Higiene Sanitasi Pada Pemerahan Susu Kambing dan Pemeriksaan Bakteri Salmonella sp. Pada Susu Kambing Di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

(1)

HIGIENE SANITASI PADA PEMERAHAN SUSU KAMBING DAN PEMERIKSAAN Bakteri Salmonella sp. PADA SUSU KAMBING

DI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh :

MUSTIKA DELIMA PARAPAT NIM. 111021122

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

HIGIENE SANITASI PADA PEMERAHAN SUSU KAMBING DAN PEMERIKSAAN Bakteri Salmonella sp. PADA SUSU KAMBING

DI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

MUSTIKA DELIMA PARAPAT NIM. 111021122

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Di Indonesia budaya minum susu kambing belum begitu memasyarakat karena bau khas susu kambing yang kurang disukai oleh masyarakat pada umumnya. Namun demikian, bau khas susu kambing ini dapat dikurangi, bahkan dihilangkan sama sekali dengan cara proses pemerahan yang benar serta mengolah susu kambingmenjadi beberapa produk olahan.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran penerapan higiene dan sanitasi pada pemerahan susu kambing, memenuhi persyaratan kesehatan untuk di konsumsi oleh masyarakat.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Objek penelitian ini adalah higiene personal pemerah susu, kebersihan kandang kambing/lingkungan dan susu kambing. Peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap higiene personal dan kebersihan kandang kambing/lingkungan, sedangkan kualitas susu dengan

melakukan pemeriksaan bakteri Salmonella sp. di Laboratorium Mikrobiologi

FMIPA USU.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa higiene sanitasi pemerah susu semuanya tidak menggunakan sarung tangan, masker pada saat pemerahan, dan mencuci tangan hanya menggunakan air saja tanpa sabun dan disikat. Teknik pemerahan dengan tangan (hand milking). Fasilitas sanitasi di keempat peternakan menggunakan sumber air sumur bor, sanitasi peralatan pemerahan susu yang digunakan yaitu wadah penampung susu menggunakan milkcan sebanyak 4 peternakan yang dicuci sebelum dan setelah pemerahan dimana 2 peternakan menggunakan air hangat dan 2 peternakan lagi menggunakan air hangat dan pembersih khusus. Bakteri Salmonella sp. pada susu kambing yang akan dijual diperoleh dari 2 peternakan negatif, hasil ini memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan, 2 peternakan positif, hasil ini tidak memenuhi standart baku mutu yang ditetapkan.

Disarankan kepada pengelola usaha peternakan kambing perah dan petugas pemerah susu diharapkan agar dapat meningkatkan higiene sanitasi kambing perah, Kepada Dinas Peternakan diharapkan agar terus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha-usaha peternakan kambing perah khususnya dalam pembinaan dan pengawasan tentang higiene dan sanitasi susu serta konsumen sebaiknya mengkonsumsi susu kambing perah yang telah dipasteurisasi.

Kata Kunci: Susu Kambing, Salmonella sp., Higiene Tenaga Pemerah, Kualitas Susu


(5)

ABSTRACT

It seems that drinking goat’s milk is not customary in Indonesia since most people do not like its ‘unpleasant’ smell. Nevertheless, it is possible to reduce or even to eliminate its specific smell by processing right milking and processing goat’s milk to become several processed products.

The objective of the research was to find out the description of the implementation of hygiene and sanitation of milking goat’s milk, whether it had fulfilled health requirements to be consumed by people.

The research used descriptive method. The object of the research was the personal hygiene of milkers and the sanitation of goat pens/environment, and of goat’s milk itself. The researcher conducted direct observation on personal hygiene and the sanitation of goat pens/environment, while the quality of milk was observed by examining Samonella sp bacteria in the laboratory Microbiology of FMIPA, USU.

The result of the research showed that for the hygienic sanitation of milkers, it was found that all milkers did not use gloves and maskers during the milking, they only washed their hands by using water without soap and brushes, and they only used hand milking technique. As for the sanitation facilities, the four observed goat raising places used drilled well water; milk cans were used as milk containers which were washed before and after the milking by using warm water at two goat raising places, while the two other goat raising places used warm water and special cleaners. Salmonella sp. bacteria in goat’s milk which were going to be sold were negative at two goat raising places, and this result had fulfilled the quality standard. Meanwhile, Salmonella sp. bacteria in goat’s milk which were going to be sold were positive at the other two goat raising places, and this result did not fulfill the quality standard.

It is recommended that the owners of milking goat raising business and the milkers improve the hygienic sanitation of dairy goat. It is also recommended that the Livestock Service develop and supervise dairy goat business continuously, particularly about hygiene and sanitation of the milk, and consumers consume goat’s milk which has been pasteurized.

Keywords: Goat’s Milk, Samonella sp., Hygiene of Milkers, Quality of Milk


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mustika Delima Parapat

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 26 Juni 1977

Agama : Kristen Protestan

Anak ke : 6 dari 6 bersaudara

Status Pernikahan : Menikah

Nama Ayah : Mula Parapat

Nama Ibu : T.Christina Situmorang

Alamat : Jl Notes No 76 B Medan

Riwayat Pendidikan :

a. Tahun 1984 – 1990 : SD METHODIST 5 SAMBU BARU MEDAN

b. Tahun 1990 – 1993 : SMP NEGERI 17 MEDAN

c. Tahun 1993 – 1996 : SMA NEGERI 7 MEDAN

d. Tahun 1996 – 1999 : AKADEMI KESEHATAN LINGKUNGAN

KABANJAHE


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Higiene Sanitasi Pada Pemerahan Susu Kambing dan Pemeriksaan Bakteri Salmonella sp. Pada Susu Kambing Di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayah Mula Parapat dan Ibu T. Christina Situmorang yang tiada henti memberikan kasih sayang, selalu mendo’akan penulis dan selalu memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis dalam membuat skripsi ini.

Selanjutnya tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Kepala Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Pembimbing I dan dr. Surya Dharma, MPH, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan hingga selesainya skripsi ini.

4. Prof. Dr.Dra. Irnawati Marsaulina MS dan Dra. Nurmaini, MKM selaku dosen penguji.

5. Ernawati Nasutiont,SKM, M.Kes , selaku Dosen Pembimbing Akademik. iv 


(8)

6. Seluruh Dosen serta Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, khususnya Dosen dan Staf Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan

7. M.Reza Hanifi Siregar, selaku Ketua Asosiasi Kambing Perah Indonesia

(ASPEKPIN).

8. Suamiku tercinta Andy Pramajaya Hutapea dan anakku tersayang Immanuel Putrajaya Hutapea.

9. Untuk teman-teman seperjuanganku: Besty, Dina, Nisa, Nay, Jojo, Rina Gea, Helen, Maya, Novita, Eliana, Goklas yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

10. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan banruan dalam penyusunan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Namun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun agar kedepannya menjadi lebih baik.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2013


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... . iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 6

2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi ... 6

2.2 Susu ... 7

2.2.1 Pengertian Susu ... 7

2.2.2 Susu Kambing ... 8

2.2.3 Keunggulan Susu Kambing ... 8

2.2.4 Kandungan Gizi Susu Kambing ... 10

2.2.5 Kualitas Susu ... 11

2.3 Pemerahan Susu ... 11

2.3.1 Tehnik Pemerahan Dengan Tangan (Hand Milking) ... 11

2.3.2 Tehnik Pemerahan Dengan Mesin ... 13

2.3.3 Mesin Perah Modern ... 14

2.3.4 Peralatan Pemerah (Mesin Pemecah) ... 14

2.4 Higiene Sanitasi Pemerahan Susu ... 17

2.4.1 Lokasi Tempat Produksi ... 17

2.4.2 Struktur Bangunan ... 17

2.4.3 Sanitasi Kambing ... 22

2.4.4 Sanitasi Kandang ... 23

2.5 Higiene Karyawan di Tempat Pemerahan Susu ... 24

2.6 Fasilitas Sanitasi Tempat Pemerahan Susu ... 25

2.6.1 Penyedia Air ... 25

2.6.2 Fasilitas Cuci Tangan ... 26

2.6.3 Penampungan dan Pembuangan Sampah ... 26

2.6.4 Pembuangan Air Limbah ... 27


(10)

2.8 Kerangka Konsep ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.3 Objek Penelitian ... 29

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.5 Defenisi Operasional ... 30

3.6 Aspek Pengukuran ... 31

3.7 Prosedur kerja Pemeriksaan Salmonella sp ... 31

3.7.1 Cara Pengambilan Sampel ... 31

3.7.2 Kode Sampel... 31

3.7.3 Pemeriksaan Sampel di Laboratorium ... 32

3.8 Tehnik Pengolahan Data... 35

3.9 Teknik Analisis Data... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36

4.1.1 Peternakan A ... 36

4.1.2 Peternakan B ... 36

4.1.3 Peternakan C ... 36

4.1.4 Peternakan D ... 37

4.2 Karakteristik Responden... 37

4.2.1 Umur ... 37

4.2.2 Jenis Kelamin ... 37

4.2.3 Pendidikan ... 38

4.2.4 Lama Kerja ... 38

4.3 Higiene Sanitasi ... 38

4.3.1 Higiene Sanitasi Pemerah ... 38

4.3.2 Proses Pemerahan Susu ... 39

4.3.3 Keadaan Sanitasi Tempat Pemerahan Susu ... 39

4.3.3.1 Sanitasi Tempat Pemerahan Susu Peternakan A ... 39

4.3.3.2 Sanitasi Tempat Pemerahan Susu Peternakan B ... 40

4.3.3.3 Sanitasi Tempat Pemerahan Susu Peternakan C ... 41

4.3.3.4 Sanitasi Tempat Pemerahan Susu Peternakan D ... 42

4.3.4 Sanitasi Peralatan yang Digunakan ... 43

4.4 Hasil Pemeriksaan Kandungan Salmonella Sp. ... 44

4.5 Peralatan yang Digunakan Dalam Proses Pemerahan ... 45

4.5.1 Alat yang Digunakan Untuk Menampug Susu ... 45

4.5.2 Alat yang Digunakan Untuk Mewadahi Susu ... 45

4.6 Higiene Penjamah ... 46


(11)

BAB V PEMBAHASAN ... 47

5.1 Kandungan Salmonella sp. ... 47

5.1.1 Peternakan yang Positif Salmonella sp. ... 47

5.1.2 Peternakan yang Negatif Salmonella sp. ... 49

5.2 Dampak Salmonella sp. Terhadap Kesehatan ... 49

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 51

6.1 Kesimpulan ... 52

6.2 Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbandingan Kandungan Nutrisi Susu Sapi, Kambing dan Asi .... 10 Tabel.4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Pemerah Susu

Kambing di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 37 Tabel.4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pemerah Susu

Kambing di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 37 Tabel.4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Pemerah Susu

Kambing di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 38 Tabel.4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja Pemerah Susu

Kambing di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 38 Tabel 4.6. Distribusi Sanitasi Peralatan yang Digunakan Untuk Wadah Susu

Kambing di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 43 Tabel 4.7. Hasil Pemeriksaan Kandungan Salmonella sp. Pada Susu

Kambing Segar yang Berasal dari Beberapa Lokasi Peternakan


(13)

DAFTAR GAMBAR


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang sedang laktasi, atau ternak lain yang sedang laktasi, yang diperoleh dari pemerahan secara sempurna (tidak termasuk kolostrum), dengan tanpa penambahan atau pengurangan suatu komponen (Suardana dan Swacita, 2009).

Susu sebagai bahan makanan yang mengandung zat-zat makanan atau zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Sifatnya mudah dicerna dan diserap, sehingga baik sekali untuk diminum. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju, yoghurt, susu krim atau susu tanpa lemak (non fat). (Tawotjo, 1998).

Susu kambing mempunyai kandungan gizi lengkap dan baik untuk kesehatan. Oleh sebab itu susu yang sedikit manis itu menjadi pilihan bagi yang tidak bisa mengkonsumsi susu sapi. Ia rendah laktosa sehingga tidak menimbulkan diare. Keunggulan lainnya, susu kambing tidak mengandung beta-lactoglobulin. Senyawa alergen itu sering disebut sebagai pemicu reaksi alergen seperti asma, saluran pernafasan, infeksi radang telinga, eksim, kemerahan pada kulit, dan gangguan pencernaan makanan. Meski tidak membawa dampak alergi atau beresiko rendah menimbulkan alergi, jangan mengartikan susu kambing dapat dijadikan obat menghilangkan reaksi alergi (Yunus, 2012).

Kehadiran asam laktat dalam susu membantu dalam menghilangkan sel-sel kulit mati dari tubuh dan dapat meremajakan kulit. Inilah alasan mengapa beberapa produk


(15)

kosmetik mengandung padatan susu sebagai komponen penting dalam membersihkan kulit (Yunus, 2012).

Susu kambing sudah mulai banyak diperjual belikan karena memang banyak manfaatnya. Selain sebagai makanan tambahan (food suplement), susu kambing juga mampu mengontrol lemak tubuh dan menghaluskan kulit. Susu kambing kaya akan mineral (kalsium, potasium, magnesium, fosfor, dan mangan). Akan tetapi, kandungan sodium, besi, sulfur dan seng pada susu kambing relatif rendah. Susu kambing belum bisa menggantikan kesuksesan susu sapi secara komersil, akan tetapi susu kambing sangat bermanfaat sebagai bahan pangan alternatif pada anak-anak dan penderita sakit karena sifatnya mudah dicerna (Susanto, 2005).

Di Indonesia, budaya minum susu kambing belum begitu memasyarakat karena bau khas susu kambing yang kurang disukai oleh masyarakat pada umumnya. Namun demikian, bau khas susu kambing ini dapat dikurangi, bahkan dihilangkan sama sekali dengan cara proses pemerahan susu kambing yang benar serta mengolah susu kambing menjadi beberapa produk olahan (Handoyo, 2012).

Susu sangat peka terhadap cemaran kuman serta mudah menjadi rusak atau busuk. Kerusakan susu akibat kontaminasi kuman dapat membahayakan konsumen karena dapat terjadi penularan penyakit misalnya Brucellosis. Proses pencemaran dapat terjadi pada berbagai kesempatan antara lain, saat susu diperah, penyimpanan pada milk-can, transportasi dari kandang ke cooling unit, penanganan ditempat penampungan hingga pengangkutan melalui truk tanki, sampai pada industri pengolahan susu kembali dilakukan pengujian. Angka kuman yang melebihi batas ambang ditolak.


(16)

Berdasarkan kasus keracunan yang terjadi di Kediri (detiksurabaya.com), Program minum susu yang dirancang Pemerintah Kabupaten Kediri memakan korban sedikitnya 8 murid SDN Kayunan, keracunan setelah minum susu gratis merek Jenius. Kemudian keracunan juga terjadi di Jombang (beritajatim.com) Ahmad Kamaludin, wartawan televisi yang mengalami keracunan akibat minum satu botol susu kambing saat liputan pameran UMKM.

Melalui survei awal yang dilakukan peneliti ke tempat pemerah susu, peneliti melihat bahwa tempat pemerahan susu yang dilakukan di sebelah kandang kambing, dimana lingkungan dari kandang tersebut terlihat kotor, seperti kotoran kambing yang menumpuk baik di dalam kandang, maupun diluar kandang, ini disebabkan oleh peternakan yang tidak mempunya SPAL, dan anak-anak kambing yang bebas berkeliaran diluar kandang. Peternakan kambing ini fasilitas sanitasi tidak dilengkapi dengan sabun. Dalam hal kebersihan waktu pemerahan, ini sangat mempengaruhi kualitas susu.

Tindakan sanitasi merupakan upaya higienis pengamanan bahan makanan dengan cara mencegah terjadinya kontaminasi; menekan pertumbuhan kuman dan membunuh kuman. Mengurangi jumlah kuman yang berasal dari kambingnya sendiri, pekerja, kandang dan lantainya, peralatan susu pada waktu pemerahan hingga ke penampungan, ambing susu yang terkotori oleh lantai dan lain lain. Banyaknya kesempatan kuman mencemari susu tersebut membuat penulis ingin mengadakan tinjauan langsung higiene sanitasi yang bertujuan untuk mencegah dan menekan pertumbuhan mikroba kontaminan air susu, karena awal kontaminasi terjadi pada saat


(17)

pemerahan. Penelitian tentang kandungan Salmonella sp ini sudah pernah dilakukan oleh M.Andi Tahun 2006 terhadap susu sapi perah.

1.2 Perumusan Masalah

Hasil survei awal yang telah di lakukan, terlihat bahwa higiene sanitas tempat pemerahan susu yang ada di Kota Medan masih rendah. Untuk itu perlu dilakukan upaya penerapan higiene dan sanitasi pada tempat pemerahan susu kambing. Berdasarkan uraian di atas peneliti merumuskan masalah bagaimana higiene sanitasi

pada pemerahan susu kambing dan pemeriksaan bakteri Salmonella sp. pada susu

kambing.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran penerapan

higiene dan sanitasi pada pemerahan susu kambing, memenuhi persyaratan kesehatan

untuk dikonsumsi oleh masyarakat. 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui higiene sanitasi pemerah susu. 2. Untuk mengetahui cara pemerahan susu.

3. Untuk mengetahui keadaan fasilitas sanitasi.

4. Untuk mengetahui sanitasi peralatan pemerahan susu

5. Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri salmonella pada minuman susu


(18)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Masukan dan sumbangan pemikiran bagi Instansi yang bersangkutan dalam

pengawasan terhadap perusahaan pengolahan susu kambing.

2. Masukan dan sumbangan pemikiran bagi pengusaha dalam rangka

peningkatan higiene dan sanitasi serta peningkatan kualitas produk susu kambing.

3. Menambah bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi


(19)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi

Higiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada

usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Retno Widyati dan Yuliarsih, 2002).

Higiene merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Retno Widyati dan Yuliarsih, 2002). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat

kaitannya. Misalnya higiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi

sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).

Departemen Kesehatan RI telah mendefinisikan sanitasi makanan sebagai usaha pencegahan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala


(20)

bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan itu diproduksi, selama proses pengolahan penyimpanan, pengangkutan, penjualan sampai pada saat makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsi masyarakat

2.2 Susu

2.2.1 Pengertian Susu

Susu adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi atau kambing yang sedang laktasi, yang diperoleh dari pemerahan secara sempurna (tidak termasuk kolostrum), dengan tanpa penambahan atau pengurangansuatu komponen.

Susu merupakan bahan makanan yang sangat penting untuk kebutuhan manusia, karena mengandung zat yang sangat diperlukan oleh tubuh seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Disamping itu, susu juga merupakan bahan pangan yang dapat diolah menjadi beberapa produk olahan susu seperti: susu kental manis, susu bubuk,susu skim, mentega, es krim, keju, yoghurt, dan lain-lain. Susu mudah sekali rusak karena pengaruh lingkungannya, terutama oleh pengaruh temperaturataupun udara sekitarnya, sehingga diperlukan perhatian khusus untuk penanganan pada waktu pemerahan ataupun sesudah pemerahan, agar diperoleh susu yang berkualitas baik, memenuhi standar susu yang telah ditentukan, dan masih layak untuk dikonsumsi (Suardana dan Swacita, 2009).

Untuk mengatasi kerusakan susu sebelum dikonsumsi, atau sebelum diolah oleh industri pengolahan susu (IPS), perlu diketahui beberapa prinsip diantaranya: apa yang dimaksud dengan susu, kualitas dan cara penentuan kualitas susu, komposisi


(21)

susu dan cara sanitasi peralatan, sehingga dapat ditentukan kualitas susu apakah sesuai dengan standardan layak konsumsi(Suardana dan Swacita, 2009).

2.2.2 Susu Kambing

Susu kambing adalah minuman kaya gizi. Bahkan, kandungan gizinya tidak kalah dengan susu sapi. Selain itu, keluhan-keluhan kesehatan yang sering dijumpai akibat mengonsumsi susu sapi tidak ditemui pada orang yang mengonsumsi susu kambing. Oleh karenanya, susu kambing bisa menjadi alternatif bagi konsumen yang alergi terhadap susu sapi (Susanto dan Budiana, 2005).

Di Timur Tengah, susu kambing lebih populer dibandingkan susu sapi. Salah satu bahan baku beberapa jenis makanan dan minuman, seperti puding dan yoghurt, yaitu susu kambing. Di Indonesia, susu kambing belum banyak di konsumsi. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang manfaat susu kambing. Selain itu,populasi kambing perah juga masih terbatas (Susanto dan Budiana, 2005).

2.2.3 Keunggulan Susu Kambing

1. Susu kambing kaya akan jenis protein susu utama yang sama denganjenis protein susu dalam ASI (Air Susu Ibu). Kandungan proteinnya 2,1 x lebih tinggi dari susu sapi. Susu kambing sangat baik untuk pertumbuhan dan pembentukan jaringan tubuh. Secangkir susu kambing yang setara dengan 244 g, mengandung protein 8,7g. Dibandingkan susu sapi yang hanya mengandung protein 8,1 g. Merupakan makanan tambahan yang paling sesuai untuk tumbuh kembang anak dan orang-orang yang sibuk di zaman modern.

2. Rantai asam lemak susu kambing lebih pendek dengan ukuran molekul lebih


(22)

aglutinin, yaitu senyawa yang membuat molekul lemak menggumpal seperti yang terjadi pada susu sapi. Dengan pH lebih tinggi (alkali) sehingga membantu menyembuhkan penyakit maag, kembung dan gangguan pencernaan lainnya.

3. Memiliki kandungan Kalsium 3,8 x dari susu sapi. Susu kambing

menyumbangkan 32,6% Kalsium dan 27,0% Fosfor dari kebutuhan-kebutuhan dasar harian, sementara susu sapi hanya 29,7% Kalsium dan 23,2% Fosfor, sehingga susu kambing bagus untuk pemeliharaan kekuatan dan kepadatan tulang serta mengatasi keropos (osteoporosis)

4. Susu kambing tidak mengandung senyawa alergan pemicu reaksi alergi sehingga lebih aman bila diberikan pada anak-anak dan orang dewasa yang alergi terhadap gula susu lactosa. Membantu mengatasi masalah masalah asam, saluran pernafasan, infeksi radang telinga, eksim dan gangguan pencernaan makanan.

5. Rendah kolesterol dan kadar laktolosa lebih rendah 13% dibandingkan dengan

susu sapi dan 41% lebih rendah dari pada Asi. Susu kambing terbukti mempercepat pembakaran lemak.

6. Kandungan potasium, sodium dan besi 2 x dari susu sapi serta lebih unggul

dalam kandungan vitamin seperti A, C, B6, B12, Mineral dan Asam Amino penting (= tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia) dibanding susu sapi sanngat bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan sel otak dan saraf serta membangun/membentuk sel darah dan penawar toksin/ racun yang masuk kedalam tubuh (Kompas.com, 2011)


(23)

2.2.4 Kandungan Gizi Susu Kambing

Susu kambing merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh ambing kambing (kelenjar mammae). Susu diproduksi oleh kambing betina setelah melahirkan atau disebut masa laktasi. Lama masa laktasi sekitar 7 bulan (Susanto dan Budiana, 2005). Salah satu kelebihan susu kambing adalah kandungan gizinya relatif lebih lengkap dan tinggi.

Tabel perbandingan kandungan Nutrisi susu Sapi, Kambing dan Asi sebagai berikut.

Nutrisi/jenis susu Sapi Kambing Asi

lemak % 3,8 3,6 4,0

padatan bukan lemak % 8,9 9,0 8,9

laktosa % 4,1 4,7 6,9

nitrogen % 3,4 3,2 1,2

protein % 3,0 3,0 1,1

kasein % 2,4 2,6 0,4

kalsium % 0,19 0,18 0,04

fosfor % 0,27 0,23 0,06

klorida % 0,15 0,10 0,06

besi (P/100, 000) 0,07 0,08 0,2

vitamin A (i.u. / g lemak) 39,0 21,0 32,0

vitamin B (ug/100 m) 68,0 45,0 17,0

riboflavin (ug/100ml) 210,0 159,0 26,0

vitamin C (mg asc a/100ml) 2,0 2,0 3,0

vitamin D (i.u. / g lemak) 0,3 0,7 0,07

kalori / 100 ml 70,0 69,0 68,0


(24)

2.2.5 Kualitas Susu

Kualitas susu yang dihasilkan oleh suatu pabrik pemerahan susu dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya tempat pengolahan, fasilitas sanitasi yang tersedia, cara pengolahan, tenaga pengolah, bahan baku dan bahan tambahan serta wadah/kemasan yang digunakan (Departemen Pertanian, 2005).

2.3 Pemerahan Susu

2.3.1 Teknik Pemerahan dengan Tangan (Hand Milking)

1. Persiapan pemerahan

a. Sikap pemerah; harus ditinggalkan masalah di luar tempat pemerahan;

b. Siapkan lingkungan pemerahan yang bebas dari kondisi yang dapat

menyebabkan sapi stres;

c. Pemerahan harus dilakukan ditempat bersih, beratap dan berlantai semen; d. Kambing dan lantai tempat pemerahan harus dicuci sebelum pemerahan;

e. Ambing dan tangan pemerah harus dicuci sebelum pemerahan;

f. Sebelum mulai pemerahan, semua peralatan penampungan susu seperti

ember dan tempat susu lainnya harus benar-benar bersih dan didesinfeksi;

g. Kambing yang pernah atau sedang menderita mastitis harus diperah paling

akhir, hal ini untuk menghindari penularan pada kambing yang sehat;

h. Apabila kambingnya nakal, kakinya diberi tali pengaman dan ekornya diikat; i. Untuk merangsang turunnya susu, ambing dipalpasi dengan air hangat; j. Ambing dilap dengan handuk atau kain bersih;


(25)

2. Pelaksanaan Pemerahan

a. Apabila putingnya silindris, pemerahan dilakukan dengan lima jari; b. Apabila membutuhkan pelicin, dapat digunakan vaselin putih; c. Selama diperah, kambing tidak perlu diberi pakan agar sapi tenang;

d. Ember yang digunakan untuk memerah adalah yang bersih;

e. Pemerahan digunakan sampai apuh;

f. Lama pemerahan diselesaikan dalam waktu 7 menit, karena pengaruh sekresi oksitosin yang sangat singkat. Apabila peternak menggunakan teknik memerah yang benar dan terlatih, maka pemerah dapat berlangsung sekitar 3-5 menit.

3. Penyelesaian pemerahan

a. Setelah selesai pemerahan, ambing dan lantai dicuci dengan air bersih;

b. Dilakukan deeping (pencelupan puting dengan menggunakan biosid 3000 i.u (3,3 ml/ ltr air); sebaiknya dengan penyemprotan semua sisi puting yang baik;

c. Susu ditakar dan dicatat;

d. Alat penampungan susu harus dibersihkan dengan baik dan dikeringkan

dengan meletakkannya secara tertelungkup. 4. Lain-lain

a. Kambing perah merupakan hewan yang dibentuk oleh kebiasaan.

Perubahan-perubahan yang terjadi dapat membuat hewan menjadi tidak tenang dan mengakibatkan produk susu menjadi tueun.


(26)

b. Pemerahan sebaiknya dilakukan 2 kali sehari dengan interval pemerahan paling baik 12 jam.

c. Jika kambing takut dan gelisah, kambing akan mengeluarkan hormon

adrenalin kedalam sirkulasi darah. Hormon ini akan menghalangi hormon oksitosin yang merangsang pelepasan susu akibatnya, pemerahan tidak dapat tuntas atau susunya ditahan. Untuk mencegah keluarnya hormon adrenalin, maka kambing harus diperlakukan dengn lembut, dan dijauhkan dari gangguan-gangguan yang ada seperti anjing dan lain-lain

(Budi, 2006) Penanganan susu

1. Susu harus ditampung didalam wadah yang benar-benar bersih dan telah

didesinfektan;

2. Jangan mencampur susu hangat dengan susu dingin dalam wadah yang sama,

karena akan berakibat susu menjadi asam;

3. Susu harus cepat didinginkan, karena bekteri akan berlipat ganda dengan cepat. Sebaiknya susu didinginkan dalam waktu kurang dari 2 jam (Budi, 2006).

2.3.2 Teknik Pemerahan Dengan Mesin

Telah diketahui bahwa pemerahan hendaknya merupakan kebiasaan yang rutin dan efektif, karena pemerahan yang baik hanya pada waktu hormon oksitosin berperan yaitu selama 5-7 menit. Untuk mengatasi hambatan tersebut, lalu timbul ide mekanisme pemerahan dengan menggunakan alatn dan akhirnya terciptalah alat perah sederhana, yang pertama kalinya dibuat pada tahun 1920.


(27)

Selanjutnya, mesin perah pertama diciptakan dan dikeluarkann pada tahun 1950

oleh seorang ibu tani dari Amerika bernama Anna Baldwin, berbentuk pompa

dihubungkan dengan pipa yang berujung pada sebuah mangkok yang berlubang empat untuk menyedot susu dari keempatputing. Diujung lain digantungkan sebuah ember guna menampung susu hasil pemerahan. Seiring dengan perkembangan teknologi, mesin perah pertama ini terus dikembangkan sehingga akhirnya tercipta mesin perah modern seperti yang dijumpai sekarang (Budi, 2006)

2.3.3 Mesin Perah Modern

Metode pemerahan dengan mesin perah modern dewasa ini menggunakan cara mekanisme, artinya pemerahan memakai mesin sebagai pengganti tangan. Dalam peternakan kambing perah, mesin perah dibedakan :

1. Sistem ember (Bucket System); 2. Sistem pipa (Pipe Line System) dan;

3. Sistem bangsal pemerahan (Milking Parlor System). (Budi, 2006) 2.3.4 Peralatan Pemerah (Mesin Pemerah)

Untuk menjaga kelangsungan perusahaan, kualitas susu harus betul-betul dijaga. Perusahaan yang memasarkan kualitas produksi susu rendah tidak dapat diharapkan untuk maju atau berhasil. Agar perusahaan dapat menghasilkan susu yang berkualitas, perlu diperhatikan kebersihan peralatan pemerahan (mesin perah). Peralatan yang harus diperhatikan kebersihannya meliputi beberapa hal :

1. Bagian-bagian alat pemerah logam

a. Segera setelah pemerahan, cucilah peralatan dengan air hangat. Jangan


(28)

pencucian denngan air hangat dilakukan dengan segera setelah pemerahan, maka 90-95% dari kotoran pada alat perah dapat dihilangkan;

b. Membongkar peralatan; cucilah bagian-bagian logam dengnan menggunakan

larutan yang telah disediakan sesuai dengan anjuran pabrik. Gunakan setiap 1 sampai 1,5% larutan kaustik soda (soda api) atau biocid yang dicampur dengan air bersuhu 70-80o C. Cuci setiap bagian dengan menggunakan sikat bulu yang kaku dengan ukuran sesuai, atau dengan menggunakan spon plastik. Jangan menggunakan logam, sebab dapat menggores permukaan peralatan tersebut;

c. Segera setelah dibersihkan dengan sikat, taruhlah seluruh peralatan tersebut di tempat yang berisi kira-kira 20 liter air dingin dan larutan asam. Gunakan khlorinsesuai dengan anjuran pabrik. Noda-noda dan gumpalan-gumpalan susu dapat dihilangkan dengan menggunakan larutan asam;

d. Gunakan air dari selang untuk menghilangkan larutan klorin;

e. Tempatkan peralatan tersebut ditempat yang kering dengan posisi terbalik. Bakteri tidak dapat berkembangbiak di tempat yang kering;

f. Sebelum pemerahan berikutnya sanitasikan bagian dalam peralatan dengan

menggunakan larutan sanitasi khusus (gunakan biosid) atau larutan lain yang sesuai dengan yang telah dianjurkan.

2. Karet inflasi dan bagian-bagian karet lainnya.

Gunakan selalu dua set karet inflasi secara bergantian, dimana seminggu dipakai dan seminggu berikutnya tidak dipakai. Dengan menggunakan cara ini, kedua set


(29)

karet inflasi tersebut dapat dipakai lebih lama jika dibandingkan dengan menggunakan tiga set karet inflasi yang digunakan secara terus menerus.

Setelah pemerahan, pencucian bagian karet dapat dilakukan dengan mencuci dengan air, dilanjutkan pencucian dengan detergen, setelah itu dibilas dengan asam, kemudian ditempatkan ditempat yang kering.

Selama waktu istirahat, cuci dan rendamlah karet-karet inflasi tersebut ditempat yang telah disediakan atau dibersihkan dengan air dan asam, kemudian ditempatkan ditempat yang kering (penempatan bagian-bagian karet dalam larutan alkali atau dalam pembersih karetyang telah disediakan dapat memperpanjang kegunaan bagian-bagian karet tersebut)

3. Tangki Susu dan Tangki Penyimpanan Susu

Tangki susu dan penampungan susu sehabis dipakai harus segera dibersihkan. Anjuran untuk membersihkan tangki susu dan tangki serta peralatan penampungan susu lainnya sebagai berikut:

a. Bersihkan tempat-tempat penampungan tersebut dengan air dingin segera

setelah penampungan kosong.

b. Sediakan larutan detergen dalam ember plastik, dan masukkan ketempat

penampungan susu yang kosong

c. Gunakan sikat bulu yang kaku untuk menyikat bagian dalam.

d. Agar karyawan atau peternak dapat melaksanakan semua prosedur diatas,

maka air panas, detergen, alat-alat pembersih serta sikat, harus disediakan (Suardana dan Swacita, 2009).


(30)

2.4 Higiene Sanitasi Pemerahan Susu

Kepmenkes RI NO 23/MENKES/SK/1978 merupakan pedoman tentang cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan yang bermutu dan sesuai dengan keamanan pangan. Pedoman ini mencakup Lokasi tempat produksi, struktur bangunan, produk akhir, peralatan pengolahan, bahan produksi, higien personal, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan.

2.4.1 Lokasi Tempat Produksi

Lokasi berada pada tempat yang memiliki kemudahan akses jalan masuk, prasarana yang memadai, jauh dari pemukiman penduduk, terbebas dari pencemaran serta memiliki pintu masuk dan keluar yang terpisah. Cemaran yang dimaksud dapat berasal dari polusi, hama, pengolahan limbah serta sistem pembuangan yang tidak berfungsi denngan baik.

2.4.2 Struktur Bangunan

Konstruksi Bangunan, desain, tata ruang dan bahan baku dibuat berdasarkan syarat mutu dan tehnik perencanaan pembuatan bangunan yang berlaku sesuai dengan jenis produknya. Bahan baku berasal dari bahan yang mudah dibersihkan, dipelihara dan dilakukan sanitasi serta tidak bersifat toksik.

Bangunan unit produksi harus terdiri atas ruangan pokok dan ruangan pelengkap. Ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang dimakskud harus terpisah sedemikian rupa, hingga tidak mengakibatkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi.


(31)

1. Ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. luasnya sesuai dengan jenis dan kapasitas produksi jenis dan ukuran alat produksi

b. serta jumlah karyawan yang bakerja .

c. susunan bagian-bagiannya diatur sesuai dengan urutan proser produksi,

sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang siur dan tidak mengakibatkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi.

d. Lantai ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut:  rapat air;

 lahan terhadap air, garam, basa, asam dan atau hahan kimia lainnya  permukaan rata serta halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan

 untuk ruangan pengolahan yang memerlukan pembilasan air, mempunyai

kelandaian secukupnya kearah saluran pembuangan dan mempunyai saluran tempat air mengalir atau lubang pembuangan yang dilengkapi dengan penahan bau

 pertemuan antara lantai dengan dinding tidak boleh membentuk sudut

mati dan harus melengkung serta rapat air.

2. Ruangan pelengkap harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. luasnya sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja

b. susunan bagian-bagiannya sesuai dengan urutan kegiatan yang dilakukan dan tidak


(32)

d. lantai ruang pelengkap harus memenuhi syarat sebagai berikut:  rapat air;

 tahan terhadap air;

 permukaannya datar, rata serta halus, tetap tidak licin dan mudah

dibersihkan;

 ruangan untuk mandi, cuci dan sarana toilet harus mempunyai kelandaian secukupnya ke arah saluran pembuangan.

3. Dinding

Dinding ruangan pokok harus memenuhi syarat gebagai berikut:

a. sekurang-kurangnya 20 cm dibawah dan 20 cm diatas permukaan lantai harus rapat air.

b. permukaan bagian dalam harus halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mongelupas, mudah dibersihkan dan sekurang-kurangnya setinggi 2 m dari lantai harus rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam atau bahan kimia lainnya;

c. pertemuan antara dinding dengan dinding dan antara dinding dengan lantai tidak boleh membentuk sudut mati dari harus melengkung serta rapat air d. dinding ruangan pelengkap harus memenuhi syarat sebagai berikut :

 sekurang-kurangnya 20 cm di bawah dari 20 cm diatas permukaan lantai

harus rapat air;

 permukaan bagian dalam harus halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan


(33)

 ruangan untuk mandi, cuci dan sarana toilet, selain harus memenuhi syarat yang disebut huruf a dan b diatas, sekurang-kurangnya setinggi 2 meter dan lantai harus rapat air.

4. Atap dan langit-langis;

Ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. atap terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor b. langit-langit

 dibuat dari bahan yang tidak mudah melepaskan bagian-bagiannya  tidak terdapat lubang dan tidak retak;

 tahan lama dan mudah dibersihkan;  tinggi dari lantai sekurang-kurangnya 3m;

 permukaan dalam harus rata, berwarna terang dan tidak mudah

mengelupas;

 rapat air bagi tempat pengolahan yang menimbulkan atau menggunakan

uap air.

Ruang pelengkap harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. atas terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor; b. langit-langit:

 dibuat dari bahan yang tidak mudah melepaskan bagian-bagiannya;  tidak terdapat lubang dan tidak retak;

 tahan lama dan mudah dibersihkan,  tinggi dari lantai sekurang-kurangnya 3 m;


(34)

 permukaan dalam harus rata dan berwarna terang. 5. Pintu

Pintu ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. dibuat dari bahan tahan lama;

b. permukaan rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan; b. dapat ditutup dengan baik;

c. membuka keluar.

Pintu ruangan pelengkap harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. dibuat dari bahan tahan lama;

b. permukaannya rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan; c. dapat ditutup dengan baik.

6. Jendela

Jendela harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. dibuat dari bahan tahan lama;

b. permukaan rata, halus, berwarna terang, mudah dibersihkan; b. sekurang-kurangnya setinggi 1 m dari lantai,

c. luasnya sesuai dengan besarnya bangunan. 7. Penerangan

Permukaan kerja dalam ruangan pokok dan ruangan pelengkap harus terang susuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan.

8. Ventilasi dan pengatur suhu

Ventilasi dan pengatur suhu ruangan pokok dan ruangan pelengkap, baik secara alami maupu buatan, harus memenuhi syarai sebagai berikut :


(35)

a. cukup menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu dan panas yang dapat merugikan kesehatan;

b. dapat mengatur suhu yang diperlukan;

b. tidak boleh mencemari hasil produksi melalui udara yang dialirkan;

c. lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya serangga dan mengurangi masuknya kotoran ke dalam ruangan serta sudah dibersihkan. (Kepmenkes RI, 1978).

2.4.3 Sanitasi Kambing

Kambing harus tetap bersih. Kotoran harus dibersihkan dari kandang sesering mungkin, dan jangan biarkan kambing tidur diatas kotorannya atauair kencing. Kambing harus dimandikan dan disikat secara berkala untuk menghilangkan kotoran, debu, dan rambut yang rontok.

Rambut yang panjang dekat ambing harus dicukur, karena rambut panjang disamping menjadi sumber sedimen debu dan kotoran, kotoran-kotoran itu akan sampai ke susu. Cuci puting dengan larutan sanitasi hangat sebelum pemerahaan, lamanya mencuci tidak lebih dari 1 (satu) menit. Ambing yang bersih akan menghasilkan susu yang bersih pula. Jika kambing terlalu kotor, larutan itu harus diganti karena bila tidak diganti debu dan kotoran akan berpindah dari satu kambing ke kambing yang lain.

Keringkan puting secara merata. Gunakan lap yang berbeda bagi tiap kambing dan pastikan kalau lap tersebut tersebut telah dicuci dan didesinfeksi sebelum digunakan.


(36)

Pasang mesin perah dengan hati-hati. Pastikan kalau memerah itu tidak menyedot bedding, kotoran atau debu disekitar. Jika waktu pemerahan tersebut mesin jatuh, bilaslah mesin itu secara menyeluruh sebalum dipasang lagi. Ingat, segumpal kotoran akan menambah 4 milyar bakteri ke dalam susu.

Saring susu melalui saringan atau filter. Susu harus disaring diruangan yang tidak terlalu banyak debu. Jika pemerahan dilakukan dengan bersih, filter tetap akan bersih (Suardana dan Swacita, 2009).

2.4.4 Sanitasi Kandang

Kandang kambing perah merupakan suatu pabrik penghasil makanan/minuman sehat bagi. Kandang harus disapu dan dibersihkan secara teratur, jangan dibiarkan kandang pemerahan berdebu dan kotor. Siram lantai kandang secara teratur dan gunakan desinfektan untuk membunuh kuman dan bakteri. Jangan hanya menyapu lantai waktu akan memerah. Berikan makanan kering paling sedikit 1 (satu) jam sebelum pemerahan atau tunggu setelah pemerahan selesai, untuk menghindari banyaknya debu.

Kandang yang bersih menghindari susu dari pencemaran oleh kotoran dan bau (sifat susu mudah menghisap bau dari sekitarnya). Kandang yang bersih membuat kambing nyaman, dan peternak betah bekerja di kandang. Sapulah lantai kandang dan kotoran dikumpulkan jauh dari tempat pemerahan/kamar susu. Gunakan sapu lidi atau sekop yang berbeda untuk makanan dan kotoran (Suardana dan Swacita, 2009).

Bersihkan bak/cangkir otomatis. Bak air minum yang kotor merupakan sarang bibit penyakit. Kambing tidak suka minum air yang kotor dan berbau.


(37)

Yang harus menjadi perhatian penting agar sanitasi susu tetap terjaga adalah: 1. Sapi/kambing yang sehat dan bebas dari penyakit;

2. Pekerja yang sehat dan bebas;

3. Lingkungan yang bersih yang berarti juga bersih udara, tidak ada debu pada

kandang maupun sekitarnya;

4. Ruang susu yang terpisah, yaitu terpisah dari kandang, berkasa yang baik, dengan persediaan air bersih yang cukup;

5. Peralatan yang dirancang baik, mudah dibersihkan;

6. Menjaga kebersihan dengan cermat dan sanitasi yang efektif untuk beberaapa

peralatan penting dimana susu dapat kontak, seperti botol, kaleng, ember dan sebagainya.

7. Tersedia pendingin dan penanganan yang baik;

8. Pasteurisasi, adalah pemanasan terhadap bahan makanan atau minuman dengan

tujuan membunuh organisme pathogen didalamnya, tanpa merusak komposisi bahan tersebut (Sarudji, 2010)

2.5 Higiene Karyawan di Tempat Pemerahan Susu

Penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan, baik dalam mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut, maupun dalam menyajikanmakanan. Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadi dan terbiasa untuk berprilaku sehat selama bekerja.

Pada higiene karyawan di tempat produksi makanan dan minuman, banyak hal


(38)

Karyawan yang berhubungan dengan produksi makanan harus:

1. Dalam keadaan sehat.

Karyawan harus berbadan sehat dengan mempunyai surat keterangan kesehatan (Health Certificate)

2. Bebas dari luka, penyakit kulit atau hal lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap hasil produksi

3. Diteliti dan diawasi kesehatannya secara berkala. Tanggung jawab pemeriksaan perusahaan makanan, termasuk pemeriksaan kesehatan karyawan, dilimpahkan kepada Puskesmas yang harus melakukan pemeriksaan sekurang-kurangnya sekali dalam 6 bulan.

4. Mengenakan pakaian kerja,termasuk sarung tangan, tutup kepala dan sepatu yang sesuai.

5. Menahan diri untuk tidak makan, minum, merkok, meludah atau melakukan

pekerjaan yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap produk makanan. a. Setiap kali harus mencuci tangan pada saat pekerja baru keluar dari kamar

kecil atau buang air besar.

b. Setiap kali batuk atau bersin agar menutup mulut dan hidung dengan kertas tissue atau sapu tangan ( Marina, 2000).

2.6 Fasilitas Sanitasi Tempat Pemerahan 2.6.1 Penyediaan Air

Penyediaan air merupakan kebutuhan vital harus ada ditempat produksi makanan minuman. Dimana air diperlukan dalam semua proses pengolahan makanan minuman.


(39)

Sarana penyediaan air harus dapat menyediakan air bersih yang cukup sesuai dengan kebutuhan produksi pada khususnya dan kebutuhan perusahaan pada umumnya. Sebagaimana yang tercantum dalam PerMenKes RI Nomor: 416/MENKES/PER/IX/1990 kuaalitas air harus memenuhi syarat-syarat kesehatan yaitu tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, tidak keruh, serta memenuhi syarat bakteriologis dimana air tersebut tidak mengandung mikroorganisme yang pathogen serta bebas dari bahan kimia yang mengganggu dan membahayakan kesehatan. 2.6.2 Fasilitas Cuci Tangan

Adanya fasilitas cuci tangan dimaksud untuk meningkatkan kebersihan perorangan. Maka dalam penyediaan fasilitas ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Fasilitas cuci tangan ditempatkan di tempat-tempat yang diperlukan, misalnya ditempat pintu masukke ruang pengolahan.

2. Dilengkapi dengan air mengalir, sabun, detergen, handuk atau alat lain untuk mengeringkan tangan.

3. Disediakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah karyawan. 2.6.3 Penampungan dan Pembuangan Sampah

Sebaiknya pembuangan sampah dilakukan jauh dari tempat pengolahan minuman

sedangkan tempat penampungan sampah sementara (storage) harus ditutup, tidak


(40)

2.6.4 Pembuangan Air Limbah

Saluran pembuangan air limbah yang berasal dari tempat pengolahan makanan dialirkan ketempat saluran induk atau pembuangan air limbah sehingga tidak tergenang dan tempat perindukan serangga ( Marina, 2000).

2.7 Salmonella sp. pada Susu

Berdasarkan SNI 7388:2009 tentang batas maksimum cemaran mikroba dalam bahan makanan hasil hewan dan tentang syarat mutu susu segar bahwa susu segar harus memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dimana angka bakteri Salmonella sp. dalam susu segar adalah negatif/ 25 ml atau tidak terdapat Salmonella sp. Apabila terdapat Salmonella sp. pada susu segar maka susu tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan walaupun jumlahnya belum dapat

menimbulkan penyakit pada manusia. Maka agar kandungan Salmonella sp. dalam

susu negatif, perlu adanya penanganan dan perlakuan terhadap susu mulai proses pemerahan sampai dengan susu siap untuk dikonsumsi agar tidak terkontaminasi Salmonella sp dan bakteri patogen lainnya. (SNI 7388:2009).

Meningkatnya angka kesakitan dari bakteri salmonella sebagian disebabkan karena ketidakakuratan dari jasa laboratorium yang tersedia, kurangnya metode laboratorium, laporan yang kurang baik dan kurangnya perhatian yang lebih pada bahaya dalam makanan (Bailliere, 1984).


(41)

2.8 Kerangka Konsep

Hygiene Sanitasi pemerahan susu kambing meliputi:

1. Higiene sanitasi pemerah

2. Proses pemerahan susu

3. keadaan sanitasi tempat

pemerahan susu.

4. keadaan fasilitas sanitasi di tempat pemerahan susu.

5. sanitasi peralatan yang

digunakan

Susu SNI

Pemeriksa

Ter

Tid ak


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif yaitu menggambarkan hal yang diamati kemudian membandingkan dengan teori-teori melalui penelusuran pustaka dan menggambarkan keberadaan bakteri salmonella pada susu kambing yang berasal dari beberapa lokasi peternakan di Kabupaten Deli Serdang

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di 4 tempat, yaitu:

1. Kandang Kambing A di Desa Namorih Pancur Batu

2. Kandang Kambing B di Simalingkar B

3. Kandang Kambing C di Medan - Binjai

4. Kandang Kambing D di Desa Limo Manis

Penelitian di laksanakan pada bulan Oktober 2013 s/d Desember2013

Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena susu kambing dari ke 4 peternakan ini banyak di jual di tempat-tempat umum.

3.3 Objek Penelitian

Adapun yang menjadi Objek penelitian adalah susu kambing yang terdiri dari higiene personal pemerah susu dan kebersihan kandang kambing/lingkungan

3.4 Metode Pengumpulan Data a. Data Primer

1. Data diperoleh dengan jalan melakukan observasi langsung dengan menggunakan lembar observasi dan quesioner.


(43)

2. Melakukan uji laboratorium untuk pemeriksaan Salmonella sp pada susu kambing di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Sumatera Utara.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari:

Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara yang berhubungan dengan populasi kambing perah dan produksi susu kambing perah.

3.5 Defenisi Operasional

a. Higiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada

usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada.

b. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan

kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia

c. Susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan, yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain.

d. Pemerahan susu adalah suatu proses untuk memperoleh susu dari seekor

ternak yang diperah (ternak perah)

e. Salmonella sp. adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif

berbentuk tongkat yang menyebabkan tifoid, paratifod, dan penyakit foodborne disease.


(44)

3.6 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran adalah melihat gambaran higiene sanitasi pemerahan susu kambing yang ada di Kabupaten Deli Serdang, yang meliputi higiene sanitasi kesehatan tenaga pemerah susu, mengetahui cara pemerahan susu, mengetahui keadaan sanitasi tempat penyimpanan susu, mengetahui keadaan fasilitas sanitasi pemerahan susu, dan mengetahui pengawasan higiene sanitasi susu.

3.7 Prosedur Kerja Pemeriksaan Salmonella sp 3.7.1 Cara Pengambilan Sampel

1. Persiapkan segala sesuatu untuk mengambil sampel susu kambing, seperti

kantong plastik, karet gelang dan spidol.

2. Siapkan formulir tentang lokasi pengambilan, tangal dan waktu pengambilan

sampel.

3. Susu kambing yang diperoleh dari peternak dan konsumen dimasukkan ke dalam

kantongan plastik steril yang sebelumnya sudah ditulis dengan nomor kode dan tanggal pengambilan, kemudian diikat dengan karet gelang.

4. Sampel dimasukkan ke dalam cooling box, atau wadah tertutup yang suhunya

dipertahankan tetap rendah.

5. Kirim sampel secepatnya ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan. 3.7.2 Kode Sampel

Sampel penelitian (susu kambing perah) yang diperoleh dari tiap tiap lokasi peternakan diberi kode sampel sesuai dengan asal lokasi pengambilan sampel dan jenis sampel susu kambing perah yang diambil. Adapun keterangan tiap tiap kode sampel susu kambing perah adalah sebagai berikut:


(45)

Kode Sampel Keterangan

A Susu kambing yang berasal dari peternakan A

B Susu kambing yang berasal dari peternakan B

C Susu kambing yang berasal dari peternakan C

D Susu kambing yang berasal dari peternakan D

3.7.3 Pemeriksaan Sampel di Laboratorium

Adapun tahapan pemeriksaaan sampel di laboratorium adalah sebagai berikut: 1. Alat alat yang diperlukan:

a. Autoclave;

b. Incubator: 37 ° C;

c. Timbangan;

d. Labu Erlenmeyer/ botol reagensia; e. Rak tabung reaksi;

f. Lampu Bunsen;

g. Tabung reaksi; h. Cawan Petri;

i. Pipet steril: 1 cc dan 10 cc;

j. Kawat ose;

k. Tabung Durham;

l. Object glass;

m. Mikroskop;

n. Kulkas;


(46)

2. Bahan

a. Susu kambing (sampel);

b. Selenite Cysteine Broth (SCB); c. Salmonella Shigella Agar (SSA);

d. Mac Conkey Agar (MCA);

e. Triple Sugar Iron Agar (TSIA); f. Sulfur Indol Motilyti;

g. Nutrient Agar (NA); h. Buffer Phospat. 3. Pereaksi

Larutan Natrium Klorida 0,85 % 4. Prosedur Kerja

a. Penyiapan Bahan Pemeriksaan

1. Sampel susu dikocok terlebih dahulu;

2. Masukkan 10 ml sampel ke dalam labu erlenmeyer;

3. Tambahkan 90 ml buffer phospat dan kocok 25 kali sampai homogen; 4. Bahan telah siap untuk digunakan untuk pemeriksaan bakteri Salmonella. b. Pemeriksaan Salmonella sp

1. Dengan cara aseptik dipipet 10 ml susu kedalam labu erlenmeyer steril, ditambahkan 90 ml buffer phospat, dikocok hingga homogen kemudian dipipet 10 ml kedalam 90 ml SCB, diinkubasi pada suhu 35° C - 37° C selama 24 jam.


(47)

2. Dari biakan SCB diinokulasikan masing masing 1 ml sengkelit pada permukaan SSA dan MCA, kemudian dinkubasi pada suhu 35° C - 37° C selama 24-48 jam, koloni yang tumbuh diamati. Biakan diduga positif Salmonella sp. Jika:

Pada SSA : Koloni kecil, bulat, sedikit cembung, jernih tidak

berwarna, smooth

Pada MCA : Koloni sedang, bulat, keping, tidak berwarna, smooth 3. Dipilih dua atau lebih koloni spesifik pada SSA dan MCA, diinokulasi

pada media NA, TSIA, dan SIM dengan cara tusukan dan goresan. Diinkubasi pada 35° C - 37° C selama 24 jam. Biakan diduga positif

Salmonella sp, jika:

Pada TSIA : Terlihat warna merah pada permukaan miring, warna kuning pada biakan di dasar tabung dengan atau tanpa pembentukan hidrogen sulfida (hitam).

Pada SIM : Terlihat warnma ungu tua di seluruh biakan.

4. Diambil 1 sengkelit biakan dari biakan NA miring dan disuspensikan

dengan 1 tetes larutan NaCl 0,85 % pada kaca objek. Jika segera terjadi aglutinasi, suspensi tersebut tidak dapat dipakai untuk uji serologi, jika tidak terjadi aglutinasui spontan, diteteskan antisera Salmonella polivalen O pada suspensi, kemudian dihomogenkan dengan cara menggoyang kaca objek atau menggunakan sengkelit. Diamati selama 1 menit jika terjadi aglutinasi berarti positif Salmonella sp (Depkes RI. 1991).


(48)

3.8 Teknik Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan cara:

1. Editing

Memeriksa data terlebih dahulu apakah telah sesuai seperti yang diharapkan, misalnya memeriksa kelengkapan, kesinambungan dan keseragaman data.

2. Coding

Menyederhanakan semua jawaban jika cara pengumpulan data menggunakan pertanyaan. Menyederhanakan jawaban tersebut dilakuka dalam bentuk memberikan simbol-simbol tertentu.

3. Tabulasi

Mengelompokkan data dalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Cleaning

Yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak saat memasukkan data ke komputer.

3.9 Teknik Analisis Data

Data yang telah diolah, disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif dan dinarasikan dengan kepustakaan yang relevan.


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Peternakan A

Peternakan A terletak di Dusun III Lau Gajah Desa Namorih Kec. Pancur Batu Kab. Deli Seradang, Sumut. Peternakan A memiliki 36 buah kandang ternak dengan ukuran 1,5 x 1,5 m. Jumlah ternak kambing 40 ekor dan yang diperah saat ini 7 ekor. Proses pemerahan susu dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 18.00 wib. Hasil produksi susu kambing perah ± 5 liter susu.

4.1.2 Peternakan B

Peternakan B terletak di jalan Bunga Rampai (samping kebun binatang) Kab. Deli Serdang. Peternakan B memiliki 75 buah kandang dengan ukuran 1,5 x 1,5 m. Jumlah ternak kambing yang dimiliki 130 ekor dan jumlah kambing yang diperah saat ini 60 ekor. Proses pemerahan susu kambing dilkukan 2 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 dan pukul 17.00 wib. Hasil susu kambing perah setiap harinya ± 16 liter susu.

4.1.3 Peternakan C

Peternakan C terletak di Jalan Medan-Binjai Km 10,5 Kec.Sunggal Kab.Deli Serdang. Peternakan C ini memeliki 5 buah kandang dengan ukuran 10 x 4 m. Jumlah ternak kambing yang dimiliki 80 ekor dan jumlah kambing yang diperah 20 ekor. Proses pemerahan susu kambing dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 dan pukul 17.00 wib. Hasil produksi susu kambing perah setiap harinya ± 5 liter susu.


(50)

4.1.4 Peternakan D

Peternakan D terletak di Gang Bambu Desa Limau Manis Pasar 13 Kec. Tj Morawa Kab. Deli Serang. Peternakan D memiliki 7 buah kandang ternak dengan ukuran 4 x 20 m. Jumlah ternak kambing yang dimiliki 500 ekor dengan 200 ekor ternak kambing yang sedang berproduksi. Proses pemerahan susu kambing perah dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 dan pukuk 17.00 wib. Hasil produksi susu kambing perah setiap harinya ± 48 liter.

4.2 Karakteristik Responden 4.2.1 Umur

Tabel.4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Pemerah Susu Kambing di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Umur (tahun) Jumlah (orang) %

17 1 25

31 1 25

32 1 25

37 1 25

Jumlah 4 100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa umur responden yang merupakan pemerah susu kambing yaitu umur 17 tahun 1 orang (25%), umur 31 tahun 1 orang (25%), umur 32 tahun 1 orang (25%), umur 37 tahun 1 orang (25%).

4.2.2 Jenis Kelamin

Tabel.4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pemerah Susu Kambing di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Jenis Kelamin Jumlah (orang) %

Laki-laki 3 75

Perempuan 1 25


(51)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis kelamin responden pada umumnya berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang (75%), dan perempuan 1 orang (25%).

4.2.3 Pendidikan

Tabel.4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Pemerah Susu Kambing di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Pendidikan Jumlah (orang) %

SMP 2 50,

SMA 2 50

Jumlah 4 100,0

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pendidikan responden adalah SMP 2 orang (50%), SMA sebanyak 2 orang (50%).

4.2.4 Lama Kerja

Tabel.4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja Pemerah Susu Kambing di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Lama Kerja Jumlah %

4 Tahun 1 25

1 Tahun 2 50

2 Bulan 1 25

Jumlah 4 100,0

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa berdasarkan lama kerja responden umumnya 1 tahun sebanyak 2 orang (50%).

4.3 Higiene Sanitasi

4.3.1 Higiene Sanitasi Pemerah

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti diperoleh bahwa semua responden mencuci tangan hanya dengan menggunakan air saja tanpa menggunakan sabun dan disikat. Semua responden juga tidak menggunakan sarung tangan dan masker pada saat pemerahan.


(52)

4.3.2 Proses Pemerahan Susu

Hasil pengamatan peneliti di keempat lokasi peternakan kambing, di lokasi peternakan A ada mesin perah tapi tidak digunakan karena kambing yang sedang produksi jumlahnya sedikit jadi pemerahan menggunakan tangan. Sedangkan di lokasi peternakan B, C, dan D tidak ada yang menggunakan mesin dengan alasan mahal dan dapat merusak ambing susu kambing.

4.3.3 Keadaan Sanitasi Tempat Pemerahan Susu 4.3.3.1 Sanitasi Tempat Pemerahan Susu Peternakan A

Bangunan kandang ternak kambing perah di peternakan A terdiri dari 36 buah kandang dimana masing-masing berukuran 1,5 x 1,5 m. Konstruksi kandang tidak permanen terbuat dari kayu dan atap rumbia terlihat cukup kokoh dan mampu melindungi ternak kambing dari hujann dan matahari. Lantai kandang terbuat dari kayu dengan permukaan lantai yang rata dan tidak licin. Bangunan kandang memiliki dinding. Kandang kambing di peternakan A memiliki tempat makan dan minum kambing. Pembersihan kandang dilakukan 1 kali sehari yaitu pagi hari. Selain itu kandang di lengkapi dengan parit disekitar bangunan kandang yang berfungsi sebagai saluran pembuangan. Jarak kandang terhadap pembuangan kotoran lebih dari 10 meter, sumber air yang digunakan untuk aktifitas berasal dari sumur bor dimana letak sumber air ini sekitar 10 meter dari kandang. Pada peternakan ini ruang pemerahan susu kambing bersebelahan langsung dengan kandang kambing. Pencucian peralatan

yang dipakai menggunakan cairan Veta Qual dengan cara mencampurkannya denga


(53)

Pada peternakan ini sebelum melakukan pemerahan susu, petugas pemerah terlebih dahulu mandi, kemudian setelah memerah susu petugas kembali mandi sebelum melakukan pengemasan susu ke dalam botol serta menggunakan sarung tangan, masker dan penutup kepala. Ini tidak terlihat pada peternakan lain. Susu yang telah diperah terlebih dahulu disaring sebelum dimasukkan ke milkcan. Botol yang akan di gunakan terlebih dahulu di bersihkan denga air hangat. Pemerahan susu dilakukan 2 kali sehari dengan minimal jarak pemerahan adalah 12 jam. Hasil penelitian memang menunjukkan bahwa sampel susu kambing perah yang berasal dari peternakan A tidak mengandung Salmonella sp. tapi tidak menutup kemungkinan adanya kuman patogen lain.

4.3.3.2 Sanitasi Tempat Pemerahan Susu Peternakan B

Pada peternak kambing perah di peternakan B terdiri dari 75 buah kandang dimana masing-masing berukuran 1,5 x 1,5 m. Konstruksi kandang tidak permanen terbuat dari kayu (broti) dan atap rumbia terlihat cukup kokoh dan mampu melindungi ternak kambing. Lantai kandang terbuat dari kayu dengan permukaan lantai yang rata dan tidak licin. Bangunan kandang memiliki dinding. Setiap kandang kambing di peternakan B memiliki tempat makan dan minum kambing. Pembersihan kandang dilakukan 1 kali sehari yaitu pagi hari.. Pada peternakan ini ruang tempat pemerahan susu kambing berdampingan langsung dengan kandang kambing, setelah pemerahan selesai ruangan dibersihkan dengan antiseptik.

Hasil pengamatan langsung peneliti di peternakan B diketahui bahwa kondisi higiene dan sanitasi di peternakan B sudah bersih karena sumber air terdapat disetiap kandang sehingga memudahkan untuk membersihkan kandang yang dilakukan 1 kali


(54)

sehari. Hanya saja kambing tidak dimandikan setiap hari. Sumber air yang digunakan dari sumur bor yang jaraknya kurang lebih 10 meter dari kandang. Saluran air pada kandang terlihat lancar. Jarak kandang terhadap pembuangan kotoran lebih dari 10 meter. Pada waktu pemerahan susu kambing, petugas pemerah susu mencuci tangan namun pemerah melap tangannya pada kain lap yang sama yang digunakan untuk melap ambing kambing dan petugas pemerah juga tidak menggunakan sarung tangan. Pada waktu pemerahan susu bersamaan dengan pekerja lain yang sedang membersihkan kandang. Pemerahan susu dilakukan 2 kali sehari dengan jarak 12 jam. Susu yang telah diperah kemudian dimasukkan ke dalam botol kemasan tapi sebagian lagi dimasukkan dalam kemasan plastik tanpa menggunakan sarung tangan, masker dan penutup kepala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel susu kambing

perah yang berasal dari peternakan B mengandung Salmonella sp. Terdapatnya

Salmonella sp. pada sampel susu perah yang berasal dari peternakan B kemungkinan

karena kondisi peternakan B yang kurang saniter, baik sanitasi kandang, higiene penjamah maupun kebersihan kambing.

4.3.3.3 Sanitasi Tempat Pemerahan Susu Peternakan C

Jumlah kandang kambing di peternakan ini 5 dengan ukuran masing-masing 10 x 4 m. Lantai kandang terbuatdari kayu dan permukaan lantai yang rata dan tidak licin. Tapi bangunannya terlihat kurang kokoh dan saat ini sedang dalam perbaikan. Kondisi sanitasi kandang di peternakan C terlihat sangat jorok dimana kambing banyak terlihat di luar kandang sehingga kotorannya berserakan. Tempat makan dan minum kambing tidak dibersihkan setiap hari. Untuk pemerahan susu kambing


(55)

dilakukan langsung di dalam kandang dimana di dalam kandang itu banyak terdapat kambing-kambing yang tidak diperah.

Pengamatan peneliti langsung di peternakan C diketahui bahwa kondisi higiene sanitasi di peternakan C ini lebih buruk dibandingkan dengan peternakan lain. Dimana pada peternakan C ini kotoran kambing berserakan karena banyak kambing yang dilepaskan, kemudian pembersihan kandang dan tempat minum tidak dilakukan setiap hari. Sumber air yang digunakan untuk aktifitas peternakan berasal dari sumur bor yang jaraknya kurang dari 10 meter dari kandang. Pemerahan susu dilakukan 1 kali sehari. Pada waktu pemerahan susu pemerah mencuci tangan tidak menggunakan sarung tangan dan pemerahan susu dilakukan di dalam kandang. Susu yang telah diperah kemudian dimasukkan kedalam milkcan yang terlebih dahulu disaring. Hasil penelitian memang menunjukkan bahwa sampel susu kambing perah dari peternakan C tidak mengandung Salmonella sp. tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan susu kambing perah yang berasal dari peternakan C mengandung bakteri patogen lainnya. 4.3.3.4 Sanitasi Tempat Pemerahan Susu Peternakan D

Konstruksi bangunan pada peternakan D ini terlihat kokoh, permukaan lantai rata dan tidak licin. Kandang dibersihkan 1 kali sehari dimana bahan lantai kandang terbuat dari kayu. Jarak kandang terhadap tempat pembuangan kotoran lebih dari 10 meter. Sumber air untuk aktifitas peternakan berasal dari sumur bor, saluran air dalam kandang terlihat lancar. Letak sumber air dari kandang kurang lebih 10 meter. Kambing-kambing yang sedang sakit kulit diletakkan jauh dari kambing-kiambing lain. Pada peternakan ini juga terlihat kambing-kambing yang sedang produksi/untuk diperah dipisahkan dengan kambing-kambing lain dan mendapat perlakuan khusus


(56)

yaitu dimandikan minimal 1 kali seminggu dan kandang dibersihkan dengan desinfektan. Petugas mengatakan bahwa dengan memandikan kambing minimal 3 kali seminggu dapat mengurangi bau pada susu. Kandang tempat makan dan minum dibersihkan setiap hari. Tersedia tempat khusus untuk pemerahan yang jaraknya >5 m dari kandang kambing.

Hasil pengamatan langsung peneliti di peternakan D terlihat bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel susu kambing yang berasal dari peternakan D mengandung Salmonella sp. hal ini mungkin disebabkan karena higiene dan sanitasi yang kurang serta wadah/botol yang akan digunakan untuk kemasan susu tidak terlebih dahulu di sterilkan, sehingga kotoran yang menempel pada botol dapat mencemari susu tersebut.

4.3.4 Sanitasi Peralatan yang Digunakan

Tabel 4.6. Distribusi Sanitasi Peralatan yang Digunakan Untuk Wadah Susu Kambing di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

No Higiene Sanitasi Peralatan yang

Digunakan

Jum lah

%

1 Bahan wadah penampung susu

Milkcan 4 100,0

Jumlah 4 100,0

2 Pencucian alat pemerahan dilakukan

Sebelum dan setelah pemerahan 4

100,0

Jumlah 4 100,0

3 Cara pembersihan alat pemerahan

Air dan air hangat

Air hangat dan pembersih khusus

2 2

50,0 50,0

Jumlah 4 100,0

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa wadah penampungan susu yang digunakan oleh pemerah semua menggunakan milkcan sebanyak (100%), pencucian alat digunakan sebelum dan sesudah pemerahan sebanyak (100%), dimana cara pembersihan


(57)

peralatan pemerahan mayoritas dilakukan dengan air dan air hangat sebanyak (50%), air hangat dan pembersih khusus (50%). Hasil pengamatan pada keempat peternakan tidak semua peternakan menjual susu kambing dalam kemasan botol, ada juga yang menjual susu yang dimasukkan kedalam plastik kiloan. Sebelum susu dimasukkan ke dalam botol terlebih dahulu botol di sterilkan dengan cara membilas botol susu dengan air panas kemudian botol di telungkupkan sampai kering lalu diisi susu.

4.4 Hasil Pemeriksaan Kandungan Salmonella Sp.

Pemeriksaan kandungan Salmonella sp pada susu kambing segar yang siap

dikonsumsi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU Medan selama ± 2 minggu dimulai dari penyiapan media, sterilisasi alat, dan pengambilan sampel sampai diperoleh hasil pemeriksaan yaitu tanggal 16 Nov 2013-25 Nov 2013.

Sampel susu kambing segar yang dapat dikonsumsi langsung diperiksa

kandungan Salmonella-nya kemudian hasil yang diperoleh dibandingkan dengan

Standar Nasional Indonesia (SNI) 7388:2009 tentang Batas maksimum cemaran mikroba dalam bahan makanan hasil hewan dan tentang syarat mutu susu segar dimana angka bakteri Salmonella sp dalam susu segar adalah 0 atau negatif.

Hasil pemeriksaan kandungan Salmonella sp. pada susu kambing segar yang siap dikonsumsi dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7. Hasil Pemeriksaan Kandungan Salmonella sp. Pada Susu Kambing Segar yang Berasal dari Beberapa Lokasi Peternakan Kambing di Medan

No Sampel Hasil Standar Keterangan

1 A Negatif Negatif Memenuhi Syarat

2 B Positif Negatif Tidak Memenuhi Syarat

3 C Negatif Negatif Memenuhi Syarat


(58)

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa kandungan Salmonela sp. padasusu kambing

segar yang siap dikonsumsi berasal dari peternakan positif Salmonella sp.

(mengandung Salmonella sp.) yang berarti tidak memenuhi syarat SNI 7388:2009

tentang BatasMaksimum Cemaran Mikroba dalam Bahan Makanan Asal Hewan. 4.5 Peralatan yang Digunakan Dalam Proses Pemerahan

Peralatan yang digunakan dalam proses pemerahan terdiri dari alat yang digunakan untuk menampung susu, alat yang digunakan untuk mewadahi susu dan alat yang digunakan untuk mengangkut susu.

4.5.1 Alat yang Digunakan Untuk Menampug Susu

Untuk menampung susu hasil pemerahan dari peternakan A, B, C, dan D menggunakan wadah gelas ukur 1 liter yang terbuat dari plastik. Setelah gelas ukur penuh kemudian memindahkan susu ke dalam milkcan. Hasil pengamatan peneliti di keempat peternakan diketahui bahwa semua alat yang digunakan untuk menampung susu hasil pemerahan sudah memenuhi syarat seperti yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Direktoral Jenderal Peternakan Nomor 17 tahun 1983 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengawasan, dan Pemeriksaan Kualitas Susu Produksi Dalam Negeri yaitu: kedap air, tidak dapat berkarat, dinding bagian dalam tidak mengelupas, serta mudah dibersihkan.

4.5.2 Alat yang Digunakan Untuk Mewadahi Susu

Keempat peternakan menggunakan alat yang sama untuk mewadahi susu hasil pemerahan yaitu menggu akan milkcan. Milkcan yang digunakan terbuat dari bahan alumunium sehingga memenuhi syarat kedap air, tidak dapat berkarat, dinding bagian dalam tidak mengelupas, dan mudah dibersihkan. Tiap milkcan memiliki tutup yang


(59)

dapat melindungi susu dari cemaran debu dan sinar matahari. Sebuah milkcan dapat menampung ± 20 liter susu.

4.6 Higiene Penjamah

Hasil pengamatan langsung peneliti terhadap penjamah susu dari keempat lokasi peternakan kambing bahwa penjamah/petugas pemerah susu dalam kondisi sehat dan bersih. Dalam memerah susu petugas pemerah juga tidak merokok, batuk, atau bersin. Sebelum memerah susu petugas pemerah mencuci tangan. Dari hasil pengamatan tidak ada satu orangpun petugas pemerah yang menggunakan sarung tangan dan penutup kepala saat melakukan pemerahan Hal ini memungkinkan untuk tercemarnya susu oleh berbagai macam bakteri termasuk bakteri Salmonella sp.

4.7 Proses Pasteurisasi

Hasil pengamatan peneliti di keempat lokasi peternakan kambing perah, susu dari setiap kambing diperah sedikit dulu kemudian diteteskan CMT, apabila susu pecah atau tidak utuh berarti susu tersebut rusak atau kambing dalam keadaan sakit maka susu tersebut tidak boleh di jual atau dikonsumsi hanya boleh diberikan untuk anak kambing. Apabila susu setelah diteteskan CMT tetap utuh maka susu tersebut disaring terlebih dahulu kemudian dimasukkan kedalam milkcan. Peternakan B, C, D susu yang diperoleh dari hasil pemerahan tidak dipasteurisasi, sedangkan di peternakan A apabila susu tidak habis terjual maka susu di pasteurisasi agar tahan lama. Proses Pasteurisasi yaitu, susu dipanaskan pada suhu 700C selama 30 menit kemudian susu disimpan ke lemari pendingin paling lama 1 bulan.


(60)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kandungan Salmonella sp.

Hasil pemeriksaan kandungan Salmonella sp. pada susu kambing murni dari

keempat lokasi peternakan kambing perah, diperoleh bahwa susu kambing segar yang berasal dari peternakan B dan D positif mengandung Salmonella sp.

Kandungan bakteri Salmonella sp. pada susu kambing segar dari keempat

peternakan seharusnya memenuhi Standar Nasional Indonesia No 7388-2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Bahan Makanan Asal Hewan yaitu negatif atau tidak mengandung bakteri Salmonella sp.

5.1.1 Peternakan yang Positif Salmonella sp.

Hasil pengujian susu yang dilakukan peneliti terhadap peternakan diperoleh bahwa peternakan B dan D positif terdapat bakteri Salmonella sp. Di peternakan B

susu kambing yang tercemar bakteri Salmonella sp kemungkinan disebabkan oleh

jeleknya kondisi higiene dan sanitasi susu kambing perah dimana Pada saat pemerahan susu terdapat pekerja lain yang sedang melakukan pembersihan kandang yang berjarak kira-kira 5m. Dwidjoseputro (2005), mengatakan bahwa salah satu sumber kontaminasi bakteri pada susu kambing perah adalah debu dan udara disekitar kandang kambing. Oleh karena itu sanitasi kandang kambing perlu di perhatikan dengan benar. Selain itu pemerah susu setelah mencuci tangan kemudian melap tangannya dengan kain lap yang digunakan untuk melap ambing kambing. Pemerah tidak menggunakan sarung tangan pada saap melakukan pemerahan.


(61)

Selain itu pembersihan kandang yang dilakukan hanya satu kali sehari meyebabkan bakteri dapat berkembang dan bahan lantai yang terbuat dari kayu menjadi tempat bakteri untuk berkembang dengan cepat sehingga dapat mencemari susu.

Sedangkan di peternakan D susu kambing yang tercemar bakteri Salmonella sp kemungkinan disebabkan oleh botol, dimana peneliti memperhatikan bahwa botol susu yang digunakan untuk wadah susu tidak di sterilkan terlebih dahulu, langsung digunakan. Hal ini tentuya memudahkan susu untuk tercemar oleh bakteri atau kotoran yang menenpel pada botol. Peralatan yang di gunakan dalam proses pemerahan baik itu alat yang digunakan untuk menampung, mewadahi dan mengangkut susu mudah sekali menjadi sumber kontaminasi bakteri patogen (Dwidjosepitiro, 2005), dan pada saat mengisi botol/wadah petugas tidak menggunakan sarung tangan. Selain itu pembersihan kandang yang hanya dilakukan satu kali sehari sehingga bakteri dapat berkembang disini, lantai kandang yang terbuat dari kayu hal ini juga menyebabkan berkembangnya bakteri sehinngga pada waktu pemerahan bakteri dapat mencemari susu. Penelitian tentang kandungan

Salmonella sp. pada susu sudah pernah dilakukan yaitu pada susu sapi. Penelitian ini

dilakukan oleh Muhammad Andi tahun 2006 di Medan. Hasilnya bahwa susu sapi segar pada peternakan bapak Khumar Shing di jalan Bunga Raya no 94 Tanjung Selamat-Medan Tidak memenuhi syarat karena mengandung bakteri Salmonella sp.


(62)

5.1.2 Peternakan yang Negatif Salmonella sp

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di peternakan di ketahui bahwa Peternakan A dan C adalah negatif Salmonella sp. Di peternakan A terlihat bahwa kandang kambing dibersihkan setiap hari. Sebelum melakukan pemerahan susu, petugas terlebih dahulu mandi. Setelah diperoleh susu kemudian susu dibawa ke ruangan khusus untuk di masukkan ke dalam botol, dimana botol ini telah di sterilkan terlabih dahulu. Sebelum melakukan pekerjaan ini petugas kembalai mandi. Ketika melakukan pengisian susu kedalan botol, petugas menggunakan sarung tangan, masker dan penutup kepala. Disini terlihat bahwa petugas benar-benar memperhatikan higiene dan sanitasi.

Sedangkan di peternakan C terlihat sangat jelek. Kambing banyak terlihat berada di luar kandang. Kotoran kambing terlihat berserakan. Kandang kambing dan tempat minumnya tampak kotor. Ketika pemerahan susu petugas melakukan pemerahan di dalam kandang itu sendiri tidak ada tempat khusus untuk memerah. Disini terlihat bahwa petugas tidak memperhatikan kebersihan kambing dan lingkungannya. Tetapi ketika akan memasukkan susu ke dalam botol, yang dilakukan oleh petugas yang lain tampak bahwa petugas benar-benar memperhatikan kebersihan dari botol. Dimana botol-botol ini sebelum dipakai terlebih dahulu dibersihkan dengan air panas kemudian ditelungkupkan setelah kering lalu diisi dengan susu.

5.3 Dampak Salmonella sp. Terhadap Kesehatan

Salmonella sp. mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah sedikit, tetapi tidak

selalu menimbulkan perubahan dalam hal warna, bau, maupun rasa dari makanan tersebut. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar


(63)

timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan makanan tersebut, dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi. Gejala Salmonellosis yang paling sering terjadi adalah gatroenteritis. Selain gastroenteritis, beberapa spesies

Salmonella juga dapat menimbulkan gejala penyakit lainnya. Misalnya, demam

enterik seperti demam tifoid dan demam paratifoid serta infeksi lokal (Supardi dan Sukamto, 1999).


(64)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan langsung di 4 lokasi peternakan dan pemeriksaan kandungan Salmonella sp. maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Higiene sanitasi pemerah susu semuanya tidak menggunakan sarung tangan,

masker pada saat pemerahan dan mencuci tangan hanya menggunakan air saja tanpa sabun dan disikat, dan semua pemerah susu melakukan teknik pemerahan dengan tangan.

2. Fasilitas sanitasi di keempat lokasi peternakan menggunakan sumber air sumur bor.

3. Sanitasi peralatan pemerahan susu yang digunakan yaitu wadah penampungan

susu menggunakan milkcan sebanyak 4 peternakan yang dicuci sebelum dan setelah pemerahan dimana 2 peternakan menggunakan air hangat dan 2 peternakan lagi menggunakan air hangat dan pembersih khusus

4. Higiene sanitasi pada pemerah susu, sanitasi kandang dari setiap peternakan belum ada yang memenuhi syarat.

5. Bakteri Salmonella sp. pada susu kambing yang akan dijual diperoleh dari 2

peternakan negatif, hasil ini memenuhi standart baku mutu yang ditentukan, 2 peternakan positif, hasil ini tidak memenuhi standart baku mutu yang ditentukan.


(65)

6.2 Saran

1. Kepada pengelola usaha peternakan kambing perah dan petugas pemerah susu

diharapkan agar dapat meningkatkan higiene sanitasi kambing perah

2. Kepada Dinas Peternakan diharapkan agar terus melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap usaha-usaha peternakan kambing perah khususnya dalam pembinaan dan pengawasan tentang higiene dan sanitasi susu.

3. Kepada konsumen sebaiknya mengkonsumsi susu kambing perah yang telah


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2013. http://www.beritajatim.com/keracunan susu.html, diakses tanggal 11 Juli 2013.

Anonimus. 2013. http://www.detiksurabaya.com/keracunan susu,html, diakses

tanggal 11 Juli 2013.

Anonimus. 2013. http://www.majalahkesehatan.com/susu kambing, html diakses

tanggal 11 Juli 2013.

Ahmad Yunus. 2012. Panduan Budidaya Kambing Etawa. Jakarta : Penerbit Pustaka Baru Press.

Andi M. 2006. Analisa Kandungan Salmonella sp. Pada Susu Sapi Perah Yang

Berasal dari Beberapa Lokasi Perternakan Sapi Perah Di Kota Medan.

[Sksipsi] : Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. USU.

Bailliera, 1984. Health Hazards Of Milk. London : Oxford Company.

Balai Litbang. Pertanian RI, 1997. Pasca Panen Susu. Instalansi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Jakarta.

Budi, dkk.. 2006. Dasar Ternak Perah. Dikompilasi oleh : Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Depkes. RI. (2004), Peranan Pemerintah Daerah Dalam Sanitasi Makanan. Ditjen

PPM dan PLP : Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan dan Pertanian Departemen Pertanian. 2005.

Dwijoseputro, 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta :Djambatan

Haryoto K. 1998. Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat. I.W. Suardana, I.B.N. Swacita. 2009. Higiene Makanan. Bali : Penerbit Udayana

University Press.

Marina K. 2000. Hygiene Sanitasi pada Pabrik Limun Sumber Indah d/h Chuan Bie

tahun 1999. Kabanjahe [skripsi]: Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat.

USU.

Supardi H.I. dan Sukamto (1999). Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan


(67)

Retno W., Yuliarsih, 2002. Higiene Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Sanjaya AW, Sudarwanto M, Soejoedono RR, Purnawarman T, Lukman DW, Latif H (2007). Higiene Pangan. Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Masyarakat Veteriner. Bogor: FKH-IPB.

Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Bandung : Karya Putra Dharmawati.

Sarwono B, Arianto HB. (2001). Penggemukan Sapi Potong secara Cepat. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

SNI, 2009. Batas Maksimum Cemeran Mikroba dalam Pangan, Jakarta.

Supardi dan Sukamto. (1999). Mikrobiologi Dalam Pengolahan Pangan dan

Keamanan Pangan. Cetakan ke-1, Alumni, Jakarta.

Surat Keputusan Direktoral Jenderal Peternakan Nomor 17 tahun 1983 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengawasan, dan Pemeriksaan Kualitas Susu Produksi Dalam Negeri.

Susanto.D. 2005. Susu Kambing. Jakarta: Penebar Swadaya.


(68)

LEMBAR OBSERVASI

Higiene Sanitasi Pemerahan Susu Kambing di Sumatra Utara 2013 Parameter yang diamati Peternakan

% A B C D E Pendidikan

SMP SMA SARJANA

Frekuensi pembersihan kandang perhari 1 kali

2 kali >2 kali

Bahan lantai kandang Tanah

Kayu Semen

Jarak kandang terhadap tempatpembuangan kotoran

0-5 m 5-10 m >10 m

Saluran air dalam kandang Tidak ada saluran air

Saluran air tersumbat Saluran air lancar

Bahan wadah penampungan susu Karet

Plastik Milkcan

Pencucian alat pemerahan dilakukan Tidak teratur

Setelah pemerahan Sebelum pemerahan

Sebelum dan sesudah pemerahan Cara pembersihan alat pemerahan Air saja

Air dan air panas Air dan sabun  


(69)

 

Pembersihan kambing dan puting sebelum pemerahan

Tidak dibersihkan Menggunakan air saja Menggunakan air hangat

Pengeringan setelah pencucian ambing dengan: Tissue

Kain

Tidak dilakukan

Sumber air untuk aktifitas peternakan dari: Sungai

Sumur PAM

Mata air pegunungan

Letak sumber air dari kandang 0-5 m

5-10 m >10 m

Pemerahan mencuci tangan sebelum melakukan pemerahan

Tidak Ya

Pencucian tangan pemerah sebelum memerah menggunakan:

Air saja Air dan Sabun


(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

Foto Peternakan C


(75)

Foto Peternakan D


(76)

Gambar Salmonella Sp. negatif dipertenakan A

 

   


(77)

Gambar Salmonella Sp. Positif di Peternakan B

 


(78)

Gambar Salmonella Sp. Negatif di Peternakan C

 


(79)

Gambar Salmonella Sp. Positif di Peternakan D

 


(1)

Foto Peternakan C


(2)

Foto Peternakan D


(3)

Gambar Salmonella Sp. negatif dipertenakan A

 

   


(4)

Gambar Salmonella Sp. Positif di Peternakan B

 


(5)

Gambar Salmonella Sp. Negatif di Peternakan C

 


(6)

Gambar Salmonella Sp. Positif di Peternakan D