi sel itu sendiri.
Ketahanan bakteri asam laktat yang akan digunakan sebagai probiotik terhadap garam empedu merupakan syarat penting yang harus dipenuhi.
Lactobacillus merupakan mikroflora alami pada saluran pencernaan manusia dan mempunyai ketahanan yang bervariasi terhadap garam empedu. Garam empedu disintesis dalam hati dari kolesterol yang menghasilkan senyawa asam empedu primer. Asam empedu ini berkonjugasi dengan glisin dan taurin dan disekresikan ke dalam kantong empedu sebagai asam empedu terkonjugasi. Asam empedu di dalam kantung empedu dilepaskan ke dalam lumen duodenum dalam bentuk misel dengan asam lemak dan gliserol yang dihasilkan oleh pencernaan lipase pankreatik.
Sekresi asam empedu ke dalam usus kecil manusia setiap hari berfungsi untuk membantu absorpsi lemak pada makanan, kolesterol, vitamin yang larut
(34)
lemak (hidrofobik) dan senyawa larut lemak yang lain. Asam empedu terkonjugasi akan diserap dari usus kecil (sekitar 97 %) dan dikembalikan ke dalam hati sedangkan sebagian kecil (250 – 400 mg) yang tidak terserap akan hilang dari tubuh manusia sebagai asam empedu bebas di feses. Mekanisme penyerapan, sintesis kembali dan sekresi asam empedu di usus halus dan usus besar dikenal sebagai sirkulasi hepatik (Surono 2004).
Beberapa jenis Lactobacillus mempunyai enzim yang dapat menghidrolisis garam empedu yaitu bile salt hydrolase (BSH). Enzim ini mampu mengubah kemampuan fisik-kimia yang dimiliki oleh garam empedu sehingga menjadi bersifat tidak beracun bagi bakteri asam laktat (Smet et al. 1995). Semakin tinggi konsentrasi garam empedu akan mempengaruhi jumlah bakteri asam laktat dimana jumlahnya akan semakin menurun (Ngatirah et al. 2000; Kusumawati 2002). Hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan aktivitas enzim -galaktosidase terhadap garam empedu sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel. Peningkatan permeabilitas membran sel dapat meningkatkan keluarnya materi intraseluler dari dalam sel dan bila terus terjadi dapat menyebabkan lisis pada sel bakteri.
Bakteri asam laktat yang bersifat paling resisten terhadap garam empedu terdapat pada bagian atas usus halus (jejunum). Menurut Ray (1996) dan Drouault
et al. (1999) bahwa jumlah bakteri asam laktat yang terdapat pada jejunum lebih rendah dibandingkan pada bagian ileum, caecum dan kolon seperti terlihat pada Tabel 2. Hal ini disebabkan karena konsentrasi garam empedu pada bagian jejunum paling tinggi dari pada bagian ileum dimana karena lokasinya paling dekat bila garam empedu masuk ke dalam saluran usus. Wirawati (2002) melaporkan bahwa ketahanan isolat bakteri asam laktat yang berasal dari tempoyak terhadap garam empedu 0,3% berkisar antara 34,8 – 100 %. Pada kisaran tersebut diketahui bahwa isolat bakteri asam laktat relatif tahan terhadap garam empedu bahkan untuk isolat L. plantarum To 8 tidak menunjukkan adanya penurunan selama inkubasi 24 jam.
(35)
Tabel 2. Populasi kelompok bakteri utama pada usus manusia (Ray 1996) Kelompok Bakteri Jumlah bakteri (log 10 CFU/ml)
Jejunum Ileum Kolon Feses
Lactobacillus
Gram positif, tidak berspora, anaerob
3 2
5 2
6 5
6 6
Enterococcus 3 5 7 7
Bacteroides 3 3 7 9
Enterobacteriaceae 3 4 6 8
Salah satu kegunaan probiotik adalah untuk menurunkan jumlah patogen dan bakteri yang membahayakan. Penurunan jumlah bakteri patogen oleh probiotik mempunyai beberapa mekanisme yaitu: memproduksi komponen antimikroba seperti asam laktat, hidrogen peroksida dan bakteriosin, selain itu juga bakteri asam laktat akan berkompetisi untuk memperoleh nutrisi dan berkompetisi untuk mendapatkan daerah kolonisasi, peningkatan produksi lendir/mucus pada usus (Salminen & Wright 2004). Pada tubuh yang sehat, mukosa usus berfungsi sebagai barrier yang dapat mencegah penetrasi bakteri dan meskipun bakteri berpenetrasi, mekanisme pertahanan tubuh akan segera membunuhnya.
Bakteri asam laktat yang banyak digunakan sebagai probiotik adalah bakteri asam laktat yang biasa ditemukan pada saluran pencernaan manusia karena populasi yang besar dari bakteri ini pada saluran pencernaan secara umum dianggap sebagai indikator mikrobiota yang sehat (Meutia 2003). Bakteri asam laktat dari genus Bifidobacterium, Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus reuteri merupakan mikroba alami saluran pencernaan manusia. Bakteri asam laktat terutama dari kelompok Lactobacillus dan Bifidobacterium telah digunakan sebagai probiotik dalam produk pangan, namun demikian tidak seluruh
Lactobacillus memiliki fungsi sebagai probiotik. Beberapa bakteri asam laktat yang digunakan sebagai probiotik antara lain Lactobacillus acidophilus,
Lactobacillus amylovorous, Lactobacillus casei, Lactobacillus crispatus,
Lactobacillus delbrueckii, Lactobacillus gasseri, Lactobacillus johnsonii,
Lactobacillus paracasei, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus plantarum,
Lactobacillus reuteri dan Lactobacillus rhamnosus (Mäkinen & Bigret 2004 diacu dalam Salminen et al. 2004).
(36)
Beberapa isolat lokal juga telah di isolasi dan dipilah untuk tujuan probiotik, diantaranya adalah Lactobacillus F1 dan Lactobacillus G3 yang diisolasi dari feses bayi dan diketahui memiliki sifat-sifat sebagai probiotik (Evanikastri 2003). Isolat bakteri asam laktat yang berhasil diisolasi dari dadih, makanan tradisonal dari Bukittinggi yang dibuat dari susu kerbau juga diketahui memiliki sifat sebagai probiotik diantaranya adalah Lactococcus lactis subsp lactis R-22, Leuconostoc paramesenteroides R-51, Lactobacillus casei subsp casei R-52 dan Leuconostoc paramesenteroides R-62 (Nurani 2002).
Bakteri asam laktat sebelum diklaim memiliki peranan sebagai bakteri probiotik yang aman harus melalui berbagai uji keamnan dan studi secara klinis. Standar produk probiotik harus berdasarkan petunjuk (guideline) sebelum produk tersebut dipasarkan, kultur bakteri yang digunakan harus diuji kualitas dan kelayaknnya (Reid et al. 2003). Strain bakteri yang akan digunakan harus dapat diidentifikasikan berdasarkan genus dan spesiesnya selanjutnya nomenklatur dari bakteri tersebut harus dilaporkan dan didaftarkan pada daftar nama bakteri (Approved List of Bacterial Names). Selanjutnya strain bakteri tersebut harus diuji secara in vivo untuk mengetahui fungsi mikroorganisme tersebut di dalam tubuh dan secara in vitro untuk mengetahui pertahanan mikroorganisme itu terhadap pemakai. Kriteria keamanan bakteri yang diklaim memilki sifat probiotik diketahui melalui serangkaian pengujian yang meliputi: resistensi antibiotik, aktivitas metabolisme, produksi toksin, aktivitas hemolisis, infeksi terhadap hewan immunocompromissed, efek samping terhadap manusia, insiden lain terkait konsumen (Anonim 2008).
Berdasarkan standar Codex, jumlah bakteri yang terkandung pada kultur starter dalam berbagai produk fermentasi (probiotik) seperti susu fermentasi, yoghurt, kultur yoghurt, susu acidophilus, kefir, kumys adalah minimal 107 cfu/g (CODEX 2003). Di Indonesia pengaturan jumlah bakteri yang berperan sebagai probiotik belum ada secara tertulis namun produk probiotik dimasukkan dalam salah satu jenis pangan fungsional yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan kepala BPOM RI (BPOM 2005).
(37)
Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Air Susu Ibu (ASI)
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, mudah dicerna, praktis, ekonomis dan memiliki komposisi zat gizi yang ideal, sesuai dengan kebutuhan dan pencernaan bayi (Siregar 2004). Air susu ibu merupakan faktor utama dalam permulaan dan perkembangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan bayi. Bayi yang menyusui dengan perkiraan konsumsi ASI sebanyak 800 ml/hari akan mengkonsumsi bakteri komensal sekitar 1 x 105 – 1 x 107 koloni selama menyusui. Komposisi bakteri pada feses bayi merefleksikan komposisi bakteri pada air susu ibu (Martin et al. 2005).
Kolostrom merupakan ASI yang keluar sejak hari pertama ibu melahirkan sampai hari ketujuh (bisa juga mencapai hari ke-10). Dalam kolostrom banyak mengandung zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh bayi, salah satunya adalah faktor bifidus yaitu sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen dan dapat menunjang pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus (Worthington & Robert 1993). Menurut Ballongue (2004) diacu dalam Salminen et al. (2004), ditemukan strain B. bifidum (yang kemudian dikenal sebagai Lactobacillus bifidus) dalam ASI khususnya karena keberadaan N-acetylglucosamine. Pengetahuan tentang bakteri komensal dan bakteri yang berpotensi sebagai probiotik pada air susu ibu masih sangat terbatas namun bakteri yang umum diisolasi dari air susu ibu (ASI) meliputi: staphylococci, streptococci, micrococci, lactobacilli dan enterococci (Martin et al. 2005).
Penelitian tentang bakteri asam laktat yang mempunyai peranan sebagai probiotik telah banyak dilakukan dan dievaluasi. Kultur Lactobacillus yang dipelajari banyak diisolasi dari manusia dan makanan tradisional. Nuraida et al. (2007) melakukan penelitian terhadap isolat klinis bakteri asam laktat yang diisolasi dari Air Susu Ibu (ASI). Isolat-isolat yang diisolasi dari air susu ibu memiliki potensi sebagai probiotik. Isolat tersebut diantaranya adalah
Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus rhamnosus R21 dan Lactobacillus brevis A17.
Karakteristik probiotik isolat tersebut yang dievaluasi meliputi: kemampuan tumbuh pada pH rendah dan ketahanan terhadap garam empedu.
(38)
Pediococcus pentosaceus A16 merupakan bakteri asam laktat yang berbentuk bulat (coccus), gram positif, homofermentatif, bersifat katalase negatif.
Lactobacillus rhamnosus R21 merupakan bakteri asam laktat yang berbentuk batang pendek, gram positif, bersifat katalase negatif, mampu tumbuh pada suhu 10oC, 15oC dan optimal tumbuh pada suhu 45oC, tidak menghasilkan CO2 dari
fermentasi glukosa, tidak menghasilkan dekstran dari fermentasi sukrosa sehingga tergolong sebagai bakteri asam laktat homofermentatif. Lactobacillus brevis A17 merupakan bakteri asam laktat yang berbentuk batang pendek, gram positif, bersifat katalase negatif, mampu tumbuh pada suhu 10oC, 15oC dan optimal tumbuh pada suhu 45oC, mempunyai sifat dapat menghasilkan CO2 dari
fermentasi glukosa sehingga digolongkan sebagai bakteri asam laktat heterofermentatif. Lactobacillus rhamnosus R21 memiliki ketahanan yang baik terhadap kondisi asam (pH 2) dimana terjadi penurunan log < 1 dan juga tahan pada kondisi garam empedu 0,5 % dengan penurunan jumlah bakteri sebesar 2,23 log cfu/g (Nuraida et al. 2007).
Martin et al. (2005) juga telah berhasil mengisolasi bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai probiotik dari ASI yaitu Lactobacillus gaserii
CECT5714, Lactobacillus gaserii CECT5715 dan Lactobacillus fermentum
CECT5716, dimana ketiga isolat ini diketahui memiliki potensi sebagai probiotik yang tidak berbeda dengan strain bakteri asam laktat yang umumnya digunakan pada produk probiotik seperti Lactobacillus rhamnosus GG, Lactobacillus casei
imunitas dan Lactobacilus johnsonii La1. Beberapa hasil penelitian
mengindikasikan bahwa bakteri asam laktat pada air susu ibu awalnya berasal dari mikroorganisme pada saluran pencernaan ibu menyusui melalui jalur endogenus. Bakteri non invasif dapat menyebar ke lokasi yang lain karena adanya sirkulasi limposit di antara mukosal yang dihubungkan dengan sel jaringan lymphoid. Bakteri yang distimulasi oleh sel dendritik dapat berpindah dari mukosa intestinal untuk berkolonisasi diatas permukaan mukosa seperti pada saluran pernafasan, saluran genitourinari, salivari, kelenjar air mata dan kelenjar air susu ibu. Selama masa menyusui, kolonisasi bakteri pada kelenjar air susu ibu diseleksi oleh sel sistem imun dengan menggunakan hormon laktogenik dan proses penyeleksian ini
(39)
yang memegang peranan dan bertanggung jawab terhadap komposisi bakteri pada air susu ibu (Martin et al. 005).
Pengawetan Kultur Bakteri Asam Laktat
Pengawetan kultur bakteri telah banyak dilakukan baik dengan cara konvensional maupun dengan teknologi modern. Tujuan dilakukannya pengawetan mikroba pada dasarnya adalah: 1) tujuan taksonomi, dimana mikroba diperlukan sebagai bahan acuan ”perpustakaan” strain dengan karakteristik yang spesifik baik untuk tujuan identifikasi maupun pengajaran. 2) tujuan penelitian, dimana mikroba diperlukan oleh para peneliti untuk melakukan penelitian-penelitian di berbagai bidang baik bidang pangan, kesehatan maupun pertanian. 3) tujuan industri, mikroba mempunyai potensi untuk dimanfaatkan di bidang industri dan untuk menjaga agar potensi ini tetap stabil maka diperlukan penyimpanan yang baik (Novelina 2005).
Pengawetan isolat bakteri yang baik tidak akan memberi hasil yang baik tanpa diikuti teknik penyimpanan yang baik. Isolat bakteri yang telah diawetkan dapat mengalami kontaminasi sehingga bakteri tersebut dapat hilang atau terdesak oleh kontaminan lain sehingga harus diisolasi dan dimurnikan kembali. Selain terkontaminasi, isolat dapat mengalami perubahan sifat genetik jika strain dipindahkan berkali-kali bahkan dapat mengalami kemungkinan kehilangan sifat-sifat potensialnya.
Teknik-teknik pengawetan dan penyimpanan mikroba telah banyak dilakukan dan dikembangkan. Namun untuk memilih teknik yang paling tepat dan sesuai untuk suatu mikroba merupakan hal yang tidak mudah. Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam memilih suatu metode penyimpanan kultur bakteri, diantaranya adalah: jumlah kultur, nilai ekonomis kultur, frekuensi penggunaan kultur, fasilitas yang dimiliki (peralatan dan sumber daya manusia) dan biaya. Dari sekian banyak faktor yang harus diperhatikan, hal terpenting adalah menjaga agar mikroba yang diawetkan tidak mati, tidak terkontaminasi,
(40)
tidak mengalami perubahan populasi dan tidak mengalami perubahan genetik (Novelina 2005).
Pengawetan kultur starter terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu starter cair dengan cara menumbuhkan starter ke dalam susu skim 10 – 12%, starter kering dengan pengeringan vakum, pengering semprot dan pengering beku (freeze drying) yaitu dengan membekukan kultur starter pada suhu dibawah nol (-30 sampai -40oC) atau suhu pembekuan ultra rendah (-196oC) dalam nitrogen cair. Penggunaan jenis-jenis pengawetan kultur starter memiliki keuntungan dan kelemahan masing-masing tetapi metode pengawetan yang paling sering digunakan adalah pembekuan, pengeringan sederhana dengan oven, pengeringan dengan pengering beku dan pengeringan dengan pengering semprot (Espina & Packard 1976; Brashears & Gilliland 1995; Johnson & Etzel 1994; Nuraida et al.
1995; To & Etzel 1997; Harmayani et al. 2001).
Pemilihan metode pengeringan tergantung pada beberapa faktor yaitu bentuk dari bahan pangan yang akan dikeringkan, produk hasil pengeringan yang diinginkan dan biaya pengeringan (Potter 1980). Untuk mendapatkan hasil pengawetan kultur yang paling baik biasanya dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan beku (Fu & Etzel 1995; Teixeira et al. 1995).
Pengeringan Beku (Freeze Drying)
Prinsip pengawetan kultur mikroba dengan pengeringan adalah mengeluarkan sebagian besar air dari bahan sehingga air yang tertinggal adalah merupakan air terikat yang tidak dapat berperan untuk reaksi-reaksi kimia di dalam sel, pada saat ini semua aktivitas metabolisme dan respirasi akan berhenti (Novelina 2005). Pengeringan beku dikenal juga dengan istilah liofilisasi merupakan teknik pengeringan dimana produk dibekukan terlebih dahulu kemudian dengan menggunakan energi dalam bentuk panas dan pada tekanan yang rendah, kandungan air bahan yang berupa es akan diuapkan dengan cara sublimasi. Pengeringan beku merupakan metode pengeringan yang terbaik untuk mencegah terjadinya perubahan kimia dan meminimumkan kehilangan nutrien selama proses pengeringan berlangsung. Kultur kering beku mempunyai
(41)
penampakan jernih, padat dan memiliki viabilitas sel yang baik. Pengeringan beku dapat mempertahankan bentuk kaku dari bahan yang dikeringkan sehingga dapat menghasilkan produk kering yang berpori dan tidak berkerut.
Produk pangan yang mengalami pengeringan beku (freeze drying) akan kehilangan air lebih dari 90 % dan karena proses pengeringan berlangsung pada suhu yang rendah maka metode pengeringan beku sangat aman sehingga dapat menghasilkan produk kering yang berkualitas tinggi dibandingkan metode pengeringan yang lain (Winarno 1993). Selama proses pengeringan beku, kandungan air bahan tidak berada dalam fase cair sehingga dapat mencegah transpor zat-zat yang dapat larut dalam air dan memperkecil terjadinya reaksi degradasi (King 1971 diacu dalam Endry 2000). Diagram fase air yang dapat menunjukkan proses pengeringan beku dapat dilihat pada Gambar 1. Proses pengeringan beku tergantung pada perbedaan tekanan uap antara lingkungan dari substansi yang sangat kering dengan es pada bagian dalam substansi yang membeku, sehingga uap air secara terus menerus ditransportasikan dari bahan pangan tetapi es pada bahan pangan tersebut tidak pernah meleleh. Hasilnya adalah permukaan bahan pangan yang tetap tegang, tidak terjadi pengkerutan selama proses berlangsung (Arsdel & Copley 1963).
Produk bahan pangan ataupun kultur yang mengalami proses pengeringan beku memiliki beberapa keuntungan maupun kelemahan. Keuntungan produk kering beku antara lain: kering, stabil, menempati volume yang kecil sehingga dapat menekan biaya penyimpanan dan pengiriman. Adapun kelemahan dari proses pengeringan beku adalah membutuhkan biaya operasional mahal, biasanya diproduksi dalam skala besar. Produksi lambat/rendah karena proses pengeringan beku biasanya dengan sistem batch dan pengeringan melalui sublimasi berjalan lambat (Johnson & Etzel 1994).
(42)
Gambar 1. Diagram fase air (Anonim 2007)
Mekanisme Proses Pengeringan Beku (Freeze Drying)
Pengeringan beku terdiri dari beberapa tahapan yaitu pembekuan, sublimasi dan desorpsi air. Pembekuan dilakukan untuk memperoleh fase padat dari air dengan suhu dibawah titik tripel. Prinsip pembekuan adalah ”pengeringan sementara” sel melalui penurunan suhu sampai dibawah titik beku karena sebagian cairan sel akan keluar yang disebabkan karena adanya perbedaan tekanan osmosis akibat pembentukan kristal es dan kenaikan konsentrasi bahan terlarut di luar sel (ATCC 1997).
Sifat dan konsentrasi zat terlarut yang tersuspensi pada medium akan mempengaruhi suhu awal terjadinya pembekuan. Proses pembekuan akan mulai terjadi pada suhu 0oC sampai -10oC, dimulai dari bagian medium di luar sel membentuk kristal es. Pengaruh metode pembekuan terhadap ketahanan sel berkaitan dengan suhu dan laju pembekuan yang digunakan serta jenis sel yang dibekukan. Terjadinya proses pembekuan dapat melalui dua kemungkinan yaitu: 1). Terjadinya pengeluaran air dari dalam sel dan membekukannya di luar sel
(terjadi pembentukan es secara ekstraseluler). Hal ini terjadi bila kecepatan pembekuan berlangsung lambat atau permeabilitas membran sel tinggi.
2). Pembekuan cairan sel di dalam sel itu sendiri, dimana terjadi apabila kecepatan pembekuan berlangsung cepat atau permeabilitas membran sel rendah
(43)
sehingga cairan sel akan membeku melalui pembentukan kristal es secara intraselluler.
Suhu dan kecepatan pembekuan sangat menentukan apakah cairan sel akan dibekukan secara internal atau eksternal. Metode penyimpanan juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan sel, yang disebabkan oleh pembentukan kristal es yang masih dapat terus berlangsung pada suhu dibawah suhu proses pembekuan (Smione & Brown 1991).
Penurunan suhu pembekuan dari 10oC sampai 20oC dapat menyebabkan terjadinya perubahan konsentrasi larutan (terjadi kenaikan konsentrasi zat terlarut baik di dalam sel maupun di luar sel), perubahan pH dan kenaikan kelarutan gas Penurunan pH karena proses pembekuan dapat menyebabkan terjadinya pengendapan/presipitasi zat terlarut baik yang memiliki berat molekul rendah maupun berat molekul tinggi. Selain itu dapat juga menyebabkan terjadinya denaturasi makromolekul.
Proses pembekuan akan menyebabkan berbagai perubahan fisik, kimiawi maupun biokimia pada sel bakteri (Ray & Speck 1973). Selama proses pembekuan kemungkinan kerusakan sel terjadi karena perbedaan sensitifitas untuk setiap jenis mikroba terhadap pembekuan, terbentuknya kristal es baik intraseluler maupun ekstraseluler dan terkonsentrasinya zat terlarut baik ekstraseluler maupun intraseluler. Kerusakan yang terjadi selama pembekuan dapat mengakibatkan perubahan morfologi sel, perubahan struktur sel, perubahan fungsi sel dan perubahan stabilitas genetik (Ray & Speck 1973). Ketahanan sel selama pembekuan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: ukuran dan tipe sel, umur sel, permeabilitas membran sel, metode penyimpanan dan metode thawing.
Secara umum respon bakteri asam laktat terhadap pembekuan dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu sintesis senyawa-senyawa protein dan perubahan komposisi asam lemak pada membran (Wang et al. 2005). Namun demikian, respon ini sangat bervariasi diantara spesies bakteri asam laktat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki resistensi terhadap pembekuan. Namun demikian, upaya ini sangat tergantung pada mekanisme resistensi yang dimiliki oleh bakteri asam laktat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena
(44)
itu mekanisme resistensi untuk strain-strain yang berpotensi untuk digunakan dalam teknologi fermentasi dan pengembangan pangan probiotik perlu dilakukan.
Perubahan komposisi asam lemak membran sel akan memperbaiki permeabilitas membran pada suhu rendah dan akhirnya mikroorganisme dapat beradaptasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio antara asam lemak jenuh dan tidak jenuh menentukan resistensi bakteri asam laktat terhadap pembekuan (Goldberg & Eshcar 1977; Beal et al. 2001; Wang et al. 2005). Jenis asam lemak yang terbentuk juga diduga mempengaruhi resistensi terhadap pembekuan. Murga et al. (2000) mengamati kenaikan C16:0 dan C18:2 pada L. acidophilus. Pada L. bulgaricus konsentrasi asam lemak C18:1 yang meningkat, sebaliknya pada laktik streptokoki konsentrasi C18:1 menurun. Dengan demikian, jelas bahwa respon yang dilakukan oleh bakteri asam laktat tergantung dari spesies atau strain. Komposisi asam lemak membran sel dipengaruhi oleh adanya senyawa tertentu dalam media. Tween 80 dan asam oleat dilaporkan dapat mempengaruhi komposisi asam lemak membran sel (Goldberg & Eshcar 1977; Beal et al. 2001; Wang et al. 2005). Sementara itu keberadaan antibiotik seperti vancomycin di dalam medium menghambat sintesis asam lemak (Goldberg & Eschar 1977).
Tujuan sublimasi pada proses pengeringan beku adalah untuk menurunkan kadar air bahan pangan sehingga mencapai 5 sampai 10 %. Setelah kadar air tersebut tercapai, suhu bahan dinaikkan lebih tinggi untuk mendesorpsi air yang terikat sehingga diperoleh produk dengan kadar air dibawah 5 % (Considine 1974). Proses sublimasi terjadi pada bagian permukaan es pada bahan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa bahan pangan dikeringkan mulai dari bagian permukaan menuju bagian dalam. Pada saat es terakhir menyublim maka bahan pangan akan mempunyai kadar air dibawah 5 %. Selama proses sublimasi, bahan pangan beku mempunyai bentuk yang tetap sehingga molekul air yang menguap meninggalkan rongga kosong. Hal ini menyebabkan bahan pangan yang telah dikeringbekukan mempunyai struktur berpori (porous). Struktur ini yang menyebabkan bahan pangan yang telah dikeringbekukan dapat direhidrasi kembali ke bentuk asal dengan cepat tetapi bahan pangan juga harus dilindungi agar tidak mengabsorpsi air dari udara (Potter 1980).
(45)
Menurut Ponting dan Stanley (1964), jika bahan yang akan mengalami pengeringan beku, tidak berada dalam kondisi beku maka akan terjadi pencairan pada bagian-bagian tertentu. Bila bagian yang mencair meluas maka akan menyebabkan struktur bahan pangan akan hancur dan kecepatan pengeringan akan menurun secara cepat, proses pengeringan menjadi lambat, rekonstitusi bahan menjadi lebih lambat dan tidak sempurna sehingga dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Oleh karena itu proses pengeringan beku memerlukan kondisi suhu beku dan tekanan vakum yang tinggi. Proses pembekuan yang berlangsung sangat cepat akan menyebabkan pengeringan beku menjadi lebih lama dibandingkan dengan laju pembekuan yang lambat. Hal ini disebabkan karena pada pembekuan cepat akan terbentuk kristal es yang kecil-kecil sehingga proses untuk penguapan air berjalan lebih lama.
Bahan Pelindung (Kriogenik)
Kerusakan kultur sel dapat terjadi pada saat proses pengeringan beku (Li 1975). Penurunan viabilitas sel selama proses pengeringan beku disebabkan karena pembekuan itu sendiri terutama merusak membran sel. Kultur sel yang diawetkan dengan metode pengeringan beku akan mempunyai struktur berpori berongga. Hal ini disebabkan karena selama proses sublimasi, kultur sel yang sebelumnya telah dibekukan mempunyai bentuk yang tetap sehingga molekul air yang menguap meninggalkan rongga kosong. Bila tidak ada bahan yang berperan sebagai pelindung (kriogenik) maka kultur sel akan dengan cepat dan mudah mengabsorpsi uap air dari udara sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas kultur sel. Bahan pelindung (kriogenik) berfungsi untuk mengurangi kerusakan dinding sel dan membran sel tetapi ada juga bahan pelindung yang hanya menahan kerusakan membran sel.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmayani et al. (2001) dilaporkan bahwa pengawetan Lactobacillus sp dengan menggunakan proses pengeringan beku dapat menurunkan viabilitas sel dari 1013 cfu/ml menjadi 1011 cfu/ml. Sedangkan Johnson dan Etzel (1995) melaporkan bahwa viabilitas L.
(46)
helveticus CNRZ-32 yang dikeringbekukan menurun dari 1012 cfu/ml menjadi 1010 cfu/ml setelah dithawing. Untuk mengurangi tingkat kerusakan kultur sel selama proses pengeringan beku maka digunakan bahan-bahan yang dapat berperan sebagai pelindung.
Bahan pelindung (kriogenik) yang digunakan biasanya berupa bahan yang memiliki gugus OH dan NH2 serta mempunyai kecenderungan membentuk ikatan
hidrogen yang kuat antara komponen tersebut, dengan makromolekul dipermukaan sel atau dengan air dan atau kelompok yang dapat terionisasi (Ray & Speck 1973). Suatu komponen bahan kimia dapat digunakan sebagai senyawa kriogenik apabila mempunyai ciri struktural seperti:
1. Mempunyai gugus fungsional dengan elektronegatifitas yang tinggi pada atom α-carbon.
2. Sebagai kelompok two acid (α dan - COOH) 3. Mendekati bentuk NH2 dan -COOH
Kerusakan kultur sel akibat pengeringan beku disebabkan karena perubahan keadaan membran lipid dan perubahan struktur protein. Interaksi van der Walls akan meningkat karena terjadinya perpindahan air yang berikatan hidrogen pada bagian hidrofobik membran fosfolipid dari dinding sel. Hal ini akan menyebabkan lipid mengalami perubahan dari kristal cair menjadi fase gel. Bila terjadi rehidrasi, membran yang pada suhu kamar berada pada fase gel akan mengalami transisi menjadi fase kristal cair kembali. Pada saat fase transisi akan terjadi perubahan suhu yang sangat tinggi dan ketika membran mengalami perubahan fase transisi ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel berupa kebocoran membran. Prinsip kerja bahan pelindung (kriogenik) adalah dengan mempertahankan atau mencegah kerusakan sel seminimal mungkin, dimana dengan adanya penambahan bahan pelindung sebelum proses pengeringan beku maka bahan pelindung tersebut dapat menurunkan suhu transisi membran dengan cara menempatkan air pada bagian hidrofilik sehingga dapat mencegah terjadinya fase transisi dan mengurangi kerusakan ketika direhidrasi.
Pada dasarnya kemampuan bahan pelindung (kriogenik) untuk membentuk ikatan hidrogen dengan air maupun dengan struktur sel dapat mencegah kematian sel akibat pembentukan kristal es intraseluler maupun terkonsentrasinya zat
(47)
terlarut. Mekanisme perlindungan bahan pelindung (kriogenik) adalah dengan mengurangi ukuran, jumlah dan kecepatan pertumbuhan kristal es. Selain itu juga bahan pelindung (kriogenik) dapat memberikan pengaruh koligatif, membantu berlangsungnya dehidrasi secara osmotik sebelum pembekuan, dapat menurunkan titik beku sel, menstabilkan membran, meningkatkan permeabilitas sel dan juga dapat bersifat sebagai buffer untuk mengimbangi adanya perubahan pH selama pembekuan. Maryman (1968) membedakan bahan pelindung (kriogenik) menjadi dua kelompok dimana keduanya dapat berfungsi untuk membantu mencegah kerusakan namun dengan mekanisme yang berbeda, yaitu:
1. Bahan pelindung (kriogenik) dengan berat molekul (BM) rendah
Bahan pelindung ini dapat berpenetrasi ke dalam sel dengan daya larut dalam air yang sangat baik sehingga cenderung dapat mencegah kerusakan akibat terbentuknya kristal es secara intraseluler di dalam sel. Contoh bahan pelindung yang mempunyai berat molekul (BM) rendah yaitu gliserol, glikol, glukosa, sukrosa, laktosa, asam amino dan dimetylsulfoxide (DMSO)
2. Bahan pelindung (kriogenik) dengan berat molekul (BM) tinggi
Bahan pelindung dengan berat molekul tinggi tidak dapat masuk menembus membran sel sehingga perannya sebagai bahan pelindung dengan cara melindungi membran yang sensitif terhadap denaturasi akibat terkonsentrasinya garam selama pembekuan. Contoh bahan pelindungdengan BM tinggi adalah gelatin, albumin, mucin, dektran dan polyvinilpyrolydone (PVP).
Hasil penelitian Porubcan dan Sellars (1975) diacu dalam Tamime dan Robinson (1989) menunjukkan bahwa penambahan senyawa-senyawa tertentu seperti asam askorbat dan monosodium glutamat dapat melindungi sel bakteri selama proses pengeringan. Penambahan lisin, sistein dan sianokobalamin ke dalam susu skim dapat melindungi sel selama pengeringan semprot (spray
drying). Imai dan Kato (1975) diacu dalam Tamime dan Robinson (1989)
menyatakan bahwa untuk menghindari kerusakan sel karena pembekuan dapat juga digunakan medium yang mengandung susu skim 10%, sukrosa 5%, krim segar dan NaCl 0,9% atau gelatin 1%. Tamime dan Robinson (1989)
(48)
menggunakan larutan susu skim dengan padatan 16 % untuk menumbuhkan kultur starter yoghurt yang akan dikeringbekukan.
Jenis - jenis Bahan Pelindung (Kriogenik)
Sukrosa
Sukrosa merupakan oligosakarida, tepatnya gula dalam kelompok disakarida non pereduksi dengan nama sistematik -D-fructofuranosyl-α -D-glucopyranosida. Sukrosa merupakan jenis karbohidrat yang manis, putih dan termasuk bahan dasar makanan anhydrous. Secara komersil diproduksi dari tebu dan bit. Penggunaan sukrosa dapat memperpanjang umur simpan makanan, dapat diterima konsumen. Rumus molekul sukrosa C12H22O11 dengan berat molekul
342,30 yang terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa.
Dalam keadaan murni, sukrosa tidak dapat difermentasi oleh khamir. Bila berhubungan langsung dengan udara terbuka maka sukrosa dapat menyerap air sampai 1% dari berat sukrosa-uap air dan akan dilepaskan kembali bila dipanaskan pada 90oC. Pada pemanasan sukrosa sampai suhu 168 – 186oC maka akan terbentuk arang dan mengeluarkan bau karamel yang spesifik (Sudarmadji 1982). Larutan sukrosa memiliki tekanan osmosis yang tinggi dimana sifat ini merupakan faktor utama penggunaan sukrosa sebagai pengawet.
Ciri penting yang dimiliki gula adalah kemampuannya membentuk kristal. Makin murni suatu gula maka akan semakin mudah membentuk kristal. Pertumbuhan kristal dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan larutan, suhu, kecepatan pembentukan kristal dan sifat permukaan kristal. Menurut Earle (1969) proses pembentukan kristal adalah larutan dibiarkan sampai suhu tertentu (suhu kritis), larutan akan menjadi jenuh kemudian kristal dari larutan tersebut akan mulai terbentuk.
Penggunaan sukrosa sebagai bahan pelindung sudah banyak diaplikasikan. Pada proses pengeringan beku Eschericia coli DH5 dan Bacillus thuringiensis
HD-1, dimana dengan adanya sukrosa dapat meningkatkan ketahanan E. Coli
DH5 sebesar 56% dan 44% pada Bacillus thuringiensis HD-1 dibandingkan tanpa bahan pelindung yaitu sebesar 8% pada Eschericia coli DH5 dan 14%
(1)
Lampiran 29. Data Total Asam Tertitrasi (%) pada susu skim yang diinokulasi dengan kultur kering beku selama penyimpanan
Pengamatan
Perlakuan
Kontrol (kultur 24 jam) RH 75 RH 90
Ul 1 Ul 2 Rata-rata SD Ul 1 Ul 2 Rata-rata SD Ul 1 Ul 2 Rata-rata SD Hari ke-0 0.2457 0.2252 0.2355 0.0145 0.3686 0.3890 0.3788 0.0144 0.3686 0.3890 0.3788 0.0145 Hari ke-1 0.2457 0.2355 0.2406 0.0072 0.2867 0.2559 0.2713 0.0218 0.3890 0.1331 0.2611 0.1809 Hari ke-3 0.2457 0.2150 0.2303 0.0217 0.1536 0.1433 0.1484 0.0073 0.1065 0.1228 0.1147 0.0115 Hari ke-5 0.2048 0.1945 0.1996 0.0073 0.1229 0.1229 0.1229 0.0000 0.1126 0.1331 0.1229 0.0145 Hari ke-7 0.2150 0.2048 0.2099 0.0072 0.1024 0.0921 0.0973 0.0073 0.1024 0.1126 0.1075 0.0072
(2)
Lampiran 30. Data keasaman (pH) susu skim yang diinokulasikan kultur kering beku selama penyimpanan
Pengamatan
Perlakuan
Kontrol (kultur 24 jam) RH 75 RH 90
Ul 1 Ul 2 Rata-rata SD Ul 1 Ul 2 Rata-rata SD Ul 1 Ul 2 Rata-rata SD Hari ke-0 6.0000 5.8350 5.9175 0.1167 5.8650 5.7700 5.8175 0.0672 5.8650 5.7700 5.8175 0.0672 Hari ke-1 5.9900 5.8500 5.9200 0.0990 5.8100 5.9900 5.9000 0.1273 5.7550 6.2850 6.0200 0.3748 Hari ke-3 5.8900 5.8950 5.8925 0.0035 6.5050 6.5600 6.5325 0.0389 6.7600 6.7700 6.7650 0.0071 Hari ke-5 5.8500 5.8600 5.8550 0.0071 6.5600 6.5650 6.5625 0.0035 6.5700 6.5650 6.5675 0.0035 Hari ke-7 5.8250 5.9250 5.8750 0.0707 6.5900 6.6150 6.6025 0.0177 6.5550 6.6400 6.5975 0.0601
(3)
Lampiran 31. Tekanan uap air jenuh pada suhu 0 – 60
oC (mmHg)
Suhu
(
oC)
Po
(mmHg)
Suhu
(
oC)
Po
(mmHg)
Suhu
(
oC)
Po
(mmHg)
Suhu
(
oC)
Po
(mmHg)
0 4,579 12 10,518 24 22,377 36 44,563
1 4,926 13 11,231 25 23,756 37 47,067
2 5,294 14 11,987 26 25,209 38 49,692
3 5,685 15 12,788 27 26,739 39 52,442
4 6,101 16 13,634 28 28,349 40 55,324
5 6,543 17 14,530 29 30,043 41 58,340
6 7,013 18
15,477
30 31,824 42 61,500
7 7,513 19 16,477 31 33,695 43 64,800
8 8,045 20 17,535 32 35,663 44 68,260
9 8,609 21 18,650 33 37,729 45 71,880
10 9,209 22 19,827 34 39,898 50 92,510
11 9,844 23 21,068 35 42,175 60 149,380
(4)
Lampiran 32. Pendugaan umur simpan kultur kering beku
Lactobacillus rhamnosus
R21
32a. Pendugaan umur simpan kultur kering beku
Lactobacillus rhamnosus
R21 pada suhu 30
oC dan RH 75
Jenis Kemasan
Parameter Umur simpan (ts)
Me (g H2O/g padatan) Mi (g H2O/g padatan) Mc (g H2O/g padatan)
k/x A (m2) Ws
(g) Ws bk (g)
Po (mm
Hg) b Bulan Tahun
Alufo yang dilaminasi
PE 0.1974 0.0217 0.1447 0.013 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 70.32 5.860
Metallized plastic 0.1974 0.0217 0.1447 0.018 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 50.79 4.232
PET 0.1974 0.0217 0.1447 0.020 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 45.71 3.809
PE 0.1974 0.0217 0.1447 0.169 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 5.41 0.451
PVC 0.1974 0.0217 0.1447 0.544 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 1.68 0.140
32b. Pendugaan umur simpan kultur kering beku
Lactobacillus rhamnosus
R21 pada suhu 30
oC dan RH 80
Jenis Kemasan
Parameter Umur simpan (ts)
Me (g H2O/g padatan) Mi (g H2O/g padatan) Mc (g H2O/g padatan)
k/x A (m2) Ws
(g) Ws bk (g)
Po (mm
Hg) b Bulan Tahun
Alufo yang dilaminasi
PE 0.2111 0.0217 0.1447 0.013 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 61.18 5.098
Metallized plastic 0.2111 0.0217 0.1447 0.018 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 44.18 3.682
PET 0.2111 0.0217 0.1447 0.020 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 39.72 3.310
PE 0.2111 0.0217 0.1447 0.169 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 4.71 0.392
(5)
Lampiran 33. Pendugaan umur simpan kultur kering beku
Lactobacillus rhamnosus
R21 jika kadar air awal maksimal
diasumsikan 4% bk (0,05
g H2O/g padatan)33a. Pendugaan umur simpan kultur kering beku
Lactobacillus rhamnosus
R21 pada suhu 30
oC dan RH 75
Jenis Kemasan
Parameter Umur simpan (ts)
Me (g H2O/g padatan) Mi (g H2O/g padatan) Mc (g H2O/g padatan)
k/x A (m2) Ws
(g) Ws bk (g)
Po (mm
Hg) b Bulan Tahun
Alufo yang dilaminasi
PE 0.1974 0.0400 0.1447 0.013 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 63.90 5.32
Metallized plastic 0.1974 0.0400 0.1447 0.018 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 46.15 3.85
PET 0.1974 0.0400 0.1447 0.020 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 41.53 3.46
PE 0.1974 0.0400 0.1447 0.169 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 4.92 0.41
PVC 0.1974 0.0400 0.1447 0.544 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 1.53 0.13
33b. Pendugaan umur simpan kultur kering beku
Lactobacillus rhamnosus
R21 pada suhu 30
oC dan RH 80
Jenis Kemasan
Parameter Umur simpan (ts)
Me (g H2O/g padatan) Mi (g H2O/g padatan) Mc (g H2O/g padatan)
k/x A (m2) Ws
(g) Ws bk (g)
Po (mm
Hg) b Bulan Tahun
Alufo yang dilaminasi
PE 0.2111 0.0400 0.1447 0.013 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 55.25 4.60
Metallized plastic 0.2111 0.0400 0.1447 0.018 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 39.90 3.33
PET 0.2111 0.0400 0.1447 0.020 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 35.87 2.99
PE 0.2111 0.0400 0.1447 0.169 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 4.25 0.35
PVC 0.2111 0.0400 0.1447 0.544 0.0077 20 19.9788 31.8240 0.2789 1.32 0.11
Keterangan :
PET =
Polyethylenetetrapthalate
PE =
Polyethylene
(6)
LAMPIRAN
Diagram alir penelitian