Penentuan beda tinggi antara dua Kesalahan–kesalahan pada sipat datar Pengukuran Sipat

97

4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal

gelembung nivo di tengah, lalu memasang unting-unting. 11. Untuk memperjelas benang diafragma dengan memutar sekrup pada teropong. 12. Sedangkan untuk memperjelas objek rambu ukur dengan memutar sekrup fokus diatas teropong. 13. Setelah itu, membaca benang atas, benang tengah, dan benang bawah rambu belakang. Kemudian membaca kembali benang atas, benang tengah, dan benang bawah rambu muka. Hasil pembacaan di tulis pada formulir yang telah disiapkan. Kemudian mengukur jarak dengan menggunakan pita ukur dari rambu belakang ke alat dan dari alat ke rambu belakang hasilnya di rata-ratakan serta mengukur juga jarak rambu muka ke alat dan dari alat ke rambu muka hasilnya dirata-ratakan. Kemudian alat digeser sedikit slag 2 lakukan hal yang sama sampai slag akhir pengukuran selesai. 14. Setelah pengukuran selesai, lalu kembali ke laboratorium untuk mengembalikan alat. 15. Setelah itu melakukan pengolahan data. Pengolahan data yang dilakukan adalah pengolahan data untuk mengeliminir kesalahan acak atau sistematis dengan dilengkapi instrumen tabel kesalahan garis bidik dan sistematis. Kesalahan sistematis berupa kesalahan garis bidik kita konversikan ke dalam pembacaan benang tengah mentah yang akan menghasilkan benang tengah setiap slag yang telah dikoreksi dan merupakan fungsi dari jarak muka atau belakang dikalikan dengan koreksi garis bidik.

4.2.2 Penentuan beda tinggi antara dua

titik Penentuan beda tinggi anatara dua titik dapat dilakukan dengan tiga cara penempatan alat ukur penyipat datar, tergantung pada keadaan lapangan. Dengan menempatkan alat ukur penyipat datar di atas titik B. Tinggi a garis bidik titik tengah teropong di atas titik B diukur dengan mistar. Dengan gelembung ditengah–tengah, garis bidik diarahkan ke mistar yang diletakkan di atas titik lainnya, ialah titik A. Pembacaan pada mistar dimisalkan b, maka angka b ini menyatakan jarak angka b itu dengan alas mistar. Maka beda tinggi antara titik A dan titik B adalah t = b –a. Alat ukur penyipat datar diletakkan antara titik A dan titik B, sedang di titik–titik A dan B ditempatkan dua mistar. Jarak dari alat ukur penyipat datar ke kedua mistar ambillah kira–kira sama, sedang alat ukur penyipat datar tidaklah perlu diletakkan digaris lurus yang menghubungkan dua titik A dan B. Arahkan garis bidik dengan gelembung di Di unduh dari : Bukupaket.com 98

4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal

tengah–tengah ke mistar A belakang dan ke mistar B muka, dan misalkan pembacaaan pada dua mistar berturut-turut ada b belakang dan m muka. Bila selalu diingat, bahwa angka – angka pada rambu selalu menyatakan jarak antara angka dan alas mistar, maka dengan mudahlah dapat dimengerti, bahwa beda tinggi antara titik–titik A dan B ada t = b – m. Alat ukur penyipat datar ditempatkan tidak diantara titik A dan B, tidak pula di atas salah satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah kiri titik A atau disebelah kanan titik B, jadi diluar garis AB. Pembacaan yang dilakukan pada mistar yang diletakkan di atas titik A dan B sekarang adalah berrturut- turut b dan m lagi, sehingga digambar didapat dengan mudah, bahwa beda tinggi t = b –a m. Gambar 78. Pengukuran sipat datar

4.2.3 Kesalahan–kesalahan pada sipat datar

a. Kesalahan petugas. x Disebabkan oleh observer. x Disebabkan oleh rambu. b. Kesalahan Instrumen. x Disebabkan oleh petugas. x Disebabkan oleh rambu. c. Kesalahan Alami. x Disebabkan pengaruh sinar matahari langsung. x Pengaruh refraksi cahaya. x Pengaruh lengkung bumi. x Disebabkan pengaruh posisi instrument sifat datar dan rambu- rambu.

4.2.4 Pengukuran Sipat

Datar Di unduh dari : Bukupaket.com 99

4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal

Gambar 79. Pengukuran sipat datar rambu ganda Eliminasi kesalahan sistematis alat sipat datar dengan cara ,mengoreksi KGB kesalahan garis bidik. Metode pengukuran rambu muka dan belakang dengan dua stand dua kali alat berdiri. Keterangan : š BT benang tengah yang dianggap benar BT = benang tengah yang dibaca dari teropong Koreksi = - kesalahan I = Kgb = sudut ¸¸ ¸ ¸ ¹ · ¨¨ ¨ ¨ © § š o d BT BT kgb kgb lim tan Ÿ ¸¸ ¸ ¹ · ¨¨ ¨ © § š d BT BT kgb ¸¸¹ · ¨¨© § dmII db dm db BTm BTb BTm BTb kgb II I I II II I I Koreksi Kgb = -Kgb. a Eliminasi kesalahan sistematis karena kondisi alam. Eliminasi kesalahan sistematis karena kondisi alam dapat dikoreksi dengan membuat jarak belakang dan jarak muka hampir sama. b. Jumlah slag pengukuran harus genap. Peluang untuk meng-koreksi kesalahan di slag ganjil dan genap lebih besar. Pembagian kesalahan setiap slag lebih rata. c. Cara meng-koreksi kesalahan acak random error: x Dilapangan kita peroleh bacaan BA, BT, BB pada setiap slag misalnya n = genap. x Dari lapangan kita peroleh jarak belakang x x jarak muka. Di unduh dari : Bukupaket.com 100

4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal

Gambar 80. Pengukuran sipat datar di luar slag rambu Gambar 80. Pengukuran sipat datar di luar slag rambu Di unduh dari : Bukupaket.com 101

4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal

Gambar 81. Pengukuran sipat datar dua rambu Gambar 82. Pengukuran sipat datar menurun Di unduh dari : Bukupaket.com 102

4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal

Gambar 83. Pengukuran sipat datar menaik Gambar 84. Pengukuran sipat datar tinggi bangunan Di unduh dari : Bukupaket.com 103

4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal

Hasil yang diperoleh dari praktek pengukuran sipat datar dan pengolahan data lapangan adalah tinggi pada titik-titik patok-patok yang diukur untuk keperluan penggambaran dalam pemetaan. Perhitungan meliputi : ƒ Mengoreksi hasil ukuran ƒ Mereduksi hasil ukuran, misalnya mereduksi jarak miring menjadi jarak mendatar dan lain-lain ƒ Menghitung azimuth pengamatan matahari ƒ Menghitung koordinat dan ketinggian setiap titik. Langkah-langkah dalam pengolahan data adalah sebagai berikut: 1. Menuliskan nilai BA, BT, BB, jarak belakang dan jarak muka. 2. Mencari nilai kesalahan garis bidik. 3. Menghitung BT koreksi BT k di setiap slag. 4. Menghitung beda tinggi ¨H di setiap slag dari bacaan benang tengah koreksi belakang dan muka. Beda tinggi awal suatu slag diperoleh melalui pengurangan benang tengah belakang koreksi dengan benang tengah muka koreksi. Beda tinggi setiap slag harus memenuhi syarat beda tinggi sama dengan nol jika jalur pengukur berawal dan berakhir pada titik yang sama. Penjumlahan beda tinggi awal setiap slag merupakan kesalahan acak beda tinggi yang harus dikoreksikan kepada setiap slag berdasarkan bobot tertentu. 5. Menghitung jarak ™d setiap slag dengan menjumlahkan jarak belakang dan jarak muka. 6. Menghitung total jarak ™ ™d jalur pengukuran dengan menjumlahkan semua jarak slag. 7. Menghitung bobot koreksi setiap slag dengan membagi jarak slag dengan total jarak pengukuran. Sebagai bobot koreksi kita menggunakan jarak setiap slag yang merupakan penjumlahan jarak muka dan belakang. Total bobot adalah jumlah jarak semua slag. Koreksi tinggi setiap slag dengan demikian diperoleh melalui negatif kesalahan acak beda tinggi dikalikan dengan jarak slag tersebut dan dibagi dengan total jarak seluruh slag. 8. Menghitung tinggi titik-titik pengukuran Ti dengan cara menjumlahkan tinggi titik sebelumnya dengan tinggi titik koreksi yang hasilnya akan sama dengan nol.

4.4 Pengolahan data sifat datar kerangka dasar vertikal