hirschsprung harus
dibedakan dari
sindrom mekonium
stekeker,ileus obstruktif,dan atresia usus. Kliegman,R 1999
Pemeriksaan rektal menunjukkan keadaan normal namun biasanya diikuti dengan keluarnya kotoran peses berbau busuk dan juga bercampur gas. Serangan
intermiten obstruksi usus juga berhubungan dengan nyeri dan demam.
2.8 Pemeriksaan Fisik
Bayi yang baru lahir jarang dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap seperti inspeksi, palpasi,perkusi dan auskultasi sehingga pemeriksaan fisik pada kasus
HD sering dilakukan setelah beberapa jam kemudian, pada penilaian inspeksi melihat sering terlihat perut buncit yang membesar tanpa diketahui sebelumnya.
Pemeriksaan perkusi dan auskultasi pada pasien HD sering di dengar suara berisi suatu masa ataupun kontraksi usus yang meningkat namun pada anak-anak, perut
buncit dan di tambah tidak mengeluarkan mekonium kotoran pertama dapat dipertimbangkan bahwa penyebabnya adalah Hirschprung disease. Lee,S. 2012
2.9 Diagnosa
Kegagalan keluarnya tinja menyebabkan dilatasi dari usus proksimal dan ditambah dengan terjadinya distensi abdomen. Sebagian usus melebar sehingga
meningkatkan tekanan intraluminal.Hal ini memungkinkan terjadinya penyebaran bakteri yang dapat menyebabkan enterocolitis dan sepsis. Kliegman,R 1999
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1: Membedakan fitur Penyakit Hirschsprung Disease dan konstipasi Fungsional Kliegman,R 1999
VARIABEL FUNGSIONAL
HIRSCPRUNG DISEASE SEJARAH
Onset Sembelit Encopresis
Gagal tumbuh Enterokolitis
Pelatihan usus Paksa Setelah 2 tahun
umum luar biasa
tak satupun biasa
baru lahir sangat langka
mungkin mungkin
tak satupun
PEMERIKSAAN distensi abdomen
Berat badan kurang Kontraksi Anal
Pemeriksaan rektal Malnutrisi
luar biasa normal
normal di ampula
tak satupun umum
normal meninggi
ampula kosong tak satupun
LABORATORIUM
manometri anorektal
menyebabkan Distensi
rektum biopsi rektal
Barium enema Relaksasi sfingter internal
normal tidak ada zona transisi
relaksasi spinkter atau peningkatan tekanan
Tidak ada sel ganglion Tertunda evakuasi 24 jam
Universitas Sumatera Utara
2.9.2 Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi akan terlihat bangunan haustrae sepanjang kolon. mulai dari distal kolon desenden sampai sigmoid,. Dalam keadaan normal garis-
garis haustrae dapat terlihat dan di ikuti dengan jelas dan serta saling berkesinambungan. Lebar kolon berubah secara perlahan mulai dari sekum ±8,5
cm sampai sigmoid ± 2,5 cm dan panjang kolon bervariasi setiap individu, berkisar antara 91-125 cm bahkan lebih. Rasad,S 2007
Diagnosis radiografi penyakit Hirschsprung didasarkan pada adanya bagian transisi antara usus bagian proksimal yang melebar dan kolon bagian distal yang
mengeecil karena disebabkan oleh nonrelaxation dari usus aganglionik. bagian transisi ini biasanya tidak terjadi pada 1-2 minggu kelahiran. Evaluasi radiologis
harus dilakukan dengan persiapan untuk mencegah dilatasi bagian aganglionik Kliegman,R 1999
Gambar 2.3. : Radiografi perut menunjukkan loop melebar usus. Kontras enema menunjukkan karakteristik zona transisi Penyakit Hirschsprung, yaitu transisi antara recto menyempit. sumber
www.pedsradiology.com
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Kim, H.J.2008
Gambar 2.4 : a barium kontras ganda anteroposterior enema radiografi
menunjukkan rektum agak menyempit dan persimpanganrectosigmoid panah
dengan kolon sigmoid membesar SC. b reseksi spesimen seluruh kolon
menunjukkan dilatasi kolon sigmoid dan kolon ascending
nondilated, melintang usus ,dan kolon desendens.
Gambar 2.5 : HD dengan segmen aganglionik dari bagian atas rektum
pada pria berusia 19 tahun. a, b dua kontras barium enema radiografi
menunjukkan bagian atas melebar dari rektum dan persimpangan
rectosigmoid dengan fecaloma panah. Segmen kolon lain memiliki
diameter normal. c, d Kontras bahan-melintang ditingkatkan CT
scan menunjukkan melebar dengan penuh proksimal bagian atas rektum
dan persimpangan rectosigmoid panah di c dengan zona transisi dan
menyempit rektum distal panah di d. Distal rektum juga tampaknya
Universitas Sumatera Utara
2.9.3 Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin,tes ini untuk memastikan bahwa berapa kadar hematokrit untuk sebelum dilakukannya operasi dan jumlah trombositnya. Syarat
dilakukannya operasi nilai-nilai darah rutin tersebut harus berada dalam rentang referensi normal.sedangkan, untuk pemeriksaan koagulasi diperoleh untuk
memastikan bahwa apakah ada gangguan pembekuan yang terjadi dan itu dilakukan sebelum operasi. Lee,S.2012
2.10 Penatalaksanaan 2.10.1 Farmakologi
Tujuan umum perawatan medis antara lain : 1.
Untuk mengobati komplikasi dari penyakit Hirschsprung disease 2.
Memonitor tindakan sementara sampai bedah rekonstruksi terjadi 3.
Memonitor fungsi usus setelah operasi rekonstruksi agar berjalan dengan baik
Manajemen komplikasi HD diarahlan kepada pemantauan kembali cairan normal dan keseimbangan elektrolit, mencegah distensi usus yang berlebih, dan
mengelola komplikasi seperti sepsis,dekompresi nasogastrik, pemberian antibiotik intravena termasuk tatalaksana awal pada kasus ini. Lee,S 2012
9.10.2 Bedah
Transabdominal operation
Manajemen bedah untuk HD bertujuan memotong sebagian usus aganglionik dan merekonstruksi kembali ke usus yang normal, dengan cara membawa usus turun
ke anus sambil menjaga sfingter yang normal,hal ini dilakukan pertama kali oleh Swenson dan Bill yang menggambarkan operasi untuk HD dengan menghapus
aganglionik usus dengan menarik keluar usus ke anus pada tahun 1948. Pendekatan bedah berubah secara bertahap dari tahap tarik-melalui tanpa
kolostomi pada 1980-an. Hal ini ternyata menjadi menguntungkan bagi pasien dan
Universitas Sumatera Utara
karena lebih sedikit waktu yang dibutuhkan untuk rawat inap. Telah ada pengembangan yang signifikan untuk teknik operasi dan diagnostik alat yang
digunakan pada tatalaksana kasus HD, dulu tindakan istilah operasi minimal digunakan untuk setiap prosedur untuk pasien dengan operasi terbuka tradisional.
Namun pada saat ini tindakan operatif bisa saja melibatkan laparoskopi, endoskopi atau pembedahan dengan bantuan komputer dan biasanya dapat
mengurangi trauma bedah untuk pasien, selain itu keuntungan yang didapat pemulihan lebih cepat dan waktu rawat inap di rumah sakit menjadi minimal.
Gunnarsdottir,2011
Total Transanal Endorectal Pull-Through TERPT
Tindakan ini dilakukan dengan memberi sayatan melingkar di mukosa rektum sekitar 5 mm di atas garis dentate, untuk membuat permukaan datar di
submukosa, kemudian lakukan pemotongan dibagian permukaan submukosa diatas garis dentate sepanjang usus yang akan keluar, selain itu perhatikan resiko
terjadinya cedera pada struktur panggul., laporan kegiatan TERPT menggunakan potongan otot pendek tanpa myectomy telah terbukti menguntungkan. Setelah
panjang pemotongan tercapai, dinding otot dubur dibagi menjadi beberapa bagian dengan cara rektum dimobilisasi keluar melalui anus, selanjutnya adalah cara
membagi bagian vaskular kecil sepanjang rektum dan usus besar . biopsi diambil dari makroskopik usus ganglionik yang normal hal ini bertujuan untuk
menentukan tingkat reseksi usus besar sebelum penjahitan penyambungan akhir.. prosedur TERPT juga dapat mengurangi risiko merusak struktur panggul serta
lebih murah dan waktu pemulihan lebih cepat setelah operasi.Gunnarsdottir, 2011
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 2.6 a. lubang anus.
Gambar. 2.7.b. Menyayat mukosa
sekitar 5 mm di atas garis dentate. belah
antara submucosa dan melingkar dengan
lapisan otot. Gambar. 2.8.c. Potong
lapisan otot di atas kulit panggul. Dan siap
dilakukan pembedahan serta mobilisasi rektum
dan sigmoid usus.
Gambar. 2.9.d. Memobilisasi sampai
normoganglionic usus tercapai
Universitas Sumatera Utara
Laparoscopic assisted Pull-Through
L
aporan untuk tindakan endorectal laparoscopic assisted pull-through untuk HD pertama kali diterbitkan oleh Georgeson et al pada tahun 1995. Prosedur ini
dilakukan dengan memasukkan jarum 4-5 mm sekita 30 ° di bagian kanan atas tepat di bawah pinggir hati untuk mendapatkan pneumoperitoneum kemudian
memasukan jarum varess di umbilikus. memasukan 2 mm trocars 4-5 satu di nagian kanan bawah dan satu di sebelah kiri di bagian atas perut. terkadang
tambahan trocar diperlukan pada supra pubik untuk traksi usus yang lebih baik selama pembedahan laparoskopi dari rektum. kemudian dilakukan mobilisasi
penuh pada usus yang aganglionik dan kemudian lakukan diseksi pada rektum dari mukosa dubur dengan cara yang sama seperti dijelaskan di atas. Keuntungan
utama dari pendekatan laparoskopi adalah untuk mudahnya pengambilan biopsi seromuscular untuk identifikasi awal kolon normal ganglionik. Gunnarsdottir,
2011
Botolinium Injection
Gejala obstruktif ringan dapat dikelola oleh langkah-langkah yang mudah seperti diet, mengkonsumsi obat pencahar. namun gejala yang lebih parah dengan
serangan berulang dapat menyebabkan enterokolitis berulang. Beberapa anak butuh stimulasi dubur atau irigasi untuk proses awal buang air besar. Namun jika
tidak diketahui apa penyebab dari obstruktif , gejala dapat disebabkan ada masalah pada sfingter internal, yang bisa menjadi indikasi untuk injeksi intra
sphincterik toksin botulinum. Metode ini pertama kali dijelaskan oleh Langer pada tahun 1997 botulinum sebuah toksin yang disuntikkan ke dalam sfingter internal
dalam keadan anastesi umum. Dosis yang diberikan sangat bervariasi, sekita 15- 120 unit biasanya setelah 3-4 bulan. Pasien yang di suntik menunjukkan hasil
yang sangat baik. penelitian melaporkan bahwa 80 dari pasien menanggapi injeksi pertama, tetapi 69 diperlukan suntikan kedua. Jumlah penerimaan ke
rumah sakit untuk obstruktif gejala menurun secara signifikan Gunnarsdottir, 2011
Universitas Sumatera Utara
Myectomy
Pada pasien yang respon pada pemberian toksin botulinum, tetapi tidak ingin melanjutkan dengan suntikan toksin botolinum yang berulang, myectomy
adalah pilihan. Wildhaber dkk melaporkan hasil setelah myectomy posterior atau myotomy di 32 pasien dengan gejala obstruktif setelah TERPT. Operasi itu
dilakukan dalam kurun waktu 3 tahun dan membutuhkan waktu sekitar 8,6 tahun untuk menindaklanjuti hasil operasi. Tingkat respon tergantung pada indikasi
untuk melakukan myectomy tersebut. 75 pasien dengan enterokolitis berulang tidak mengalami gejala lagi dan sekitar 60 dari pasien dengan sembelit kronis
melakukan myectomy. Di sisi lain, hanya 17 pasien dengan sisa aganglionosis dan sembelit yang membaik Gunnarsdottir,2011
Redo Pull-Through
Pasien dengan gejala obstruktif persisten dan enterokolitis jarang untuk kembali dilakukannya redo pull-through. Karena tindakan tersebut atas indikasi terjadinya
aganglionosis kembali, terjadi striktur parah, dan melebarnya usus, Tindakan pencegahan
seharusnya dilakukan
sebelum mempertimbangkan
redo pull-through. Teknik yang berbeda telah diusulkan untuk prosedur redo
tergantung pada operasi pasien sebelumnya dan juga keputusan yang diambil oleh ahli bedah. Gunnarsdottir, 2011
Management of Total Colonic Aganglionosis
Total colonic Aganglionosis TCA terjadi pada 2-15 pasien dengan aganglionosis. Umumnya seluruh usus besar mengalami aganglionik dan sebagian
dari usus kecil juga dapat terlibat. TCA telah digambarkan berbeda klinis, radiologis, dan histologis dari rectosigmoid. TCA telah dikaitkan dengan angka
kematian yang tinggi dan morbiditas dari penyakit segmen pendek. Beberapa metode bedah telah diusulkan untuk TCA, seperti prosedur Martin-Duhamel,
Prosedur Swenson, dan pullthrough endorectal. Gunnarsdottir,2011
Universitas Sumatera Utara
2.11. Komplikasi
Komplikasi potensial untuk operasi kompleks terkait dengan penyakit Hirschsprung mencakup seluruh spektrum komplikasi dari tindakan bedah
gastrointestinal. Komplikasi termasuk peningkatan insiden enterokolitis pasca operasi dengan prosedur Swenson, sembelit setelah perbaikan Duhamel, dan diare
dan inkontinensia dengan prosedeur Soave. Lee,S 2012 Secara umum, komplikasi kebocoran anastomosis dan pembentukan striktur
5-15, obstruksi usus 5, abses pelvis 5, infeksi luka 10, dan membutuhkan re-operasi kembali 5. seperti prolaps atau striktur.
Kemudian, komplikasi yang terkait dengan manajemen bedah penyakit Hirschsprung termasuk enterocolitis, gejala obstruktif, inkontinensia, sembelit
kronis 6-10, dan perforasi. Lee,S 2012
Enterokolitis
Enterokolitis menyumbang morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada pasien dengan penyakit Hirschsprung. Hasil enterokolitis dari proses inflamasi pada
mukosa dari usus besar atau usus kecil. Sebagai penyakit berlangsung, lumen usus menjadi penuh dengan eksudat fibrin dan berada pada peningkatan risiko untuk
perforasi. Proses ini dapat terjadi di kedua bagian aganglionik dan ganglionik usus. transisi. Pasien mungkin hadir pasca operasi dengan distensi perut, muntah,
sembelit atau indikasi obstruksi yang sedang berlangsung.Obstruksi mekanik dapat dengan mudah didiagnosis dengan rektal digital dan barium enema. Lee,S
2012
Aganglionosis Persistent
Jarang terjadi dan mungkin karena kesalahan patologis, reseksi tidak memadai, atau hilangnya sel ganglion setelah di tarik keluar. Lee,S 2012
Internal sphincter achalasia
Universitas Sumatera Utara
Dapat mengakibatkan obstruksi persisten. Hal ini dapat diobati dengan sfingterotomi internal intrasphincteric toksin botulinum, atau nitrogliserin pasta.
Sebagian besar kasus akan menyelesaikan pada usia 5 tahun. Lee,S 2012
Inkontinensia
Hal ini mungkin hasil dari fungsi sfingter normal, ataupun kesalahan dalam tindakan operasi sehingga penurunan sensasi, atau inkontinensia sekunder. Secara
umum manometri anorectal dan USG harus membantu dalam membedakan antara diagnosa ini. Lee,S 2012
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Gambaran Hirschprung Disease pada pasien anak di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan
GAMBARAN PASIEN HIRSCHPRUNG DISEASE
PADA ANAK BERDASARKAN :
USIA
GAMBARAN KLINIS JENIS KELAMIN
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Gambar 3.1. kerangka Konsep KOMPLIKASI
Universitas Sumatera Utara