Penggunaan Lahan
Peta 8. Penggunaan Lahan
commit to user
Berdasarkan data monografi desa diketahui jumlah penduduk di 13 Desa yang masuk dalam wilayah administrasi DAS Walikan adalah sebanyak 62.296 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak di Giriwarno, namun demikian luasan yang tercakup di DAS Walikan untuk wilayah Giriwarno hanya 215,488 Ha yang merupakan wilayah dengan luas terkecil kedua setelah Ngepungsari. Jumlah penduduk yang dimaksud dalam tulisan ini adalah jumlah penduduk secara umum.
Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Sebagai contoh di Kecamatan Jatipuro yang merupakan wilayah dengan luas terbesar kedua setelah Jatiyoso, jumlah penduduk yang bermata pencaharian petani adalah sebanyak 9.139 jiwa kemudian disusul pedagang dengan jumlah 4.125 jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk masih menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian.
Berikut adalah jumlah penduduk masing-masing Desa di 3 Kecamatan yang masuk dalam DAS Walikan.
Tabel 15. Jumlah Penduduk DAS Walikan Tahun 2011
No. Kabupaten
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Total Luas
62.296
commit to user
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam penelitian ini, unit analisis atau pendekatan spasial secara mikro menggunakan satuan lahan. Penyusun satuan lahan ini meliputi tanah, geologi, kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Data-data penyusun satuan lahan tersebut berupa peta yang kemudian dilakukan analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil overlay keempat peta tersebut akan menghasilkan peta satuan lahan.
Terdapat 49 satuan lahan di lokasi penelitian, satuan lahan ini digunakan sebagai satuan analisis untuk observasi di lapangan dengan mengambil satu lokasi sampel yang dianggap mewakili untuk satuan lahan yang bersangkutan berdasarkan atas kesamaan karakteristik. Selain itu, satuan lahan juga dipakai untuk satuan arahan rehabilitasi lahan yang akan dilakukan sesuai dengan permasalahan yang ada pada setiap satuan lahan.
Observasi lapangan bertujuan untuk melakukan pengamatan dan pengukuran kualitas dan karakteristik tanah yaitu berupa panjang dan kemiringan lereng, solum tanah, keadaan batuan, tindakan pengelolaan tanaman dan konservas lahan, penggunaan lahan aktual dan pengambilan sampel tanah untuk diuji di laboratorium. Pengujian sampel tanah dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik tanah berupa tekstur dan struktur tanah serta karakteristik kimia tanah yaitu kandungan bahan organik. Sampel yang diujikan sebanyak 11 sampel dari 49 satuan lahan. Sampel ini diambil atas dasar kesamaan karakteristik berupa warna dan macam tanah. Adapun karakteristik dan kualitas lahan lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 16.
commit to user
Tabel 16. Karakteristik dan kualitas lahan lokasi penelitian
commit to user
Langkah awal dalam penentuan lahan kritis adalah menentukan fungsi kawasan. Setelah fungsi kawasan diketahui baru dilakukan penilaian terhadap parameter penentu lahan kritis.
a. Fungsi Kawasan Parameter yang digunakan untuk menentukan fungsi kawasan adalah
kemiringan lereng, tanah dan intensitas curah hujan. Penentuan fungsi kawasan dihitung berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683 / Kpts / Um /8/198 tentang kriteria penetapa fungsi kawasan. Penentuan fungsi kawasan ini dengan melakukan analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan cara menumpangsusunkan (overlay) terhadap ketiga parameter fungsi kawasan tersebut.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, terdapat empat fungsi kawasan yang ada di lokasi penelitian yaitu kawasan fungsi lindung, penyangga, budidaya tanaman tahunan dan budidaya tanaman semusim dan permukiman. Adapun perhitungan fungsi kawasan setiap satuan lahan dapat dilihat pada lampiran tabel perhitungan fungsi kawasan. Berikut adalah fungsi kawasan setiap satuan lahan di lokasi penelitian.
Tabel 17. Fungsi Kawasan Setiap Satuan Lahan di Lokasi Penelitian Tahun 2012
No. Nama Satlah
No.Satlah
Satuan Lahan
Luas (Ha) 1 Lindung
9 KAcAck-Qvjb-V-Htn
29,738
13 KAcAck-Qvjl-V-Htn
7,046
20 KAcAck-Qvjl-V-Sb
13,319
21 KAcAck-Qvjl-V-Tg
21,166
23 KAcAck-Qvsl-V-Htn
16,697 2 Penyangga
1 AlMcm-Qlla-I-Kbn
307,657
2 AlMcm-Qlla-I-Pmk
250,875
3 AlMcm-Qlla-I-Sw
514,096
4 AlMcm-Qlla-I-Tg
12,22
5 AlMcm-Qlla-II-Kbn
7,515
6 AlMcm-Qlla-II-Pmk
20,583
7 AlMcm-Qlla-II-Tg
91,411 8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn
30,871
commit to user
7,835 3 Budidaya Tanaman
119,134 4 Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman
Sumber : Analisis Data Intensitas CH (2001-2011), Macam Tanah, dan
Kemiringan Lereng Tahun 2012
commit to user
388,58 Ha atau sekitar 6,93 % dari luas DAS Walikan tepatnya berada di Desa Wonorejo dan Beruk. Kawasan lindung mempunyai fungsi sebagai daerah pelindung bagi wilayah di bawahnya sehingga keberlangsungan kawasan ini sangat penting bagi kelestarian ekosistem DAS. Kawasan ini dijadikan sebagai fungsi lindung karena lokasinya berada pada lereng kelas V atau berada pada kemiringan > 40 % dan memiliki jenis tanah yang peka terhadap erosi. Penggunaan lahan aktual berupa hutan, tegalan dan semak belukar. Kawasan fungsi penyangga mempunyai luas 1.456,41 Ha atau sekitar 26 % dari luas DAS Walikan. Fungsi kawasan ini terdapat di satuan lahan dengan kemiringan kelas I sampai IV dengan dominasi macam tanah yaitu litosol dan andosol. Persebaran fungsi kawasan ini berada di Desa Manjung, Sonoharjo, Giriwarno, Wonorejo dan Wonokeling. Penggunaan lahan aktual yang ada di kawasan ini adalah kebun, permukiman, sawah, hutan, semak belukar dan tegalan. Kawasan fungsi Budidaya tanaman tahunan mempunyai luas sebesar 1.327,66 Ha atau 23,7 % dari luas DAS Walikan. Penggunaan lahan aktual berupa tegalan, sawah, kebun, semak belukar, dan permukiman. Persebaran fungsi kawasan ini sebagian besar berada di Kecamatan Jatiyoso tepatnya di Desa Jatiyoso, Petung, Jatisawit, Jatiroyo dan Jatipuro. Fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan 2.426,97 Ha atau 43,34 % dari luas DAS Walikan. Persebaran fungsi kawasan ini berada di Desa Jatisobo, Jatipuro, Jatipurwo dan Jatisawit. Penggunaan lahan aktual yang ada di kawasan ini adalah sawah, permukiman, tegalan, dan kebun.
b. Parameter Lahan Kritis Parameter yang digunakan untuk menentukan lahan kritis yaitu sesuai
dengan petunjuk Departemen Kehutanan pada lampiran Permenhut No.P- 32/Menhut-II/2009. Parameter tersebut didasarkan pada fungsi kawasan pada setiap satuan lahan. Parameter yang digunakan meliputi besar erosi permukaan, tutupan lahan berupa tutupan tajuk pohon, tindakan konservasi, kelas kemiringan lereng, produktivitas lahan dan keadaan batuan. Berikut akan diuraikan parameter penentu lahan kritis :
commit to user
Erosi yang terjadi pada suatu lahan mengindikasikan terjadinya penurunan daya dukung akibat proses hilangnya unsur hara yang berlangsung secara terus menerus sehingga berakibat pada penurunan kualitas lahan pertanian dan perkebunan. Proses ini akan berdampak pada penurunan produktivitas lahan akibat hilangnya kesuburan tanah yang berdampak pada terjadinya lahan kritis.
Besar erosi tanah merupakan hilangnya tanah dari permukaannya akibat tetesan hujan atau aliran permukaan. Penentuan besar erosi permukaan menggunakan metode USLE yaitu dengan pendekatan besarnya erosi dipengaruhi oleh erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K) atau kepekaan tanah terhadap erosi, faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) serta faktor tindakan pengelolaan tanaman dan konservasi yang dilakukan (CP).
Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh hasil erosi sangat ringan dengan besar erosi antara 0,003-10,7 Ton/Ha/Thn dengan luas lahan mencapai 5.292,96 Ha. Erosi ringan mencapai luas sekitar 71,48 Ha, dengan besarnya erosi antara 22,6-40,1 Ton/Ha/Thn. Kategori erosi sedang mencapai luas 240,65 Ha dengan besar erosi antara 60-102,32 Ton/Ha/Thn. Erosi berat sampai sangat berat mencapai luas 24,53 Ha dengan besar erosi antara 220-502 Ton/Ha/Thn. Besarnya erosi di lokasi penelitian lebih dikendalikan oleh faktor lereng dan tindakan konservasi yang dilakukan. Penentuan besarnya erosi permukaan dapat dilihat pada tabel 23 berikut ini :
TBE Satlah
Satuan Lahan
Luas ( Ha)
(Cm) 1 AlMcm-Qlla-I-Kbn
LS
(Ton/Ha/Thn)
105 Sangat Ringan 2 AlMcm-Qlla-I-Pmk
Sangat Ringan
110 Sangat Ringan 3 AlMcm-Qlla-I-Sw
Sangat Ringan
115 Sangat Ringan 4 AlMcm-Qlla-I-Tg
Sangat Ringan
96 Sangat Ringan 5 AlMcm-Qlla-II-Kbn
Sangat Ringan
56 Sedang 6 AlMcm-Qlla-II-Pmk
Sangat Ringan
40 Berat 7 AlMcm-Qlla-II-Tg
53 Sedang 8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn
Sangat Ringan
83 Ringan 9 KAcAck-Qvjb-V-Htn
Sangat Ringan
86 Sedang 10 KAcAck-Qvjl-I-Tg
80 Ringan 11 KAcAck-Qvjl-II-Pmk
Sangat Ringan
160 Sangat Ringan 12 KAcAck-Qvjl-II-Tg
Sangat Ringan
70 Ringan 13 KAcAck-Qvjl-V-Htn
Sangat Ringan
54 Sedang 14 KAcAck-Qvjl-III-Tg
Sangat Ringan
9 Sangat Berat 15 KAcAck-Qvjl-IV-Htn
Sangat Ringan
Sangat Ringan
Sangat Ringan
Sangat Ringan
27 Sangat Berat
Sangat Berat
40 Sangat Berat
Sangat Ringan
Sangat Ringan
38 Sedang
26 LaCm-Qlla-I-Sw
95 Sangat Ringan 27 LaCm-Qlla-I-Tg
Sangat Ringan
110 Sangat Ringan 28 LaCm-Qlla-II-Pmk
Sangat Ringan
86 Ringan 29 LaCm-Qlla-II-Sb
Sangat Ringan
40 Sedang 30 LaCm-Qlla-II-Sw
Sangat Ringan
120 Sangat Ringan 31 LaCm-Qlla-II-Tg
Sangat Ringan
113 Sangat Ringan 32 LaCm-Qlla-III-Kbn
Sangat Ringan
115 Sangat Ringan 33 LaCm-Qlla-III-Pmk
Sangat Ringan
250 Sangat Ringan 34 LaCm-Qlla-III-Sb
Sangat Ringan
99 Sangat Ringan 35 LaCm-Qlla-III-Sw
Sangat Ringan
95 Sangat Ringan 36 LaCm-Qlla-III-Tg
Sangat Ringan
45 Sangat Berat 37 LaCm-Qvjl-I-Pmk
142 Sangat Ringan 38 LaCm-Qvjl-I-Tg
Sangat Ringan
130 Sangat Ringan 39 LaCm-Qvjl-II-Kbn
Sangat Ringan
86 Ringan 40 LaCm-Qvjl-II-Pmk
Sangat Ringan
150 Sangat Ringan 41 LaCm-Qvjl-II-Sb
Sangat Ringan
Sangat Ringan
102 Sangat Ringan 42
Sangat Ringan
130 Sangat Ringan
Sangat Ringan
Sangat Ringan
104 Sangat Ringan
Sangat Ringan
100 Sangat Ringan
Sangat Ringan
130 Sangat Ringan
Sangat Ringan
125 Sangat Ringan
Sangat Ringan
110 Sangat Ringan
Sumber : Analisis Data Perhitungan Besar Erosi Permukaan Tahun 2012
commit to user
Dalam penelitian ini, tutupan vegetasi dimaksud adalah vegetasi permanen berupa tajuk pohon. Faktor tutupan vegetasi berpengaruh terhadap kondisi hidrologis. Lahan dengan tutupan vegetasi yang baik mampu meredam energi kinetis hujan sehingga memperkecil terjadinya erosi percik (splash erosion), memperkecil koefisien aliran sehingga mempertinggi kemungkinan penyerapan air hujan khususnya pada tanah dengan solum yang tebal. Selain itu, kondisi tutupan vegetasi yang baik akan memberikan seresah yang banyak sehingga dapat mempertahankan kesuburan tanah.
Parameter tutupan vegetasi digunakan untuk menilai kekritisan lahan
pada fungsi lindung dan penyangga dengan bobot 50. Besarnya bobot pada tutupan vegetasi disebabkan karena parameter ini mempunyai peran yang sangat penting bagi perlindungan tanah pada kawasan lindung, mengingat pentingnya kawasan lindung sebagai pelindung kawasan di bawahnya. Berikut adalah tabel persentase kelas tutupan lahan :
Tabel 19. Persentase dan Kelas Tutupan Vegetasi Setiap Satuan Lahan pada
Kawasan Fungsi Lindung
No. Satlah
Nama Satlah
Luas
(Ha)
Luas Tutupan
Lahan (Ha)
40 Buruk 2 AlMcm-Qlla-I-Pmk
250,875
137,955
55 Sedang 3 AlMcm-Qlla-I-Sw
514,096
58,19
11 Sangat Buruk 4 AlMcm-Qlla-I-Tg
12,22
3,318
27 Buruk 5 AlMcm-Qlla-II-Kbn
7,515
4,831
64 Baik 6 AlMcm-Qlla-II-Pmk
20,583
9,025
44 Sedang 7 AlMcm-Qlla-II-Tg
91,411
18,811
21 Buruk 8 KAcAck-Qvjb-IV-Htn
30,871
24,8
80 Baik 9 KAcAck-Qvjb-V-Htn
29,738 18,7
63 Baik 10 KAcAck-Qvjl-I-Tg
7,046
0,783
11 Sangat Buruk 11 KAcAck-Qvjl-II-Pmk
7,395
0,585
8 Sangat Buruk 12 KAcAck-Qvjl-II-Tg
13,288
3,117
23 Buruk 13 KAcAck-Qvjl-V-Htn
13,319
6,87
52 Sedang 14 KAcAck-Qvjl-III-Tg
44,977
8,618
19 Sangat Buruk 15 KAcAck-Qvjl-IV-Htn
33,694
19,533
58 Sedang 78 Baik
commit to user
25 Baik 18 KAcAck-Qvjl-IV-Sb
8,631
4,92
57 Sedang 19 KAcAck-Qvjl-IV-Tg
39,575
13,534
34 Buruk 20 KAcAck-Qvjl-V-Sb
21,166
14,95
71 Baik 21 KAcAck-Qvjl-V-Tg
16,697
6,428
38 Buruk 22 KAcAck-Qvsl-IV-Htn
245,741
196,155
80 Baik 23 KAcAck-Qvsl-V-Htn
307,657
255,643
83 Sangat Baik 24 LaCm-Qlla-I-Kbn
185,242
90,065
49 Sedang 25 LaCm-Qlla-I-Pmk
703,308
165,799
24 Buruk 26 LaCm-Qlla-I-Sw
945,657
65,39
7 Sangat Buruk 27 LaCm-Qlla-I-Tg
570,284
313,76
55 Sedang 28 LaCm-Qlla-II-Pmk
125,281
43,648
35 Buruk 29 LaCm-Qlla-II-Sb
17,237
12,977
75 Baik 30 LaCm-Qlla-II-Sw
253,308
60,973
24 Buruk 31 LaCm-Qlla-II-Tg
316,774
239,986
76 Baik 32 LaCm-Qlla-III-Kbn
28,11
21,085
75 Baik 33 LaCm-Qlla-III-Pmk
66,57
9,828
15 Sangat Buruk 34 LaCm-Qlla-III-Sb
26,732
21,796
82 Sangat Baik 35 LaCm-Qlla-III-Sw
88,556
28,533
32 Buruk 36 LaCm-Qlla-III-Tg
156,107
100,923
65 Baik 37 LaCm-Qvjl-I-Pmk
6,7726
3,507
52 Sedang 38 LaCm-Qvjl-I-Tg
8,668
5,165
60 Sedang 39 LaCm-Qvjl-II-Kbn
9,927
7,45
75 Baik 40 LaCm-Qvjl-II-Pmk
15,198
7,456
49 Sedang 41 LaCm-Qvjl-II-Sb
30,982
28,975
94 Sangat Baik 42 LaCm-Qvjl-II-Sw
16,927
0,14
1 Sangat Buruk 43 LaCm-Qvjl-II-Tg
7,405
6,185
84 Sangat Baik 44 LaCm-Qvjl-III-Kbn
9,097
7,639
84 Sangat Baik 45 LaCm-Qvjl-III-Pmk
30,899
11,683
38 Buruk 46 LaCm-Qvjl-III-Sw
9,425
0,997
11 Sangat Buruk 47 LaCm-Qvjl-III-Tg
119,134
72,657
61 Baik 48 LaCm-Qvjl-IV-Sw
7,549
0,11
1 Sangat Buruk 49 LaCm-Qvjl-IV-Tg
7,835
1,468
19 Sangat Buruk
Sumber : Analisis Data Kelas Tutupan Vegetasi & Interpretasi Citra Ikonos
Google Earth Tahun 2011 Dari tabel tutupan vegetasi di atas diketahui bahwa kelas tutupan vegetasi
sangat baik hanya mencapai 16,68 % dari luas kawasan lindung, untuk kelas baik mencapai 18,7 % dan kelas sangat buruk mempunyai persentase paling besar yaitu 31,54 %. Hal ini membuktikan bahwa persentase tutupan vegetasi berupa tajuk pohon di kawasan fungsi lindung dalam kondisi masih sangat rendah. Padahal
commit to user
kawasan ini sebagai kawasan lindung untuk daerah di bawahnya. Berikut adalah tabel perbandingan persentase luas kelas tutupan vegetasi pada kawasan fungsi lindung :
Tabel 20. Perbandingan Persentase Luas Kelas Tutupan Vegetasi Pada
Kawasan Fungsi Lindung
Kelas
Besaran (%)
Luas (Ha)
Sangat Buruk
Sangat Baik
Sumber : Tabel Persentase Kelas Tutupan Lahan
3) Tindakan Konservasi Perlakukan atau tindakan konservasi terhadap suatu lahan akan
berpengaruh pada besarnya proses degradasi lahan. Tindakan konservasi yang sangat berpengaruh terhadap proses ini adalah lahan sebagai fungsi budidaya khususnya lahan pertanian yang terletak pada lereng kelas agak curam sampai curam sehingga tindakan konservasi pada kawasan ini mempunyai bobot 30 lebih besar daripada kawasan lindung yang hanya 10.
Berikut adalah tabel luas dan persentase kelas konsevasi lahan setiap fungsi kawasan.
Tabel 21. Luas dan Persentase Kelas Konservasi Lahan
No.
Kelas
Lindung (Ha)
Budidaya (Ha)
Sumber : Analisis Data Luas Konservasi Lahan Tahun 2012
commit to user
secara teknik dan vegetatif yang hasilnya disilangkan untuk memperoleh kelas konservasi lahan tiap satuan lahan. Dari hasil analisis diketahui bahwa tindakan konservasi pada fungsi lindung persentase baik dengan luas 595,6 Ha atau 32,28 %, kelas sedang dengan luas 663,2 Ha atau 35,95 % dan kelas buruk dengan luas 586,072 Ha atau 31,77 %. Kelas sedang mempunyai persentase paling besar dibanding dengan kelas baik dan buruk. Tindakan konservasi secara vegetatif dan teknik pada kawasan yang seharusnya menjadi fungsi lindung ini mempunyai kelas konservasi sedang paling besar yaitu sekitar 633,859 Ha atau 34,35 % dari luas lahan dan 621,653 Ha atau 33,7 % dari luas lahan kawasan fungsi lindung. Jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa adanya tindakan rehabilitasi lahan tidak menutup kemungkinan akan memicu terjadinya degradasi lahan seperti erosi, longsor yang dapat menyebabkan lahan kritis. Mengingat kawasan ini mempunyai fungsi yang strategis yaitu menjadi kawasan pelindung bagi daerah di bawahnya.
Tabel 22. Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik Pada Kawasan Fungsi Lindung
100 Sumber : Analisis Data Luas Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik pada Kawasan Fungsi Lindung Tahun 2012
Pada kawasan fungsi budidaya untuk kelas konservasi buruk mencapai 1.089,57 Ha atau 29,02 %, kelas konservasi sedang mencapai 2.558,93 Ha atau 68,15 % dan merupakan kelas konservasi terluas sedangkan kelas konservasi baik mencapai 106,14 Ha atau 18,02 %. Tindakan konservasi secara teknik pada kawasan ini sebagian besar masuk dalam kelas konservasi buruk dengan persentase 75,86 % dan konservasi secara vegetatif dengan kelas baik persentase 41,7%. Buruknya konservasi terutama pada pengelolaan lahan pertanian berupa pembuatan teras tanpa memperhatikan kaidah konservasi yang baik terutama dalam penanaman rumput penguat teras. Hal ini diduga karena pengetahuan yang
commit to user
luas dan persentase tindakan konservasi secara vegetatif dan teknik pada kawasan fungsi budidaya.
Tabel 23. Luas dan Persentase Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik Pada Kawasan Fungsi Budidaya
100 Sumber : Analisis Data Luas Tindakan Konservasi Secara Vegetatif dan Teknik
pada Kawasan Fungsi Budidaya Tahun 2012 Tabel kelas konservasi lahan setiap satuan lahan pada masing-masing fungsi kawasan dapat dilihat sebagai berikut :
commit to user
commit to user
commit to user
Lereng merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan mengendalikan pembentukan tanah. Tanah dengan kelerengan > 40 % akan mempunyai resiko tingkat bahaya erosi yang besar dibanding dengan lereng yang datar. Hubungan lereng dengan hidrologis adalah semakin kecil lereng akan semakin besar kemungkinan air hujan untuk meresap ke dalam tanah, hal ini dikarenakan semakin kecilnya air hujan yang menjadi air permukaan. Disamping itu aliran air pada lereng yang datar cenderung lebih lambat dibandingkan dengan daerah yang curam sehingga kemungkinan terjadinya erosi juga kecil. Dengan demikian daerah dengan kemiringan datar mempunyai pengaruh yang kecil terhadap terjadinya lahan kritis.
Lereng di DAS Walikan sebagian besar didominasi oleh lereng yang datar yaitu dengan kemiringan < 8 %. Kelas datar di lokasi penelitian ini sebagian besar mempunyai macam tanah asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan, dimana tanah litosol mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi terhadap bahaya erosi akibat ciri tanahnya yang mempunyai solum tipis, apalagi jika diikuti oleh buruknya tindakan konservasi dan rendahnya tutupan vegetasi. Hal ini akan berpengaruh pula terhadap terjadinya lahan kritis. Keadaan demikian terjadi di Kecamatan Wonogiri yaitu Desa Sonoharjo, Manjung dan Giriwarno yang memang mempunyai kelas konservasi buruk sampai sedang dan tutupan vegetasi antara 11-64 % dari luas DAS yaitu pada nomor satuan lahan 1 sampai 7.
Kelas lereng landai pada lokasi penelitian mempunyai persentase kelas 13,53 % yang sebagian besar berada di Kecamatan Jatipuro yaitu Desa Jatiroyo, Jatipurwo, Jatipuro, Jatisobo, dan Ngepungsari. Keadaan lahan demikian dimanfaatkan penduduk untuk pertanian karena didukung pula oleh tanahnya yang mempunya solum tebal. Tidak heran jika sebagian besar penggunaan lahan didominasi sawah yang sebagian besar berupa sawah irigasi. Dalam pendugaan besar erosi menggunakan metode USLE nilai C (pengelolaan tanaman) untuk sawah mempunyai nilai kecil artinya besar kerentanan erosi untuk sawah sangat kecil, contohnya adalah pada nomor satuan lahan 26 & 30 yaitu LaCm-Qlla-I-Sw
commit to user
pada kelerengan ini adalah buruknya tindakan konservasi secara teknis yait pada pembuatan teras sawah yang sebagian besar tidak menggunakan rumput penguat teras sehingga konstruksinya dianggap jelek karena akan rentan terhadap erosi.
Kelas lereng agak curam sampai curam sebagian besar berada di Kecamatan Jatiyoso yaitu Desa Jatiyoso, Sawit, Petung dan Wonorejo. Pada kelas lereng ini sebagian besar penduduk yang bermata pencarian petani memanfaatkan lahannya untuk tegalan. Lereng dengan kemiringan ini mempunyai tingkat kerentanan yan besar terhadap erosi dan kemiringan curam seharusnya dilakukan pengelolaan lahan minimum (minimum tillage). Namun berbeda dengan keadaan di lapangan yang menunjukkan tindakan konservasi yang kurang tepat terutama konservasi secara teknik sehingga menimbulkan besarnya erosi lahan pada lereng kelas lereng curam sampai agak curam seperti pada nomor satuan lahan 36 dan 49 yaitu LaCm-Qlla-III-Tg dan LaCm-Qvjl-IV-Tg.
Kelas lereng sangat curam yaitu kemiringan > 40 % yang berada di Desa Beruk dan Wonorejo menunjukkan adanya permasalahan lahan yang besar yaitu pada besarnya tingkat bahaya erosi khususnya pada penggunaan lahan tegalan. Pada kelas lereng ini seharusnya sudah menjadi fungsi lindung tetapi di lapangan masih banyak penyimpangan pemanfaatan lahan, contohnya adalah pada nomor satuan lahan 21 yaitu KAcAck-Qvjl-V-Tg. Hal ini tentu akan berdampak pada terjadinya permasalahan lahan seperti erosi dan longsor yang lama kelamaan akan menjadi lahan kritis.
5) Produktivitas Lahan Parameter produktivitas lahan merupakan parameter untuk menentukan
tingkat kekritisan lahan pada kawasan fungsi budidaya. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 37 responden yang terdiri dari petani penggarap di desa Kecamatan Jatiyoso, dan Jatipuro diketahui data kelas produktivitas lahan sebagai berikut :
1 10 KAcAck-Qvjl-I-Tg
5 SR 2 24 LaCm-Qlla-I-Kbn
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 3 25 LaCm-Qlla-I-Pmk
185,242
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 4 26 LaCm-Qlla-I-Sw
703,308
22 R 5 27 LaCm-Qlla-I-Tg
48 S 6 28 LaCm-Qlla-II-Pmk
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 7 29 LaCm-Qlla-II-Sb
125,281
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 8 30 LaCm-Qlla-II-Sw
17,237
22 R 9 31 LaCm-Qlla-II-Tg
8 SR 10 32 LaCm-Qlla-III-Kbn
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 11 33 LaCm-Qlla-III-Pmk
28,11
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 12 34 LaCm-Qlla-III-Sb
66,57
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 13 35 LaCm-Qlla-III-Sw
26,732
33 R 14 36 LaCm-Qlla-III-Tg
9 SR 15 37 LaCm-Qvjl-I-Pmk
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 16 38 LaCm-Qvjl-I-Tg
6,7726
71 T 17 39 LaCm-Qvjl-II-Kbn
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 18 40 LaCm-Qvjl-II-Pmk
9,927
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 19 41 LaCm-Qvjl-II-Sb
15,198
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 - 20 42 LaCm-Qvjl-II-Sw
Total Produksi 54220 39576 53284.5
Sumber : Hasil Wawancara Petani di DAS Walikan Tahun 2012 *Rumus:
Produksi
Tiap Satuan Lahan
x 100 % Keterangan :
Produksi Komoditi Umum Optimal
SR : Sangat Ringan S : Sedang
ST : Sangat Tinggi
R : Ringan
T : Tinggi
commit to user
jagung, ketela pohon, wortel, buncis, sawi dan kacang tanah. Produksi yang digunakan terbatas pada produksi tanaman yang ditanam oleh petani penggarap pada satuan lahan tertentu sebagai sampel wawancara untuk mengetahui produktivitas lahan. Produktivitas lahan yang dipakai adalah lahan pertanian berupa tanaman pangan, sehingga satuan lahan dengan penggunaan lahan permukiman, kebun dan semak belukar tidak mempunyai nilai produksi atau 0 (nol).
Produktivitas lahan sebagai parameter lahan kritis disini dengan menggunakan ketentuan dari Departemen Kehutanan (2009) yaitu dengan melakukan perbandingan produksi setiap satuan lahan dengan produksi komoditi umum optimal pada kawasan fungsi budidaya yaitu sebesar 54.220 Kg yang diperoleh dari produksi total komoditi umum yang optimal dari ketujuh komoditi tersebut. Dari tabulasi data yang dilakukan diperoleh hasil kelas produktivitas lahan sangat rendah sampai tinggi. Hampir seluruh lahan mempunyai kelas sangat rendah yang berada pada lereng kelas I sampai III. Adapun kelas tinggi berada pada nomor satuan lahan 27 yaitu LaCm-Qlla-I-Tg yang merupakan satuan lahan yang mempunyai luas lahan paling besar kedua di lokasi penelitian setelah sawah. Satuan lahan ini mempunyai komoditi tanaman unggulan berupa ketela pohon yangbanyak ditanam petani sebagai tanaman tumpangsari, namun hasilnya jauh melebihi tanaman utamanya. Perbedaan besarnya produktivitas lahan tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi fisik lahan, tetapi juga pengetahuan dan tindakan konservasi petani terhadap pengelolaan lahan dan tanaman. Adapun data tabulasi produktivitas setiap satuan lahan dapat dilihat pada lampiran 11.
6) Keadaan Batuan Keadaan batuan mempunyai peran dalam melindungi tanah dari percikan
air hujan ataupun pelindung teras pada lereng datar-agak curam. Alasannya adalah untuk mencegah terjadinya air larian membawa tanah ketika hujan. Namun jika banyaknya batuan di suatu tempat sudah melebihi batas normal yaitu > 30 % menunjukkan bahwa lahan tersebut sudah tidak dapat berproduksi karena tidak
commit to user
mempunyai persentase yang rendah. Keadaan batuan yang banyak juga mengindikasikan telah terjadi erosi permukaan yang besar sehingga banyak batuan yang tersingkap ke permukaan. Sama seperti parameter produktivitas lahan, keadaan batuan juga merupakan faktor untuk menentukan tingkat kekritisan lahan pada kawasan fungsi budidaya.
Berdasarkan pengamatan (observasi) di lapangan, keadaan batuan pada lokasi penelitian kurang lebih sebagai berikut :
Tabel 27. Kelas Keadaan Batuan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi
Budidaya
No.
No. Satlah
Nama Satlah
Luas (Ha)
Keadaan Batuan
(%)
Kelas
1 10 KAcAck-Qvjl-I-Tg
7,046
5 Sedikit
2 24 LaCm-Qlla-I-Kbn
185,242
3 Sedikit
3 25 LaCm-Qlla-I-Pmk
703,308
3 Sedikit
4 26 LaCm-Qlla-I-Sw
945,657
2 Sedikit
5 27 LaCm-Qlla-I-Tg
570,284
3 Sedikit
6 28 LaCm-Qlla-II-Pmk
125,281
7 Sedikit
7 29 LaCm-Qlla-II-Sb
17,237
1 Sedikit
8 30 LaCm-Qlla-II-Sw
253,308
1 Sedikit
9 31 LaCm-Qlla-II-Tg
316,774
4 Sedikit
10 32 LaCm-Qlla-III-Kbn
28,11
9 Sedikit
11 33 LaCm-Qlla-III-Pmk
66,57
11 Sedang
12 34 LaCm-Qlla-III-Sb
26,732
6 Sedikit
13 35 LaCm-Qlla-III-Sw
88,556
4 Sedikit
14 36 LaCm-Qlla-III-Tg
156,107
14 Sedang
15 37 LaCm-Qvjl-I-Pmk
6,7726
4 Sedikit
16 38 LaCm-Qvjl-I-Tg
8,668
3 Sedikit
17 39 LaCm-Qvjl-II-Kbn
9,927
7 Sedikit
18 40 LaCm-Qvjl-II-Pmk
15,198
6 Sedikit
19 41 LaCm-Qvjl-II-Sb
30,982
4 Sedikit
20 42 LaCm-Qvjl-II-Sw
16,927
2 Sedikit
21 43 LaCm-Qvjl-II-Tg
7,405
6 Sedikit
22 44 LaCm-Qvjl-III-Kbn
9,097
11 Sedang
23 45 LaCm-Qvjl-III-Pmk
30,899
13 Sedang
24 46 LaCm-Qvjl-III-Sw
9,425
3 Sedikit
25 47 LaCm-Qvjl-III-Tg
119,134
9 Sedikit
commit to user
dari kelas sedikit sampai sedang. Kelas sedang umumnya berada di satuan lahan dengan kelerengan kelas III sedangkan kelas sedikit berada pada kelerengan kelas
I &II.
c. Tingkat Kekritisan Lahan Dari kelima parameter lahan kritis yang telah diuraikan di atas, kemudian
di lakukan analisis spasial menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk kemudian dilakukan overlay dan diberi skor dan bobot sesuai petunjuk yang telah ditetapkan kemudian hasilnya dicocokkan dengan klasifikasi tingkat kekritisan lahan.
Fungsi kawasan yang direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan untuk menentukan lahan kritis adalah kawasan lindung, kawasan lindung di luar hutan (fungsi lindung setempat) dan kawasan budidaya. Dalam penelitian ini hanya terdapat dua fungsi kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung dalam penelitian ini terdiri dari kawasan fungsi lindung dan kawasan fungsi penyangga. Adapun kawasan budidaya terdiri dari kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan dan budidaya tanaman semusim dan permukiman. Kawasan lindung di luar hutan (fungsi lindung setempat) tidak dibahas dalam penelitian ini karena keterbatasan dari penulis dan karena unit analisis atau pendekatan spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah satuan lahan sehingga akan menyulitkan dalam analisis data.
Tingkat kekritisan lahan diuraikan setiap satuan lahan dalam fungsi kawasan kemudian hasilnya digabungkan untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan di DAS Walikan. Berikut uraian hasil analisis dalam menentukan tingkat kekritisan lahan pada setiap fungsi kawasan :
1) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Lindung Berdasarkan analisis data parameter lahan kritis yang dilakukan diperoleh
hasil 4 tingkat kekritisan lahan yaitu lahan sangat kritis, kritis, agak kritis dan
commit to user
“tidak kritis”. Berikut adalah tabel tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung : Tabel 28. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Lindung
Tahun 2012
No. Tingkat Kekritisan Lahan
Satuan Lahan
Total SkorxBobot
Luas (Ha)
Persentase (%)
1 Sangat Kritis
3 Agak Kritis
4 Potensial Kritis
5 Tidak Kritis
Luas Total
1844,9 100 Sumber : Analisis Data Parameter Lahan Kritis Pada Kawasan Fungsi Lindung
2012 Kawasan fungsi lindung merupakan kawasan yang mempunyai fungsi yang strategis yaitu sebagai pelindung bagi daerah di bawahnya. Jika fungsi lindung sudah terganggu maka akan berdampak pula pada daerah di bawahnya.
commit to user
atas diketahui lahan dengan tingkat kekritisan sangat kritis mempunyai luas 609,509 Ha atau 3,76 %, tingkat kritis 67,931 Ha atau 3,68 %, tingkat agak kritis 1.104,4 Ha atau 59,86 % dan tingkat potensial kritis 603,13 Ha atau 32,69 %. Berikut diuraikan tingkat kekritisan lahan pada pada kawasan fungsi lindung :
a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis
Tingkat sangat kritis berada pada satuan lahan (14) KAcAck-Qvjl-III-Tg, (21) KAcAck-Qvjl-V-Tg, dan (49) LaCm-Qvjl-IV-Tg. Faktor penyebab sangat kritisnya lahan di satuan lahan ini adalah rendahnya tutupan vegetasi, kemiringan lereng yang curam-sangat curam, buruknya konservasi lahan dan besarnya erosi permukaan. Lahan sangat kritis tersebar di Desa Wonorejo dan Wonokeling.
Tutupan vegetasi pada ketiga satuan lahan ini mempunyai kelas buruk dan sangat buruk yaitu antara 19-39 %. Tutupan vegetasi yang buruk ditambah dengan kemiringan lereng yang curam akan memperbesar daya hantam air hujan dan mempercepat laju aliran permukan ketika hujan sehingga akan memperbesar terjadinya erosi. Besarnya erosi yang terjadi berkisar antara 67-502 ton/ha/th sehingga menempati kelas sedang sampai sangat tinggi. Hal ini diperparah pula dengan buruknya tindakan konservasi.
Gambar 36. Lahan Sangat Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-V-Tg (Kanan) dan LaCm-Qvjl-IV-Tg (Kiri) di Desa Wonorejo dan Wonokeling
(Foto diambil 23 Januari 2012)
commit to user
adanya ketidaksesuaian lahan. Kegiatan budidaya yang dilakukan di kawasan fungsi lindung dan penyangga ini akan berdampak pada penghilangan unsur hara tanah, terjadinya erosi akibat pengolahan tanah yang dilakukan secara terus menerus tanpa diimbangi dengan konservasi yang benar dan curamnya lereng sehingga solum tanah menjadi tipis yang berujung pada sangat kritisnya lahan.
b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis
Lahan dengan tingkat kritis berada di satuan lahan (11) KAcAck-Qvjl-II- Pmk, (17) KAcAck-Qvjl-IV-Pmk (19) KAcAck-Qvjl-IV-Tg, dan (48) LaCm- Qvjl-IV-Sw. Faktor yang mempengaruhi kritisnya lahan di satuan lahan ini adalah tutupan vegetasi yang buruk, konservasi dengan kelas sedang, dan kemiringan lereng yang curam. Satuan lahan ini seharusnya menjadi fungsi penyangga namun terjadi ketidaksesuaian lahan dengan memanfaatkan lahan sebagai budidaya yaitu dengan penggunaan lahan berupa sawah, tegalan, dan permukiman.
Lahan kritis yang ditemui di lapangan berupa permukiman dengan tanaman kebun pekarangan berupa vegetasi permanen dengan kerapatan rendah, tegalan dan sawah pada lereng curam dengan konservasi buruk. Tindakan konservasi yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi yang benar pada lereng curam akan memperbesar laju erosi. Persebaran lahan tingkat kritis terdapat di Desa Wonokeling dan Wonorejo.
Gambar 37. Lahan Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-IV-Pmk (Kiri) dan KAcAck-
Qvjl-IV-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo (Foto diambil 22 Januari 2012)
commit to user
Lahan agak kritis dicirikan dengan erosi ringan sampai sedang dengan, tutupan lahan 15-70 % dan kemiringan lereng landai sampai sangat curam. kondisi lereng yang curam dengan tindakan konservasi yang buruk akan mempercepat terjadinya erosi yang jika dibiarkan terus menerus akan berubah menjadi lahan kritis. Lahan agak kritis mempunyai kondisi lahan dengan kesuburan tanah yang masih dapat berproduksi dengan baik, namun dibiarkan dalam kondisi bero (tanpa tindakan pengelolaan) dengan kemiringan curam- sangat curam. Lahan ini tersebar pada satuan lahan (18) KAcAck-Qvjl-IV-Sb dan (20) KAcAck-Qvjl-V-Sb . Lahan yang dipakai sebagai fungsi budidaya dengan kemiringan landai dengan tutupan vegetasi yang rendah dan konservasi yang buruk yaitu terdapat di satuan lahan (3) AlMcm-Qlla-I-Sw, (4) AlMcm-Qlla-I-Tg, (7) KAcAck-Qvjl-II-Tg. Hutan yang ada di DAS Walikan umunya berupa hutan pinus dengan ketinggian 2 m sampai bahkan ada yang mencapai > 7 m. Pohon dengan ketinggian > 7 m ini tidak dikatakan mempunyai tanaman karena akarnya yang sudah besar dan sangat berpotensi menimbulkan longsor. Satuan lahan tersebut yaitu (9) KAcAck-Qvjb-V-Htn dan (13) KAcAck-Qvjl-V-Htn. Lahan ini
tersebar di Desa Beruk, Wonorejo, Wonokeling, Manjung, Sonoharjo, dan Giriwarno.
Gambar 38. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan KAcAck-Qvjl-II-Tg (Kiri) dan KAcAck-Qvjl-IV-Sb (Kanan) di Desa Wonokeling dan Beruk
(Foto diambil 23 Januari 2012)
commit to user
Lahan potensial kritis merupakan lahan yang belum kritis namun jika tidak dilakukan konservasi dengan benar akan menyebabkan lahan kritis di masa yang akan datang. Lahan potensial kritis pada kawasan lindung terdapat di satuan lahan (5) AlMcm-Qlla-II-Kbn, (8) KAcAck-Qvjb-IV-Htn, (16) KAcAck-Qvjl-IV-Kbn, (22) KAcAck-Qvsl-IV-Htn, (23) KAcAck-Qvsl-V-Htn tepatnya berada di Desa Giriwano dan Wonorejo. Penggunaan lahan pada tingkat potensial kritis ini adalah berupa kebun dan hutan dengan tutupan vegetasi berupa tanaman tahunan. Pada kebun umumnya merupakan kebun campuran yang ditumbuhi sonokeling (dalbergia latifolia), jati dan sedikit semak belukar. Dengan kemiringan yang curam dan adanya alih fungsi lahan akibat kebutuhan lahan yang semakin mendesak akan berpotensi pula menjadi lahan kritis jika tidak diimbangi dengan tindakan konservasi yang buruk.
Gambar 39. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan AlMcm-Qlla-II-Kbn (Kiri) dan KAcAck-Qvjl-IV-Kbn (Kanan) di Desa Giriwarno dan Beruk
(Foto diambil 23&25 januari 2012)
2) Tingkat Kekritisan Lahan Pada Kawasan Fungsi Budidaya Kawasan fungsi budidaya merupakan kawasan yang diperbolehkan untuk
dilakukan kegiatan budidaya baik tanaman tahunan, musiman dan permukiman. Pada kawasan ini konservasi diberi bobot paling besar diantara parameter yang lain. Besarnya bobot ini mengindikasikan bahwa tindakan konservasi sangat penting dalam upaya pengawetan dan pemeliharaan tanah dari kerusakan akibat pengolahan lahan.
commit to user
lahan sebagai berikut : Tabel 29. Tingkat Kekritisan Setiap Satuan Lahan pada Kawasan Fungsi Budidaya
Tahun 2012
No. Tingkat Kekritisan Lahan
Satuan Lahan
Total Skor
x Bobot
Luas (Ha)
Persentase (%)
1 Sangat Kritis
3 Agak Kritis
4 Potensial Kritis
LaCm-Qvjl-I-Pmk 380 LaCm-Qlla-II-Sb 360
5 Tidak Kritis
Luas Total
3.754,65 100
Sumber : Analisis Data Parameter Lahan Kritis pada Kawasan Fungsi Budidaya Tahun 2012
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat kekritisan lahan pada kawasan fungsi budidaya mempunyai 4 tingkatan yaitu sangat kritis, kritis, agak
commit to user
masing satuan lahan :
a) Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis Lahan dengan tingkat sangat kritis terdapat di satuan lahan (36) LaCm-
Qlla-III-Tg yaitu di Desa Jatiyoso, Petung dan Wonorejo. Faktor penyebab lahan sangat kritis di satuan lahan ini adalah konservasi yang buruk, erosi yang terjadi sedang dan produktivitas rendah. Lahan yang diolah dengan kemiringan agak curam seperti ini memiliki potensi erosi lebih besar jika disertai dengan konservasi buruk. Besarnya erosi yang terjadi adalah 102,32 ton/ha/th dan tergolong kelas sedang. Penyebab besarnya erosi adalah pengaruh lereng yang curam dan konservasi yang buruk sehingga berdampak pada rendahnya
produktivitas lahan. Luas lahan sangat kritis adalah 156,107 Ha atau 4,16 % dari
luas kawasan fungsi budidaya.
Gambar 40. Lahan Sangat Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qlla-III-Tg di Desa Jatiyoso (Foto diambil 25 Januari 2012)
b) Tingkat Kekritisan Lahan Kritis Lahan kritis pada kawasan fungsi budidaya ini disebabkan karena tindakan
konservasi yang buruk, lereng yang landai sampai agak curam, dan produktivitas pertanian sangat rendah. Lahan dengan konservasi yang buruk akan berdampak pada terjadinya erosi. Rendahnya produktivitas lahan menyebabkan adanya indikasi bahwa lahan sudah mengalami pengurasan unsur hara sehingga tidak dapat berproduksi secara maksimal. Sebagian besar lahan kritis pada kawasan ini
commit to user
konservasi yang dilakukan khususnya konservasi secara teknik. Konservasi yang buruk umumnya disebabkan karena tidak adanya pelindung jalan dan saluran pembuangan air yang dibuat permanen ataupun adanya rumput penguat pada permukaan saluran. Lahan yang masuk dalam kategori kritis adalah (25) LaCm- Qlla-I-Pmk, (28) LaCm-Qlla-II-Pmk, (33) LaCm-Qlla-III-Pmk, (43) LaCm-Qvjl- II-Tg, dan (45) LaCm-Qvjl-III-Pmk.
Gambar 41. Lahan Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-III-Pmk (Kiri) dan LaCm-
Qlla-III-Pmk (Kanan) di Desa Wonorejo dan Jatiyoso (Foto diambil tanggal 24 Januari 2012)
Secara administrasi lahan kritis ini meliputi Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo, Jatipurwo, Petung, Jatiyoso, dan Wonorejo. Persebaran lahan kritis pada kawasan ini dapat dilihat pada Peta Lahan Kritis DAS Walikan.
c) Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis Lahan agak kritis ditandai dengan erosi ringan sampai sedang dengan
kemiringan lereng landai sampai agak curam. Konservasi yang dilakukan umumnya mempunyai kelas sedang. Lahan agak kritis tersebar di satuan lahan (10) KAcAck-Qvjl-I-Tg, (24) LaCm-Qlla-I-Kbn, (26) LaCm-Qlla-I-Sw, (30) LaCm- Qlla-II-Sw, (31) LaCm-Qlla-II-Tg, (32) LaCm-Qlla-III-Kbn, (35) LaCm-Qlla-III-Sw, (44) LaCm-Qvjl-III-Kbn, (46) LaCm-Qvjl-III-Sw, (47) LaCm-Qvjl-III-Tg. Secara administrasi lahan agak kritis terletak di Desa Wonorejo, Jatiroyo, Jatipurwo, Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo, Ngepungsari, Petung, dan Jatiyoso.
commit to user
Gambar 42. Lahan Agak Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qlla-I-Sw (Kiri) dan KAcAck-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Jatisobo dan Wonorejo (Foto diambil 25 Januari 2012)
d) Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis Lahan dengan tingkat potensial kritis memiliki karakteristik lahan dengan
kemiringan lahan datar sampai landai, produktivitas rendah sampai tinggi, konservasi sedang sampai baik, dan kelas erosi ringan. Lahan potensial kritis belum menjadi lahan kritis, namun dapat menjadi lahan kritis jika konservasi yang dilakukan buruk. Contohnya adalah satuan lahan (27)LaCm-Qlla-I-Tg besarnya erosi 0,54 ton/ha/thn, kemiringan lereng datar, konservasi secara vegetatif mempunyai kelas sedang yaitu tegalan dengan tanaman ketela pohon sistem tumpang sari disertai tanaman tahunan namun konservasi teknik berupa teras gulud tanpa rumput penguat. Keadaan konservasi demikian jika dibiarkan akan berdampak pada terjadinya erosi.
Persebaran lahan potensial kritis berada pada satuan lahan ( 27) LaCm-Qlla- I-Tg, (29) LaCm-Qlla-II-Sb, (37) LaCm-Qvjl-I-Pmk, (38) LaCm-Qvjl-I-Tg (39) LaCm- Qvjl-II-Kbn, (40) LaCm-Qvjl-II-Pmk, (41) LaCm-Qvjl-II-Sb, (42) LaCm-Qvjl-II-Sw, Wilayah administrasinya meliputi Wonorejo, Jatisobo, Jatipuro, Jatiroyo, Jatipurwo, Petung, Jatiyoso.
commit to user
Gambar 43. Lahan Potensial Kritis di Satuan Lahan LaCm-Qvjl-II-Sw (Kiri) dan LaCm-Qvjl-I-Tg (Kanan) di Desa Wonorejo (Foto diambil 24 Januari 2012)
Dari data lahan kritis pada kawasan fungsi lindung dan budidaya di atas diketahui bahwa tingkat kekritisan lahan yang ada di DAS Walikan meliputi tingkat sangat kritis, kritis, agak kritis dan potensial kritis. Lahan dengan kategori sangat kritis mempunyai luas 225,61 Ha, lahan kategori kritis dengan luas 1.001,39 Ha, lahan kategori agak kritis dengan luas 3.093,43 Ha dan lahan kategori potensial kritis menempati luas 1.279,13 Ha.
Adapun peta tingkat kekritisan lahan DAS Walikan dapat dilihat pada peta
9, sedangkan persentase luas tingkat kekritisan lahan dapat dilihat pada diagram berikut ini :
Gambar 44. Diagram Persentase Luas Tingkat Kekritisan Lahan DAS
Walikan Tahun 2012
commit to user