BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Abdomen
Abdomen dapat dibagi menjadi empat kompartemen anatomis, yaitu Williams, 2013:
• Regio thoraks. Regio ini berada antara inframammary creases dan batas iga. Di dalamnya terdapat organ berupa diafragma, hati, limfa, dan lambung. Saat
menghembuskan nafas, diafragma dapat naik sampai setinggi torakal tiga. • Regio peritoneum true abdomen. Pada regio ini dapat dijumpai lambung,
usus halus, dan usus besar, omentum, rahim, dan terkadang puncak dari vesika urinaria. Pada akhir inhalasi, ketika hati dan limfa turun, kedua organ
ini menjadi bagian dari regio peritoneum. • Regio retroperitoneum. Regio ini mencakup pembuluh-pembuluh darah besar,
ginjal, kolon transversum, kolon desenden, uterus, pankreas, dan duodenum. • Regio pelvis. Abdomen bagian pelvis dibentuk oleh sambungan tulang-tulang
pelvis.
2.2. Trauma Abdomen
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara diafragma atas dan panggul bawah Guilon, 2011.
2.2.1. Epidemiologi
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma
tusuk. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velositas rendah misalnya akibat tinju
biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan
kerusakan organ multipel. Pada
intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organlimpa 40- 55, hati 35-45, dan usus halus 5-10 Cho
et al, 2012. Sedangkan pada
Universitas Sumatera Utara
retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter Demetriades, 2000. Pada trauma
tajam abdomen paling sering mengenai hati40, usus kecil 30, diafragma 20, dan usus besar 15 American College of Surgeons Committee on
Trauma, 2008.
2.2.2. Mekanisme Trauma
Trauma pada abdomen dibagi menjadi trauma tumpul dan tembus. Trauma tumpul abdomen disebabkan kompresi dan deselerasi. Kompresi rongga abdomen
oleh benda-benda terfiksasi, seperti sabuk pengaman atau setir kemudi akan meningatkan tekanan intraluminal dengan cepat, sehingga mungkin menyebabkan
ruptur usus, atau pendarahan organ padat. Gaya deselerasi perlambatan akan menyebabkan tarikan atau regangan antara struktur yang terfiksasi dan yang dapat
bergerak. Deselerasi dapat menyebabkan trauma pada mesenterium, pembuluh darah besar, atau kapsul organ padat, seperti ligamentum teres pada hati. Organ
padat, seperti limpa dan hati merupakan jenis organ yang tersering mengalami terluka setelah trauma tumpul abdomen terjadi Demetriades,2000.
Luka tembak adalah penyebab paling umum 64 dari trauma tembus abdomen, diikuti oleh luka tusukan 31 dan luka senapan 5Todd,
2004.Luka tusuk dan luka tembak kecepatan rendah menyebabkan kerusakan jaringan dengan laserasi dan memotong.Kecepatan tinggi pada luka tembak
mentransferenergi kinetic lebih ke abdomen visera American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008.
2.3. Keseimbangan Asam Basa
Keseimbangan asam-basa mengacu kepada pengaturan konsentrasi ion Hidrogen H
+
di dalam cairan tubuh. Untuk secara tepat mempertahankan H
+
, pemasukan H
+
melalui pembentukan asam oleh reaksi metabolisme di dalam tubuh harus secara terus menerus diseimbangkan dengan pengeluaran H
+
melalui urin dan pengeluaran CO2 melalui sistem pernapasan Sherwood, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Sistem penyangga kimiawi merupakan lini pertama, yang terdiri dari pasangan H
2
CO
3
.HCO
3 -
yang terlibat dalam suatu reaksi reversibel, yang salah satunya dapat membebaskan H
+
sedangkan yang lain dapat mengikat H
+
H .
Pasangan penyangga bekerja dengan segera untuk memperkecil perubahan pH yang terjadi dengan bertindak sesuai hukum aksi massa:
+
+ HCO
3 -
↔ H
2
CO
3
↔ CO
2
+ H
2
Sistem pernapasan, yang membentuk lini kedua, secara normal mengeliminasi CO
O
2
hasil metabolism, sehingga tidak terjadi penimbunan H
2
CO
3
di dalam cairan tubuh. Sistem pernapasan akan berespon dalam beberapa menit dengan mengubah kecepatan pengeluaran CO
2
. Peningkatan H
+
yang berasal dari asam-asam non-karbonat merangsang pernapasan, sehingga lebih banyak CO
2
penghasil H
2
CO
3
yang dihembuskan ke luar untuk mengkompensasi asidosis dengan mengurangi produksi H
+
dari H
2
CO
3
. Sebaliknya, penurunan H
+
akan menekan aktivitas pernapasan, sehingga CO
2
, dan demikian H
2
CO
3
penghasil H
+
Ginjal adalah lini ketiga dan yang paling kuat. Ginjal memerlukan waktu beberapa jam sampai hari untuk mengkompensasi penyimpangan pH cairan tubuh.
Ginjal dapat mengubah kecepatan pengeluaran H dapat tertahan di cairan tubuh untuk mengkompensasi alkalosis Sherwood,
2006.
+
sebagai respon terhadap perubahan baik asam H
2
CO
3
maupun non-H
2
CO
3
.Selain itu ginjal juga dapat mengatur HCO
3 -
dalam cairan tubuh. Ginjal mengkompensasi asidosis dengan mengekskresikan kelebihan H
+
di urin, sementara menambahkan HCO
3 -
baru ke dalam plasma untuk meningkatkan kapasitas penyanggaan HCO
3 -
. Selama alkalosis, ginjal menghemat H
+
dengan mengurangi sekresinya dalam urin. Ginjal juga mengeluarkan HCO
3 -
yang berada dalam keadaan berlebihan karena HCO
3 -
yang terikat ke H
+
berkurang karena jumlah H
+
Ion H menurunSherwood, 2006.
+
yang akan diekskresikan di urin harus disangga di cairan tubulus untuk mencegah meningkatnya gradient konsentrasi H
+
yang kemudian dapat menghambat sekresi H
+
lebih lanjut. Dalam keadaaan normal, H
+
disangga oleh pasangan penyangga fosfat yang diekskresikan ginjal ke urin. Ketika semua
penyangga fosfat terpakai untuk menyangga H
+
, ginjal mensekresikan NH
3
ke
Universitas Sumatera Utara
dalam cairan tubulus untuk berfungsi sebagai penyangga, sehingga sekresi H
+
Konsentrasi ion Hidrogen dinyatakan dalam pH, yaitu logaritma 1[H dapat terus berlangsung Sherwood, 2006.
+
]. pHdarah arteri dalam keadaan normal 7,45 dan pH darah vena 7,35. Untuk pH
darah rata-rata adalah 7,40. pH yang lebih rendah dari normal dibawah 7,35 mengindikasikan keadaan asidosis. Sedangkan pH yang lebih tinggi dari normal
lebih dari 7,45 mengindikasikan alkalosis Sherwood, 2006.
2.3.1. Interpretasi Klinis Analisa Gas Darah
Untuk pengukuran gas darah dapat menggunakan sampel darah arteri.Menganalisis sebuah sampel darah arteri gas dengan menggunakan proses
enam langkah Tabel 2-1. Pertama menentukan dari pH sampel gas darah arteri apakah pasien memiliki asidemia, alkalemia, atau status normal.Asidemia jika pH
darah arteri kurang dari 7,35 dan alkalemia jika pH lebih besar dari 7.45. Kedua menentukan dari PaCO2 apakah fungsi pernapasan pasien memberikan kontribusi
atau kompensasi untuk asidemia atau alkalemia.Ketiga, dalam analisis gas darah arteri adalah untuk menentukan apakah pasien mengalami defisit bikarbonat atau
kelebihan.Perhitungan ini dibuat oleh arteri darah mesin gas dan merupakan nilai yang diperkirakan.Mesin gas darah digunakan untuk menilai pH, PaCO2, dan
tingkat bikarbonat.Perbedaan antara bikarbonat dihitung dalam keadaan ideal dan konsentrasi yang diharapkan dari 24 mEq L untuk mengkategorikan status asam
basa pasien. Secara khusus, perbedaan antara diamati dan diharapkan buffer bikarbonat menunjukkan bahwa pasien memiliki baik kelebihan atau defisit buffer
bikarbonat. Pasien yang mengalami kekurangan bikarbonat memiliki kelebihan jumlah proton, sedangkan pasien yang memiliki kelebihan bikarbonat memiliki
pengurangan proton.Pasien dengan asidemia berat pH 7,20 dan kelebihan bikarbonat besar -10 mEqL ditatalaksana dengan infus IV natrium bikarbonat.
Pada pasien dengan alkalemia berat pH 7.60 dan kelebihan estimasi bikarbonat didefinisikan sebagai bikarbonat berlebih positif 10 mEqL,
diterapi denganinfus HCl Townsend, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Asidosis respiratorik terjadi akibat retensi CO
2
sehingga terjadi peningkatan pembentukan H
2
CO
3
yang kemudian berdisosiasi dan menyebabkan peningkatan [H
+
].Pada asidosis repiratorik yang tidak terkompensasi [CO
2
] meningkat PaCO
2
lebih dari 45 mmHg, sedangkan [HCO
3 -
] normal 22-26 mEqL.Sedangkan pada alkalosis repiratorik terjadi pengeluaran berlebihan CO
2
sehingga H
2
CO
3
yang terbentuk berkurang dan [H
+
] menurun.Pada alkalosis repiratorik yang tidak terkompensasi [CO
2
] menurun PaCO
2
kurang dari 35 mmHg, sedangkan [HCO
3 -
Asidosis metabolik terjadi akibat pengeluaran berlebihan HCO ] normal 22-26 mEqL Sherwood, 2006.
3 -
dari tubuh seperti pada diare berat atau akibat penimbunan asam-asam non-karbonat
seperti penimbunan asam-asam keton pada diabetes mellitus ataupun penimbunan asam laktat pada pasien-pasien trauma ataupun olahraga berlebihan.Pada keadaan
tidak terkompensasi, asidosis metabolik selalu ditandai oleh penurunan [HCO
3 -
] kurang dari 22 mEqL sementara [CO
2
] normal PaCO
2
35-45 mmHg.Pada alkalosis metabolik disebabkan oleh defesiensi relative asam-asam non-
karbonat.Alkalosis metabolik berkaitan dengan peningkatan [HCO
3 -
] lebih dari 26mEqL yang pada keadaan tidak terkompensasi, tidak disertai oleh perubahan
[CO
2
] PaCO
2
35-45 mmHg Sherwood, 2006.
Tabel 2.1. Enam-Langkah Pendekatan Interpretasi Arteri Gas Darah Observasi
Interpretasi Intervensi
Apakah nilai pH selain 7.40?
Asidosis jika7.35 Evaluasi klinis berdasarkan
penyebab Alkalosisjika 7.45
Apakah pH 7.20 or 7.55?
Penyakit berat Koreksi segera
Apakahnilai Pa
CO
2
Kompenasis ventilasi atau kontribusi dari
penyakit selain 40 mm
Hg? Ubah ventilasi sehingga
Pa
CO
2
terkompensasi Apakah nilai base
deficit selain nol? Bicarbonate
lossgain compensates atau
kontribusi dari penyakit Infus NaCO
3
or HCl untuk mengoreksikonsentrasi proton
apakah pH urin Acidalkaline urine
Obat renal-active atau ganti
Universitas Sumatera Utara
Observasi Interpretasi
Intervensi
mencerminkan asidosisalkalosis?
diindikasikan sebagai kompensasi dari fungsi
ginjal atau kotntribusi electrolit sehingga nefron
berkontribusi
Apakah anion gap12 mmolL?
Nilai diatas 12 mmolL =laktat atau ketoasidosis
Koreksi masalah metabolik
2.3.2. Sindrom Klinis Gangguan Asam-Basa a. Metabolik asidemia Akibat KurangnyaPengiriman Oksigen
Kedaan ini terjadi pada penderita dengan sakit yang berat atau trauma dengan.Pada keadaan ini transportasi oksigen dari alveolus paru ke
mitokondria sel tubuh cukup.Reaksi biokimia yang menghasilkan ATP tidak dapat dipertahankan pada tingkat yang diperlukan jika tekanan
parsial oksigen tidak dipertahankan dalam mitokondria.Fosforilasi oksidatif mengubah oksigen menjadi karbon dioksida dan energi biokimia
dilepaskan digunakan untuk mengkonversi ADP, proton, dan fosfat menjadi ATP.Pada orang dewasa normal, mitokondria mengkonsumsi 12
mmol oksigen per menit untuk mendukung fosforilasi oksidatif yang diperlukan untuk mempertahankan hidup. Protonakan menumpuk di ICF
ketika ada gangguan fosforilasi oksidatif, dan konsentrasi proton intraselulermenjadi meningkat, enzim sel terganggu. Selain oksigen,
fosforilasi oksidatif tergantung pada pengiriman bahan bakar dalam bentuk ikatan karbon - karbon dalam karbohidrat dan lemak.Glikolisis adalah
serangkaian reaksi kimia dalam ICF yang mengkonversi molekul glukosa enam-karbon untuk sepasang molekul piruvat tiga-karbon.Dalam keadaan
pengiriman oksigen yang cukup, piruvat memasuki siklus asam sitrat dan menghasilkan molekul yang dibutuhkan untuk mendukung fosforilasi
oksidatif dalam mitokondria.Ketika pengiriman oksigen yang tidak memadai terjadi, piruvat tidak dapat melanjutkan maju ke dalam siklus
asam sitrat. Karena tingkat piruvat peningkatan ICF, enzim shunt piruvat menjadi laktat ditambah proton. Laktat dan proton keluar ICF secara
Universitas Sumatera Utara
proporsional dengan keparahan defisit oksigen dalam mitokondria Townsend, 2007.
Laktat yang meninggalkan ICF dan ECF akandiambil oleh hati, di mana ia berpartisipasi dalam glukoneogenesis dan diubah menjadi
glukosa. Elevasi di tingkat laktat pada pasien shock dengan asidemia adalah fungsi dari kedua tingkat produksi laktat dalam sel dengan oksigen
yang tidak memadai dan clearance oleh sel-sel hati. Pada pasien dengan penurunan aliran oksigen, asidemia ringan sampai sedang pH 7,20-7,35,
defisit bikarbonat, dan tidak ada peningkatan anion gap terjadi. Dengan pola asidemia metabolik berkelanjutan atau berat pada pasien shock pH
7,20, tingkat laktat meningkat Townsend, 2007. Tatalaksana pada kasus ini dengan intervensi yang meningkatkan
pengiriman oksigen.Beberapa penyebab spesifik syok adalah penurunan besar volume darah, disfungsi jantung yang menyebabkan curah jantung
terganggu, dan vasodilatasi.Keberhasilan dalam mengoreksi asidemia dicapai dengan resusitasi yang mengoreksi penyebab utama dari shock
Townsend, 2007.
b. Asidemia Dilusional Setelah Infus Isotonik Normal Saline Pengganti Darah
Asidemia metabolik pengenceran terjadi dalam situasi di mana volume besar solusi klorida natrium isotonic telah diabsorbsi dengan
cepat.Pesatnya hal penuh oleh isotonik natrium klorida mengembalikan ECW tetapi mencairkan konsentrasi bikarbonat. Pasien dengan jenis
asidemia memiliki konsentrasi bikarbonat rendah, tingkat klorida tinggi, dan normal atau menurun anion gap Townsend, 2007.
c. Asidemia Terkait dengan Sepsis
Asidosis laktat pada pasien sepsis adalah proses multifaktor dengan ketersediaan oksigen mitokondria berkurang dan disfungsi proses biokimia
normal dalam sitosol. Lebih dari 12 jam syok septik dan lacticacidemia menyebabkan kegagalan global dan ireversibel fungsi sel dengan
kegagalan organ dan kematian berikutnya Townsend, 2007.
Universitas Sumatera Utara
d. Ketoacidemia Diabetikum
Kekurangan insulin yang mengarah pada disfungsi dari dua ICF jalur biokimia utama, hasilnya keton menumpuk di ECF Townsend,
2007.
e. Asidemia Terkait Alkohol
Pasien yang mengkonsumsi sejumlah besar etanol berada pada risiko tinggi untuk asidemia.Mekanisme patofisiologis spesifik untuk
asidosis laktat pada pasien beralkohol adalah defisiensi tiamin.Kekurangan vitamin ini adalah masalah klinis pada pecandu alkohol yang
mengkonsumsi diet kekurangan dalam sayuran.Defisiensi tiamin menyebabkan asidosis laktat karena piruvat dehidrogenase membutuhkan
tiamin sebagai kofaktor kritis.Tanpa tiamin, tingkat piruvat membangun dan dialihkan ke laktat dan proton Townsend, 2007.
f. Asidemia Metabolik Akibat Kehilangan Bikarbonat Dari Sistem Pencernaan