Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUP Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun 2008-2012

(1)

Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia

0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun

2008-2012

Oleh :

MUHAMMAD NICO DARIYANTO

100100351

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

Judul : GAMBARAN HIRSCPRUNG DISEASE PADA ANAK USIA 0-15 BULAN DI RSUP Dr.PIRNGADI MEDAN PADA TAHUN 2008-2012

Nama : Muhammad Nico Dariyanto

NIM : 100100351

Medan, Januari 2014 Dekan

Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar,Sp.PD.KGEH NIP : 195402201980111001

Pembimbing

dr. Zairul Arifin,SpA, DAFK NIP : 194604061969021001

Penguji I

Prof.dr.SutomoKasiman,Sp.PD,Sp.JP(K) NIP : 130365293

Penguji II

dr.Oke Rina Ramayani,Sp.A NIP : 197402012005012001


(3)

ABSTRAK

Penyakit Hirschsprung (HD) merupakan gangguan yang dihasilkan karena tidak adanya ganglion sel-sel di dinding usus sehingga menyebabkan obstruksi fungsional dan dilatasi usus proksimal. Gambaran yang terlihat dalam penegakan diagnosis sering kali disalah artikan sebagai gangguan biasa pada diri pasien terlebih pada kasus HD sering di diagnosis pada anak yang belum bisa berbicara.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat frekuensi dari gambaran pasien Hirscprung disease, berdasarkan usia, jenis kelamin,gambaran klinis,pemeriksaan radiologi, dan komplikasi. penelitian deskriftif menggunakan desain penelitian cross sectional study. Lokasi penelitian dilakukan di bagian rekam medik RSUP dr.Pirngadi medan dengan menggunakan data rekam medik yaitu menggunakan total sampling 40 orang.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa usia penderita paling banyak adalah usia 0 hari-1 bulan 26 . laki-laki 24 orang. Gambaran klinis adalah distensi abdomen sebanyak 21 orang, Pemeriksaan penunjang lebih sering digunakan barium enema didapatkan sebanyak 36 orang dan 19 subjek tanpa komplikasi. penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam penegakan kasus Hirschprung dalam praktek sehari-hari

Kata kunci : Hirschprung, usia dan jenis kelamin, Gambaran klinis,radiologi, komplikasi


(4)

ABSTRACT

Hirschsprung disease ( HD ) is a disorder resulted by the absence of a ganglion cells in the intestinal wall,that cause an obstruction functional and dilatation of the intestines proximally. The description in enforcing of the diagnosis often define as a disorder of the normal patient especially often of a child who cant talk yet.

This research aims to tird the frequency of the description of Hirscprung disease, patients based on age, sex, clinical examination, radiology, and complications. Descriptive research uses cross sectional study design. The location of research at medical record section dr.Pirngadi hospitals Medan. by using total sampling medical record from 40 people.

based on the research obtained 0 day -1 month (26). Male of the 24 Clinical is distention abdomen 21 people supporting examination used barium enema 36 people and 19 subject without complications. This research may used as an additional reference in enforcement cases Hirschprung


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat serta karunia-Nya saya bisa menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul “Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia

0-15 Bulan di RSUP Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun 2008-2012” dimana ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program studi Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada Orang tua saya H.Mariyanto,SE.MH dan HJ.Mastaniah,SH dan juga kedua adik saya Siti Oktivani Elvira, Siti Awwalu Rahmanisa yang selalu memberi motivasi dan semangat dalam menuntaskan karya ilmiah ini. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing saya dr.Zairul Arifin,Sp.A,DAFK yang telah menyisihkan waktunya dan membimbing dalam penelitian ini, serta ucapan terima kasih saya kepada Prof.dr.Sutomo Kasiman,Sp.PD,Sp.JP(K) dan dr.Oke Rina Ramayani,Sp.A selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan penelitian. Ucapan terimakasih saya kepada dr.Radita Nur Anggraeni Ginting selaku penasehat akademik saya. dan juga terima kasih kepada Bagian rekam medik RSUP Dr.Pirngadi Medan yang telah memberikan izin dalam pengambilan data yang saya butuhkan.

Tentunya masih ada kekurangan dalam penelitian yang saya lakukan ini, untuk itu sangat dibutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penelitian lebih baik lagi. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis ilmiah saya dapat digunakan sebagai menambah informasi ataupun wawasan serta menjadi rujukan dalam penelitian selanjutnya

Medan, Desember 2013 Penulis

Muhammad Nico Dariyanto 100100351


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...

ABSTRAK...

ABSTRAC………...

I ii iii

KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI…………... DAFTAR TABEL…………..………...………...….. DAFTAR GAMBAR…….………...…...…... DAFTAR LAMPIRAN………...……... BAB I PENDAHULUAN………...

1.1. Latar Belakang Masalah…... .... 1.2. Rumusan Masalah... 1.3. Tujuan Penulisan... 1.4. Manfaat Penelitian ...

iv v vii viii ix 1 1 2 2 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…...

2.1. Sejarah Hirchprung disease... 2.2. Anatomi Kolon………... 2.3. Histologi Kolon... 2.4. Definisi... 2.5. Etiologi……... 2.6. Patofisiologi………... 2.7. Manifestasi Klinik…...

2.8 Pemeriksaan Fisik………...

2.9. Diagnosa ...…….. …...………...…………...

2.10 Penatalaksanaan... 4 4 4 6 7 7 9 10 11 11 15


(7)

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL…… 3.1. Kerangka Konsep…... ... 3.2. Definisi Operasional………...

BAB IV METODE PENELITIAN………...

4.1 Jenis penelitian……….……

4.2 Waktu dan tempat penelitian………....

4.3 Populasi dan sampel……….

4.4 Tehknik pengumpulan data………..

4.5 Pengolahan data dan analisa data……….

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………..

5.1. Hasil Penelitan………..

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………...……... 5.1.2. Karakteristik Individu………... 5.1.3. Tabel 5.1. Jumlah Frekuensi Umur... 5.1.4. Tabel 5.2. Jumlah Frekuensi Jenis Kelamin... 5.1.5 Tabel 5.3. Jumlah Frekuensi Gambaran klinis... 5.1.6. Tabel 5.4. Jumlah Frekuensi Pemeriksaan Radiologi... 5.1.7 Tabel 5.5. Jumlah Frekuensi Komplikasi... 5.2. Pembahasan...

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………

6.1.Kesimpulan………..……….…

6.2.Saran…………...…...……….…..…………...

DAFTAR PUSTAKA………..

LAMPIRAN 22 22 22 23 24 24 24 24 24 24 25 25 25 25 25 26 26 27 28 28 32 32 32 34


(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 2.1 Membedakan fitur Penyakit Hirschsprung Disease dan

konstipasi Fungsional... 12

Tabel 3.1 Definisi Operasional... 22 Tabel 5.1 Jumlah dan Frekuensi Umur... 25 Tabel 5.2

Jumlah dan Frekuensi Jenis Kelamin 26

Tabel 5.3 Jumlah dan Frekuensi Gambaran klinis... 26 Tabel 5.4

Tabel 5.5

Jumlah dan Frekuensi Pemeriksaan Radiologi... Jumlah dan Frekuensi Komplikasi...

27 28


(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar. 2.1 Anatomi kolon... 5 Gambar 2.2 Histologi Kolon... 6

Gambar 2.3 Radiografi perut menunjukkan loop usus melebar ... 13

Gambar 2.4 (a)Barium kontras ganda antero posterior

enema... (b) Reseksi spesimen seluruh

kolon...

14 14

Gambar 2.5 HD dengan segmen aganglionik dari bagian atas

rektum... 14 Gambar 2.6 Lubang anus... 17

Gambar 2.7 Menyayat mukosa sekitar 5 mm di atas garis dentate... 17

Gambar 2.8 Potong lapisan otot di atas kulit panggul... 17

Gambar 2.9 Memobilisasi sampai normoganglionic usus

tercapai... 17 Gambar 3.1 kerangka Konsep penelitian... 22


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup (curriculum vitae) Lampiran 2 Surat Ethical Clarence

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Lampiran 4 Surat Selesai Penelitian Lampiran 5 Data Induk


(11)

ABSTRAK

Penyakit Hirschsprung (HD) merupakan gangguan yang dihasilkan karena tidak adanya ganglion sel-sel di dinding usus sehingga menyebabkan obstruksi fungsional dan dilatasi usus proksimal. Gambaran yang terlihat dalam penegakan diagnosis sering kali disalah artikan sebagai gangguan biasa pada diri pasien terlebih pada kasus HD sering di diagnosis pada anak yang belum bisa berbicara.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat frekuensi dari gambaran pasien Hirscprung disease, berdasarkan usia, jenis kelamin,gambaran klinis,pemeriksaan radiologi, dan komplikasi. penelitian deskriftif menggunakan desain penelitian cross sectional study. Lokasi penelitian dilakukan di bagian rekam medik RSUP dr.Pirngadi medan dengan menggunakan data rekam medik yaitu menggunakan total sampling 40 orang.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa usia penderita paling banyak adalah usia 0 hari-1 bulan 26 . laki-laki 24 orang. Gambaran klinis adalah distensi abdomen sebanyak 21 orang, Pemeriksaan penunjang lebih sering digunakan barium enema didapatkan sebanyak 36 orang dan 19 subjek tanpa komplikasi. penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam penegakan kasus Hirschprung dalam praktek sehari-hari

Kata kunci : Hirschprung, usia dan jenis kelamin, Gambaran klinis,radiologi, komplikasi


(12)

ABSTRACT

Hirschsprung disease ( HD ) is a disorder resulted by the absence of a ganglion cells in the intestinal wall,that cause an obstruction functional and dilatation of the intestines proximally. The description in enforcing of the diagnosis often define as a disorder of the normal patient especially often of a child who cant talk yet.

This research aims to tird the frequency of the description of Hirscprung disease, patients based on age, sex, clinical examination, radiology, and complications. Descriptive research uses cross sectional study design. The location of research at medical record section dr.Pirngadi hospitals Medan. by using total sampling medical record from 40 people.

based on the research obtained 0 day -1 month (26). Male of the 24 Clinical is distention abdomen 21 people supporting examination used barium enema 36 people and 19 subject without complications. This research may used as an additional reference in enforcement cases Hirschprung


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil survey penelitian (Yuncie,Mariska,2011) di RSUD Dr. Pirngadi Medan, dari tahun 2007-2011 terdapat 102 bayi dengan kelainan kongenital. Dengan rincian tiap tahun yaitu tahun 2007 sebanyak 30 bayi, tahun 2008 sebanyak 29 bayi, tahun 2009 sebanyak 15 bayi, tahun 2010 sebanyak 13 bayi, dan tahun 2011 sebanyak 15 bayi. Kematian bayi dalam bulan pertama kehidupan sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat (SKDI,2007). Menurut Depkes RI, kelainan kongenital adalah kelainan yang terlihat pada saat lahir, bukan akibat proses persalinan. Sekitar 3% bayi baru lahir mempunyai kelainan bawaan dan akan menjadi 4-5% bila bayi terus diikuti sampai berumur 1 tahun. Kelainan kongenital dapat disebabkan oleh kelainan gen tunggal, kelainan kromosom, multifaktorial, lingkungan, dan kekurangan nutrisi pada masa kehamilan.

Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan atau dapat pula beberapa kelainan kongenital yang terjadi secara bersamaan yang disebut dengan kelainan kongenital multipel. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering di akibatkan oleh kelainan kengenital yang cukup berat. (Maryunani,A,2009)

Penyakit Hirschsprung atau Aganglionosis (HD) adalah penyakit pencernaan bawaan dengan terganggunya motilitas usus dan ditandai dengan tidak adanya badan sel saraf di bagian submukosa dinding usus (Gunnarsdottir, 2011). Keadaan ini terjadi akibat tidak ada atau kecilnya sel saraf ganglion parasimpatik pada pleksus Meinterikus dan Aurbach dari kolon distalis. Gangguan tersebut juga bisa terjadi sepanjang pada bagian dari kolon namun biasanya hanya terbatas pada rektum dan kolon distal. Dalam kasus yang jarang terjadi, HD dapat meluas


(14)

sepanjang saluran pencernaan usus kecil dan besar, dan jika terjadi itu termasuk suatu kondisi yang sangat fatal. (Sodikin,2011)

Gambaran yang terlihat dalam penegakan diagnosis sering kali disalah artikan sebagai gangguan biasa pada diri pasien terlebih pada kasus HD sering didiagnosis pada anak yang belum bisa berbicara dan dianggap hanya masuk angin ataupun perut kembung biasa. Untuk itu karya ilmiah ini akan memaparkan gambaran klinis pada pasien yang didiagnosis dengan Hirschprung Disease agar lebih memperjelas lagi teori yang berkembang selama ini.

Pada survey awal yang dilakukan peneliti di RSUD Dr.Pirngadi Medan mendapatkan 70 pasien yang didiagnosis HD. dengan rincian sebagai berikut: pada tahun 2008 15 kasus, 2009 13 kasus, 2010 11 kasus, 2011 11 kasus dan 2012 20 kasus.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian adalah: bagaimana gambaran Hirschprung Disease di RSUD Dr. Pirngadi Medan ?

I.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran dari pasien Hischprung Disease pada anak

1.3.2 Tujuan khusus

o Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan

karakteristik umur

o Berdasarkan jenis kelamin

o Berdasarkan Gambaran klinis pasien

o Berdasarkan pemeriksaan penunjang yaitu: Pemeriksaan radiologis


(15)

I.4 Manfaat Penilitian

1.4.1. Peneliti

Diharapkan dengan melakukan penelitian ini, peneliti dapat lebih memahami dan memiliki kemampuan dalam mendiagnosis kasus ini serta mengembangkan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian.

1.4.2. Rumah Sakit

Penelitian ini nantinya bisa digunakan sebagai informasi tambahan dalam menegakan diagnosis Hirschprung disease khususnya pada tenaga medis di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.4.3. Masyarakat

Bagi masyarakat umum diharapkan bisa mengenali apa itu Hirschprung Disease dan mengetahui bagaimana gejala umum penyakit ini.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah

Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung pada tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion. Herald Hirschsprung melaporkan secara jelas gambaran klinis penyakit ini, yang pada saat itu diyakininya sebagai suatu megakolon kongenital. Dokter bedah asal Swedia ini melaporkan kematian 2 orang pasiennya masing-masing usia 8 dan 11 bulan yang menderita konstipasi kronis, malnutrisi dan enterokolitis. Teori yang berkembang saat itu adalah diyakininya faktor keseimbangan syaraf sebagai penyebab kelainan ini, sehingga pengobatan diarahkan pada terapi obat obatan dan simpatektomi. (Swenson,1990)

2.2 Anatomi

Kolon (usus besar) memiliki panjang 3-5 kaki sekum yang paling lebar diameternya adalah 7,5-8.5 cm, bagian sigmoid paling sempit panjangnya hanya 2,5 cm. otot longitudinalis luar bekoluasen kedalam 3 tenia koli yang berbeda yang dimulai pada apendiks dan berakhir pada rektum, haustra koli adalah

kantung keluar kolon asenden dan desenden letaknya

retroperoneal,transversal,sigmoid sekum letaknya intraperitoneal dan omentum melekat pada kolon transversum (Schwartz, 2004)


(17)

Sumber : http://medicastore.com/images/anatomi_usus_besar.jpg

Pasokan Arteri

Mesentrika inferior mendrainase kolon desenden,sigmoid,rectum memasuki limpa yang lainnya mengikuti arteri. mesentrika superior bergabung dengan vena splenika untuk membantu vena porta. (Schwartz, 2004)

Limfatik

Berasal dari dalam submukosa dan muskularis mukosa mengikuti dari pasokan arteri. (Schwartz, 2004)

Persarafan

Pada dasarnya prinsip kerja dari persarafan simpatis dan parasimpatis adalah saraf simpatis menghambat dan parasimpatis merangsang. Kolon tidak ikut berperan dalam proses pencernaan makanan maupun absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum maka semua zat makanan telah di absorpsi dan semua akan cair dan selama perjalanan didalam kolon isinya menjadi makin padat karena terjadi proses reabsorbsi. Proses ini akan berakhir ketika mencapai rektum dan akan terbentuk peses. Peristaltik kolon membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai flexura sigmoid. (Pearce,E.2008)


(18)

2.3 Histologi Kolon

Usus besar terdiri atas membran mukosa tanpa adanya lipatan kecuali pada bagian distalnya (rectum). Vili usus tidak di jumpai pada bagian usus ini. Kelenjar usus berukuran panjang dan di tandai dengan banyaknya sel goblet dan sel absorptive dan sedikit sel enteroendokrin. Sel penyerapnya berbentuk silindris dengan mikrovili pendek dan tak teratur. Usus besar disesuaikan dengan fungsi utamanya yaitu sebagai absorpsi air, pembentukan masa tinja dan produksi mukus. Mukus adalah jel berhidrasi tinggi yang tidak hanya melumasi permukaan usus, namun juga menutupi bakteri dan zat renik lain. Absorpsi air berlangsung pasif dan mengikuti transport aktif natrium yang keluar dari permukaan basal sel-sel epitel . Di dalam lamina propia banyak dijumpai sel limfoid dan nodul yang sering kali menyebar sampai kedalam submukosa. Banyaknya jaringan limfoid ini berkaitan

dengan banyaknya bakteri didalam usus besar. (Junquera,L.C.2007)

Sumber : Junquera,Luis carlos, 2007


(19)

2.4 Definisi

Penyakit Hirschsprung (HD) adalah gangguan yang kompleks yang dihasilkan karena tidak adanya ganglion sel-sel di dinding usus yang menyebabkan obstruksi fungsional dan dilatasi usus proksimal sehingga dapat mempengaruhi segmen. (Monajemzadeh,M.2011). HD disebabkan oleh abnormalnya persarafan usus, dimulai dari sfingter anal internal dan memperluas ke proksimal sehingga dapat melibatkan seluruh usus. ( Kliegman,R.1999)

Konstipasi merupakan masalah umum di antara anak dan hanya sebagian kecil diketahui dari pasien penyebab organik untuk kasus konstipasi, bahkan konstipasi dianggap sebagai suatu masalah proses perkembangan pencernaan ataupun masalah dalam proses menyusui. Konstipasi pada HD didefinisikan pada neonatus sebagai kegagalan keluarnya mekonium dalam 48 jam pertama kehidupan dan anak-anak yang lebih tua mengalami konstipasi dengan gejala konsistensi tinja yang menurun. Persentase anak dengan konstipasi yang disertai HD hanya sedikit ditemukan pada anak usia 12 bulan keatas. Penyakit Hirschsprung adalah kelainan anomali yang jarang ditemukan dan serta kelainan kongenital dari sistem

saraf enterik (ENS) yang terjadi dengan rata-rata kejadian

1/5000 kelahiran hidup. Hal ini ditandai oleh tidak adanya ganglia enterik sepanjang saluran usus bagian distal, yang di akibatkan oleh kegagalan migrasi neural vagal sel di dalam usus. Hirschprung memiliki kompleks masalah utama pada genetik keluarga, yang ditandai dengan insidensi dominan pada laki-laki. (Rusmini,M,.2013)

2.5 Etiologi

Sistem saraf enterik (ENS) terdiri dari neuron dan sel glial dalam dinding saluran pencernaan. Hal ini bertanggung jawab untuk mengatur pergerakan usus, fungsi kekebalan tubuh, sekresi luminal, dan aliran darah selama pengembangan. (Wallace S,A.2011). Pembentukan ENS yang fungsional membutuhkan koordinasi dari banyak proses, termasuk, migrasi, proliferasi, dan diferensiasi sel prekursor dalam saluran pencernaan. Namun kegagalan pembentukan sel neural


(20)

sepanjang saluran pencernaan di daerah kolon menyebabkan bagian tertentu tidak memiliki neuron enterik karena neuron enterik sangat penting untuk pergerakan usus. Selain peran gen amat penting dalam proses pembentukan sel saraf penelitian (Wallace S,A.2011 ) tentang Genetic interactions and modifier genes in Hirschsprung's disease menjelaskan ada beberapa gen yang berperan dalam terjadinya HD ini antara lain :

GDNF/RET-GFRα1

GDNF adalah protein yang disekresikan dari superfamili TGF-β s . GDNF akan berikatan dengan reseptor glycosylphosphatidylinsoitol-linked. Kompleks dari

GDNF-GFRα1 kemudian mengikat dan mengaktifkan reseptor transmembran

tirosin kinase. Terjadinya mutasi pada pengkodean jalur GDNF/RET-GFRα1 ini terjadi sekitar 50% dari keluarga yang pernah terdiagnosis HD. (Wallace S,A.2011 )

SOX10

SRY (Sex determining region Y) 10 (SOX10) merupakan mobilitas faktor dari transkripsi kelompok tinggi penentu jenis kelamin dalam keluarga. Mutasi di SOX10 dapat menyebabkan sekitar 5% kasus HD dan di ikuti oleh sindrom (Waardenburg-Shah tipe 4 (WS4)). Beberapa pasien sindrom WS4 dengan mutasi SOX10 juga menderita dysmyelination dari sistem saraf pusat dan perifer. SOX10 dinyatakan dengan migrasi sel pial neural enterik. (Wallace S,A.2011 )

PHOX2B

PHOX2B juga merupakan faktor transkripsi oleh sel neural enterik. Penelitian telah mengaitkan mutasi di PHOX2B dengan HD dan di ikuti oleh sindrom kongenital hipoventilasi pusat (CCHS). Penyebab utama mutasi adalah seringnya terjadinya ekspansi pada imunogen lemah (Polialanin). (Wallace S,A.2011 )


(21)

ZFHX1B

ZFHX1B adalah faktor homeodomain dari transkripsi zinc, sehingga jika terjadi mutasi di ZFHX1B dan juga berhubungan dengan sindrom Mowat-Wilson telah terbukti menghasilkan HD dengan beragamnya tingkatan lokasi terjadinya dibagian usus besar. (Wallace S,A.2011 )

ENDOTHELIN SIGNALLING PATHWAY

Endotelin 3 (ET-3) adalah peptida yang disekresikan oleh mesenkim usus. (ET-3) mendapat sinyal melalui reseptor endotelin reseptor B (EDNRB), yang dihasilkan pada migrasi sel neural enterik. Jika terjadi mutasi di ET3 dan Endotelin reseptor B menyebabkan sekitar 5% terjadinya kasus HD. Mutasi pada ET3-dan EDNRB terkait HD juga muncul pada sindrom sindrom Wardenburg-Shah. (Wallace S,A.2011)

2.6 Patofisiologi

Hirschsprung dapat terjadi dibagian kolon asending ataupun sigmoid. Tidak adanya ganglion penting seperti myenteric (Auerbach) dan pleksus submukosa (Meissner) sehingga mengurangi peristaltik usus dan fungsinya. Mekanisme yang tepat yang mendasari perkembangan penyakit Hirschsprung sampai saat ini masih belum diketahui (idiopatik) meskipun ada keterlibatan gen dalam hal terjadinya Hirschprung disease. (Lee,S. 2012)

Sel ganglion enterik berasal dari puncak saraf. Selama perkembangan normal, neuroblasts ditemukan di usus kecil pada minggu ke-7 kehamilan dan akan mencapai usus besar pada minggu ke-12 kehamilan. Salah satu kemungkinan etiologi penyakit Hirschsprung adalah kecacatan dalam migrasi neuroblas sehingga menyebabkan kegagalan turunnya neuroblast untuk berada di lokasinya yaitu di usus besar. Selain itu, terjadi kegagalan neuroblas untuk bertahan hidup, berkembang biak juga dapat menyebabkan gagalnya neuroblast turun kearah usus besar. (Lee,S. 2012)


(22)

Tiga saraf pleksus usus seperti pada bagian submukosa (yaitu, Meissner) pleksus intermuskuler (Auerbach) pleksus mukosa pleksus kecil. Semua pleksus ini terintegrasi dan halus terlibat dalam semua aspek fungsi usus, termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah. Motilitas yang normal terutama di bawah kendali neuron intrinsik. meskipun kehilangan persarafan ekstrinsik. Ganglia ini mengontrol kontraksi dan relaksasi otot polos, dengan relaksasi yang mendominasi. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak hadir, yang mengarah ke peningkatan dalam usus yaitu persarafan ekstrinsik. Persarafan dari kedua sistem kolinergik dan sistem adrenergik adalah 2-3 kali dari persarafan normal. Adrenergik (rangsang) sistem diperkirakan mendominasi atas kolinergik (penghambatan) sistem, yang menyebabkan peningkatan tonus otot polos. Dengan hilangnya saraf intrinsik enterik penghambatan, nada peningkatan yang terlindung dan menyebabkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi, dan obstruksi fungsional. (Lee,S. 2012)

2.7 Manifestasi Klinis

Karakteristik gejala yang terlihat pada pasien HD adalah kesulitan dalam proses pengeluaran feses yang berlangsung beberapa hari pertama kehidupan karena terjadinya obstruksi usus besar. HD mungkin terjadi di dalam periode neonatal dan sangat berbahaya. bahaya yang mungkin adalah kematian dari perforasi sekum atau usus besar serta terjadinya malnutrisi akibat obstruksi usus (Ziai,M,1983)

Penyakit Hirschsprung pada pasien yang lebih tua harus dibedakan dari penyebab lain dari distensi perut dan sembelit kronis. Sejarah sering mengungkapkan meningkatnya kesulitan pada buang air besar yang dimulai pada 1 minggu pertama kehidupan itulah salah satu kunci untuk mendiagnosis HD. Keadaan masa tinja besar juga dapat diraba di bagian kiri bawah perut, tetapi pada pemeriksaan dubur rektum biasanya kotoran peses tidak ditemukan. Pada neonatus, penyakit


(23)

hirschsprung harus dibedakan dari sindrom mekonium stekeker,ileus obstruktif,dan atresia usus. (Kliegman,R 1999 )

Pemeriksaan rektal menunjukkan keadaan normal namun biasanya diikuti dengan keluarnya kotoran peses berbau busuk dan juga bercampur gas. Serangan intermiten obstruksi usus juga berhubungan dengan nyeri dan demam.

2.8 Pemeriksaan Fisik

Bayi yang baru lahir jarang dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap seperti inspeksi, palpasi,perkusi dan auskultasi sehingga pemeriksaan fisik pada kasus HD sering dilakukan setelah beberapa jam kemudian, pada penilaian inspeksi (melihat) sering terlihat perut buncit yang membesar tanpa diketahui sebelumnya. Pemeriksaan perkusi dan auskultasi pada pasien HD sering di dengar suara berisi suatu masa ataupun kontraksi usus yang meningkat namun pada anak-anak, perut buncit dan di tambah tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama) dapat dipertimbangkan bahwa penyebabnya adalah Hirschprung disease. (Lee,S. 2012)

2.9 Diagnosa

Kegagalan keluarnya tinja menyebabkan dilatasi dari usus proksimal dan ditambah dengan terjadinya distensi abdomen. Sebagian usus melebar sehingga meningkatkan tekanan intraluminal.Hal ini memungkinkan terjadinya penyebaran bakteri yang dapat menyebabkan enterocolitis dan sepsis. (Kliegman,R 1999 )


(24)

Tabel 2.1: Membedakan fitur Penyakit Hirschsprung Disease dan konstipasi Fungsional (Kliegman,R 1999 )

VARIABEL FUNGSIONAL HIRSCPRUNG DISEASE

SEJARAH Onset Sembelit Encopresis Gagal tumbuh Enterokolitis

Pelatihan usus Paksa

Setelah 2 tahun umum luar biasa tak satupun biasa baru lahir sangat langka mungkin mungkin tak satupun PEMERIKSAAN distensi abdomen Berat badan kurang Kontraksi Anal Pemeriksaan rektal Malnutrisi luar biasa normal normal di ampula tak satupun umum normal meninggi ampula kosong tak satupun LABORATORIUM

manometri anorektal menyebabkan Distensi rektum

biopsi rektal Barium enema

Relaksasi sfingter internal

normal

tidak ada zona transisi

relaksasi spinkter atau peningkatan tekanan

Tidak ada sel ganglion Tertunda evakuasi (> 24 jam)


(25)

2.9.2 Radiologi

Pada pemeriksaan radiologi akan terlihat bangunan haustrae sepanjang kolon. mulai dari distal kolon desenden sampai sigmoid,. Dalam keadaan normal garis-garis haustrae dapat terlihat dan di ikuti dengan jelas dan serta saling berkesinambungan. Lebar kolon berubah secara perlahan mulai dari sekum (±8,5 cm) sampai sigmoid (± 2,5 cm) dan panjang kolon bervariasi setiap individu, berkisar antara 91-125 cm bahkan lebih. (Rasad,S 2007 )

Diagnosis radiografi penyakit Hirschsprung didasarkan pada adanya bagian transisi antara usus bagian proksimal yang melebar dan kolon bagian distal yang mengeecil karena disebabkan oleh nonrelaxation dari usus aganglionik. bagian transisi ini biasanya tidak terjadi pada 1-2 minggu kelahiran. Evaluasi radiologis harus dilakukan dengan persiapan untuk mencegah dilatasi bagian aganglionik (Kliegman,R 1999)

Gambar 2.3. : Radiografi perut menunjukkan loop melebar usus. Kontras enema menunjukkan karakteristik "zona transisi" Penyakit Hirschsprung, yaitu transisi antara recto menyempit. sumber


(26)

Sumber : Kim, H.J.2008

Gambar 2.4 : (a) barium kontras ganda anteroposterior enema radiografi menunjukkan rektum agak menyempit dan persimpanganrectosigmoid (panah) dengan kolon sigmoid membesar (SC). (b) reseksi spesimen seluruh kolon menunjukkan dilatasi

kolon sigmoid dan kolon ascending nondilated,

melintang usus ,dan kolon desendens.

Gambar 2.5 : HD dengan segmen aganglionik dari bagian atas rektum pada pria berusia 19 tahun. (a, b) dua kontras barium enema radiografi menunjukkan bagian atas melebar dari rektum dan persimpangan rectosigmoid dengan fecaloma (panah). Segmen kolon lain memiliki diameter normal. (c, d) Kontras bahan-melintang ditingkatkan CT scan menunjukkan melebar dengan penuh proksimal bagian atas rektum dan persimpangan rectosigmoid (panah di c) dengan zona transisi dan menyempit rektum distal (panah di d). Distal rektum juga tampaknya


(27)

2.9.3 Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin,tes ini untuk memastikan bahwa berapa kadar hematokrit untuk sebelum dilakukannya operasi dan jumlah trombositnya. Syarat dilakukannya operasi nilai-nilai darah rutin tersebut harus berada dalam rentang referensi normal.sedangkan, untuk pemeriksaan koagulasi diperoleh untuk memastikan bahwa apakah ada gangguan pembekuan yang terjadi dan itu dilakukan sebelum operasi. (Lee,S.2012)

2.10 Penatalaksanaan

2.10.1 Farmakologi

Tujuan umum perawatan medis antara lain :

1. Untuk mengobati komplikasi dari penyakit Hirschsprung disease 2. Memonitor tindakan sementara sampai bedah rekonstruksi terjadi

3. Memonitor fungsi usus setelah operasi rekonstruksi agar berjalan dengan baik

Manajemen komplikasi HD diarahlan kepada pemantauan kembali cairan normal dan keseimbangan elektrolit, mencegah distensi usus yang berlebih, dan mengelola komplikasi seperti sepsis,dekompresi nasogastrik, pemberian antibiotik intravena termasuk tatalaksana awal pada kasus ini. (Lee,S 2012)

9.10.2 Bedah

Transabdominal operation

Manajemen bedah untuk HD bertujuan memotong sebagian usus aganglionik dan merekonstruksi kembali ke usus yang normal, dengan cara membawa usus turun ke anus sambil menjaga sfingter yang normal,hal ini dilakukan pertama kali oleh Swenson dan Bill yang menggambarkan operasi untuk HD dengan menghapus aganglionik usus dengan menarik keluar usus ke anus pada tahun 1948. Pendekatan bedah berubah secara bertahap dari tahap tarik-melalui tanpa kolostomi pada 1980-an. Hal ini ternyata menjadi menguntungkan bagi pasien dan


(28)

karena lebih sedikit waktu yang dibutuhkan untuk rawat inap. Telah ada pengembangan yang signifikan untuk teknik operasi dan diagnostik alat yang digunakan pada tatalaksana kasus HD, dulu tindakan istilah operasi minimal digunakan untuk setiap prosedur untuk pasien dengan operasi terbuka tradisional. Namun pada saat ini tindakan operatif bisa saja melibatkan laparoskopi, endoskopi atau pembedahan dengan bantuan komputer dan biasanya dapat mengurangi trauma bedah untuk pasien, selain itu keuntungan yang didapat pemulihan lebih cepat dan waktu rawat inap di rumah sakit menjadi minimal. (Gunnarsdottir,2011)

Total Transanal Endorectal Pull-Through (TERPT)

Tindakan ini dilakukan dengan memberi sayatan melingkar di mukosa rektum sekitar 5 mm di atas garis dentate, untuk membuat permukaan datar di submukosa, kemudian lakukan pemotongan dibagian permukaan submukosa diatas garis dentate sepanjang usus yang akan keluar, selain itu perhatikan resiko terjadinya cedera pada struktur panggul., laporan kegiatan TERPT menggunakan potongan otot pendek tanpa myectomy telah terbukti menguntungkan. Setelah panjang pemotongan tercapai, dinding otot dubur dibagi menjadi beberapa bagian dengan cara rektum dimobilisasi keluar melalui anus, selanjutnya adalah cara membagi bagian vaskular kecil sepanjang rektum dan usus besar . biopsi diambil dari makroskopik usus ganglionik yang normal hal ini bertujuan untuk menentukan tingkat reseksi usus besar sebelum penjahitan penyambungan akhir.. prosedur TERPT juga dapat mengurangi risiko merusak struktur panggul serta lebih murah dan waktu pemulihan lebih cepat setelah operasi.(Gunnarsdottir, 2011)


(29)

Gambar. 2.6 a. lubang anus.

Gambar. 2.7.b. Menyayat mukosa sekitar 5 mm di atas garis dentate. belah antara submucosa dan melingkar dengan lapisan otot.

Gambar. 2.8.c. Potong lapisan otot di atas kulit panggul. Dan siap dilakukan pembedahan serta mobilisasi rektum dan sigmoid

usus.

Gambar. 2.9.d. Memobilisasi sampai normoganglionic usus tercapai


(30)

Laparoscopic assisted Pull-Through

Laporan untuk tindakan endorectal laparoscopic assisted pull-through untuk HD pertama kali diterbitkan oleh Georgeson et al pada tahun 1995. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan jarum 4-5 mm sekita 30 ° di bagian kanan atas tepat di bawah pinggir hati untuk mendapatkan pneumoperitoneum kemudian memasukan jarum varess di umbilikus. memasukan 2 mm trocars 4-5 satu di nagian kanan bawah dan satu di sebelah kiri di bagian atas perut. terkadang tambahan trocar diperlukan pada supra pubik untuk traksi usus yang lebih baik selama pembedahan laparoskopi dari rektum. kemudian dilakukan mobilisasi penuh pada usus yang aganglionik dan kemudian lakukan diseksi pada rektum dari mukosa dubur dengan cara yang sama seperti dijelaskan di atas. Keuntungan utama dari pendekatan laparoskopi adalah untuk mudahnya pengambilan biopsi seromuscular untuk identifikasi awal kolon normal ganglionik. (Gunnarsdottir, 2011)

Botolinium Injection

Gejala obstruktif ringan dapat dikelola oleh langkah-langkah yang mudah seperti diet, mengkonsumsi obat pencahar. namun gejala yang lebih parah dengan serangan berulang dapat menyebabkan enterokolitis berulang. Beberapa anak butuh stimulasi dubur atau irigasi untuk proses awal buang air besar. Namun jika tidak diketahui apa penyebab dari obstruktif , gejala dapat disebabkan ada masalah pada sfingter internal, yang bisa menjadi indikasi untuk injeksi intra sphincterik toksin botulinum. Metode ini pertama kali dijelaskan oleh Langer pada tahun 1997 botulinum sebuah toksin yang disuntikkan ke dalam sfingter internal dalam keadan anastesi umum. Dosis yang diberikan sangat bervariasi, sekita 15-120 unit biasanya setelah 3-4 bulan. Pasien yang di suntik menunjukkan hasil yang sangat baik. penelitian melaporkan bahwa 80% dari pasien menanggapi injeksi pertama, tetapi 69% diperlukan suntikan kedua. Jumlah penerimaan ke rumah sakit untuk obstruktif gejala menurun secara signifikan (Gunnarsdottir, 2011)


(31)

Myectomy

Pada pasien yang respon pada pemberian toksin botulinum, tetapi tidak ingin melanjutkan dengan suntikan toksin botolinum yang berulang, myectomy adalah pilihan. (Wildhaber dkk) melaporkan hasil setelah myectomy posterior atau myotomy di 32 pasien dengan gejala obstruktif setelah TERPT. Operasi itu dilakukan dalam kurun waktu 3 tahun dan membutuhkan waktu sekitar 8,6 tahun untuk menindaklanjuti hasil operasi. Tingkat respon tergantung pada indikasi untuk melakukan myectomy tersebut. 75% pasien dengan enterokolitis berulang tidak mengalami gejala lagi dan sekitar 60% dari pasien dengan sembelit kronis melakukan myectomy. Di sisi lain, hanya 17% pasien dengan sisa aganglionosis dan sembelit yang membaik (Gunnarsdottir,2011)

Redo Pull-Through

Pasien dengan gejala obstruktif persisten dan enterokolitis jarang untuk kembali dilakukannya redo pull-through. Karena tindakan tersebut atas indikasi terjadinya aganglionosis kembali, terjadi striktur parah, dan melebarnya usus, Tindakan

pencegahan seharusnya dilakukan sebelum mempertimbangkan redo

pull-through. Teknik yang berbeda telah diusulkan untuk prosedur redo tergantung pada operasi pasien sebelumnya dan juga keputusan yang diambil oleh ahli bedah. (Gunnarsdottir, 2011)

Management of Total Colonic Aganglionosis

Total colonic Aganglionosis (TCA) terjadi pada 2-15% pasien dengan aganglionosis. Umumnya seluruh usus besar mengalami aganglionik dan sebagian dari usus kecil juga dapat terlibat. TCA telah digambarkan berbeda klinis, radiologis, dan histologis dari rectosigmoid. TCA telah dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi dan morbiditas dari penyakit segmen pendek. Beberapa metode bedah telah diusulkan untuk TCA, seperti prosedur Martin-Duhamel, Prosedur Swenson, dan pullthrough endorectal. (Gunnarsdottir,2011)


(32)

2.11. Komplikasi

Komplikasi potensial untuk operasi kompleks terkait dengan penyakit Hirschsprung mencakup seluruh spektrum komplikasi dari tindakan bedah gastrointestinal. Komplikasi termasuk peningkatan insiden enterokolitis pasca operasi dengan prosedur Swenson, sembelit setelah perbaikan Duhamel, dan diare dan inkontinensia dengan prosedeur Soave. (Lee,S 2012)

Secara umum, komplikasi kebocoran anastomosis dan pembentukan striktur (5-15%), obstruksi usus (5%), abses pelvis (5%), infeksi luka (10%), dan membutuhkan re-operasi kembali (5%). seperti prolaps atau striktur. Kemudian, komplikasi yang terkait dengan manajemen bedah penyakit Hirschsprung termasuk enterocolitis, gejala obstruktif, inkontinensia, sembelit kronis (6-10%), dan perforasi. (Lee,S 2012)

Enterokolitis

Enterokolitis menyumbang morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada pasien dengan penyakit Hirschsprung. Hasil enterokolitis dari proses inflamasi pada mukosa dari usus besar atau usus kecil. Sebagai penyakit berlangsung, lumen usus menjadi penuh dengan eksudat fibrin dan berada pada peningkatan risiko untuk perforasi. Proses ini dapat terjadi di kedua bagian aganglionik dan ganglionik usus. transisi. Pasien mungkin hadir pasca operasi dengan distensi perut, muntah, sembelit atau indikasi obstruksi yang sedang berlangsung.Obstruksi mekanik dapat dengan mudah didiagnosis dengan rektal digital dan barium enema. (Lee,S 2012)

Aganglionosis Persistent

Jarang terjadi dan mungkin karena kesalahan patologis, reseksi tidak memadai, atau hilangnya sel ganglion setelah di tarik keluar. (Lee,S 2012)


(33)

Dapat mengakibatkan obstruksi persisten. Hal ini dapat diobati dengan sfingterotomi internal intrasphincteric toksin botulinum, atau nitrogliserin pasta. Sebagian besar kasus akan menyelesaikan pada usia 5 tahun. (Lee,S 2012)

Inkontinensia

Hal ini mungkin hasil dari fungsi sfingter normal, ataupun kesalahan dalam tindakan operasi sehingga penurunan sensasi, atau inkontinensia sekunder. Secara umum manometri anorectal dan USG harus membantu dalam membedakan antara diagnosa ini. (Lee,S 2012)


(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Gambaran Hirschprung Disease pada pasien anak di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan

GAMBARAN PASIEN HIRSCHPRUNG DISEASE PADA ANAK

BERDASARKAN :

USIA

GAMBARAN KLINIS JENIS KELAMIN

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambar 3.1. kerangka Konsep KOMPLIKASI


(35)

3.2 Definisi Operasional

No Variable Definisi Operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur 1 Usia Usia adalah masa hidup

pasien yang yang tertulis di rekam medis

Rekam medis Observasi rekam medis

0-15 bulan

2 Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah identitas responden dalam membedakan laki-laki dan perempuan secara biologis

Rekam medis Observasi rekam medis

Laki-laki dan perempuan

3 Gambaran klinis

Merupakan suatu tanda atau gejala yang tercatat dalam rekam medis

Rekam medis Observasi rekam medis Distensi Abdomen Mekonium >48 jam Konstipasi berat 4 Pemeriksaan

Radiologi

Pemeriksaan

radiologi adalah suatu pemeriksaan yang dihasilkan oleh suatu alat yang berupa foto yang digunakan sebagai penunjang diagnosa dalam dunia kedokteran

Rekam medis Observasi rekam medis

Barium enema dan Kolon in loop

5 Komplikasi Merupakan akibat dari tidak terkelolanya dengan baik suatu penyakit

Rekam medis Observasi rekam medis

Kemungkinan komplikasi yang terjadi Tabel : 3.1. Definisi Operasional


(36)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional study

4.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan dalam rentang waktu pada bulan Juli 2013 - Desember 2013 dan tempat penelitian di RSUD Dr.Pirngadi Medan

4.3 Populasi dan sampel

Populasi adalah pasien Hirschprung disease yang berobat di Rumah sakit Dr.Pirngadi Medan pada tahun 2008-2012 . Sampel adalah pasien yang berobat di rumah sakit Dr.Pirngadi Medan dalam kurun waktu 2008-2012. Sampel penelitian ini menggunakan total sampling dimana semua populasi digunakan sebagai sampel yaitu berjumlah 40 orang.

4.4 Tehknik pengumpulan data

Data dikumpul dengan menggunakan data sekunder yaitu rekam medis yang diambil dari sub bagian rekam medik periode 2008-2012 di RSUD Dr.Pirngadi Medan.

4.5 Pengolahan data dan analisa data


(37)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang penyimpanan rekam medis di RSU Dr.Pirngadi yang berlokasi JL.Prof. H.M. Yamin,SH No. 47, Medan Provinsi Sumatera Utara Indonesia.

5.1.2. Karakteristik Individu

Data yang diperoleh berdasarkan rekam medis penderita Hirschprung disease pada tahun 2008-2012 berjumlah 40 subjek. Jumlah dan persentase penderita Hirschprung meliputi usia, jenis kelamin, gambaran klinis, pemeriksaan radiologi, dan komplikasi

Berikut ini diuraikan karakteristik individu penderita Hirschprung disease berdasarkan usia pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Jumlah dan Persentase Umur

Variabel Frekuensi

Usia 0 hari- 1 Bulan 26 /40

1 Bulan – 15 Bulan 8 / 40

Lebih dari 15 Bulan 6 / 40

Jumlah 40 Subjek

Berdasarkan tabel 5.1. dapat diketahui bahwa dari 40 penderita Hirschprung terdapat 26 orang yang berusia 0hari- 1 Bulan, 8 orang yang berusia 1 Bulan – 15


(38)

Bulan, dan jumlah penderita Hirsprung pada usia Lebih dari 15 Bulan. Untuk mengetahui frekuensi jenis kelamin penderita Hirschprung dapat dilihat pada tabel 5.2. di bawah ini.

Tabel 5.2. Jumlah dan Persentase Jenis Kelamin

Variabel Frekuensi

Jenis Kelamin

Laki-laki 24 / 40

Perempuan 16 / 40

Jumlah 40 Subjek

Berdasarkan tabel 5.2. dapat diketahui bahwa dari 40 orang penderita Hirschprung terdiri atas 24 orang laki-laki dan 16 orang perempuan. Selain jenis kelamin, dapat dilihat juga jumlah dan persentase berdasarkan gambaran klinis pasien Hirschprung pada tabel 5.3. di bawah ini.

Tabel 5.3. Jumlah dan Persentase Gambaran klinis

Variabel Frekuensi

Riwayat Konstipasi 9 / 40

Mekonium > 48 jam 9 / 40

Mual dan Muntah 1 / 40

Distensi Abdomen 21 / 40

Jumlah 40 Subjek

Berdasarkan tabel 5.3. dapat diketahui bahwa jumlah dan persentase gambaran klinis penderita Hirschprung yang paling banyak adalah distensi


(39)

abdomen sebanyak 21 orang, riwayat konstipasi 9 orang, mekonium yang keluar diatas 48 jm 9 orang, dan mual dan munth 1 orang. Kemudian pemeriksaan radiologi menjadi variabel penelitian. Untuk jumlah dan pemeriksaan radiologi dapat dilihat pada tabel 5.4. di bawah ini.

Tabel 5.4. Jumlah dan Persentase Pemeriksaan Radiologi

Variabel Frekuensi

Barium Enema 36 / 40

kolon in loop 4 / 40

Total 40 Subjek

Berdasarkan tabel 5.4. dapat dilihat dari 40 penderita jumlah dan persentase Hirschprung adalah penggunaan Barium enema 36 orang. sedangkan sebanyak 4 pasien menggunakan kolon in loop. Ditemukn gambaran adanya penyempitan pada daerah rektosigmoid dan proksimal dari daerah tersebut diameter kolon juga tampak melebar. Selain itu, komplikasi penderita Hirscprung juga dapat dilihat pada tabel 5.5. di bawah ini.


(40)

Tabel 5.5. Jumlah dan Persentase Komplikasi

Berdasarkan tabel 5.5. dapat dilihat jumlah dan persentase komplikasi Hirscprung yaitu tanpa komplikasi 19 subjek, dehidrasi 1 subjek, distres pernafasan sebanyak 3 subjek, gangguan nutrisi sebanyak 3 subjek, ikterus sebanyak 1 subjek, malrotasi usus sebanyak 1 subjek, gangguan paska operasi sebanyak 7 subjek, kembali Hirscprung sebanyak 2 subjek, sepsis sebanyak 1 subjek dan yang meninggal dunia sebanyak 2 subjek

5.2. Pembahasan

Jumlah penderita Hirschprung disease di RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 2008-2012 adalah 40 orang. Kelainan genetik ini jarang ditemukan dimasyarakat namun sangat beresiko jika tidak didiagnosa dengan cepat. Sebagian besar penderita Hirschprung di RSUD dr.Pirngadi medan berada pada rentang usia 0

Variabel Frekuensi

Tanpa Komplikasi 19 /40

Dehidrasi 1 / 40

Distres Pernafasan 3 / 40

Meninggal 2 / 40

Gangguan Nutrisi 3 / 40

Ikterus 1 / 40

Malrotasi usus 1 / 40

Paska operasi 7 / 40

Kembali Hirschprung

2 / 40

Sepsis 1 / 40


(41)

sebanyak 8 orang, dan paling sedikit pada usia diatas dari 15 bulan sebanyak 6 orang. Angka tersebut menunjukkan bahwa usia 0 hari-1 bulan lebih banyak menderita Hirschprung dibandingkan usia diatas 15 bulan. Karena kemungkinan pada masa awal kelahiran biasanya bayi masih di rawat dan di observasi oleh tenaga medis sehingga penegakan diagnosa terjadi lebih awal. pada penelitian (Monajemzadeh,M,dkk.2011) membagi kasus menjadi 4 kelompok sesuai dengan usia mereka : a) periode neonatal 4 minggu pertama dari hidup, b) antara 5 hingga 12 minggu, c) 13 minggu sampai 1 berumur setahun, dan d) di atas 1 tahun juga mendapatkan insiden tertinggi pada usia periode neonatal yaitu 51 kasus, serta pada usia 5-12 minggu yaitu berjumlah 26 kasus dari 127 kasus yang diteliti.

Persentase jenis kelamin pada penderita Hirschprung adalah laki-laki sebanyak 24 orang, sedangkan perempuan sebanyak 16 orang. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita Hirshprung dari pada perempuan. Pada penelitian (Monajemzadeh,M,dkk.2011) didapatkan laki-laki lebih berpengaruh dari perempuan untuk terjadinya HD dengan perbandingan rasio 4:1. Hal serupa juga didapatkan pada penelitian (Pini Prato,Alessio.2013) dimana perbandingan laki-laki lebih mencolok dibandingkan dengan perempuan yaitu 3,4:1. Sesuai pada penelitian (Rusmini,M,.2013) Hirschprung memiliki kompleks masalah utama pada genetik keluarga, yang ditandai dengan insidensi dominan pada laki. Penyebab insidensi Hirschprung lebih banyak pada laki-laki tidak diketahui secara pasti.

Gambaran klinis yang ditemukan pada penderita Hirschprung yang paling banyak adalah distensi abdomen sebanyak 21 orang,riwayat konstipasi 9 orang, mekonium yang keluar diatas 48 jam 9 orang, dan mual dan muntah 1 orang. Angka tersebut menunjukkan bahwa keluhan utama yang paling banyak ditemukan pada kasus Hirscprung adalah distensi abdomen dimana pada inspeksi terlihat ketegangan otot perut dan juga terasa tegang (keras) pada palpasi. Gambaran klinis terbanyak kedua adalah adanya riwayat konstipasi dan mekonium yang terlambat keluar diatas dari 48 jam. Hal ini juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh (Monajemzadeh,M,dkk.2011) dimana frekuensi


(42)

tertinggi dari gambaran klinis pada pasien HD adalah distensi abdomen 64.8% juga gejala mekonium yang terlambat keluar 64.8% dan riwayat konstipasi 54.7%. Hal ini senada pada buku Nelson Textbook of pediatric 18th edition (Kliegman,R 1999) yaitu Kegagalan keluarnya tinja menyebabkan dilatasi dari usus proksimal dan ditambah dengan terjadinya distensi abdomen. Sebagian usus melebar sehingga meningkatkan tekanan intraluminal.

Pemeriksaan penunjang pada Hirschprung adalah pemeriksaan radiologi dimana pada prinsipnya untuk mengetahui apakah ada sumbatan dari kolon yang dianggap hirschprung. pada 40 subjek penderita Hirschprung didapatkan sebanyak 36 orang menggunakan Barium enema. Sedangkan sebanyak 4 pasien menggunakan kolon in loop. Pemilihan barium enema dipertegas Pada penelitian (Monajemzadeh,M,dkk.2011), dimana Barium enema dilakukan pada 103 anak-anak dan didapatkan hasil baik yang baik, sensitivitas diagnostik dengan menggunakan barium enema yaitu 91,3%. Barium enema adalah pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosa dari Hirschprung dimana didapatkan gambaran rektum yang menyempit yang terlihat dari warna kontras (putih) yang digunakan dalam mendiagnosa juga terlihat daerah transisi berupa kolon proksimal yang melebar dan kolon distal yang sempit. Pada penelitian (Amiel,J.2013) menjelaskan bahwa pemeriksaan barium enema akan terlihat adanya bagian yang berkontraksi namun tidak terkordinasi. Zona transisi mewakili tempat dimana teriadi di bagian yang terkena kelainan.

Persentasi pada komplikasi didapatkan pada 40 subjek yaitu tanpa komplikasi 19 subjek, dehidrasi 1 subjek, distres pernafasan sebanyak 3 subjek, gangguan nutrisi sebanyak 2 subjek, ikterus sebanyak 2 subjek, malrotasi usus 1 subjek, gangguan paska operasi sebanyak 1 subjek, kembali mendapatkan Hirscprung sebanyak 7 subjek, menderita sepsis sebanyak 2 subjek dan yang meninggal dunia sebanyak 2 subjek. Dari angka tersebut diartikan bahwa komplikasi bisa dihindari dari ketepatan dan diagnosa dini dari hirschpung sehingga tindakan preventif bisa dilakukan selain itu dibutuhkan peran segera dari keluarga penderita agar membawa ke rumah sakit agar tidak terjadi komplikasi


(43)

seperti gangguan nutrisi bahkan meninggal dunia. tindakan dan observasi setelah operasi dapat dipikirkan kembali mengingat kembalinya Hirschprung dan efek negatif dari paska operasi bisa saja terjadi. Hal berbeda dari temuan hasil Pada penelitian(Bandré,E,dkk.2010), dimana penilaian hasil selama 3,5 tahun memberi hasil yang sangat baik. Komplikasi pasca-operasi terutama enterocolitis pada hanya terjadi 12% pasien saja dan kronik konstipasi 42 % .


(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat diambil kesimpulan mengenai Gambaran pasien Hirschprung disease di RSUD dr.Pirngadi medan tahun 2008-2012 bahwa

1. Proporsi usia penderita paling banyak adalah usia 0 hari-1 bulan sebanyak 26 orang.

2. Jenis Kelamin paling banyak yang terkena Hirscprung adalah laki-laki sebanyak 24 orang.

3. Gambaran klinis paling sering ditemukan adalah distensi abdomen sebanyak 21 orang, riwayat konstipasi dan mekonium yang keluar diatas 48 jam sebanyak 9 orang. Ketiga gambaran klinis tersebut yang sering ditemukan pada penderita Hirschprung disease.

4. Pemeriksaan penunjang lebih sering digunakan adalah barium enema didapatkan sebanyak 36 orang

5. Diagnosa dengan tepat dan cepat serta penatalaksanaan yang sesuai menunjukan hasil signifikan dalam mengatasi Hirschprung disease dimana pada subjek didapatkan 19 subjek tanpa komplikasi.

6.2. Saran

Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan antara lain :

1. Untuk peneliti selanjutnya agar lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat menjadi faktor terjadinya Hirshprung sehingga hasil penelitian lebih baik lagi.


(45)

2. Kepada pembaca semoga lebih dapat mengenali serta memahami tentang Hirschprung disease. untuk mencegah komplikasi yang berat seperti meninggal dunia.

3. Kepada tenaga medis tentunya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam penegakan kasus Hirschprung dalam praktek sehari-har

4. Perlu rekam medik yang lebih baik dengan data yang lebih lengkap agar didapatkan jumlah subjek penelitian yang lebih banyak dengan informasi yang memadai


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Amiel, J.,Et all.2013. Hirschsprung disease, associated syndromes and genetics: a review. jmg.bmj.com on April 11, 2013

Bandré,E. Kaboré,R. A. F. Ouedraogo, I. Soré, O, Tapsoba,T. Bambara, C.

Wandaogo, A. September-December 2010. Hirschsprung’s disease: Management

problem in a developing country. African Journal of Paediatric Surgery.vol.7

Departement radiology VCU.2004. Gambar.1 usus hirchprung disease.

http://hlk.nielsvos.com/images/anatomie/colon-1.jpg. 2013.

Depkes. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Dalam karya tulis Yuncie,Mariska Stella, Sarumpaet, Muda Sori,Jemadi. Karakteristik Ibu yang melahirkan bayi dengan kelainan Kongenital di RSUD DR.pirngadi medan tahun 2007-2011.

Eisenberg,R L,2003.Gastro intestinal radiology hal 752.Penerbit Lipincott wiliam & Wilkins

Fonkalsrud.Z,Swhartz SI, Ellis H,.Hirschsprung’s disease.Maingot’s Abdominal Operation. 10

th

ed. New York: Prentice-Hall intl.inc.1997.p.2097-105.

Gambar Kolon.http://medicastore.com/images/anatomi_usus_besar.jpg. accessed (20 mei 2013)

Gunnarsdóttir,A ,T. Wester.2011. Modern treatment of hirschprung’s disease, Scandinavian Journal of Surgery 100: 243–249, 2011.

Junquera,LC, Carneriro. Histologi dasar teks dan atlas edisi 10, Hal 305. Penerbit Buku kedokteran EGC.2007


(47)

Kim, H.J,et all..2008. Hirschsprung Disease and Hypoganglionosis in Adults: Radiologic Findings and Differentiation.Volume 247: Number 2 May 2008 Kliegman,R M,Behrman,R, Stanton,B.F. Nelson Textbook of pediatric 18th edition. hal 329. Penerbit Saunders An imprint Elsevier. 2007

Lee,S,2012. Hirschprung disease. http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview. Hal 1-4.

Maryunani,A.Nurhayati.2009. Asuhan kegawatdaruratan dan penyulit pada

neonates.hal 145.penerbit CV.Trans info media.2009

Merenstein,K,david W, 1996 Rosenberg.Handbook of pediatrics. hal 579. EGC kedokteran

Monajemzadeh,M, Kalantari, M, Yaghmai, B, Shekarchi1,R, Mahjoub,F, and Mehdizadeh, M . 2001. Hirschsprung's Disease: a Clinical and Pathologic Study in Iranian Constipated Children, Sep 2011; Vol 21 (No 3), Pp: 362-366.

Ndibazza, J., et all. 2011. A Description of Congenital Anomalies Among Infants in Entebbe, Uganda. Birth Defects Research (Part A): Clinical and Molecular

Teratology 91:857_861 (2011).

Pearce,E.C. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis, hal: 198 . PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2008 .

Pini Prato, Alessio.et All. 2013. A prospective observational study of associated

anomalies in Hirschsprung’s disease .Orphanet Journal of Rare Diseases 2013.

Rasad,S.2007.Radiologi Diagnostik. hal 250.Balai penerbit FK UI.

Rusmini,M. et all. 2013. Induction of RET Dependent and Independent Pro- Inflammatory Programs in Human Peripheral Blood Mononuclear Cells from Hirschsprung Patients, Volume 8 March 2013.

Shires,Schwartz, Spencer.1995. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah, hal 419.Penerbit buku kedokteran EGC (accesed 18 april 2013 )


(48)

Sodikin.2011.Asuhan keperawatan anak gangguan gastrointestinal dan hepatobilier .Hal 202.

Swenson O, Raffensperger JG. Hirschsprung’s disease. In: Raffensperger

JG,editor. Swenson’s pediatric surgery. 5th ed. Connecticut:Appleton & Lange; 1990. p.555-77.

Wallace,A.S, Anderson,R.B.2011.Genetic interactions and modifier genes in Hirschsprung's disease. Volume 17 December 7, 2011


(49)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Muhammad Nico Dariyanto Tempat, Tanggal lahir : Tembilahan, 15 April 1992 Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Email : mnicodariyanto@ymail.com

Riwayat Pendidikan

 2010-Sekarang : Universitas Sumatera Utara Pendidikan Dokter (S1)

 2007 – 2010 : SMA Negeri 1 Tembilahan Kota

 2004 - 2007 : MTSN 094 Tembilahan Kota

 1998 - 2004 : SD Negeri 008 Tembilahan Kota

Riwayat Organisasi


(50)

(51)

(52)

(53)

(54)

(55)

(1)

(2)

(3)

(4)


(5)

(6)