AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) (Vol 5 No. 1 Tahun 2016) FISH COMMUNITY IN SEAGRASS HABITAT AROUND SAWAPUDO WATERS, KONAWE DISTRICT, SOUTH-EAST SULAWESI

AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) (Vol 5 No. 1 Tahun 2016) FISH COMMUNITY IN SEAGRASS HABITAT AROUND SAWAPUDO WATERS, KONAWE DISTRICT, SOUTH-EAST SULAWESI

Ira 1 · Nur Irawati 1

Ringkasan Perairan Desa Sawapudo memili- Accepted : 29 Oktober 2016 ki topografi pantai yang landai dengan dasar perairan yang potensial untuk lamun tumbuh dan berkembang secara luas. Tujuan peneliti-

PENDAHULUAN

an untuk mengetahui komunitas ikan di lamun perairan Desa Sawapudo. Hasil penelitian da-

Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan salah pat bermanfaat sebagai informasi penting da-

satu Propinsi di Indonesia yang memiliki wi- lam pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem

layah perairan laut-nya 2/3 dari luas daratan- padang lamun. Penelitian dilaksanakan bulan

nya, sehingga ini merupakan potensi yang sa- Mei-Juli 2016 di perairan Desa Sawapudo Ke-

ngat besar disektor Perikanan. Sektor Perikan- camatan Soropia menggunakan alat tangkap ja-

an menyumbang PDRB terbesar setelah sek- ring. Pengambilan sampel ikan dilakukan se-

tor pertanian, yakni sebesar 11,7% tahun 2011. banyak tiga kali dengan interval waktu 30 ha-

Besarnya potensi perikanan yang dimiliki Sul- ri. Hasil yang diperoleh selama penelitian ya-

tra membuatnya pada tahun 2014 ditetapkan itu ikan yang tertangkap berjumlah 136 indi-

sebagai pusat produksi perikanan nasional yang vidu dimana terdapat 12 spesies. Jumlah ke-

masuk dalam Implementasi Sistem Logistik Ik- limpahan ikan tertinggi ditemukan pada jenis

an Nasional (SLIN) oleh Direktur Jenderal Pe-

ngolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Ke- endah pada ikan Cheilio inermis yakni sebesar

ikan Geres oyena sebesar 0,53 ind/m 2 dan ter-

menterian Kelautan dan Perikanan. SLIN me- 0,07 ind/m 2 . Keanekaragaman jenis ikan dika-

rupakan salah satu suatu upaya pemerintah un- tegorikan tergolong sedang. Keseragaman ik-

tuk merealisasikan pasokan ikan secara berke- an memiliki kemerataan jumlah individu un-

lanjutan (khususnya komoditas ikan laut). tuk setiap jenis. Sementara dominansi ikan ter-

masuk kategori rendah, dimana tidak terdapat Upaya yang dapat dilakukan pemerintah un- tuk mendukung keberlanjutan pasokan ikan di

spesies yang mendominansi spesies lainnya. Sultra yakni mengusahakan kondisi ekosistem

laut dan pesisir yang baik, seperti lingkung- Keywords komunitas, ikan, lamun, sawapu-

an habitat tempat hidup ikan harus dipeliha- do, konawe, sulawesi tenggara

ra, agar keberadaan dan keberlanjutannya ti- dak mengalami kerusakan. Karena dampak da-

Received : 9 Oktober 2016 ri kerusakan lingkungan dapat menjadi penye-

bab menurunnya produksi ikan. Sebagaimana )Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universi-

tas Haluoleo Jl. HAE Mokodompit Kampus Bu- kerusakan lingkungan laut di wilayah pesisir mi Tridharma Anduonohu Kendari 93232 (pho-

Lombok Timur mengakibatkan menurunnya pro- ne/Fax:+62401 393782)

duksi ikan, yaitu pada tahun 2003 produksi ik- E-mail: irafpikunhalu@gmail.com

an sebesar 16. 857,5 ton dan turun menjadi

428 Ira 1 , Nur Irawati 1

15.995,7 ton pada tahun 2007 dan rata-rata pe- bervegetasi lamun di suatu wilayah pesisir da- nurunan produksi ikan dari tahun 2003 sampai

pat berdampak pada penurunan kepadatan dan 2007 sebesar 1,04 %.

kekayaan organisme (Bloomfield and Gillan- ders, 2005).

Salah satu ekosistem perairan dangkal wila- yah pesisir yang berkaitan dengan lingkung-

Sawapudo merupakan salah satu Desa di Ka- an habitat tempat hidup ikan adalah Padang

bupaten Konawe Propinsi Sulawesi Tenggara lamun. Lamun adalah tumbuhan air yang me-

yang memiliki potensi padang lamun cukup be- miliki daun, rhizoma dan akar. Sistem rhizoma

sar. Hal ini ditunjang oleh topografi pantainya membentuk daun lamun menjadi lebat, sehing-

yang landai dengan dasar perairan yang po-

ga dapat membuat perairan menjadi tenang. Me- tensial untuk lamun tumbuh dan berkembang nurut Orth et al. (2006), aspek lingkungan fisik

yakni terdiri atas pantai berpasir, berlumpur, lamun dapat berfungsi sebagai peredam ener-

berbatu, pasir berlumpur dan pasir yang ber- gi gelombang dan arus yang sampai ke pantai.

campur dengan karang mati. Lamun tersebut Kondisi perairan yang tenang mengakibatkan

membentuk padang lamun yang cukup luas. banyak partikel tersuspensi di kolom air turun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa vegetasi ke dasar. Partikel tersuspensi tersebut mengan-

lamun yang ada di perairan Sawapudo memi- dung bahan organik. Lamun dapat pula meng-

liki perbedaan kerapatan yang beragam mulai hasilkan bahan organik sendiri melalui daun

dari vegetasi lamun yang rapat, sedang dan ja- lamun yang telah membusuk. Selain itu, di da-

rang.

un lamun menempel sejumlah besar epifit. Aso- Penelitian yang berkaitan dengan lamun seba- siasi lamun dengan epifit dapat menambah ke- gai salah satu penyumbang sumberdaya ikan tersediaan makanan di padang lamun. Inilah bagi masyarakat di perairan Sawapudo belum yang menyebabkan tingginya produktivitas di pernah dilakukan, sehingga banyak informa- lamun. Produktivitas primer lamun dapat men- si yang belum diketahui. Oleh karena itu per- capai 2,7 gC/m 2 /hari (Hemminga and Duarte, lu dilakukan penelitian untuk mengetahui ko- 2000). munitas ikan di lamun perairan tersebut. Hasil

Tingginya produktivitas organik dan perairan penelitian dapat bermanfaat sebagai informa- di sekitarnya menjadi tenang, mengakibatkan

si penting dalam pengelolaan dan pemanfaatan banyak ikan yang menjadikan lamun sebagai

ekosistem padang lamun. habitatnya. Beberapa penelitian yang telah di- lakukan menemukan bahwa ada empat katego-

ri utama asosiasi ikan dengan padang lamun di MATERI DAN METODE Indonesia, yaitu kelompok ikan yang tinggal

secara permanen, kelompok ikan yang tinggal secara temporal, kelompok ikan yang datang

Penelitian dilaksanakan bulan Mei-Juli 2016 secara reguler seperti ikan karang yang migra-

di perairan Desa Sawapudo Kecamatan Soro- si secara harian, dan kelompok ikan yang da-

pia Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Iden- tang secara sekali-kali. Padang lamun baik ke-

tifikasi sampel ikan di Laboratorium Jurusan cil maupun besar merupakan habitat penting

Perikanan, FPIK Universitas Halu Oleo. bagi suatu jenis ikan.

Alat dan bahan yang digunakan dalam pene- Namun dibandingkan dengan terumbu karang

litian meliputi GPS, jaring, handrefractometer, dan mangrove, lamun masih sangat kurang men-

termometer, layangan arus, pH indikator, tiang dapat perhatian dari aspek perlindungan. Pada-

berskala, rool meter, transek kuadran, plastik hal lamun merupakan tempat hidup setengah

sampel, coolbox, lup, kamera bawah air, for- dari spesies penghuni padang lamun yang ada

malin, aquades, sampel ikan, buku identifikasi di seluruh dunia. Menurut Fortes (1990), eko-

ikan berpedoman Allen (2000) dan Allen et al. sistem lamun diduga menyumbang sekitar 12%

(2003). Berdasarkan survei pendahuluan maka hasil tangkapan dunia atau mampu menyedi-

ditentukan 3 stasiun penelitian, yakni berda- akan lebih dari 1/5 perikanan tangkap di Negara-

sarkan aspek keberadaan lamun. Titik stasiun negara berkembang. Kehilangan habitat yang

tersebut yaitu:

Fish community Sawapudo Southeast Sulawesi 429 salinitas dan pH perairan. Pengukuran parame-

ter lingkungan dilakukan secara insitu pada se- tiap stasiun.

Kelimpahan didefinisikan sebagai jumlah indi- vidu per satuan luas atau volume.

∑ ni

dimana: D : Kelimpahan jenis ke-i (ind/m 2 )∑ ni : Jumlah individu dari Jenis ke-i A : Luas daerah pengambilan contoh (m 2 )

Indeks keanekaragaman merupakan pengukur- an yang dipakai untuk perhitungan besarnya

Gambar 1 Pengambilan data ikan keanekaragaman jenis dalam sampling. Kea- nekaragaman ikan dapat dihitung dengan meng-

1. Stasiun 1: Terletak di bagian timur perair- gunakan Indeks Shannon-Wiener ((Odum, 1996)): an Desa sawapudo dan dekat dengan rataan

(2) substrat pasir. Stasiun ini berada pada posi-

H ′ =− ∑ pi ln pi

terumbu karang serta teluk. Memiliki tipe

dimana : H : Indeks keanekaragaman pi : Pro- si geografis 03 53’22.5” LS dan 122 36’33.7” porsi kelimpahan dari spesies ke-i (ni/N) Se- BT. makin besar nilai indeks keanekaragaman ma-

2. Stasiun 2. Terletak di bagian utara perairan ka semakin tinggi keanekaragaman jenisnya, Desa Sawapudo dan dekat dengan mangro- berarti komunitas biota di perairan tersebut ma- ve serta memilii substrat berlumpur. Ber-

kin beragam dan tidak didominansi oleh satu ada pada posisi geografis 03 53’21.8” LS

dan 122 o 36’51.2” BT.

atau dua jenis.

3. Stasiun 3. Terletak di bagian utara perairan Indeks keseragaman menggambarkan keseim- Desa sawapudo dan terletak dekat dengan

bangan penyebaran spesies dalam suatu komu- mangrove dan rataan terumbu karang ser-

nitas. Indeks ini dihitung dengan rumus Indeks ta bersubstrat pasir berlumpur. Stasiun ini

Evennes (Odum, 1996):

berada pada posisi geografis 03 o 53’22.3” LS dan 122 o 36’44.2” BT.

ln S

Pengambilan data ikan dengan menggunakan dimana : E : Indeks keseragaman H : Indeks jaring. Jaring yang digunakan memiliki pan-

keanekaragaman S : Jumlah spesies Nilai E jang 30 m dan lebar 1,5 m dengan ukuran ma-

berkisar antara 0 dan 1. Semakin kecil nilai ta jaring/mesh size 1 inci dan daya regangan

E, semakin kecil pula nilai keseragaman biota. 65%. Dalam pengoperasiannya, jaring dipasang

Hal ini menunjukkan bahwa jumlah spesies ti- membentuk ukuran bulan sabit dan kedua ujung

dak menyebar merata. Sebaliknya semakin be- jaring diikatkan pada patok kayu agar tidak ter-

sar nilai E maka keseragaman populasi biota hempas arus. Pengambilan sampel ikan dila-

semakin tinggi. Hal ini menunjukkan jumlah kukan sebanyak tiga kali dengan interval wak-

antar spesies semakin menyebar merata. tu 30 hari. Jaring dipasang pada saat air pasang

Indeks dominansi dihitung dengan menggunak- dan dilakukan penggiringan ikan oleh 3 orang

an indeks persamaan Simpson (D). Persama- dan 2 orang untuk memegangi jaring serta mem-

an indeks dominasi Simpson digunakan untuk bentuk jaring seperti huruf O. Ikan yang ma-

mengetahui spesies-spesies tertentu yang men- suk ke dalam jaring kemudian diidentifikasi je-

dominasi komunitas (Odum, 1996): nisnya dan dimasukkan ke dalam kantong sam-

pel. Parameter lingkungan yang diamati ada-

∑ ni (ni − 1)

lah suhu, kecepatan arus, kedalaman perairan,

N (N − 1)

430 Ira 1 , Nur Irawati 1

Keterangan : D : Indeks dominansi Simpson ni nis ikan Cheilio inermis termasuk ikan yang : Jumlah individu setiap spesies N : Jumlah in-

memanfaatkan lamun hanya sebagai tempat per- dividu seluruh spesies Nilai indeks dominan-

lindungan dan sebagai tempat untuk menca- si mempunyai kisaran antara 0 dan 1. Indeks

ri makan. Sebagaimana hasil penelitian Nanto

1 menunjukkan dominansi oleh satu jenis spe- (2015), menemukan bahwa berdasarkan hasil sies sangat tinggi. Semakin mendekati nilai 1

analisis isi lambung tidak ditemukan lamun. berarti semakin tinggi tingkat dominansi oleh spesies tertentu.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa secara ke- seluruhan stasiun 2 memiliki kelimpahan ik- an yang lebih tinggi yakni sebesar 1,53 ind/m 2 dibandingkan stasiun 1 yang hanya berjumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN 0,57 ind/m 2 dan stasiun 3 yang berjumlah 0,92 ind/m 2 . Hal ini kemungkinan disebabkan oleh Ikan yang tertangkap selama penelitian berjum-

kerapatan dan penutupan lamun Enhalus aco- lah 136 individu yang terdiri atas 12 spesies

roides yang lebih tinggi dibandingkan dengan dari 11 famili. Ikan-ikan tersebut terdiri atas

stasiun lainnya sehingga dapat mereduksi ge- Epinephelus malabaricus , Ambassis sp, Geres

rakan air mineral-mineral terlarut dan partikel- oyena , Lined catfish, Pomacentrus tripuncta-

partikel organik terlarut, sehingga menjadi sum- tus , Cheilio inermis, Mungil cephalus, Abudef-

ber partikel sebagai makanan bagi biota-biota duf vaigiensis , Parupeneus barberinus, Siga-

laut. Lamun Enhalus acoroides memiliki ke- nus canaliculatus , Scarus tricolor, Letrhinus

rapatan sekitar 455 tegakan/m 2 dan persen pe- lentjan . Jumlah ikan yang tertangkap tiap sta-

nutupan sekitar 85%. Ditambahkan pula oleh siun yaitu stasiun 1 sebanyak 6 individu, stasi-

hasil penelitian Widyorini (2010) yang mene- un 2 sebanyak 12 individu, stasiun 3 sebanyak

mukan bahwa di daerah lamun dengan ting-

9 individu. kat kerapatan padat jumlah ikan yang tertang- Jumlah spesies ikan yang ditemukan di per-

kap lebih banyak dibandingkan dengan di da- airan desa Sawapudo termasuk rendah bila di-

erah lamun dengan tingkat kerapatan sedang bandingkan dengan penelitian yang dilakukan

dan tingkat kerapatan jarang. oleh Nasution (2003) yang menemukan sekitar

Selain itu disebabkan pula karena berdekatan

33 spesies pada perairan pulau Bintan Kep. Ri- dengan daerah mangrove. Ikan yang berada di au, Rappe (2010) menemukan sekitar 21 spesi-

daerah mangrove kemungkinan berasosiasi de- es pada perairan pulau Barrang Lompo Makas-

ngan padang lamun. Sebagaimana menurut Azkab sar, serta Marasabessy (2010) yang menemuk-

(2002) berdasarkan tipe umum lokasi, tutupan an sekitar 58 spesies pada ekosistem padang

dan tipe substrat, padang lamun digolongkan lamun perairan kepulauan Derawan Kalimant-

kedalam 3 tipe yang berbeda yaitu tipe padang an Timur.

lamun yang berasosiasi dengan mangrove, pa- Secara keseluruhan ikan Geres oyena meru-

dang lamun di perairan dangkal dengan dasar pakan jenis yang memiliki jumlah kelimpah-

pasir, dan padang lamun yang berasosiasi de-

ngan terumbu karang. Padang lamun di perair- yang diperoleh tersebut sama dengan peneli-

an tertinggi yakni sekitar 0,53 ind/m 2 . Hasil

an Desa Sawapudo umumnya merupakan cam- tian yang dilakukan di daerah padang lamun

puran dari padang lamun yang berasosiasi de- Pulau Kambing, dimana ditemukan juga ikan

ngan terumbu karang (stasiun 1 dan stasiun 3) jenis Geres oyena sebagai salah satu ikan do-

dan berasosiasi dengan mangrove (stasiun 2). minan (Hutomo and Azkab, 1987). Menurut

Hasil ikan yang tertangkap di daerah lamun se- Matsuura et al. (2000), ikan ini hidup di perair-

lama penelitian menunjukkan bahwa di daerah an dangkal dekat pantai sepanjang pantai ber- lamun ditemukan beberapa jenis ikan karang pasir, estuaria dan mangrove. Kelimpahan ikan

seperti dari famili Pomacentridae dan Labri- di perairan Desa Sawapudo dapat dilihat pada dae. Selain itu juga ditemukan ikan mangro- Tabel 1.

ve seperti dari famili Ambassidae, Serranidae, Kelimpahan ikan terendah terdapat pada jenis

Mungilidae, Singanidae. Menurut Hutomo and

Cheilio inermis yakni sebesar 0,07 ind/m 2 . Je-

Djamali (1980), membagi ikan-ikan di padang

Fish community Sawapudo Southeast Sulawesi 431

Tabel 1 Kelimpahan ikan di perairan Desa Sawapudo

St 3 Total Serranidae

Famili Jenis ikan

Kelimpahan ikan (ind/m2 )

St 1

St 2

Epinephelus sp 0.07 0.16 0 0.23 Ambassidae

Ambassis sp 0 0.16 0.09 0.25 Geridae

Geres oyena 0.09 0.33 0.11 0.53 Pimelodus

Lined catfish 0 0.09 0.07 0.16 Pomacentridae

Pomacentrus tripunctatus 0 0.13 0.02 0.15 Labridae

Cheilio inermis 0 0.07 0 0.07 Mungilidae

Mungil cephalus 0.2 0.09 0.09 0.38 Pomacentridae

Abudefduf vaigiensis 0 0.02 0.09 0.11 Mullidae

Parupeneus barberinus 0.13 0.13 0.22 0.48 Siganidae

Siganus canaliculatus 0.04 0.09 0 0.13 Scaridae

Scarus tricolor 0.04 0.13 0.16 0.33 Lethrinidae

Lethrinus lentjan 0 0.13 0.07 0.20 Total

lamun kedalam kelompok ikan penghuni te- Tabel 2 Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman tap padang lamun, penghuni pada saat juvenil

dan dominansi ikan di perairan Desa Sawapudo hingga dewasa, penghuni ketika masa juvenil

St

Indeks

dan pengunjung sporadik atau ikan-ikan yang

Keanekaragaman

Keseragaman Dominansi

hanya singgah sementara waktu.

Secara umum famili Pomacentridae ditemuk-

an di stasiun 2 dan 3. Hal ini disebabkan ka- rena spesies ikan famili Pomacentridae meru- pakan ikan karang yang paling banyak jenis-

tuk seperti ini lebih menyukai hidup di bawah nya, yaitu sekitar 400 spesies dan Labridae se-

batu-batuan dan celah-celah seperti Lined ca- kitar 320 jenis (Hukom, 2001). Menurut Mara-

tfish . Keempat flatfish dan kelima ikan bentuk sabessy (2010), ekosistem padang lamun digu-

rattail .

nakan oleh ikan karang sebagai tempat daerah Keanekaragaman merupakan sifat komunitas asuhan dan perlindungan, sebagai tempat me-

yang ditentukan oleh banyaknya jenis serta ke- mijah maupun sebagai tempat mencari makan.

merataan kelimpahan individu tiap jenis yang Hal ini dimungkinkan oleh tersedianya ruang

diperoleh (Odum, 1996). Nilai indeks keane- berlindung bagi juvenil ikan, kaya akan sum-

karagaman jenis (H’) ikan yang diperoleh da- ber makanan dan kondisi lingkungan yang le-

ri stasiun 2 lebih tinggi dibandingkan dengan bih statis/tenang dibandingkan dengan terum-

stasiun 1 dan 3. Hal ini disebabkan oleh jumlah bu karang.

spesies ikan yang ditemukan di stasiun 2 le- Padang lamun termasuk daerah laut dangkal

bih banyak dibandingkan dengan stasiun 1 dan atau intertidal yang sangat dipengaruhi oleh pa-

3 yakni sebesar 12 spesies. Sementara jumlah sang surut. Kebanyakan ikan-ikan yang meng-

spesies yang ditemukan di stasiun 1 dan 3 masing- huni daerah tersebut adalah ikan demersal. Ik-

masing sekitar 6 dan 9 spesies. Tingginya spe- an demersal mempunyai bentuk tubuh yang ber-

sies ikan di stasiun 2 disebabkan oleh tinggi- agam. Gelembung renang dari ikan-ikan ke-

nya kerapatan dan persen penutupan lamun Enha- lompok ini mereduksi atau tidak ada. Ikan de-

lus acoroides . Nilai indeks keanekaragaman ik- mersal dibagi menjadi 5 tipe yaitu pertama ik-

an semua stasiun yakni sebesar 1,64 - 2,34. an dasar yang aktif. Kedua ikan yang mele-

Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman kat di dasar merupakan ikan-ikan kecil dengan

shannon-winner bahwa nilai H’ kecil dari 3,0 bentuk kepala rata, sirip dada membesar de-

maka nilai keanekaragaman dikategorikan se- ngan struktur yang memungkinkan ikan ini ber-

dang. Maka keanekaragaman jenis dari keti- ada di dasar perairan. Ketiga ikan bottom-hider

ga stasiun penelitian dapat dikategorikan ter- mempunyai kesamaaan respon dengan ikan pe-

golong sedang. Nilai indeks keanekaragaman, lekat dan cenderung mempunyai bentuk tubuh

keseragaman dan dominansi ikan di perairan yang memanjang dengan kepala lebih kecil. Ben-

Desa sawapudo dapat dilihat di Tabel 2.

432 Ira 1 , Nur Irawati 1

Tabel 3 Hasil rata-rata pengukuran parameter ling- kungan di perairan Desa Sawapudo

No Parameter

2 Kecepatan Arus

0.037 - 0.086 m/dt

Indeks keseragaman ikan yang diperoleh sela- ma penelitian sebesar 0,91-0,94. Nilai yang di- peroleh cenderung mendekati nilai 1. Ini me- nunjukkan bahwa ikan memiliki tingkat kese- ragaman populasi biota yang tinggi, berarti jum- lah antar spesies semakin menyebar merata. Me- nurut Fachrul (2007), indeks keseragaman meng- gambarkan ukuran jumlah individu antar spe- sies dalam suatu komunitas ikan. Semakin me- rata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem semakin meningkat. Sementara indeks dominansi termasuk katego- ri rendah, dimana indeks dominansinya cende- rung mendekati nilai 0 berarti tidak terdapat spesies yang mendominansi spesies lainnya.

Beberapa parameter lingkungan perairan yang diperkirakan mempengerahui distribusi dan ke- limpahan komunitas ikan pada ekosistem pa- dang lamun. Berdasarkan hasil pengukuran pa- rameter kualitas air semuanya masih dalam kon- disi (nilai) optimal bagi ikan untuk tumbuh dan berkembang. Hasil pengukuran suhu di lokasi penelitian sekitar 26-27 o

C. Nilai suhu yang

didapatkan masih merupakan kisaran optimal bagi kehidupan ikan. Menurut Kordi and Tan- cung (2007) bahwa kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara

28-32 0 C. Dimana suhu perairan mempengaru- hi aktivitas metabolisme ikan dan sangat ber- kaitan erat dengan oksigen terlarut dan kon- sumsi oksigen oleh ikan. Hasil rata-rata pengu- kuran parameter lingkungan di perairan Desa Sawapudo dapat dilihat pada Tabel 3.

Salinitas merupakan salah satu parameter ling- kungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidup- an organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang di- konsumsi, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup (Andrianto, 2005). Salini- tas yang terukur di lokasi penelitian sekitar 33-

35 ppt. Menurut Kordi and Tancung (2007),

salinitas air berpengaruh terhadap tekanan os- motik air, dan semakin tinggi salinitas akan se- makin besar tekanan osmotiknya yang berpe- ngaruh terhadap biota perairan.

Kedalaman perairan sekitar 30-150 cm. Keda- laman tertinggi pada stasiun 1 saat pasang se- kitar 150 cm dan surut sekitar 30 cm, stasiun

2 saat pasang sekitar 148 cm dan surut sekitar

50 cm, stasiun 3 saat pasang tertinggi 149 cm dan surut 50 cm. Hal ini sesuai dengan per- nyataan Odum (1996) bahwa kedalaman sua- tu perairan merupakan salah satu faktor yang membatasi kecerahan suatu perairan. Kecerah- an juga sangat ditentukan oleh intensitas caha- ya matahari dan partikel-partikel organik dan anorganik yang melayang-layang di kolom air. Kecerahan perairan 100%. Tingginya kecerah- an perairan kemungkinan perairan umumnya dangkal (> 2 m) dan kecepatan arusnya tidak begitu besar.

Kecepatan arus yang diukur sekitar 0,037-0,086 m/dtk. Nilai kecepatan arus yang diperoleh se- lama penelitian masih memungkinkan untuk ikan pada daerah lamun dikarenakan masih ada beberapa organisme yang mampu bertahan hi- dup pada kisaran kecepatan arus yang terjadi di daerah lamun. Berdasarkan kecepatan arus menurut Harahap (1999), kecepatan arus di per- airan Desa Sawapudo termasuk kategori lam- bat (0-0,25 m/dtk). Menurut Harahap (1999), kecepatan arus dapat dibedakan atas 4 kategori yaitu arus lambat (0-0,25 m/dtk), arus sedang (0,25-0,50 m/dtk), arus cepat (50-1 m/dtk), dan arus sangat cepat (<1 m/dtk).

Nilai pH perairan di ketiga stasiun sama yaitu

7. Nilai pH tersebut masih memungkinkan ke- hidupan ikan. Dimana menurut Kordi and Tan- cung (2007), nilai pH 6,5-9,0 merupakan ki- saran pH optimal bagi pertumbuhan ikan. Se- mentara menurut Barus (2004) nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umum- nya terdapat antara 7-8,5. pH air mempengaru- hi tingkat kesuburan perairan karena mempe- ngaruhi kehidupan jasad renik. Perairan yang asam akan kurang produktif karena kandung- an oksigen terlarutnya rendah, yang berakibat aktivitas pernafasan ikan meningkat dan nafsu makan menurun.

Fish community Sawapudo Southeast Sulawesi 433 SIMPULAN

Hukom, F. (2001). Asosiasi antara komunitas ikan karang (famili chaetodontidae) dengan bentuk pertumbuhan karang di perairan ke-

Jumlah ikan yang ditemukan sekitar 136 indi- pulauan derawan, kalimantan timur. Pesisir vidu dimana terdapat 12 spesies ikan. Jumlah

dan Pantai Indonesia VI. P , 3. tertinggi ditemukan pada ikan Geres puncta-

2 tus Hutomo, M. and Azkab, M. (1987). Peranan sebesar 0,53 ind/m dan terendah pada ikan lamun di lingkungan laut dangkal. Balai Pe-

Cheilio inermis yakni sebesar 0,07 ind/m 2 . Ke-

nelitian Biologi Laut, Puslitbang Oseanolo- anekaragaman jenis ikan dikategorikan tergo-

gi LIPI. Jakarta .

long sedang. Keseragaman ikan memiliki ke- Hutomo, M. and Djamali, A. (1980). Komuni- merataan jumlah individu untuk setiap jenis.

tas ikan pada padang seagrass di pantai se- Dominansi ikan termasuk kategori rendah, di-

latan pulau tengah, gugus pulau pari. mana tidak terdapat spesies yang mendominan-

Kordi, M. and Tancung, A. B. (2007). Penge- si spesies lainnya.

lolaan kualitas air dalam budidaya perairan. Rineka Cipta. Jakarta .

Marasabessy, M. (2010). Sumberdaya ikan di perairan padang lamun pulau-pulau de- Pustaka

rawan kalimantan timur. J. Oseanologi dan Limnologi Indonesia , 36(2):193–210.

Allen, G. (2000). A field guide for anglers and Matsuura, K., Peristiwady, T., Sumadhiharga, divers marine fishes of south east asia. Per-

O. K., and Tsukamoto, K. (2000). Field Gu- iplus Edition Ltd. Australia .

ide to Lombok Island: Identification Guide Allen, G., Steene, S., Humann, P., and Deloa-

to Marine Organisms in Seagrass Beds of

ch, N. (2003). Reef fish identification: Tro- Lombok Island, Indonesia. Fishes . Ocean pical pacific. usa: Odyssey publishings. and

Research Institute, University of Tokyo. bryant rl (eds). environmental change in se

Nanto (2015). Komposisi jenis ikan pada da- asia, people politics and sustainable develo-

erah padang lamun di perairan pantai de- pment.

sa mola selatan kecamatan wangi-wangi se- Andrianto, T. T. (2005). Pedoman praktis bu-

latan kabupaten wakatobi. Master’s thesis, didaya ikan nila. Absolut, Yogyakarta.

Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Azkab, M. (2002). Kajian sumberdaya lamun

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Uni- di perairan sulawesi utara.

versitas Halu Oleo. Barus, T. (2004). Pengantar limnologi studi

Nasution, I. (2003). Struktur komunitas ik- tentang ekosistem sungai dan danau. Jurus-

an di padang lamun pulau bintan, kabupa- an Biologi. Fakultas MIPA USU. Medan .

ten kepulauan riau. Kondisi Ekosistem pe- Bloomfield, A. and Gillanders, B. (2005). Fi-

sisir pulau Bintan. Pusat Riset Wilayah La- sh and invertebrate assemblages in seagrass,

ut dan Sumberdaya Non Hayati. BRKP, De- mangrove, saltmarsh, and nonvegetated ha-

partemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta . bitats. Estuaries and Coasts, 28(1):63–77.

Odum, E. (1996). Dasar–dasar ekologi. alih Fachrul, M. F. (2007). Metode sampling bioe-

bahasa. cahyono, s. fmipa ipb. kologi. Bumi Aksara. Jakarta, 197.

Orth, R. J., Carruthers, T. J., Dennison, W. C., Fortes, M. D. (1990). Seagrasses: a resource

Duarte, C. M., Fourqurean, J. W., Heck Jr, unknown in the ASEAN region , volume 5.

K. L., Hughes, A. R., Kendrick, G. A., Ke- WorldFish.

nworthy, W. J., Olyarnik, S., et al. (2006). A Harahap, S. (1999). Tingkat pencemaran per-

global crisis for seagrass ecosystems. Bio- airan pelabuhan tanjung balai karimun ke-

science , 56(12):987–996. pulauan riau ditinjau dari komunitas makro-

Rappe, R. A. (2010). Fish community structu- zoobenthos. Lembaga Penelitian Universi-

re in different seagrass beds of barrang lom- tas Riau. Pekanbaru , 26.

po island. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kela- Hemminga, M. A. and Duarte, C. M. (2000).

utan Tropis , 2(2).

Seagrass ecology . Cambridge University Press.

434 Ira 1 , Nur Irawati 1

Widyorini, N. (2010). Feeding habit study of pelagic fish which caught in the area of se- agrass with different densities in pulau pan- jang, jepara. JURNAL SAINTEK PERIKAN- AN , 5(2):61–70.

Dokumen yang terkait

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Khutbah Washil bin Atho' wa ma fiha minal asalib al-insyaiyah al-thalabiyah : dirasah tahliliyah

3 67 62

Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Peningkatan Produktivitas sekolah : penelitian di SMK al-Amanah Serpong

20 218 83

Analysis On Students'Structure Competence In Complex Sentences : A Case Study at 2nd Year class of SMU TRIGUNA

8 98 53

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145