kemasyarakatan kita yang meletakkan secara tegas peran antara laki-laki dan perempuan, seperti yang dikemukakan oleh Mosse 1996:65 :
“Pada awalnya, patriarki memang untuk menunjukkan bahwa sebagai kepala rumah tangga, laki-laki mempunyai kekuasaan namun pada akhirnya, istilah
patriarki mulai digunakan di seluruh dunia untuk menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak-anak di dalam keluarga dan ini berlanjut
kepada dominasi laki-laki dalam semua lingkup kemasyarakatan lainnya.”
Dari pendapat Julia Claves Mosse di atas dapat disimpulkan bahwa konstruksi sosial gender yang berasal dari patriarki mengakibatkan struktur sosial
yang tidak adil bersifat tidak setara antara mayoritas dan minoritas. Minoritas disini tidak di dasarkan pada jumlah melainkan posisi dalam konstruksi sosial di
mana perempuan berada di posisi subordinasi terhadap laki-laki akibat nilai yang mendasari peran-peran sosial, karenanya berada pada posisi minoritas. Sehingga
timbulnya ketidakadilan gender adalah implikasi dari konstruksi sosial yang bersifat menindas terhadap minoritas.
2.4. Laki-laki Lemah Dalam Potensi Seksualitas
Gender sering dipandang sebagai masalah ketimpangan hubungan laki- laki dan perempuan, tetapi ketimpangan hubungan itu perlu dikaji lebih
mendalam. Karena ketimpangan gender yang diikur semata-mata oleh pandangan luar, bisa menjadi bias makna, sebab memahami persoalan gender dan
hubungan tidak seimbang itu harus dengan memahami kebudayaan jaringan makna masyarakat pendukungnya. Teori Blau sendiri menyatakan bahwa :
1. Selama seorang individu secara nyata memperoleh ganjaran yang
menguntungkan dirinya, baik secara ekstrinsik dan instrinsik, maka hubungan yang oleh orang luar dianggap tidak seimbang menjadi tidak
kontekstual. 2.
Selama ketimpangan seksual dan gender itu merupakan sistem norma dan nilai yang didukung masyarakatnya, maka pengalaman dalam hubungan
seksual akan senantiasa tidak seimbang. 3.
Kelanggengan hubungan yang bercorak penguasa dan yang dikuasai ditentukan oleh kesepakatan kedua belah pihak. Hidayana, 2004:61
Dalam lirik lagu “Rahasiaku” memposisikan laki-laki sebagai pihak yang lemah dan pihak perempuan lebih kuat. Laki-laki tersebut merasa tidak mampu
untuk menjadi laki-laki yang kuat dan perkasa. Sehingga dia memohon kepada pasangannya untuk membuktikan keperkasaannya sebagaimana menjadi ukuran
yang harus dimiliki untuk menjadi laki-laki sejati. Seperti yang dikenal masyarakat umumnya mengenai pelabelan laki-laki bahwa kehebatan laki-laki
dilekatkan pada maskulinitas maupun kemampuan seksualnya. Mansour Fakih 1996:17 juga menegaskan bahwa masyarakat memiliki
anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah melayani suami. Namun dalam lirik lagu “Rahasiaku” telah dipertukarkan peranan tersebut, karena
diceritakan bahwa pihak laki-laki juga melayani pihak perempuan. Bahkan perempuan bisa menjadi sosok yang lebih perkasa. Sehingga dalam hal ini
perempuan mempunyai posisi peran yang sama atau setara dengan laki-laki.
Jika dalam hal tersebut perempuan mempunyai kekuasaan lebih tinggi maka pihak perempuan yang berhak menentukan untuk mengambil keputusan
dalam mempertahankan hubungannya atas ketidakberdayaan seorang laki-laki yang tidak mampu menjadi sosok yang kuat dan perkasa. Kemungkinan yang
dapat terjadi adalah sang istri berwenang menggugat cerai suami karena merasa suaminya lemah dalam potensi seksualitas.
Kasus perceraian yang terjadi saat ini menurut Humas Pengadilan Tinggi Agama, Mohammad Dardiri SH, bahwa dari semua perkara perceraian sebagian
besar adalah istri yang menggugat cerai suami. 50-70 persennya adalah istri menuntut cerai suaminya. Terkadang penyebabnya sangat sepele. Pada periode
Januari - Juli 2009 perkara masuk sebanyak 24.416 kasus. Dari jumlah yang masih diproses 37.887 dan yang sudah diputus sebanyak 23.346 kasus. Sampai
sejauh ini sisa perkara perceraian tercatat 14.531 kasus. http:suaramerdeka.comv1index.phpreadcetak2009080675558Meningkat
-Kasus-Istri-Gugat-Cerai Memang kenyataannya, salah satu aspek yang menentukan kebahagiaan
dalam pernikahan adalah potensi seksual yang dimiliki suami. Kemampuan seksual ini bagi suami memegang peranan utama dalam usaha membina
kerukunan dan kebahagiaan rumah tangga. Menurut Maskers dan Johnson, apabila ada masalah seksual tidak
mungkin dalam suatu pernikahan hanya satu pihak yang “salah”. Respons seksual menyangkut suatu interaksi antara dua pihak. Pada dasarnya partner
seksual yang merupakan faktor terpenting, yang perlu diperbaiki adalah hubungan suami istri. Karena apabila ada fungsi seksual merupakan masalah
yang harus diatasi adalah masalah unit suami istri. Pada umumnya, tidak ada seorang suamipun yang memahami semua persoalan seksual istrinya. Suparto,
2000:212 Pada dasarnya, komunikasi merupakan hal terpenting dalam melakukan
hubungan seks. Apabila ada keluhan seksual dari pihak suami atau istri, sumber komunikasi lainnya juga cenderung akan terganggu. Acapkali tidak adanya
kehangatan dan pengertian disebabkan oleh adanya rasa takut atau tidak ada pengertian dari salah satu partner. Biasanya kegagalan komunikasi di kamar
tidur cepat berkembang ke bidang komunikasi lainnya. Suparto, 2000:213-214 Adanya pertukaran peran gender antara laki-laki dan perempuan dalam
lirik lagu “Rahasiaku” ini, dapat dianggap sebagai suatu bentuk kontradiksi antara stereotipe gender yang oleh masyarakat dianggap ideal.
2.5. Semiotik Ferdinand de Saussure