Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik Analisis Bahan Hukum

59

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan data pada tesis ini menggunakan studi dokumen yang dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan dan menginventarisasi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yang selanjutnya dilakukan pencatatan dengan menggunakan sistem kartu. Dalam sistem kartu ini dilakukan suatu telaah kepustakaan dengan mencatat dan memahami informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum penunjang lainnya yang berkaitan dengan permasalahan pembuktian terdakwa dalam perkara korupsi dikaitkan dengan beban pembuktian terbalik yang dibahas.

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu setelah bahan-bahan hukum mengenai sistem pembuktian dalam perkara korupsi dikaitkan dengan beban pembuktian terbalik dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisis secara hukum. Dalam menganalisis bahan - bahan hukum yang telah terkumpul dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik analisis bahan hukum yaitu : 1. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi -proposisi hukum atau non hukum. 60 2. Teknik interpretasi berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatikal, histori, sistematis, teleologis, kontektual, dan lain-lain. 3. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sa h oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan hukum primer maupun dalam bahan hukum sekunder. 4. Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan permasalahan hukum kian banyak argumen makin menunjukkan kedalaman penalaran hukum. 58 Pendekatan kasus cases approach sebagai bahan hukum penunjang penelitian hukum normatif, peneliti menyertakan beberapa buah kasus tindak pidana korupsi. Hanya saja penyajian kasus tersebut terbatas pada penekanan beban pembuktian. Pembebanan beban pembuktian dimaksud adalah terhadap para terdakwanya yang dibebani beban pembuktian terbalik. Sistem pembuktian terbalik adalah khusus diberlakukan bahwa proses persidangan dengan agenda pembuktian mendapat giliran yang diperintahkan hakim untuk menerangkan asal – usul dan perolehan harta miliknya terkait indikasi tindak pidana korupsi sesuai apa yan g dituduhkan jaksa selaku penuntut umum. Tidak seperti biasanya bahwa dalam proses pembuktian persidangan bahwa dalam pembuktian kesempatan pertama adalah merupakan forsi dan kewenangan jaksa selaku penuntut dalam kasus yang 58 Program Studi Magister Ilmu Hukum, 2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis Program Studi Magister S2 Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, hlm. 34-35. 61 disidangkan untuk membuktikan dakwaannya. Kewajiban demikian adalah merupakan aplikasi dari asas actori incumbit onus probandi siapa yang menuntut dialah yang wajib membuktikan. Terlepas dari keharusan makna asas hukum tersebut, dalam setiap pembuktian tindak pidana korupsi terdakwan ya semua dalam proses pembuktian dipersidangan dibebani beban pembuktian. Peneliti dalam hubungan ini menyajikan beberapa kasus sebagai sampel penunjang dalam mengkaji dan menganalisis sistem pembuktian terbalik. Sebagai fakta hukum pula bahwa dalam proses pembuktian peradilan tindak pidana korupsi diterapkan sistem pembuktian terbalik bagi terdakwanya. Adapun sajian beberapa kasus tindak pidana korupsi dengan para terdakwanya dibebani pembuktian terbalik terangkum pula tabel berikut : Tabel 1 Persidangan Tindak Pidana Korupsi Yang Menarik Perhatian Publik di Bali Dengan Para Terdakwa Dibebani Pembuktian Terbalik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipikor Denpasar Dalam Periode Tahun 2012 – 2015 No. Nama Terdakwa Jenis Putusan Pengadilan Yang Dijatuhkan Hakim No. Perkara Putusan Keterangan 1 I Wayan Sukaja, S.Sos  Pidana Penjara 4 tahun, denda 200 juta subsider 1 bulan kurungan pengganti denda dan wajib membayar kerugian keuangan negara sebesar 431 juta, sub pid penjara 3 bulan 1PID.SUSTPK 2013PN.DPS Dari kalangan legislatif - Dana BANSOS - Ketua DPRD Tabanan 62 No. Nama Terdakwa Jenis Putusan Pengadilan Yang Dijatuhkan Hakim No. Perkara Putusan Keterangan 2 Gede Budiasa, alias Jero Tapakan Gede Budiasa  Pidana Penjara 5 tahun 6 bulan  Denda 200 juta, sub. Kurungan 5 bulan  Uang pengganti 1 milyar, 863 juta, 26 ribu, 650 rupiah sub 1 bulan kurungan sub penyitaan atas harta terdakwa, sub 4 tahun pidana pengganti 9PID.SUSTPK 2013PN.DPS Dari kalangan swasta korupsi dana LPD 3 Dewa Gede Ramayana  Pidana penjara 1 tahun 3 bulan  Denda 50 juta, sub. Kurungan 1 bulan  Pidana tambahan uang pengganti Rp. 62.745.000 sub pengganti harta benda dilelang, bila tidak membayar sub 3 bulan penjara 7PID.SUSTPK 2013PN.DPS Dari kalangan eksekutif - Korupsi gaji guru honorer 4 Drs. I Nyoman Mudjarta, M.Pd  Tidak terbukti bersalah  Dibebaskan dari dakwaan  Memulihkan hak terdakwa 16PIDSUSTPK 2013PN.DPS Dari kalangan pendidik - Korupsi uang komite 5 I Nengah Arnawa, S.Sos  Pidana penjara 6 tahun  Denda 300 juta rupiah  Pidana kurungan sub. Pengganti 2 bulan kurungan  Uang pengganti 1 milyar 395 juta 13PIDSUSTPK 2014PN.DPS TPK mantan Bupati Bangli 63 No. Nama Terdakwa Jenis Putusan Pengadilan Yang Dijatuhkan Hakim No. Perkara Putusan Keterangan 6 Prof. Dr. I Made Titib, Ph.D  Pidana penjara 2,5 tahun denda 50 juta, subdair 1 bulan No. 13 Pid.Sus TPK2014PN. DPS Tgl. 2 Oktober 2014 Kasus Tindak Pidana Korupsi Proyek IHDN Denpasar Dari kalangan Pendidik Rektor IHDN Denpasar 7 Dr. I Wayan Candra, SH., MH  Pidana penjara 12 tahun denda 1 milyar, subidair 6 bulan Putusan banding diperberat 3 tahun menjadi 15 tahun No. 7Pid.Sus TPK2015PN. DPS Tgl. 24 Juni 2015 Tindak Pidana Korupsi dan TPPU – Proyek Dermaga Nusa Penida Dari kalangan Eksektuif Mantan Bupati Klungkung Data diambil peneliti di Pengadilan Negeri Denpasar dan dioleh versi peneliti Berdasarkan temuan penelitian semua kasus tindak pidana korupsi tersebut diatas, ternyata dalam proses pembuktian para terdakwa dipersidangan TIPIKOR Denpasar. Kesemuanya dibebani beban pembuktian oleh hakim. Para terdakwa terlebih dahulu diwajibkan menerangkan asal-usul perolehan harta yang dimilikinya terkait dengan tuduhan jaksa masing-masing Kewajiban yang dibebankan hakim kepada para terdakwa atas dakwaan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan pengaturan Pasal 37 ayat 1 dan ayat 3 Undang – Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana 64 Korupsi. Namun demikian setelah selesai terdakwa membuktikan dirinya sesuai tuduhan jaksa, jaksapun dibebani beban pembuktian untuk membuktikan dakwaannya sesuai dengan esensi Pasal 66 KUHAP. Oleh karena demikian tampak bahwa sistem pembuktian yang diterapkan dalam peradilan tindak pidana korupsi adalah sistem pembuktian terbalik berimbang. Pendekatan perbandingan comparative approach yang peneliti lakukan membandingkan dengan beberapa negara seperti Inggr is, Singapura dan Malaysia, khususnya dengan penerapan sistem pembuktian terbalik yang juga dianut di negara – negara tersebut. Negara Indonesia dengan keluarga hukum Civil Law atau Eropa Kontinental yang merupakan sistem hukum induknya dari Belanda, bahwa di Belanda -pun menetapkan pula sistem pembuktian terbalik, bahkan lebih luas jangkauannya bukan saja terhadap perbuatan dengan indikasi korupsi, juga terhadap tindak pidana tertentu seperti pencemar an melawan keamanan negara. Serta pula di Belanda tindakan perampasan, terhadap harta milik terdakwa sejak ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat dilakukan. Di Indonesia perampasan dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan. 65

BAB II TINJAUAN UMUM BEBERAPA PENGERTIAN DAN

MAKNANYA DARI ISTILAH HUKUM TERKAIT PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI

2.1. Pengertian dan Makna Kata : “Urgensi, Sistem, Pembuktian,

Pembuktian Terbalik, Peradilan, Tindak Pidana” Ada beberapa pemakaian istilah hukum menyangkut pengertian dan maknanya berkaitan dengan judul penelitian ini. Tiap variabel judul tersebut menyangkut materi sistem pembuktian terbalik terkait dengan hak-hak terdakwa yang paling asasi bagi terdakwa dalam persidangan tindak pidana korupsi. Adapun istilah-istilah serta pengertiannya seperti terurai berikut ini :

2.1.1. Pengertian “Urgensi” dan “Sistem”

Secara etimologi kata “urgensi” diberikan arti sebagai “keharusan mendesak”, hal sangat penting 59 . Maka menurut penulis bahwa variabel inti dalam judul penelitian ini adalah sistem pembuktian terbalik , adalah merupakan substansi dalam peradilan tindak pidana korupsi sebagai keharusan yang dianggap mendesak dan hal sangat penting untuk dilakukan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini menurut 59 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 1110 65