TAUBAT DAN PENYESALAN

TAUBAT DAN PENYESALAN

Ibad bin Abid menceritakan tentang seorang lelaki dari Bashrah yang gemar beribadah. Kemudian berpaling dan condong kepada dunia dan kekuasaan. Lalu dia membangun tempat tinggal yang megah dan megah. Segala titah dan perintahnya selalu dituruti. Suatu ketika ia menyiapkan jamuan makan-makan dan mengundang orang-orang untuk menghadiri pesta yang digelarnya. Orang-orang dipersilahkan datang dan menyantap hidangan yang ia sediakan. Mereka terkesima dan takjub akan bangunan rumahnya yang sangat megah. Orang-orang datang silih berganti selama beberapa hari sebelum akhirnya ia berkesempatan duduk bersama rekan-

205 Hilat al-Awliya (9/328-329) 205 Hilat al-Awliya (9/328-329)

katakan kepada diriku sendiri untuk membuatkan rumah seperti ini bagi anak-anakku. Karena itu, tinggallah kalian di rumahku beberapa hari agar aku dapat berbincang-bincang, aku ingin bermusyawarah bersama kalian perihal bangunan yang akan aku peruntukkan bagi anak-anakku.

Mereka bersedia tinggal beberapa hari dan selama itu mereka membicarakan rencana pembangunan tempat tinggal yang megah. Akan tetapi di tengah kesibukan mereka membicarakan rencananya, terdengar seorang berkata dari kejauhan.

Wahai orang yang gemar membangun rumah yang lupa kematiannya Usahlah engkau terlalu berangan-angan, sesungguhnya kematian itu pasti Bagi setiap makhluk hidup, agar mereka memperoleh petunjuk dan waspada Kematian adalah kematian bagi yang mempunyai harapan menjulang sekalipun Usahlah engkau bangun tempat tinggal yang takkan kau huni

Kembalilah beribadah semoga sang Kekasih mengampunimu

Orang kaya itu terkejut mendengar ucapan ini. demikian pula dengan oang-orang yang ia ajak bicara bersamanya. Ia

bertanya kepada mereka, ―Adakah kalian mendengar sesuatu yang aku dengar?‖ Mereka menjawab, ―Ya, kami mendengar.‖ Dia berkata lagi, ―Apakah kalian merasakan sesuatu yang aku rasakan?‖ Mereka bertanya, ―Apa yang anda rasakan?‖ Ia menjawab, ―Demi Allah! Aku merasakan itu merasuk ke dalam kalbuku. Ucapan tadi mengingatkan aku kepada ke matian.‖ Mereka menjawab, ―Bukan tuan, melainkan itu adalah doa bertanya kepada mereka, ―Adakah kalian mendengar sesuatu yang aku dengar?‖ Mereka menjawab, ―Ya, kami mendengar.‖ Dia berkata lagi, ―Apakah kalian merasakan sesuatu yang aku rasakan?‖ Mereka bertanya, ―Apa yang anda rasakan?‖ Ia menjawab, ―Demi Allah! Aku merasakan itu merasuk ke dalam kalbuku. Ucapan tadi mengingatkan aku kepada ke matian.‖ Mereka menjawab, ―Bukan tuan, melainkan itu adalah doa

hadir di sini bahwa aku bertaubat kepada-Mu atas semua dosaku, aku menyesali hari-hari yang telah sia-siakan permainan yang tiada membawa manfaat sedikitpun. Hanya kepada-Mu aku meminta, dan jika Engkau berikan hidayah-Mu niscaya akan aku sempurnakan sisa-sisa hariku untuk mentaati-Mu. Jika engkau telah menahanku, semogalah Engkau berikan ampunan terhadapku sebagai kemurahan darimu atas diriku.

Kejadian itu semakin memuncak dan ia masih saja mengucapkan, ―al-maut wallahi, al-maut wallahi hingga ruhnya melayang.

Para ulama mengatakan bahwa orang ini meningal dalam keadaan taubat. 206

WAHAI SEBAIK-BAIK TEMPAT KEMBALI Dari Muhammad bin Saleh, ia berkata, ―Tatkala aku tengah melakukan thawaf, aku memandang seorang badui bersandar di penutup ka‘bah, sementara matanya tetuju ke langit. Dia

berkata, ―Wahai sebaik-baik Dzat tempat kembali manusia! Hari-hariku telah berlalu, tenagaku semakin melemah. Hari

ini aku mendatangi rumah-Mu yang dimuliakan dengan membawa setumpuk dosa. Dosa yang tiada ruang lagi di bumi ini, dosa

206 Al-Hawatif, Ibnu Abi ad-Dunya (33) 206 Al-Hawatif, Ibnu Abi ad-Dunya (33)

Dia kemudian mengarahkan pandangannya kepada orang-orang sambil berkata, ―Wahai saudara-saudaraku! Berdoalah untuk

orang yang terbelenggu dosa ini. Bermurah hatilah, aku memohon kalian demi Dzat yang menebar kecintaan kalian terhadap-Nya agar kalian memohon kepada Allah untuk menerima taubatku dan mengampuni dosa-dosaku.

Orang itu kembali lagi bersandar pada dinding ka‘bah dan berkata, ―Tuhanku! Orang yang banyak dosa ini telah

terhimpit, tertolak dari amalan-amalan yang baik, dan aku telah memperoleh kesadaran untuk mencari rahmat-Mu.

Muhammad bin Saleh berkata, ―Setelah itu aku melihat ia ada di arafah. Aku melihatnya meletakkan tangan kirinya di

atas kepala sambil menangis tersedu dan mengucapkan, ―Tuhanku! Kau jadikan bumi ini tertawa dengan bungan-bunga

yang tumbuh di atasnya. Kau jadikan langit mencurahkan hujan sebagai rahmat-Mu. Wahai orang-orang yang mengasihi para ahli tauhid! Sesungguhnya diriku benar-benar percaya akan ridha-Mu untukku dan untuk mereka. Begitulah, karena Engkau mencintai siapa saja yang mencintai-Mu. Engkau adalah penyejuk mata orang-orang yang berpaling kepada-Mu dan hanya bergantung kepada-Mu. Wahai Pujaanku! Dengan sebenar-benarnya aku katakan bahwa Engkau telah perintahkan untuk menyempurnakan akhlak, maka jadikanlah pelarianku kepada-

Mu sebagai pembebasku dari api neraka.‖ 207

207 Shafwat as-Shafwah (4/412-413)

APA YANG MENDORONG ANDA MENANGIS? Dari Saleh al- Marry, ia berkata, ―Tangisan datang karena memikirkan dosa apabila hal itu menyentuh kalbu. Jika tidak, maka pikiran itu akan berpindah pada kebekuan dan penderitaan, itu apabila terjangkau. Andaikata tidak juga, maka pikiran itu akan berpindah pada ketakutan akan berakhir di neraka.

Dia berkata, ―Kemudian dia menangis dan tak sadarkan diri. Dan orang- 208 orang menyadarkannya.‖

***