Stabilitas di Laut Cina Selatan

2.3. Stabilitas di Laut Cina Selatan

Untuk menunjukkan kondisi stabil di Laut Cina Selatan, sub-bab ini menampilkan lini waktu peristiwa-peristiwa penting dalam 20 tahun terakhir ini. Dari tabel tersebut, kita akan melihat bahwa 1) perang tidak pernah terjadi, 2) ekskalasi akan langsung direspon dengan resolusi damai (padahal institusi tidak terlibat dalam menjembataninya, artinya ini merupakan inisiasi negara sendiri) dan 3) dalam 20 tahun terakhir kawasan didominasi kondisi damai. Berikut adalah tabel yang memperlihatkan lini waktu peristiwa tersebut:

Tabel 2.2: Lini Waktu Peristiwa di Laut Cina Selatan

Tahun

Hal

Cina mengesahkan hukum laut wilayah, mencakup Laut Cina Selatan (LCS). 1991

Negara pengklaim menyatakan berkomitmen menyelesaikan masalah secara damai. Cina mengirim pasukan ke Da Ba Dau Reef, dekat Sin Cowe Reef yang diklaim Vietnam. Menimbulkan pertempuran militer kecil.

Cina menawarkan negosiasi perihal Spratlys, menegaskan ulang komitmennya untuk menjaga perdamaian.

1993 Workshop LCS dilanjutkan di ASEAN. Cina mendistribusikan peta formal negaranya yang mencakup LCS.

1994 ASEAN Regional Forum (ARF) terbentuk.

Cina menduduk Mischief Reef di ZEE Filipina. Cina dan Filipina berkonflik di Mischief Reef.

1995 Cina dan Filipina berkomitmen damai (Agustus).

Cina dan Vietnam berkomitmen damai (November). Cina mendistribusikan peta baseline yang diklaimnya.

1996 Cina menawarkan pembuatan ASEAN-­‐China joint-­‐Code of Conduct (COC)

1997-­‐1998 Workshop penyelesaian konflik melalui ARF. 1999

Filipina mendorong penciptaan Draft Code of Conduct. 2000-­‐2001 Cina dan Filipina menyatakan komitmennya untuk penyelesaian DOC.

Declaration on the COC diadopsi. Hanya sekedar deklarasi, belum legally-­‐ 2002 binding (mengikat secara hukum).

Cina mempublikasikan pelarangan aktivitas pemancingan di LCS, menyulut 2003 kemarahan Vietnam.

2004 Status quo, workshop penyelesaian konflik melalui ARF. Perusahaan minyak dari Vietnam, Cina, Filipina, menandatangani kontrak

2005 joint-­‐exploration.

2006-­‐2008 Status quo, workshop penyelesaian konflik melalui ARF. Cina -­‐ AS bertikai di Laut Cina Selatan, Cina tidak menginginkan AS di daerah

2009 "kedaulatan"nya.

Cina tersinggung atas diangkatnya isu LCS di ARF. 2010

East Asia Summit di Hanoi, tidak ada hasil apapun tentang LCS. ADMM+ diluncurkan, belum menghasilkan perjanjian apapun tentang LCS.

Filipina memulai latihan militer dengan AS. Kapal Perang Filipina menabrak kapal nelayan Vietnam. Permintaan maaf dari AL Filipina. Cina-­‐Vietnam menandatangani perjanjian keterbukaan.

2011 Vietnam-­‐AS meluncurkan serangkaian latihan perang. Vietnam berlatih tembakan rudal. Kapal Patroli Cina memotong kabel survey Kapal Vietnam. Filipina mengumumkan peningkatan aktivitas patroli di lautan itu. Kapal Patroli Cina mengancam akan menyerang kapal Filipina.

Disputes in the region,” www.globaltimes.cn/SPECIALCOVERAGE/SouthChinaSeaConflict.aspx; dan The

Sumber: Data diolah

Chronology of Coverage,” http://topics.nytimes.com/top/news/international/countriesandterritories/southchinasea/

New York

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kawasan didominasi situasi damai. Jika ada pertikaian sekalipun, pertikaiannya mayoritas kecil. Kasus-kasus ekstrim seperti pendudukan sekalipun langsung direspon resolusi damai atas inisasi negara-negara sendiri. Menelaah lini waktu tersebut, akan ditemukan bahwa yang paling sering terjadi di Laut Cina Selatan adalah aksi kejar dan aksi provokasi oleh kapal patroli, tanpa kejelasan apakah Cina sebagai negara memang memerintahkan aksi tersebut. Selain itu, aksi tersebut selalu diikuti dengan konsesi oleh negara yang terlibat, yang menghasilkan komitmen untuk menjaga perdamaian dalam bentuk pernyataan. Dapat dilihat pula bahwa komitmen tersebut seringkali dilanggar, dengan datangnya aksi provokasi lagi kemudian.

Selain aksi provokasi oleh kapal patroli, dimulai di tahun 2011, latihan militer dengan aktor eksternal pun mulai dilakukan. Ini merupakan aksi provokasi yang jelas dilakukan oleh negara, tapi tidak pernah ada respons berupa perang, walaupun kecaman dari negara yang merasa terganggung kedaulatannya pasti diberikan. Aktor Selain aksi provokasi oleh kapal patroli, dimulai di tahun 2011, latihan militer dengan aktor eksternal pun mulai dilakukan. Ini merupakan aksi provokasi yang jelas dilakukan oleh negara, tapi tidak pernah ada respons berupa perang, walaupun kecaman dari negara yang merasa terganggung kedaulatannya pasti diberikan. Aktor

Terakhir, jika ada aksi yang paling dekat dengan perang, itulah aksi pendudukan Cina terhadap Mischief Reef di tahun 1995. Cina dan Filipina sempat bertikai di karang tersebut, tapi tidak berselang berapa lama, mereka pun berdamai tanpa ada perubahan pada perimbangan kekuatan (target perang yang dimaksudkan seharusnya terjadi jika terdapat imbalance adalah pengurangan kekuatan, atau dalam

kasus ini, seharusnya pendudukan 73 ) sehingga dengan demikian, kondisi tetap stabil. Salah satu yang mempengaruhi terciptanya kondisi stabil tersebut fakta bahwa

pulau kecil tersebut merupakan sebuah ZEE, bukan Laut Wilayah. Sulit bagi Filipina untuk menjustifikasi perang ataupun rasa terancam, jika hanya sejauh itu Cina berperilaku, selain fakta bahwa Cina tidak mengirimkan kapabilitas ofensifnya yang paling berbahaya, sehingga sulit baginya untuk meminta bantuan AS yang berada di sisinya untuk mengambil aksi asertif terhadap Cina. Dengan demikian tabel diatas telah menunjukkan kepada kita stabilitas di Laut Cina Selatan. Hal yang merupakan anomali bagi neorealisme, karena, menggunakan paradigma tersebut, kita percaya bahwa sistem yang imbalance seharusnya menyebabkan konflik, perang terbuka yang dapat mengubah struktur dalam sistem, ergo, sistem instabil. Waltz mungkin akan mengatakan bahwa imperialisme Cina-AS-lah penyebab stabilitas. Tapi, secara metodologi, studi kasus Waltz adalah Perang Dunia II dan kondisi imbalance ini mirip dengan saat itu. Kondisi Laut Cina Selatan juga komparabel dengan dunia pada masa Perang Dingin, dimana konflik-konflik kecil terjadi, tapi konflik besar antara dua negara superpower tidak. Seperti halnya konflik-konflik kecil yang terjadi di Laut Cina Selatan yang tidak pernah memuncak dalam dua puluh tahun terakhir. Bedanya, di lautan ini terdapat imbalance of power sementara di tingkat global di masa Perang Dingin terdapat balance yang mendekati 50:50 Mengapa hal tersebut bisa terjadi dibahas dalam Bab Analisis, dihubungkan dengan batasan relevansi dan induksi teori.