Arti Peradilan dan Tindak Pidana

74

2.1.3 Arti Peradilan dan Tindak Pidana

Menurut batasan arti diberikan dalam kamus bahwa kata “peradilan” diartikan segala sesuatu mengenai perkara pengadilan, lembaga hukum bertugas memperbaiki 83 . Namun pendapat para ahli menurut Fachmi memberi batasan pengertian dari kata “adil” yang diartikan sebagai tidak memihak, tidak berat sebelah ataupun keseimbangan dan secara keseluruhan peradilan dalam hal ini adalah menunjukkan kepada suatu proses, yaitu proses untuk menciptakan atau mewujudkan keadilan 84 . Sehubungan pemakaian kata peradilan dalam penel itian ini dikaitkan batasan pengertian yang diberikan oleh Fachmi diatas menunjukkan bahwa peradilan mengandung makna serta arti sebagai proses dalam mencari dan mewujudkan keadilan melalui pembuktian untuk mendapatkan kebenaran dipersidangan. Istilah tindak pidana berasal dari istilah Belanda, yaitu “Strafbaar feit”. Strafbaar feit terdiri dari 3 kata yaitu “straf” yang diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Kata “baar” diterjemahkan dengan dapat atau boleh. Sedangkan “feit” diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, 83 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Op Cit, hlm. 7 84 Fachmi, 2011, Kepastian Hukum Mengenai Putusan Batal Demi Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana INdonesia, Ghalia INdonesia Publishing, Bogor, hlm. 50 75 pelanggaran, dan perbuatan. Secara literlijk kata straf ” berarti pidana, kata baar artinya dapat atau boleh, dan feit berarti perbuatan. 76 Terhadap pengertian tindak pidana, terdapat dua aliran yang berkembang yaitu aliran monistis dan aliran dualistis. Pandangan monistis melihat bahwa keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Sedangkan pandangan dualistis memisahkan antara pengertian perbuatan pidana criminal act dengan pertanggungjawaban pidana ” criminal responsibility atau criminal liability 85 . Berikut pengertian stratbaar feit menurut doktrin menganut pandangan monistis antara lain : 1. Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana 86 . 2. Simons, merumuskan strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum 87 . 85 Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Cet. I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm : 69. 86 Wirjono Prodjodikoro, 1981, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco, Jakarta, hlm. 50 87 Simons, 1992, Kitab Pelajaran Hukum Pidana , terjemahan P.A.F. Lamintang, Pioner Jaya, Bandung, hlm. 127. 76 Sedangkan pengertian strafbaar feit menurut para sarjana yang menganut pandangan dualistis antara lain : 1. Moeljatno yang menggunakan istilah perbuatan pidana yang didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut 88 . 2. Pompe yang merumuskan strafbaar feit adalah suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. 3. Vos merumuskan bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan tindakan manusia diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan. 4. R. Tresna memberikan definisi peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman 89 . Mengenai unsur-unsur tindak pidana, penulis akan membandingkan pendapat dari Simons sebagai penganut aliran monistis dengan pendapat dari Moeljatno yang menganut pandangan dualistis. Dari 88 Moeljatno, 1983, Azas-Azas Hukum Pidana, PT. Bina Aksara, Jakarta, hlm. 55. 89 Adami Chazawi, Op. Cit. hlm. 72. 77 pendapat Simons mengenai pengertian strafbaar feit dapat ditarik unsur - unsur dari strajbaar feit yang dapat digolongkan menjadi unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif antara lain: a. Orang yang mampu bertanggung jawab; b. Adanya kesalahan dolus atau culpa. Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan yang berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan-keadaan saat mana perbuatan dilakukan. Unsur objektif antara lain : a. Perbuatan orang; b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu; c. Mungkin ada keadaan tertentu yang rnenyertai perbuatan itu. Sedangkan penganut pandangan dualistis adalah Moeljatno yang memisahkan antara perbuatan dengan orang yang melakukan perbuatan. Adapun unsur-unsur perbuatan pidana menurut Moeljatno adalah : a. Perbuatan manusia; b. Memenuhi rumusan dalam undang-undang syarat formil; c. Bersifat melawan hukum syarat materiil. 78 Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa penganut monistis tidak secara tegas memisahkan antara unsur tindak pidana dengan syarat untuk dapat dipidananya pelaku. Unsur mengenai diri orangnya bagi penganut dualistis yakni kesalahan dan adanya pertanggungjawaban pidana sebagai bukan unsur tindak pidana melainkan syarat untuk dap at dipidananya, sedangkan menurut pandangan monistis syarat dipidaimya itu juga termasuk dalam dan menjadi unsur tindak pidana. Antara kedua pandangan tersebut menurut Soedarto adalah sama benarnya dan tidak perlu dipertentangkan. Pandangan t ersebut dikarenakan adanya sudut pandang yang berbeda. Pandangan dualistis barangkat dari sudut abstrak, yaitu memandang tindak pidana semata -mata pada perbuatan dan akibat yang sifatnya dilarang. Jika perbuatan yang sifatnya dilarang itu terjadi konkrit, baru melihat pada orangnya, Bila orang itu mempunyai kemampuan bertanggung jawab dan karena perbuatannya itu dapat dipersalahkan kepadanya, dengan demikian maka kepadanya dijatuhi pidana. Sedangkan aliran monistis memandang dari sudut pandang konkrit, bahwa strafbaar feit tidak bisa dipisahkan dengan orangnya. Dalam strafbaar feit selalu ada si pembuat orangnya yang dipidana. Oleh karena itu, unsur-unsur mengenai diri orangnya tidak dipisah dengan unsur mengenai perbuatan. Semuanya menjadi unsur tindak pidana. 79

2.1.4 Batasan Pengertian Terdakwa