Uji Multikolinearitas
4. Uji Multikolinearitas
Pengujian terhadap multikolinearitas dilakukan dengan melihat apakah antara variabel bebas terdapat hubungan atau korelasi yang kuat. Dari hasil uji multikolinearitas dengan menggunakan bantuan SPSS 16 pada Lampiran 6 diperoleh bahwa nilai Vif –nya lebih kecil dari 10 sehingga disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antara variabel-variabel bebas dalam persamaan jangka pendek.
Penjelasan Model
Penjelasan mengenai pengaruh faktor-faktor yang dihipotesiskan dalam model penelitian yang penulis ajukan, yaitu rasio keuangan, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek, lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 8. Ringkasan Hasil Pengujian Signifikansi Persamaan Jangka Panjang dan Persamaan Jangka Pendek ECM terhadap Model Penelitian
Persamaan Jangka Panjang
Persamaan Jangka Pendek ECM Terkointegrasi
Variabel Koefisien
Variabel
Koefisien
t-hitung Bebas
NIM -0,204369***)
CER -0,037815***)
NPL -0,209355***)
-0,791812***) -5,001059 R-Squared
ECT
= 0,627246 Adjusted R-Squared = 0,8743743 Adjusted R-Squared = 0,557354 F-Statistic
= 0,890802
R-Squared
= 8,974567 Prob (F-Statistic)
= 55,47213
F-Statistic
= 0,000009 Durbin Watson stat = 1,693245
= 0,0000
Prob (F-Statistic)
Durbin Watson stat = 1,909533 Keterangan : ***) signifikan pada
**) signifikan pada
*) signifikan pada
Dari Tabel 8 di atas dapat diperoleh beberapa penjelasan terkait hasil estimasi beberapa variabel bebas, dalam hal ini adalah rasio keuangan PT. BRI (Persero) Tbk. untuk memengaruhi laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. dalam jangka panjang maupun jangka pendek sebagai berikut:
Nilai R-squared pada persamaan jangka panjang cukup besar yaitu mencapai 89,08 persen, dengan rincian kontribusi masing-masing variabel mulai dari yang terbesar yaitu variabel rasio biaya operasional nonbunga (CER) sebesar 58,761 persen, rasio pendapatan bunga bersih (NIM) sebesar 14,89 persen, rasio kredit macet (NPL) sebesar 11,39 persen, rasio pengembalian aset (ROA) sebesar 2,81 persen, dan terkecil adalah rasio likuiditas (LDR) yang hanya berkontribusi 1,23 persen saja dalam menjelaskan variasi perolehan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. Nilai Adjusted R-square nya mencapai 87,44 persen menunjukkan sebesar 87,44 persen variasi laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. dapat dijelaskan oleh kelima variabel rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lain. Dalam hal ini, penambahan variabel bebas tidak akan memengaruhi besarnya nilai kontribusi. Sementara untuk persamaan jangka pendek, Nilai R-squared yang dapat dibentuk dalam model juga cukup besar, yaitu mencapai 62,72 persen dengan kontribusi masing-masing variabel perubahan rasio likuiditas (DLDR) sebesar 18,54 persen, perubahan rasio pengembalian aset (DROA) sebesar 7,58 persen, perubahan rasio kredit macet (DNPL) sebesar 5,56 persen, perubahan rasio beban operasional non-bunga (DCER) sebesar 1,79 persen, dan perubahan rasio pendapatan bunga bersih (DNIM) yang hanya sebesar 0,12 persen. Sementara 29,13 persen sisanya adalah kontribusi residual ECT-nya dalam menjelaskan variasi perolehan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. Nilai Adjusted R-squared juga cukup besar, yaitu mencapai 55,57 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kelima variabel rasio keuangan yang digunakan dalam model jangka pendek mampu menjelaskan variasi pertumbuhan laba bersih PT.
BRI (Persero) Tbk. sebesar 55,74 persen, dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model, dimana penambahan variabel bebas tidak akan memengaruhi nilai variasi.
Dari nilai R-squared yang diperoleh, dapat diketahui bahwa pada persamaan jangka panjang rasio pengeluaran operasional nonbunga (CER) merupakan rasio keuangan yang dapat menjelaskan variasi perolehan laba PT. BRI (Persero) Tbk. hingga lebih dari setengahnya, yaitu mencapai 58,76 persen dalam model. Sementara dari persamaan jangka pendek (ECM) yang diperoleh variabel ECT (Error Correction Term), adalah variabel yang dapat menjelaskan variasi perubahan pertumbuhan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. yaitu mencapai 29,13 persen dalam model.
Rasio kemampuan memperoleh earning atau daya pendapatan (sering disebut rasio profitabilitas) yang dicerminkan dalam rasio ROA memiliki hubungan yang positif baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis yang diajukan, dimana semakin tinggi profitabilitas suatu bank maka semakin tinggi pula laba bersih yang dapat diraih oleh bank tersebut. Rasio ini adalah rasio keuangan BRI yang memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan laba PT. BRI (Persero) Tbk. dalam jangka panjang. Hal ini dilihat dari nilai koefisiennya yang cukup besar pada persamaan jangka panjang. Peningkatan nilai rasio ROA sebesar satu persen akan meningkatkan perolehan pertumbuhan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. sebesar 0,21 persen pada jangka panjang sementara dalam jangka pendek, peningkatan perubahan nilai rasio ROA sebesar 1 persen akan memengaruhi Rasio kemampuan memperoleh earning atau daya pendapatan (sering disebut rasio profitabilitas) yang dicerminkan dalam rasio ROA memiliki hubungan yang positif baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis yang diajukan, dimana semakin tinggi profitabilitas suatu bank maka semakin tinggi pula laba bersih yang dapat diraih oleh bank tersebut. Rasio ini adalah rasio keuangan BRI yang memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan laba PT. BRI (Persero) Tbk. dalam jangka panjang. Hal ini dilihat dari nilai koefisiennya yang cukup besar pada persamaan jangka panjang. Peningkatan nilai rasio ROA sebesar satu persen akan meningkatkan perolehan pertumbuhan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. sebesar 0,21 persen pada jangka panjang sementara dalam jangka pendek, peningkatan perubahan nilai rasio ROA sebesar 1 persen akan memengaruhi
Rasio pendapatan bunga bersih memiliki arah hubungan yang negatif terhadap perolehan laba PT. BRI (Persero) Tbk., baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Keadaan ini cukup bertentangan dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian dimana peningkatan pendapatan bunga bersih bank seharusnya akan diikuti oleh peningkatan perolehan laba bank tersebut. Namun berbeda halnya dengan PT. BRI (Persero) Tbk., peningkatan rasio ini justru memberikan pengaruh yang negatif terhadap perolehan laba bersih, dan sebaliknya penurunan nilai rasio ini sampai level tertentu akan memberikan pengaruh positif pada peningkatan perolehan laba PT. BRI (Persero) Tbk. dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dalam hal ini, pengurangan nilai NIM menunjukkan semakin kecil nilai selisih suku bunga simpanan dan bunga pinjaman yang diimbangi oleh penyaluran aktiva produkti yang semakin besar, justru akan lebih memberikan efek pada peningkatan perolehan laba bersih daripada efek pengurangan laba bersihnya. Hal ini logis jika dikaitkan dengan basis utama operasional PT. BRI (Persero) Tbk. yang bergerak pada sektor UMKM, dimana pengurangan suku bunga kredit akan memberikan pengaruh yang besar pada peningkatan kemampuan kreditur dalam membayar pinjaman dan bunga pinjamannya.
Pada persamaan jangka panjang, nilai rasio ini berpengaruh signifikan terhadap perolehan laba PT. BRI (Persero) Tbk. dengan tingkat signifikansi 5 persen, sementara pada persamaan jangka pendek nilai rasio ini hanya hanya berpengaruh pada perolehan laba dengan tingkat signifikansi
persen.
Nilai koefiesien pada persamaan jangka panjang sebesar -0,204 menunjukkan bahwa peningkatan rasio NIM sebesar 1 persen akan mengurangi peningkatan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. sebesar 0,204 persen dalam jangka panjang. Sementara dalam jangka pendek, peningkatan perubahan rasio NIM ini akan mengurangi perubahan pertumbuhan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. sebesar 0,126 persen.
Rasio pengeluaran operasional nonbunga yang dicerminkan dalam rasio CER (Cost Efficiency Ratio) memiliki arah hubungan yang negatif terhadap perolehan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk., baik dalam persamaan jangka pendek, maupun jangka panjang. Dalam persamaan jangka panjang, setiap penekanan biaya operasional nonbunga (CER) sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. sebesar 0,038 persen. Begitu juga dalam jangka pendek, setiap penekanan perubahan biaya operasional nonbunga (DCER) maka akan meningkatkan perubahan pertumbuhan laba PT. BRI (Persero) Tbk. sebesar 0,0256 persen. Rasio ini sangat kuat dalam menjelaskan keberagaman laba bersih yang diperoleh oleh PT. BRI (Persero) Tbk. dalam jangka panjang. Hal ini terlihat dari besarnya kontribusi atau share R-squared parsial dalam pembentukan model jangka panjang terkointegrasi yang mencapai 58,76 persen. Berdasarkan nilai koefisien dan R-squared parsial-nya, diketahui bahwa peningkatan perolehan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. salah satunya disebabkan oleh upaya efisiensi yang dilakukan BRI dalam bentuk penekanan biaya operasional non- bunga (CER).
Rasio likuiditas yang dicerminkan dari nilai rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) dalam jangka pendek memiliki hubungan yang negatif dan berpengaruh signifikan dengan tingkan signifikansi 5 persen. Namun dalam jangka panjang rasio ini justru memiliki hubungan yang positif tetapi tidak signifikan dalam memengaruhi perolehan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. Berdasarkan nilai koefisien yang terbentuk dalam model persamaan jangka pendek (ECM), setia penurunan perubahan rasio LDR sebesar 1 persen sampai ke level tertentu akan mengakibatkan peningkatan perubahan pertumbuhan laba PT. BRI (Persero) Tbk. sebesar 0,022 persen.
Hubungan yang terjadi dalam jangka pendek antara rasio LDR dengan perolehan laba PT. BRI (Persero) Tbk. cukup bertentangan dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Hal ini disebabkan karena peningkatan nilai rasio LDR yang mengindikasikan peningkatan nilai penyaluran kredit yang lebih besar dibandingkan perolehan dana pihak ketiga tidak diikuti oleh upaya penekanan kredit macet dalam jangka pendek. Sementara upaya penekanan kredit macet yang berpengaruh dalam jangka panjang justru akhinya menyebabkan rasio LDR ini memiliki hubungan yang positif meskipun tidak signifikan. Hal ini diperkuat oleh NPL yang tidak berpengaruh signifikan pada jangka pendek.
Rasio kredit macet yang dicerminkan dalam rasio NPL (Non Performing Loang ) memiliki hubungan yang negatif terhadap perolehan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini telah sesuai dengan teori dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Pada jangka panjang rasio ini berpengaruh signifikan dengan tingkat signifikansi 5 Rasio kredit macet yang dicerminkan dalam rasio NPL (Non Performing Loang ) memiliki hubungan yang negatif terhadap perolehan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini telah sesuai dengan teori dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Pada jangka panjang rasio ini berpengaruh signifikan dengan tingkat signifikansi 5
Nilai koefisien kointegrasi (cointegrating coefficient) sebagai elemen penyesuai (speed of adjusment) cukup besar, yaitu sebesar -0,792078. Artinya, perubahan-perubahan yang terjadi dalam jangka pendek pada kelima variabel rasio keuangan tersebut memiliki waktu yang cukup singkat dalam melakukan penyesuaian untuk mencapai posisi keseimbangan jangka panjang, dan kecepatan error correction untuk mengoreksi perubahan-perubahan atau perilaku rasio keuangan (ROA, NIM, CER, LDR, dan NPL) dalam jangka pendek untuk menuju keseimbangan baru sebesar 79,18 persen setiap periode.
Dari penjelasan model yang dilakukan diketahui bahwa perolehan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. yang memiliki nilai yang besar dan selalu meningkat setiap periodenya diakibatkan oleh upaya efisiensi yang dilakukan dalam kegiatan operasionalnya melalui penekanan yang dilakukan terhadap biaya operasional non-bunganya. Selain itu, peningkatan penyaluran aktiva produktif melalui peningkatan penyaluran kredit yang dilakukan dengan mengurangi selisih bunga pinjaman dan bunga simpanan juga memberi andil terhadap peningkatan perolehan laba PT. BRI (Persero) Tbk. Meskipun lebarnya spread atau selisih Dari penjelasan model yang dilakukan diketahui bahwa perolehan laba bersih PT. BRI (Persero) Tbk. yang memiliki nilai yang besar dan selalu meningkat setiap periodenya diakibatkan oleh upaya efisiensi yang dilakukan dalam kegiatan operasionalnya melalui penekanan yang dilakukan terhadap biaya operasional non-bunganya. Selain itu, peningkatan penyaluran aktiva produktif melalui peningkatan penyaluran kredit yang dilakukan dengan mengurangi selisih bunga pinjaman dan bunga simpanan juga memberi andil terhadap peningkatan perolehan laba PT. BRI (Persero) Tbk. Meskipun lebarnya spread atau selisih