Teknik Analisis Data
G. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Moleong (2001: 103) adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dalam penelitian ini data yang diperoleh diorganisasikan dan dikategorikan menurut satuan lahan.
Setiap satuan lahan dilakukan pengenalan sifat dan karakteristik lingkungan fisik dengan menggunakan data primer dan sekunder untuk penentuan lahan kritis dan upaya-upaya rehabilitasinya. Dari sifat dan karakteristik lahan tersebut, kemudian dilakukan analisis terhadap variabel-variabel penelitian seperti berikut ini:
1. Tingkat Kekritisan Lahan
Penilaian lahan kritis dalam penelitian ini merupakan penilaian kritis secara fisik berupa lahan dan belum mempertimbangkan aspek fisik air dan sosial ekonomi penduduk. Penilaian kekritisan lahan tergantung pada fungsi lahan yang ada kaitannya dengan kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, yaitu fungsi kawasan hutan lindung, fungsi kawasan lindung di luar kawasan hutan dan fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian. Oleh karena itu, dalam penentuan lahan kritis ini perlu dilakukan penilaian dahulu terhadap fungsi kawasannya.
commit to user
Parameter yang dinilai untuk menentukan fungsi kawasan pada masing- masing satuan lahan adalah kemiringan lereng, jenis tanah menurut kepekaanya terhadap erosi dan intensitas curah hujan harian rata-rata pada setiap satuan lahan.
1) Kemiringan Lereng Klasifikasi kemiringan lereng menggunakan Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Parameter klasifikasi
kemiringan lereng dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Klasifikasi dan Nilai Skor Kemiringan Lereng
Skor Skor x Bobot (20)
II 8-15
Agak Curam
3 60
IV 25-40
Sangat Curam
5 100 Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683 / Kpts
/ Um /8/1981
2) Jenis Tanah Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi diperoleh dari peta tanah DAS Walikan. Klasifikasi jenis tanah menurut kepekaanya terhadap erosi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Klasifikasi dan Nilai Skor Jenis Tanah
Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No:83 /Kpts /Um /8 /1981
Kelas
Jenis tanah
Klasifikasi
Skor
Skor x Bobot (15)
I Aluvial, Planosol, Hidromorf kelabu, Laterik
Tidak peka
1 15 II Latosol
Agak peka
2 30 III
Tanah hutan coklat, tanah mediteran
Kepekaan sedang
3 45 IV Andosol, Laterik, Grumosol,
Podsol, Podsolic
Peka
4 60 V Regosol, Litosol, Organosol,
Renzina
Sangat Peka
5 75
commit to user
Intensitas curah hujan harian rata-rata diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
rata-rata curah hujan tahunan Intensitas Curah Hujan Harian = rata-rata hari hujan tahunan
Dari perhitungan dengan persamaan diatas diperoleh data intensitas hujan harian rata-rata, sedangkan delineasinya dilakukan dengan metode polygon thiessen . Klasifikasi intensitas hujan harian rata-rata mengacu pada Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Klasifikasi intensitas curah hujan harian rata-rata dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7. Klasifikasi dan Skor Intensitas Curah Hujan Harian Rata-rata
Kelas
Intensitas Hujan (mm/hari)
Klasifikasi
Skor Skor x Bobot (10)
I ≤13,6
Sangat rendah
1 10
II 13,6-20,7
IV 27,7-34,8
Sangat Tinggi
5 50
Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683 / Kpts/Um/8/1981 Berdasarkan hasil skoring ketiga karakteristik DAS tersebut maka
dapat diklasifikasikan bahwa :
1. Fungsi Lindung Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya
sama dengan atau lebih besar dari 175, atau memenuhi salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai kemiringan lereng lebih > 40 %
b. Merupakan kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol,dan renzina) dan
commit to user
c. Merupakan jalur pengaman aliran sungai sekurang-kurangnya
100 meter di kanan kiri alur sungai
d. Merupakan pelindung mataair, yaitu 200 meter dari pusat mata air.
e. Berada pada ketinggian lebih atau sama dengan 2.000
meter diatas permukaan laut.
f. Guna kepentingan khusus dan ditetapkan oleh pemerintah
sebagai kawasan lindung.
2. Fungsi Kawasan Penyangga Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya
antara 125-174 serta memenuhi kriteria umum sebagai berikut :
a. Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan
budidaya.
b. Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga.
c. Tidak merugikan segi-segi ekologi atau lingkungan hidup apabila dikembangkan sebagai kawasan penyangga.
3. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Satuan lahan dengan jumlah skor ketiga karakteristik fisiknya < 124 serta sesuai untuk dikembangkan usaha tani tanaman
tahunan. Selain itu areal tersebut harus memenuhi kriteria umum untuk kawasan penyangga.
4. Fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Satuan lahan dengan kriteria seperti dalam penetapan kawasan
budidaya tanaman tahunan serta terletak di tanah milik, tanah adat dan tanah negara yang seharusnya dikembangkan usaha tani tanaman semusim. Selain memenuhi kreteria tersebut diatas,
commit to user
100
3 ( 5 , 2 ) 2 ( 25 , 3 ) 12 ( ) 10 ( 292 , 1 , 14 , 1 ,
memiliki lereng mikro tidak lebih dari 8 % dengan batasan luas yang telah ditetapkan.
b. Penentuan Parameter Lahan Kritis Parameter penilaian lahan kritis didasarkan pada lampiran Permenhut No.P-
32/Menhut-II/2009. Adapun kriteria/parameter untuk menentukan lahan kritis adalah sebagai berikut :
1) Besar Erosi Permukaan Besarnya erosi ditentukan dengan menggunakan rumus USLE yaitu
dengan persamaan : Dimana : R:
El 30 : Indeks Erosi Hujan bulanan
Pb
: Curah Hujan Rata-rata Bulanan
Hr Hjn : Jumlah Hari Hujan Rata-rata Perbulan P max : Hujan Max. Harian (24 jam) dalam waktu
K:
M : (Pasir+Debu)(100-Lempung);
a : Prosentase bahan organik;
b : Kode kelas struktur tanah;
c : Kode kelas
LS :
L : Panjang lereng (m); S : Kemiringan lereng (%), z : Konstanta (0,5 jika S > 5 %; 0,4 jika 5 % > S > 3 %; 0,3 jika 3 %
> S > 1 %; dan z = 0,2 untuk S < 1 %) CP : faktor pengelolaan tanaman (C) dan konservasi lahan (P)
A=RKLSCP
, 0 47 , 0 21 , 1 ,
30 max .( ) .( ) ( 119 , 6 , HrHjn Pb EI Pb
0138 , 0 00965 , 0 00138 , 0 ,
22
LS
commit to user
dan Abdurrahman dalam Asdak (1995) dalam lampiran 19 dan 20 tabel nilai factor CP.
2) Tutupan Vegetasi Perhitungan tutupan lahan dilakukan dengan interpretasi citra ikonos
tahun 2011 pada lokasi penelitian yang dioverlay dengan peta satuan lahan. Dari setiap satuan lahan dilakukan delineasi tutupan tajuk pohon untuk menentukan luasan tutupan vegetasi. Setelah diketahui luasan tutupan vegetasi pada setiap satuan lahan kemudian dilakukan perbandingan dengan luas setiap lahan dan dikalikan 100 % untuk mengetahui prosentase tutupan vegetasi.
3) Tindakan Konservasi Penentuan tindakan konservasi yang dilakukan dengan melakukan
observasi atau pengamatan langsung di lapangan. Tindakan yang diamati berupa pengelolaan tanaman (konservasi secara vegetatif) dan konservasi secara teknik. Penentuan baik, sedang dan buruknya tindakan konservasi menurut ketentuan dari Arsyad (1989) dan Departemen Kehutanan (2011) yang dapat dilihat pada lampiran tabel kriteria tindakan konservasi. Penilaian dilakukan dengan melihat praktek dari konservasi vegetatif dan teknik yang ada di lapangan kemudian setiap konservasi dinilai baik, sedang dan buruknya.
4) Kelas Kemiringan Lereng Kemiringan lereng dicari dengan menggunakan analisis ketinggian
tempat dengan peta RBI. Kemiringan lereng tersebut kemudian dikelaskan dengan mengacu pada pembagian kelas lereng menurut Departemen Kehutanan (2011) yang membagi kelas lereng menjadi V kelas yaitu kelas I (< 8%), kelas
II (8-15 %), kelas III (15-25%), kelas IV (25-40 %), kelas V (> 40%).
5) Produktivitas Lahan Data produktivitas lahan dicari dengan melakukan wawancara dengan
petani penggarap untuk memperoleh data jumlah produksi dalam setahun (Kg) dan luas lahan garapan (Ha). Data tersebut kemudian dilakukan perbandingan
commit to user
dimaksud dalam parameter penentuan lahan kritis ini mempunyai pengertian rasio terhadap komoditi umum optimal dan hasil perbandingan (rasio) ini berupa data persen.
Produktivitas setiap satuan lahan dibandingkan dengan produksi komoditi umum optimal di setiap desa yang merupakan dominasi wilayah satuan lahan kemudian dikalikan 100 % untuk mendapatkan prosentase produktivitas terhadap komoditi umum tersebut.
6) Keadaan Batuan Parameter ini dicari dengan melakukan pengamatan (observasi) di
lapangan. Keadaan batuan dengan kelas banyak (> 30 %), sedang (10-30 %) dan sedikit (< 30 %).
c. Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Data spasial parameter penentu lahan kritis setiap fungsi kawasan diberi
skor dan bobot, data tersebut selanjutnya dianalisis untuk memperoleh informasi mengenai lahan kritis. Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial (parameter penentu lahan kritis) untuk menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis. Pada setiap unit analisis tersebut dilakukan analisis terhadap data atributnya yaitu data tabular, sehingga analisisnya disebut juga analisis tabular.
Hasil analisis tabular selanjutnya dikaitkan dengan data spasialnya untuk menghasilkan data spasial lahan kritis. Metode yang digunakan dalam analisis tabular adalah metode skoring dan pembobotan. Setiap parameter penentu kekritisan lahan diberi skor dan bobot tertentu sesuai dengan kriteria masing- masing fungsi kawasannya, seperti yang terlihat pada tabel 8.
commit to user
No. Kriteria
Kelas
Besaran/Deskripsi
Skor Bobot
Fungsi Kawasan
Lindung di luar Hutan
1 Tutupan Lahan* )
1. Sangat baik
5. Sangat Buruk
< 20 %
2 Produktivitas **)
1. Sangat Tinggi
5. Sangat Rendah
2. Landai V 8 - 15 % 4 3. Agak Curam
5. Sangat Curam > 40 % 1 4 Erosi
1. Ringan
Sangat Ringan-Ringan
4. Sangat Berat
Sangat Berat
Sesuai Kaidah Konservasi
10 V
2. Sedang Konservasi Kurang Baik 3 3. Buruk
Konservasi Jelek
1 30 V V
6. Keadaan Batuan
1. Sedikit
<10% permukaan lhn tertutup batu
2. Sedang
10-30% permukn lhn tertp batu
3. Banyak
>30% permkn lhn terttp batu
1 5 V Sumber : Permenhut No. P-32/Menhut-II/2009 Keterangan :
* : Dinilai berdasarkan prosentase penutupan tajuk pohon ** : Dinilai Berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal
pada pengelolaan tradisional
commit to user
dan bobot tersebut kemudian dijumlahkan. Setelah semua data ditabulasi maka dapat ditentukan tingkat kekritisannya dengan mencocokkan total skor yang diperoleh dengan klasifikasi tingkat kekritisan lahan pada tabel 14 berikut ini:
Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan
Tingkat Kekritisan Lahan
Total Skor Kawasan Lindung
Kawasan Budidaya
Kawasan Lindung di Luar Hutan
Sangat Kritis (SK)
120-180
115-200
110-200 Kritis (K)
181-270
201-275
201-275 Agak Kritis (AK)
271-360
276-350
276-350 Potensial Kritis ((PK)
361-450
351-425
351-425 Tidak Kritis (TK)
Sumber : Permen. No. P.32/Menhut-II/2009
2. Arahan Rehabilitasi Lahan
Setelah tingkat kekritisan setiap satuan lahan dalam fungsi kawasan tertentu sudah diketahui, langkah selanjutnya yaitu melakukan arahan rehabilitasi lahan. Arahan rehabilitasi lahan ini dilakukan secara normatif dan tidak mutlak serta didasarkan pada kondisi fisik setiap satuan lahan dan belum mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dan kepemilikan lahan secara rinci di lapangan.
Rehabilitasi lahan yang dilakukan merupakan upaya-upaya yang bertujuan untuk memelihara dan mengembalikan produktifitas lahan dan memperbaiki tanah yang telah rusak (konservasi tanah), yang dilakukan dengan cara vegetatif dan teknik.
Arahan rehabilitasi lahan dalam penelitian ini menggunakan petunjuk dari Departemen Kehutanan (2009) dengan modifikasi, yang diwujudkan dalam tabel tingkat bahaya erosi dan teknik konservasi tanah dengan arah kegiatan berdasarkan fungsi lahan setiap satuan lahan. Simbol rehabilitasi yang digunakan bersumber dari Departemen Kehutanan dengan prioritas rehabilitasi berdasarkan tingkat kekritisan lahan seperti telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.
commit to user
karakteristik satuan lahan. Arahan rehabilitasi lahan dikelompokkan berdasarkan tingkat kekritisan lahan, tingkat bahaya erosi (TBE), kelas kemiringan lereng, fungsi kawasan, dan penggunaan lahan eksisting pada setiap satuan lahan. Berikut ini adalah contoh penyusunan dan cara pembacaan rehabilitasi.