diperlukan, kemudian bila kondisi fisiologis pasien telah kembali normal kemudian dilakukan pembedahan definitif Bashir, 2002. Semakin singkat waktu
pembedahan akan semakin tinggi tingkat survival pasien dan semakin rendah morbiditasnya walaupun terjadi penundaan perbaikan organ definitive Fabian,
2000.
2.5.1. Pemilihan Pasien
Perencanaan penggunaan damage control surgery dimulai saat awal
resusitasi dengan mengidentifikasi pasien.Pasien dengan kebutuhan damage
control surgery yang jelas tidak boleh diberikan waktu terlalu lama untuk pemeriksaan penunjang dan harus segera dipindahkan ke dalam ruang operasi.Bila
di dalam ruang pembedahan kondisi fisiologis pasien memburuk dengan cepat, teknik
damage control, harus cepat dilaksanakan dan perbaikan yang lengkap harus ditunda Bowley, 2000. Terdapat tiga indikasi yang sangat jelas untuk
pembedahan damage control pada pasien yang mengalami perlukaan yang parah,
yaitu Hirshberg, 1997: 1.
Kebutuhan untuk mengakhiri laparatomi dengan cepat pada pasien dengan hipotermia, dan asidosis yang telah mengalami koagulopati, dan hampir mati
pada saat pembedahan di meja operasi. 2.
Ketidakmampuan untuk mengendalikan perdarahan dengan ligasi, penjahitan, atau perbaikan pembuluh darah, dan keharusan untuk melakukan kontrol
tidak langsung menggunakan packing atau tamponade balloon.
3. Ketidakmampuan untuk menutup abdomen tanpa disertai tension karena
edema viseral yang masif, dan kekakuan dinding abdomen.
2.5.2. Tahapan Teknik Damage Control Surgery
Menurut Rotondo and Schwab 2007, teknik damage control surgery
memiliki tiga tahapan yang jelas, terdiri dari: 1.
Tahap I: Operasi terbatas pengendalian pendarahan dan kontaminasi Setiap pasien yang memerlukan
damage control surgery harus mendapat pembedahan sesedikit mungkin.Tujuan pembedahan adalah untuk pengendalian
Universitas Sumatera Utara
perdarahan yang mengancam hidup, menghentikan kontaminasi lebih lanjut, abdominal packing, dan penutupan luka yang cepat.Resusitasi dan penghangatan
harus dilakukan secepatnya di dalam kamar operasi. 2.
Tahap II: Resusitasi restorasi homeostasis fisiologis Setelah pembedahan di dalam kamar operasi selanjutnya pasien dirawat di
ICU untuk melanjutkan pemulihan keadaan fisiologis.Fase ini membutuhkan pengawasan yang intensif, penghangatan aktif, resusitasi dengan cairan hangat
dan produk darah, dan perawatan suportif terhadap penurunan fungsi organ tubuh.Pasien sering memerlukan resusitasi cairan dalam jumlah besar, transfusi
PRC dan produk koagulasi. Survey tersier juga perlu dilakukan pada pasien ini untuk mengidentifikasi semua perlukaan yang terjadi.
3. Tahap III: Pembedahan kembali pengangkatan
pack¸ perbaikan definitif Pasien yang sudah diresusitasi penuh, normotermi, dan memiliki
hemostasis yang efektif dapat kembali menjalani ke ruang operasi untuk pengangkatan
pack dan perbaikan definitif.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitik dengan desain penelitian retrospektif dengan mencari data sekunder dari rekam medik pasien
yang sudah dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Digestif Fakultas Kedokteran USU RSUP H Adam Malik Medan selama periode Januari 2011 sampai
Desember 2013.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah semua rekam medis pasien dengan diagnosis abdominal injury yang dilakukan eksplorasi laparotomidi bagian bedah digestif
RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel penelitian adalah rekam medis pasien dengan diagnosis
abdominal injury yang dilakukan eksplorasi laparotomi di bagian bedah digestif RSUP H Adam Malik Medan selama kurun waktu Januari
2011 sampai Desember 2013.
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Yang termasuk kriteria inklusi pada penelitian ini adalah : 1.
Rekam medis pasien dengan diagnosis abdominal injury yang dilakukan eksplorasi laparotomi di bagian bedah digestif RSUP H.
Adam Malik Medan pada Januari 2011 sampai Desember 2013. 2.
Rekam medis dengan data dasar pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan terapi yang jelas dan lengkap.
3. Penderita yang dilakukan ekplorasi laparotomi
Universitas Sumatera Utara