PENGGAMBARAN KEPASRAHAN DALAM LIRIK LAGU “Jangan Menyerah” (Studi Semiotik Tentang Penggambaran Kepasrahan Dalam Lirik Lagu “Jangan Menyerah” Karya Grup Band D’Masiv).
PENGGAMBARAN KEPASRAHAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Tentang Penggambaran Kepasrahan Dalam Lirik Lagu
“Jangan Menyerah” Karya Grup Band D’Masiv)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
Afi Chris Yulianto NPM. 0543010212
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA 2010
(2)
PENGGAMBARAN KEPASRAHAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Tentang Penggambaran Kepasrahan Dalam Lirik Lagu
“Jangan Menyerah” Karya Grup Band D’Masiv)
Disusun Oleh :
Afi Chris Yulianto 0543010212
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian / Seminar Proposal
Menyetujui, PEMBIMBING
Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 030 223 610
Mengetahui,
KETUA PROGAM STUDI
Juwito, S.Sos, M.Si NPT 3 6704 95 0036 1
(3)
PENGGAMBARAN KEPASRAHAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Tentang Penggambaran Kepasrahan Dalam Lirik Lagu
“Jangan Menyerah” Karya Grup Band D’Masiv ) Oleh :
AFI CHRIS YULIANTO 0543010212
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : 9 Juni 2010
Menyetujui,
PEMBIMBING TIM PENGUJI
1. Ketua
Dra. Sumardjijati, M.Si Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 196203231 99309 2001 NIP. 196203231 99309 2001
2. Sekretaris
Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 19641225 199309 2001
3. Anggota
Dra. Dyva Claretta, M.Si NPT. 3 6601 94 0025 1
Mengetahui, DEKAN
Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP.19550718 198302 2001
(4)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, serta tidak lupa sholawat dan salam penulis ucapkan kepada baginda Rasul nabi Muhammad SAW. Karena karunia – Nya, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Hanya kepadaNya – lah rasa syukur yang dipanjatkan atas selesainya skripsi ini.
Penulis mengakui bahwa kesulitan selalu ada di setiap proses pembuatan skripsi ini, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri, kesulitan itu akan terasa mudah apabila kita yakin terhadap kemampuan yang kita miliki. Semua proses kelancaran pada saat pembuatan proposal penelitian tidak lepas dari segala bantuan dari berbagai pihak yang sengaja maupun yang tidak sengaja telah memberikan sumbangasihnya. Maka penulis “wajib” mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka yang disebut berikut :
1. Ibu dan kakak-kakak di rumah yang selalu mendukung, membimbing dengan penuh kasih sayang dan perhatiannya secara moril maupun materiil, serta do’a yang tak henti – henntinya dihaturkan untuk penulis. 2. Ibu Dra Ec. Hj. Suparwati, MSi, Dekan FISIP UPN “Veteran” Jawa
Timur.
3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi. 4. Ibu Dra. Sumardjijati, M.Si, Dosen Pembimbing
5. Kepada Dosen-dosen Ilmu Komunikasi, terima kasih banyak atas ilmu yang diberikan kepada penulis
(5)
Serta tak lupa penulis memberikan rasa terima kasih kepada teman – teman yang telah membantu dalam pembuatan Proposal ini, baik dari dukungan, bimbingan maupun doanya :
1. teman-teman seperti Edwin, Qeis, Novan, Erwin, Andri, Kiki, Depit dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis 2. kepada warung mantap yang selalu direpotkan penulis buat
memunculkan inspirasi & ide-ide baru tentang pembuatan laporan proposal skripsi ini
3. teman-teman satu angkatan ‘05 yang tidak dapat disebutkan penulis satu-persatu, terima kasih dukungannya
4. Nita Pienot yang selalu mendukung, memotivasi, membantu, menemani disaat penulis membuat skripsi
Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan – kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Terima kasih.
Surabaya, Juni 2010
(6)
DAFTAR ISI
Halam
an
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...ii
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR GAMBAR ...viii
DAFTAR TABEL ...ix
ABSTRAKSI...x
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Perumusan Masalah ...8
1.3 Tujuan Penelitian ...8
1.4 Manfaat Penelitian ...8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...10
2.1 Landasan Teori ...10
2.1.1 Representasi ...10
2.1.2 Manusia ...12
(7)
2.1.2.2 Manusia Sebagai Makhluk Sosial ...17
2.1.2.3 Manusia dan Penderitaan ...18
2.1.3 Kepasrahan Kepada Tuhan ...19
2.1.4 Lirik Lagu Sebagai Pesan Dalam Proses Komunikasi Massa ...21
2.1.5 Lirik Lagu Dalam Kajian Semiotik ...22
2.1.6 Makna Dalam Kata ...24
2.1.7 Kode-kode Pembacaan ...27
2.1.8 Semiologi Roland Barthes ...30
2.1.9 Ideologi dan Metodologi ...33
2.2 Kerangka Berpikir ...35
BAB III METODE PENELITIAN ...37
3.1 Metode Penelitian ...37
3.2 Kerangka Konseptual ...39
3.2.1 Unit Analisis ...39
3.2.2 Korpus ...39
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...41
3.4 Metode Analisis Data ...41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...43
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ...43 4.2 Lirik Lagu Jangan Menyerah Menurut
(8)
Semiologi Roland Barthes ...44
4.3 Penyajian Data dan Hasil Analisis Data ...45
4.3.1 Penyajian Data ...45
4.3.2 Hasil Analisis Data...48
4.4 Penggambaran Kepasrahan Dalam Lirik Lagu “Jangan Menyerah”...61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...60
5.1 Kesimpulan ...60
5.2 Saran ...61
DAFTAR PUSTAKA...62 LAMPIRAN
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes ...31
Gambar 2. Peta Tanda Roland Barthes ...32
Gambar 3. Bagan Kerangka Berpikir ...36
Gambar 4. Peta Tanda Roland Barthes ...42
Gambar 5. Bait ke 1 kalimat ke 1...53
Gambar 6. Bait ke 2 kalimat ke 1...54
Gambar 7. Bait ke 2 kalimat ke 2...55
Gambar 8. Bait ke 3 kalimat ke 1...56
Gambar 9. Bait ke 4 kalimat ke 1...58
(10)
DAFTAR TABEL
(11)
ABSTRAKSI
AFI CHRIS YULIANTO, PENGGAMBARAN KEPASRAHAN DALAM LIRIK LAGU “Jangan Menyerah” (Studi Semiotik Tentang Penggambaran Kepasrahan Dalam Lirik Lagu “Jangan Menyerah” Karya Grup Band D’Masiv)
Penelitian ini mengangkat fenomena yang terjadi di kehidupan masyarakat, dengan banyaknya musibah yang menimpa manusia akan sangat berpengaruh bagi kehidupannya. Dan hal ini akan menimbulkan adanya sebuah penderitaan bagi manusia, dan sebuah penderitaan tidak bisa dihindari oleh setiap manusia. Jalan satu-satunya untuk menghadapi hal tersebut dengan bersikap pasrah dan menerima segala ketentuan yang telah di tetapkanNya.. Berdasarkan penjelasan diatas maka timbul pertanyaan yang menjadi dasar perumusan masalah yaitu bagaimana penggambaran kepasrahan yang timbul dalam lirik lagu “Jangan Menyerah”.
Studi penelitian ini diarahkan pada pendekatan semiologi Roland Barthes. Konsep yang digunakan adalah peta tanda Roland Barthes dan lima kode pembacaan, yaitu kode hermeunitik, kode proaretik, kode semik, kode simbolik dan kode kultural yang akan digunakan untuk memaknai setiap lirik dalam lagu tersebut.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif interpretative dengan menggunakan semiotik berdasarkan konsep signifikasi dua tahap Roland Barthes. Unit analisis yang digunakan adalah tanda-tanda yang berupa kata-kata yang terdapat dalam lirik lagu “Jangan Menyerah”.
Gambaran umum objek penelitian dijabarkan tentang latar belakang pencipta lagu dalam menciptakan lagu tersebut. Dari data yang sudah diinterpretasi dan dianalisis, maka disimpulkan bahwa untuk menghadapi sebuah penderitaan, maka dibutuhkan sikap pasrah dan berserah diri serta mensyukuri segala pemberian Tuhan.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini, bahwa didalam lirik lagu “Jangan Menyerah” terdapat sebuah penderitaan manusia dan adanya penggambaran kepasrahan manusia dalam menjalani kehidupannya.
(12)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mengangkat masalah kehidupan sebenarnya tidak terlepas dari fenomena yang terjadi di masyarakat., banyaknya media massa yang memberitakan tentang bencana dan musibah yang ada di negara ini dan mengakibatkan banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaannya dan keluarga sehingga banyak juga masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan yang akan berdampak besar bagi kehidupan.
Musibah dan bencana tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, musibah sering datang dengan tiba-tiba. Semua manusia pasti pernah mengalami musibah dan bencana di dalam kehidupannya, dan hal tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Jika pada saatnya musibah dan bencana tersebut datang di kehidupan manusia, hanya sikap yang menentukan bagaimana manusia hidup selanjutnya, jika menyikapi musibah dengan rasa kecemasan dan ketakutan maka akan membuat sebuah penderitaan bagi manusia yang akan semakin bertambah, sedangkan bila manusia dapat menyikapi musibah itu dengan positif maka akan berkuranglah penderitaan itu.
Jadi apabila musibah maupun bencana menimpa kehidupan manusia, maka manusia dituntut untuk mencegah musibah tersebut sehingga tidak menjadi sebuah penderitaan, sebab penderitaan itu adalah masalah diri manusia yang bersifat subyektif sedangkan musibah itu obyektif. Musibah maupun bencana
(13)
dapat diubah menjadi sebuah kesempatan hidup, tetapi musibah juga dapat menjadi racun bagi kehidupan manusia. Namun demikian, memang tidak semua musibah maupun bencana dapat diubah cara pandangnya, misalnya kehilangan orang yang dicintai, musibah ini tidak akan berubah hanya saja sikap mental yang harus diubah, dengan demikian musibah tidak menambah sebuah penderitaan bagi kehidupan manusia.
Agama mengajarkan bahwa dalam menerima musibah maupun bencana adalah dengan tawakal, bertawakal itu adalah bentuk kepasrahan manusia kepada sang pencipta alam semesta. Bertawakal merupakan suatu bentuk kesadaran manusia, bahwa manusia adalah makhluk tidak sempurna dan mempunyai kelemahan. Ketawakalan manusia kepada sang pencipta bisa diartikan sebagai kepercayaan kepada Tuhan dan menyerahkan semua urusannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan kata lain manusia menyerahkan segala daya upaya dan kepercayaannya kepada daya upaya Tuhan yang Maha Esa. Kepasrahan ini tidak tercapai kecuali manusia mencapai suatu kedudukan dimana dia menyadari bahwa tidak ada kekuatan yang bekerja di dunia ini kecuali kekuatan Tuhan Yang Maha Esa.
Perwujudan ketawakalan kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadikan manusia mempunyai kesabaran. Kesabaran ini sangat berguna ketika manusia mangalami penderitaan dalam hidupnya. Tanpa ketawakalan manusia akan mudah terombang-ambing dalam kehidupannya yang akhirnya terjerumus pada dosa. (Widagdho, Djoko, 2008:95).
(14)
Mengungkap fenomena kehidupan manusia di atas merupakan sebuah realitas bahwa manusia tercipta tidak ada yang sempurna dan mempunyai banyak kelemahan-kelemahan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus mampu bertahan hidup menerima, pasrah dan berserah diri akan cobaan maupun ujian yang diberikan Tuhan. Karena cobaan maupun ujian merupakan suatu hikmah dan mempunyai arti bagi kehidupan manusia.
Bentuk kepasrahan yang digambarkan dalam fenomena kehidupan masyarakat dapat dituangkan ke dalam pesan verbal ataupun non verbal dalam sebuah seni, seperti novel, puisi, musik, tarian atau lukisan. Menurut (Mulyana, 2005:21) Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat dilakukan baik sendirian ataupun dalam kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi). Perasaan tersebut dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Emosi kita juga dapat kita salurkan lewat bentuk-bentuk seni seperti novel, puisi, musik, tarian atau lukisan. Harus diakui musik juga dapat mengekspresikan perasaan kesadaran dan bahkan pandangan hidup manusia.
Didalam musik terdapat lirik lagu yang diciptakan oleh pencipta lagu sebagai bentuk ungkapan ekspresi terhadap fenomena yang terjadi di sekitar kehidupan masyarakat. Ekspresi yang disampaikan sekarang ini bukan hanya mengandung unsur keindahan seperti tema-tema percintaan, namun belakangan ini juga banyak tercipta tema-tema yang berisi permasalahan sosial dan realitas dalam kehidupan masyarakat.
(15)
Kehidupan manusia tidak luput dari ancaman musibah. Musibah yang terjadipun bermacam-macam, mulai dari bencana alam, kemiskinan, terserang berbagai penyakit dan sebagainya. Hal ini menambah penderitaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai kelemahan dan kekurangan. Sebagai makhluk Tuhan yang beriman, manusia dituntut untuk selalu pasrah dan berserah diri kepada Tuhan, karena yang terjadi didunia ini merupakan kuasa dari pencipta alam semesta.
Kepasrahan disini mempunyai definisi yang berbeda yaitu pasrah kepada Tuhan dan pasrah pada realitas. Pasrah pada Tuhan adalah keyakinan bahwa kekuasaan Tuhan memang jauh lebih besar dari dirinya sehingga akan membuat manusia merasakan dirinya kecil dan menerima takdirnya, dalam artian manusia tetap harus berusaha menjalani kehidupannya. Sedangkan pasrah pada realitas yaitu pasrah terhadap takdir yang diterimanya tanpa mengingat Tuhan sebagai makhluk pencipta segalanya, disini manusia tidak mau berusaha dan merubah nasibnya. Hal ini hanya akan membuat manusia semakin mengalami penderitaan.
Tanpa disadari musik juga telah mempengaruhi kehidupan sosial didalam masyarakat, karena didalam sebuah lirik lagu terdapat pesan si pencipta lagu terhadap fenomena-fenomena kehidupan masyarakat. Seperti lirik lagu “Jangan Menyerah” yang dibawakan oleh grup band D’Masiv. Dalam lirik lagu tersebut mengandung pesan bahwa manusia dituntut harus berpasrahkan diri kepada Tuhan. Lagu ini diciptakan terinspirasi dari para penderita panyakit kanker di yayasan Dharmais, menurut Grup band D’Masiv makna lirik lagu “Jangan
(16)
Menyerah” adalah walaupun kita mengalami banyak cobaan dalam hidup, kita tetap harus pasrah dan berserah diri kepada Tuhan dan meyakini bahwa Tuhan akan membukakan jalan bagi hambanya yang bersikap sabar dan tidak putus asa dalam menjalani hidup.
Lirik sebuah lagu yang dibawakan oleh grup band D’Masiv yang berjudul “Jangan Menyerah” adalah sebuah proses komunikasi yang mewakili seni karena terdapat informasi atau pesan yang terkandung dalam simbol lirik lagu tersebut yang sengaja digunakan oleh komunikator untuk disampaikan kepada komunikan dengan menggunakan bahasa dengan makna sebenarnya, dalam hal ini bahasa yang digunakan adalah bahasa verbal yang bisa berupa kata-kata yang dalam teks lirik lagu yang merupakan suatu bentuk komunikasi verbal.
Komunikasi verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran perasaan dan maksud kita. Komunikasi menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita, konsekuensinya kata-kata adalah abstrasksi realitas yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata (Mulyana, 2000:238).
Lirik lagu merupakan sebuah komunikasi verbal yang memiliki makna pesan didalamnya, sebuah lirik lagu bila tepat memilihnya bisa memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata atau peristiwa, juga secara individu mampu untuk memikat perhatian. Sebuah karya cipta dibidang musik tercipta juga harus memiliki jiwa menghibur bagi konsumen. Banyak sekali jenis lirik lagu
(17)
keseluruhan adalah sebuah produk musik yang telah tercipta yang melambangkan dan mempunyai maksud apa yang mewakili perasaan dari penciptannya.
Ketika sebuah lirik lagu mulai diaransemen dan diperdengar kepada khalayak, lirik tersebut mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya sebuah keyakinan, nilai-nilai, bahkan prasangka tertentu. Pesan yang disampaikan oleh seorang pencipta lagu lewat lagunya tentu tidak akan berasal dari luar diri sipencipta lirik lagu, artinya bahwa pesan tersebut bersumber dari pola pikirnya yang terbentuk dari interaksinya dengan lingkungan sosial disekitar.
Banyak musisi dan pencipta lagu yang mengangkat tema tentang kehidupan, misalnya saja Ebiet G Ade, yang mengangkat tema tentang kejadian bencana alam di negara kita , lewat lagunya “berita kepada kawan”, grup band st12 dengan judul “sinar jangan menangis” yang menceritakan tentang anak kecil yang bernama sinar dan dia menjadi tulang punggung keluarga ketika ibunya mengalami kelumpuhan, kemudian grup band d’masiv lewat lagu “jangan menyerah” yang menggambarkan kepasrahan seseorang dalam menjalani kehidupannya
Ditengah banyaknya persaingan dalam industri musik di Indonesia saat ini yang ditandai dengan makin banyak bermunculnya lirik-lirik lagu yang bertemakan cinta yang bernuansa kesedihan. Namun dalam lirik lagu “jangan menyerah” yang dipopulerkan oleh grup band d’masiv memberikan penggambaran kepasrahan manusia dalam menjalani kehidupan.
Di akhir-akhir ini banyaknya bencana alam dan musibah yang melanda di negara ini, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor dan lain-lain akibatnya
(18)
banyak warga negara ini yang kehilangan pekerjaan, kehilangan keluarga dan akibatnya berujung pada kemiskinan. Masih banyak warga negara kita yang hidup di garis kemiskinan bahkan banyak yang mengalami gangguan psikologi karena hidup di bawah garis kemiskinan. Jalan satu-satunya untuk menjawab semua itu adalah dengan bersikap pasrah kepada Tuhan dan menerima semua cobaan dan ujian-ujian yang diberikan.
Kalau melihat praktek hidup, tidak semua kepasrahan itu diartikan pasrah kepada Tuhan. Ada pasrah kepada Tuhan dan ada juga pasrah terhadap realitas. Kepasrahan kepada Tuhan adalah kesediaan untuk mengikuti apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang. Karena Tuhan itu adalah kebaikan, kebenaran atau kemasalahatan (positif), maka kepasrahan di sini adalah bentuk kepasrahan yang aktif, dinamis dan konstruktif. Kepasrahan pada Tuhan adalah bentuk kepasrahan yang menentang fatalisme, pasrah-isme, dan isme-isme destruktif lainnya. (www.studyagama.or.id/kepasrahanhidup).
Berangkat dari fenomena tersebut grup band yang berdomisili di Indonesia dan berasal jakarta yaitu d’masiv yang beranggotakan lima orang yaitu Rian Ekky Pradipta (vokal), Dwikiki Aditya M (gitar), Nurul Damar Ramadhan
(gitar), Ravvi Kurniawan I D (bass), dan Wahyu Piadji (drum)
mengungkapkannya ke dalam sebuah lirik lagu yang berjudul “Jangan Menyerah” dalam mini albumnya yang baru. Lewat lagunya yang berjudul “Jangan Menyerah” dibuat karena terinspirasi dari anak-anak penderita kanker yang pasrah kepada Tuhan dan mempunyai motivasi untuk hidup dalam acara amal bersama Yayasan Dharmais. Lagu ini punya arti lebih besar untuk band ini dan jadi
(19)
penyemangat band ini untuk membuktikan kehebatan mereka. (http://www.indonesiantunes.com/dmasiv/profile/).
Oleh karena itulah penelitian ini, penulis menaruh perhatian pada lirik lagu “Jangan Menyerah”. Didalam lirik lagu ini mewakili fenomena kehidupan yang khususnya berkenaan penggambaran kepasrahan manusia dalam menjalani kehidupan. Lagu “Jangan Menyerah” karya grup band d’masiv terdapat dalam mini album yang dirilis pada tahun 2009.
1.2 Perumusahan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana penggambaran kepasrahan dalam lirik lagu “Jangan Menyerah” karya grup band D’masiv.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penggambaran kepasrahan dalam lirik lagu “Jangan Menyerah” karya grup band D’masiv.
1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat teoritis
Secara teoritis yaitu bermanfat untuk menambah literatur penelitian kualitatif Ilmu Komunikasi khususnya mengenai analisis berupa lirik lagu dengan menggunakan metode semiotik.
(20)
2) Manfaat Praktis
Secara praktis yaitu membantu pembaca dalam memahami makna tanda yang menggambarkan kehidupan yang ada dalam lirik lagu tersebut. Dan diharapkan akan dapat menyamakan persepsi terhadap pesan yang disampaikan oleh si pencipta dan penyanyi dengan khalayak luas pendengar lirik lagu tersebut.
(21)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Representasi
Representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama, berbicara dalam “bahasa” yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. (Juliastuti, 2000:5).
Konsep lama mengenai representasi didasarkan pada premis bahwa ada sebuah gap representasi yang menjelaskan perbedaan antara makna yang diberikan oleh representasi dan arti benda yang sebenarnya digambarkan. Hal ini terjadi antara representasi dan benda yang digambarkan. Berlawanan dengan pemahaman standar itu, Stuart Hall berargumentasi bahwa representasi harus dipahami dari peran aktif dan kreatif orang memaknai dunia.
Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang konkret. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas representasi adalah produksi makna melalui bahasa. (www.kunci.or.id/nws/representasi).
(22)
Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakn berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, berbicara dalam bahasa yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. (www.kunci.or.id.nws.representasi).
Ada dua hal proses representasi yaitu representasi mental dan representasi bahasa. Representasi mental adalah konsep tentang “sesuatu” yang ada dikepala kita masing-masing, representasi ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Sedangkan representasi bahasa adalah representasi yang berperan penting dalam konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda-tanda dan simbol-simbol tertentu. (Juliastuti, 2000:8).
Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkontruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem peta konseptual kita. Dalam proses kedua, kita mengkontruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem peta konseptual dengan bahasa atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara sesuatu, peta konseptual dan bahasa/simbol adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan antara ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang dinamakan representasi. (www.kunci.or.id/nws/representasi).
(23)
Inti kajian representasi memfokuskan kepada isu-isu mengenai bagaimana caranya representasi itu dibentuk hingga menjadi sesuatu yang kelihatan alami. Jika sudah sampai pada tahap ini, maka representasi itu dikatakan berhasil dibangun dan dipercayai masyarakat sebagai sebuah normalitas alami yang tidak perlu dipertanyakan kembali karena sudah dianggap sebuah kewajaran. Dalam sebuah representasi terdapat sebuah sistem yang disebut sistem representasi selalu identik dengan nilai-nilai ideologis yang melatarbelakanginnya.
Konsep representasi pada penelitian ini merujuk pada pengertian tentang bagaimana seseorang yaitu pencipta lagu membentuk makna dalam sebuah lirik lagu. Dalam lirik lagu alat representasi itu berupa tulisan-tulisan syair pada lirik lagu yang bahasanya berbeda dengan bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat. Lewat lirik lagu pencipta dapat mengungkapkan pikiran yang ada dalam dirinya dalam merepresentasikan sesuatu.
2.1.2 Manusia
Manusia terdiri atas dua aspek : tubuh dan jiwa. Tubuh yang tidak disertai jiwa bukanlah tubuh manusia, tetapi mayat. Sebaliknya, jiwa tanpa tubuh (yang tampak) dikatakan setan atau jin. Sehingga yang dapat disebut sebagai manusia haruslah mempunyai aspek tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh (Widyosiswoyo, 2004:11).
Secara umum, tubuh manusia dibagi atas tiga bagian besar : kepala, badan dan anggota badan. Pada kepala, tempat indera manusia berada, terdapat
(24)
telinga, mata, hidung dan mulut. Dalam kepala terdapat otak yang dipergunakan oleh manusia untuk berpikir. Untuk melindungi bagian yang peka, seperti kepala dan mata, tumbuhlah rambut dibagian-bagian itu. Badan manusia yang berongga di dalamnya terdapat jantung, paru-paru, hati, limpa, isi perut dan ginjal yang merupakan semacam “pabrik” tempat mengolah kebutuhan tubuh. Anggota badan terdiri atas tangan untuk memegang sesuatu yang diperlukan dan kaki yang berfungsi untuk membawa badan maupun kepala. (Widyosiswoyo, 2004:11).
Kelahiran manusia yang pertama tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta ini, asal usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari teori tentang spesies baru yang berasal dari spesies lain yang telah ada sebelumnya melalui proses evolusi. Teori evolusi yang diperkenalkan Darwin pada abad XIX telah menimbulkan kepanikan terutama di kalangan gereja dan ilmuwan yang berpaham teori kreasi khusus. Apalagi setelah teori itu di ektrapolasikan dan para penganutnya sedemikian rupa sehingga seolah-olah manusia itu berasal dari kera. Padahal Darwin tidak pernah mengemukakan hal tersebut, walaupun taksonomi manusia (familia homidae) dan keras besar (famili pongidase) berada pada super famili yang sama yaitu Hominoidae.
Manusia sebagai salah satu makhluk yang hidup dimuka bumi memiliki karakter paling unik, secara fisik tidak begitu berbeda dengan binatang sehingga para pemikir seperti yang dikemukakan diatas menyamakannya dengan binatang. Letak perbedaan yang utama antara manusia dengan makhluk lainnya terletak pada kemampuannya menciptakan kebudayaan. Kebudayaan ini hanya dimiliki
(25)
manusia sedangkan binatang hanya memiliki kebiasanaan-kebiasaan yang bersifat insting.(Zamawi, 2005:3-4).
Kalau ditilik dari segi bentuk fisiknya maupun yang ada di sebaliknya, tidak berkelebihan kalau manusia menyatakan dirinya sebagai makhluk termulia diantara makhluk-makhluk lain ciptaan Tuhan Atas kemahamurahanNya manusia dibekali dengan peralatan hidup yang lengkap sehingga tidak mengherankan jika corak kehidupan menusia lebih beragam dan lebih sempurna daripada kehidupan makhluk lain. Banyak bukti dapat ditunjukkan sebagai tanda kemuliaan atau keistimewaan manusia di antara makhluk-makhluk lain ciptaan-Nya, misalnya :
1. Semua unsur alam, termasuk makhluk-makhluk lain, dapat dikuasai manusia dan dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya.
2. Manusia mampu mengatur perkembangan hidup makhluk lain dan menghindarkannya dari kepunahan.
3. Manusia mampu mengusahakan agar apa yang ada di alam ini tidak saling meniadakan.
4. Manusia mampu mengubah apa yang ada di alam ini yang secara alamiah tidak bermanfaat menjadi bermanfaat ; baik bagi keperluan hidup manusia sendiri, maupun kehidupan pada umumnya.
5. Manusia memiliki kreativitas oleh karenanya mampu menciptakan benda-benda yang diperlukan dengan bentuk dan model menurut keinginannya.
(26)
6. Manusia memiliki rasa indah dan karenanya mampu menciptakan benda-benda seni yang dapat menambah kenikmatan hidup rohaninya. 7. Manusia memiliki alat untuk berkomunikasi dengan sesamannya yang
disebut bahasa, yang memungkinkan mereka dapat saling bertukar informasi demi kesempurnaan hidup bersama.
8. Manusia memiliki sarana pengatur kehidupan bersama yang disebut sopan santun atau tata susila, yang memungkinkan terciptanya suasana kehidupan bersama yang tertib dan saling menghargai.
9. Manusia memiliki ilmu pengetahuan yang karenanya kehidupan mereka makin berkembang dan makin sempurna.
10.Manusia memiliki pegangan hidup antar sesama demi kesejahteraan hidupnya di dunia selain itu juga mengatur pergaulannya dengan Sang Pencipta deni kebahagiaan hidupnya di akhirat kelak.
Sebaliknya sesuai dengan sifatnya sebagai benda ciptaan atau yang biasa yang disebut makhluk, manusia pasti memiliki kekurangan atau kelemahan. Sesungguhnya hanya Sang Pencipta yang maha sempurna. Hal ini perlu kia sadari sepenuhnya bukan supaya kita rendah diri melainkan agar tahu diri.(Widagdho, 2008:32).
2.1.2.1 Manusia Sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan
Manusia sebagai makhluk Tuhan, diciptakan Tuhan dan dapat berkembang karena Tuhan. Untuk itu manusia dilengkapi kemampuan jasmani dan rohani, juga fasilitas alam sekitarnya, seperti tanah, air, tumbuh-tumbuhan
(27)
dan sebagainya. Sebagai makhluk Tuhan, manusia pun harus mendengarkan suara Tuhan. Suara Tuhan selalu membisikkan agar manusia berbuat baik dan mengelakkan perbuatan yang tidak baik. Jadi, untuk mengukur perbuatan baik-buruk, harus kita dengar pula suara Tuhan atau kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan berbentuk hukum Tuhan atau hukum agama.(Widagdho, 2008:129).
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada Sang Penciptanya, pengertian penghambaan kepada Tuhan tidak boleh diartikan secara sempit dengan hanya membayangkan aspek ritual yang tercemin dalam sembahyang saja. Penyembahan, berarti kedudukan manusia kepada hukum-hukum Tuhan dalam menjalankan kehidupan di muka bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertikal (manusia dengan Tuhan) maupun horizontal (manusia dengan manusia dan alam semesta). (Furqan, 2002:26).
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Mahakuasa itu amat penting karena keberadaan manusia itu bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran. Kepercayaan itu amat penting, karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya. Oleh karena itu jika manusia berusaha agar mendapat pertolongan daripadanya, manusia harus percaya kepada Tuhan, sebab Tuhanlah yang selalu menyertai manusia. Kepercayaan atau pengakuan akan adanya zat yang Mahatinggi yang menciptakan alam semesta seisinya merupakan konsekuensinya tiap-tiap umat beragama/kepercayaan dalam melakukan pemujaan kepada zat tersebut.(Widagdho, 2008:197).
(28)
Hubungan dengan Tuhan menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia. Orang yang bertakwa akan dapat dilihat dari peranannya di tengah-tengah masyarakat. Sikap takwa tercermin dalam bentuk kesediaan untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan keberpihakkan pada kebenaran dan keadilan, karena itu orang takwa akan menjadi motor penggerak gotong royong dan kerja sama dalam segala bentuk kebaikan dan kebajikan. (Furqan, 2002:177).
2.1.2.2 Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia merupakan makhluk sosial karena manusia hidup bermasyarakat, manusia saling membutuhkan, saling menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat. Sebaliknnya pula saling mencurigai, saling membenci, saling merugikan dan sebagainya.
Manusia adalah makhluk sosial, maka manusia pada dasarnya tidak mampu hidup sendiri di dalam dunia ini baik sendiri dalam konteks fisik maupun dalam konteks sosial budaya. Terutama dalam konteks sosial buadaya manusia membutuhkan manusia lain untuk saling berkolaborasi dalam pemenuhan karena pada dasarnya suatu fungsi yang dimiliki oleh manusia satu akan sangat berguna dan bermanfaat bagi manusia lainnya (Bungin,2007:25).
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya
(29)
dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia
kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. (http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/manusia-sebagai-makhluk-sosial)
Manusia sejak lahir sampai mati selalu hidup dalam masyarakat, tidak mungkin manusia di luar masyarakat. Aristoteles mengatakan: bahwa makhluk hidup yang tidak hidup dalam masyarakat ialah sebagai seorang malaikat atau seorang hewan (Hartomo, 2004: 75).
2.1.2.3 Manusia dan Penderitaan
Berbicara tentang penderitaan ternyata penderitaan tersebut berasal dari dalam dan luar diri manusia. Biasa orang menyebut dengan faktor internal dan faktor eksternal. Dalam diri manusia itu ada cipta, rasa dan karsa. Karsa adalah sumber yang menjadi penggerak segala aktivitas manusia. Cipta adalah realisasi dari adanya karsa dan rasa. Baik karsa maupun rasa selalu ingin dipuaskan. Karena selalu ingin dilayani, sedangkan rasa selalu ingin dipenuhi tuntutannya. Baru dalam keduanya menemukan yang dicarinya atau diharapkan manusia akan merasa senang dan bahagia (Widagdho, 2008:99). Apabila hal tersebut tidak terpenuhi, manusia akan merasa menderita.
Penderitaan, memang tidak hanya terjadi lantaran perang ataupun tingkah manusia agresif lainnya. Banyak hal sebenarnya yang bisa menjadi
(30)
penyebab penderitaan manusia : bencana alam, musibah atau kecelakaan, penindasan, perbudakan, kemiskinan dan lain sebagainya.
Penderitaan merupakan salah satu resiko dalam kehidupan yang telah digariskan oleh Yang Mahakuasa, disamping kesenangan atau kebahagiaan yang diberikan kepada umat-Nya. Namun, semua itu diberikan bukan tanpa rencana. Tuhan menciptakan keduanya, terutama penderitaan atau kesedihan, dengan maksud agar manusia dalam keadaan bahagia atau sedih, senang atau menderita, selalu ingat kepada-Nya dan tidak memalingkan dari-Nya. Oleh karenanya, hal itu lebih bersifat ujian. Namun, Tuhan tidak pernah memberikan ujian yang melebihi batas kemampuan manusia. (Widyosiswoyo, 2004:103).
Kesimpulan yang kita peroleh bahwa penderitaan itu merupakan siksa, rasanya tidak ada jalan lain kecuali menyesali perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang pernah kita lakukan dengan janji tidak akan mengulanginya lagi serta berserah diri kepada Tuhan dan menyerahkan semua urusan duniawi kepada Sang Pencipta Alam Semesta.
2.1.3 Kepasrahan kepada Tuhan
Kepasrahan adalah keyakinan bahwa kekuasaan Tuhan memang jauh lebih besar dari dirinya, sehingga akan membuat manusia merasakan dirinya kecil dan menerima takdirNya. Dalam kepasrahan demikian, manusia akan memperoleh suatu kedamaian dalam hatinya, sehingga secara berlangsung akan mengurangi penderitaan yang dialaminya. Lebih jauh dari itu akhirnya akan menimbulkan rasa
(31)
syukur bahwa Tuhan tidak memberikan cobaan yang lebih berat dari yang dialaminya (Widyosiswoyo, 2004:103).
Di dalam praktek hidup, tidak semua kepasrahan itu bisa dimasukkan dalam pengertian pasrah kepada Tuhan. Ada pasrah kepada Tuhan dan ada juga pasrah pada realitas. Meski kita terbiasa mengucapkan pasrah pada Tuhan namun didalam praktek hidup belum tentu, dan kemungkinan kita terjebak dalam kepasrahan dalam realitas. Pasrah pada realitas adalah fatalisme yang ditentang oleh akal sehat, ajaran ilmu pengetahuan dan ajaran agama.
Pasrah pada Tuhan artinya adalah kesediaan untuk mengikuti apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang. Karena Tuhan adalah kebaikan, kebenaran dan kemasalahatan (positif), maka kepasrahan disini adalah bentuk kepasrahan yang aktif, dinamis dan kontruktif. Kepasrahan pada Tuhan adalah bentuk kepasrahan yang menentang fatalisme, pasrah-isme, dan isme-isme destruktif lainnya. Sedangkan pasrah terhadap realitas adalah membiarkan atau menolak memperbaiki realitas yang buruk dan tidak adanya usaha dalam diri manusia tersebut untuk berjuang menerima takdir Tuhan. Pasrah pada realitas sangat dekat
dengan fatalisme, kemunduran atau kejumudan. (www.studyagama.or.id/kepasrahanhidup).
Salah satu bentuk kepasrahan kepada Tuhan adalah dengan berserah diri kepadaNya. Yang dimaksud berserah diri adalah menyerahkan diri seutuhnya untuk di atur oleh Tuhan. Menyerahkan diri kepada Tuhan bukan berarti mengabaikan usaha namun kita harus berusaha sesuai kemampuan yang ada dan kita iklas menerima semua ketentuan yang ditetapkan-Nya
(32)
2.1.4 Lirik Lagu Sebagai Pesan Dalam Proses Komunikasi Massa
Menurut Severin dan Tankard, komunikasi massa adalah sebagian ketrampilan (skill) sebagian seni (art) dan sebagian ilmu (science) (Effendy, 1993:312). Hal ini terutama terlihat dalam cara menata pesan. Dalam menata sebuah pesan, diperlukan sebuah ketrampilan tertentu agar pesan tersebut dapat menarik perhatian. Komunikasi ini adalah ketrampilan dalam menampilkan dimensi seni dalam pesan komunikasi.
Dalam penelitian ini, lirik lagu merupakan sebuah pesan komunikasi yang disampaikan kepada khalayak yang ditata dalam dimensi seni (lagu dan musik). Sehingga pesan verbal yang ada pada dasarnya adalah bahasa lisan biasa, ditampilkan berbeda dengan memberikan unsur seni, yaitu lagu, pola-pola nada, irama dan musik dengan tujuan untuk lebih menarik perhatian khalayaknya. Tanpa dimensi seni menata pesan, tidak mungkin media komunikasi dapat memikat perhatian dan memukau khalayak, yang pada gilirannya mengubah sikap, pandangan dan perilaku mereka.
Perkembangan musik sendiri di Indonesia menunjukkan perkembangan yang pesat. Menurut Sawong Jabo, hal ini bisa terjadi karena adanya sifat yang lentur dari kebudayaan Indonesia, yang selalu terbuka terhadap sumber-sumber dari luar. Masyarakat Indonesia selalu tangga dan menghimpun segala sesuatu hal yang baru dan menciptakan kembali. Sebagai contoh sering kali kita temukan adanya adaptasi kata-kata dari lagu pop Amerika mengenai cinta yang dicerna oleh komponis Indonesia (Sobur, 2003:148).
(33)
Pesan terdiri dari dua aspek, yakni isi atau isi pesan (the content of
message) dan lambang (symbol) untuk mengekspresikannya. Sebagai sebuah
pesan, lirik lagu juga memiliki dua aspek tersebut . aspek isi dalam lirik lagu adalah hal apa yang terkandung dalam lirik lagu yang ingin disampaikan si pencipta kepada khalayaknya. Aspek lambang dalam lirik lagu adalah kata-kata yang merupakan bahasa lisan yang disampaikan secara khusus yaitu dengan dinyanyikan mengikuti pola-pola nada dan irama tertentu dengan iringan musik (Effendy, 1993:312).
Dalam penelitian ini, lirik lagu “jangan meyerah” dari kelompok musik D’Masiv band sebagai sebuah proses pesan. Dan pesan tersebut dipaparkan dalam pembentukan tanda-tanda berupa kata-kata dalam bentuk bahasa lewat sebuah lirik lagu.
2.1.5 Lirik Lagu Dalam Kajian Semiotik
Dalam ilmu komunikasi, pendekatan yang menjelaskan tentang penggunaan lambang-lambang dalam pesan komunikasi adalah pendekatan semiotik, yaitu ilmu yang mempelajari sistem tanda. Pendekatan semiotik, pada perkembangannya digunakan untuk penelitian sistem tanda dalam berbagai bidang studi kegiatan manusia seperti musik, periklanan, arsitektur, dan retorika dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan ini.
Lirik lagu merupakan salah satu bentuk komunikasi lisan (yang bisa ditulis untuk didokumentasikan). Makna yang terkandung bisa eksplisit atau implisit tergantung dari tujuan pola pikir penciptanya. Ia dapat merupakan suatu
(34)
bentuk respon dari kejadian-kejadian yang ada, sehingga dalam lirik lagu dapat berisi ungkapan-ungkapan baik pujian maupun kritik sosial.
Untuk memahami sebuah lirik lagu, berarti harus memahami maknanya, baik yang eksplisit maupun yang implisit. Lirik lagu pada hakekatnya adalah suatu karya seni yang menggunakan suatu bahasa sebagai medium dan juga suatu bentuk pengungkapan pendapat dari pancipta lirik lagu kedalam bentuk lambang-lambang.
Lagu merupakan sebuah domain budaya pop dimana kita dapat dengan mudah menemukan banyak contoh konkret tentang bagaimana kekuasaan budaya dijalankan (James Lull dalam Sobur, 2003:147). Sistem tanda musik adalah auditif, namun untuk mencapai pendengarnya, pencipta musik mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik dalam bentuk sistem tanda. Dalam membuat lirik lagu, pengarang harus bergantung pada seperangkat kode-kode yang menentukan makna ungkapan yang digunakan untuk menjadikannya sangat komunikatif atau menarik untuk disimak. Sang pencipta lagu harus berasumsi bahwa teks lagu harus sama dengan kode yang dimilikinya. Kode dalam hal ini adalah kebudayaan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kode adalah perasaan, ide, harapan sang pencipta lagu, ilusi dan sebagainya (Piliang, 2004:168).
Penelitian tentang lirik lagu merupakan penelitian tentang makna isi pesan dari lirik lagu tersebut. Dimana lirik lagu merupakan suatu produk yang salah satu sumbernya adalah dalam situasi sosial masyarkat. Dimana si pencipta
(35)
lagu berada didalamnya, kemudian merefleksikannya dalam sistem tanda berupa lirik lagu.
Refleksi tersebut dapat berupa ekspresi pandangan, citra (image) dan perasaan si pencipta sebagai bagian dari anggota masyarakat, bahkan lebih jauh lagi ekspresi tersebut merefleksikan nilai-nilai, norma-norma atau ideologi yang ada dalam suatu masyarakat.
Proses penciptaan lagu oleh si pencipta dapat diilhami oleh berbagai masalah atau kejadian sekitar pencipta. Apalagi sebuah lirik lagu adalah produk seni yang memerlukan penghayatan dalam membuat dan membawakannya. Ungkapan dalam lirik lagu akan menjadi nyata, dalam artian menjadi ungkapan yang mewakili ungkapan masyarakat umum, ketika lirik lagu tersebut memuat permasalahan yang memang dianggap sebagai masalah oleh masyarakat.
2.1.6 Makna Dalam Kata
Istilah makna (meaning) merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Untuk menjelaskan istilah makna, harus dilihat dari segi kata, kalimat dan apa yang dibutuhkan oleh pembicara untuk berkomunikasi. Secara luas, makna dapat diartikan sebagai pengertian yang diberikan kepada sesuatu bentuk kebahasaan. Istilah makna meskipun membingungkan, sebenarnya lebih dekat dengan kata. Sering kita berkata, apa artinya kata ini, apakah artinya kalimat itu (Pateda, 2001:79).
Bagi orang awam untuk memahami makna tertentu, ia dapat mencari di kamus. Sebab didalam kamus terdapat makna kata yang disebut makna leksikal.
(36)
Dalam kehidupan sehari-hari, orang sulit menerapkan makna yang terdapat di dalam kamus, sebab makna sebuah kata sering bergeser jika berada dalam satuan kalimat.
Kata merupakan momen kebahasaan yang bersama-sama dalam kalimat menyampaikan pesan dalam suatu komunikasi. Secara teknis, kata adalah satuan ajaran yang berdiri sendiri yang terdapat di dalam kalimat, dapat dipisahkan, dapat ditukar, dapat dipindahkan dan mempunyai makna serta digunakan untuk berkomunikasi. Makna dalam kata yang dimaksud disini, yakni berbentuk yang sudah diperhitungkan sebagai kata. Atau dapat disebut sebagai makna leksikal yang terdapat di dalam kamus (Pateda, 2001:34).
Menurut Devito darimana datangnya makna? Makna ada dalam diri manusia, menurutnya makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia (Sobur, 2003:20). Kita menggunakan kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap mengambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Makna dalam suatu teks tidak terjadi dengan sendiri, melainkan diproduksi dalam hubungan antara teks dengan pengguna tanda. Budaya tanda relative sama. Interaksi keduanya lebih mudah terjadi, konotasi dan mitos dalam teks telah menjadi referensi pengguna tanda yang bersangkutan (Fiske 2004:23).
Ada tiga hal yang dicoba jelaskan oleh para filsuf dan linguis sehubungan dengan menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu yakni : (1) menjelaskan makna kata secara alamiah, (2) mendeskripsikan kalimat secara
(37)
alamiah, dan (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi. (Kempson dalam Sobur, 2004:256).
Dalam kaitan ini Kempson berpendapat untuk menjelaskan istilah makna harus dilihat dari segi : (1) kata, (2) kalimat, dan (3) apa yang dibutuhkan pembicara untuk berkomunikasi.
Brown mendefinisikan makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat. Dengan kata-kata Brown, “seseorang mungkin menghabiskan tahun-tahunnya yang produktif untuk menguraikan makna suatu kalimat tunggal dan akhirnya tidak menyelesaikan tugas itu” (Mulyana, 2000:256).
Agar dapat menggunakan makna, perlu dibedakan beberapa pengertian antara lain (Muhadjir dalam Sobur, 2003:256) :
- Terjemah atau translation
Terjemah merupakan upaya mengemukakan materi atau substansi yang sama dengan media yang berbeda, media tersebut mungkin berupa bahasa yang satu ke bahasa yang lain, dari vernal ke gambar dan sebagainya.
- Tafsir atau interprestasi
Pada penafsiran tetap berpegangan pada materi yang ada, dicari latar belakangnya supaya konteksnya dapat dikemukakan konsep atau gagasan yang lebih jelas.
(38)
Lebih menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal dibalik yang tersajikan.
- pemaknaan atau meaning
Memberikan makna merupakan upaya lebih jauh dari penafsiran dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrapolasi. Pemaknaan lebih menuntut pada kemampuan intregatif manusia : inderawinya, daya pikir dan akal budinya. Materi yang disajikan seperti juga ekstrapolasi dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indicator bagi sesuatu yang lebih jauh, hanya saja ekstrapolasi terbatas dalam arti empiric logic, sedang pada pemaknaan dapat menjangkau yang etik ataupun trancendental lebih konkrit lagi.
2.1.7 Kode-kode Pembacaan
Untuk memberi ruang atensi yang lebih lapang bagi desiminasi makna dan pluralitas teks, Roland Barthes (1990:13) mencoba memilah-milah penanda-penanda pada wacana naratif kedalam serangkaian fragmen ringkas dan beruntun yang disebut dengan leksia-leksia (lexias), yaitu satuan-satuan pembacaan (units of reading) dengan panjang pendek yang bervariasi. Sepotong bagian “teks”, yang bila diisolasikan akan berdampak atau memiliki fungsi yang khas bila dibandingkan dengan potongan-potongan “teks” lain disekitarnya, adalah sebuah leksia. Akan tetapi, sebuah leksia sesungguhnya bisa berupa apa saja : kadang kelompok kata, kadang berupa kalimat, bahkan sebuah paragraf, tergantung kepada ke “gampang” annya. Cukuplah bila leksia itu sudah dapat menjadi sesuatu yang memungkinkan kita menemukan makna. Sebab yang kita butuhkan
(39)
hanyalah bahwa masing-masing leksia itu memiliki beberapa kemungkinan makna (Barthes, 1990:13). Dimensinya tergantung kepada kepekaan (density) dari konotasi-konotasinya yang bervariasi sesuai dengan momen-momen ”teks”. (Budiman, 2004:53-54)
Segala sesuatu yang bermakna tergantung pada kode. Menurut Roland barthes didalam teks setidaknya beroperasi lima kode pokok (five major codes) yang didalamnya semua penanda tekstual (baca ; leksia) dapat dikelompokkan. Setiap atau masing-masing leksia dapat dimasukkan kedalam salah satu dari lima buah kode ini. Kode-kode ini menciptakan sejenis jaringan (network). (Barthes, 1990:20). Adapun kode-kode pokok tersebut yang dengannya seluruh aspek tekstual yang signifikan dapat dipahami meliputi aspek sintagmatik dan semantik sekaligus, yaitu menyangkut bagaimana bagian-bagiannya berkaitan satu sama lain dan terhubung dengan dunia luar teks.
Kelima jenis kode tersebut meliputi kode hermeunitik, kode semik, kode simbolik, kode proairetik dan kode kultural.
1. Kode Hermeunitik (hermeunitic code) adalah satuan-satuan yang dengan berbagai cara berfungsi untuk mengartikulasi suatu persoalan, penyelesaiannya, serta aneka peristiwa yang dapat memformulasikan persoalan tersebut , atau yang justru menunda penyelesaiannya, atau bahkan menyusun semacam teka-teki (enigma) dan sekedar memberi isyarat bagi penyelesainnya (Barthes, 1990:17). Pada dasarnya kode ini adalah sebuah kode “pencitraan”, yang dengannya sebuah narasi dapat
(40)
mempertajam permasalahan ketegangan dan misteri, sebelum memberikan pemecahan atau jawaban.
2. Kode Semik (code of semes) atau konotasi dalah kode yang memanfaatkan isyarat, petunjuk atau “kilasan makna” yang ditimbulkan oleh penanda-petanda tertentu. Pada tataran tertentu kode konotatif ini agak mirip dengan apa yang disebut oleh kritikus sastra anglo-Amerika sebagai “tema’ atau struktur tematik”, sebuah Thematic Group (Barthes, 1990:19).
3. Kode Simbolik (symbolik code) merupakan kode “pengelompokkan” atau konfigurasi yang gampang dikenali karena kemunculannya yang berulang-ulang secara teratur melalui berbagai cara dan sarana tekstual, misalnya berupa serangkaian antitetis : hidup dan mati, diluar dan didalam, dingin dan panas dan seterusnya. Kode ini memberikan dasar bagi struktur simbolik (Barthes, 1990:17).
4. Kode Proairetik (proairetic code) merupakan kode “tindakan” (action). Kode ini didasarkan atas konsep proairesis, yakni “kemampuan untuk menentukan hasil atau akibat dari suatu tindakan secara rasional “ (Barthes, 1990:18), yang mengimplikasikan suatu logika perilaku manusia : tindakan-tindakan membuahkan dampak-dampak, dan masing-masing dampak memiliki nama generic tersendiri, semacam “judul” bagi sekuens yang bersangkutan.
5. Kode Kultural (cultural code) atau kode referensial (reference code) yang berwujud sebagai semacam suara kolektif yang anonim dan
(41)
otoratif : bersumber dari pengalaman manusia, yang mewakili atau berbicara tentang sesuatu yang hendak dikukuhkannya sebagai pengetahuan atau kebijaksanaan yang diterima umum. Kode ini bisa berupa kode-kode pengetahuan atau kearifan (wisdom) yang terus menerus dirujuk oleh teks, atau yang menyediakan semacam dasar autoritas moral dan ilmiah bagi suatu wacana. (Barthes, 1990:18).
2.1.8 Semiologi Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah satu seorang pemikir strukturalis yang merupakan penerus dari Saussure. Ia berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah system tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu. Barthes menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunannya.
Gagasan Barthes ini dikenal dengan order of signification. Yaitu mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Disinilah letak perbedaan Saussure dengan Barthes, meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah Signifier dan Signified yang di usung Saussure.
Berikut adalah model sistematis dalam menganalisis makna tanda-tanda menurut Roland Barthes. Fokus Barthes tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of signification).
(42)
Gambar 1 : skema signifikasi dua tahap Roland Barthes
Melalui model tersebut ,Barthes seperti dikutip Fiske, menjelaskan : signifikasi tahap pertama merupakan hubungan signifier dan signified didalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Sedangkan konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosional dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya.
Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif, dengan kata lain denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. (Fiske, 1990:72).
Denotation Signifier signified
connotation
myth First order
reality sign
Second order
(43)
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang di bangun diatas sistem lain yang ada sebelumnya (Sobur, 2004:68-69).
Sastra adalah contoh jelas sistem pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun diatas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang didalam mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama. Barthes menggambarkannya dalam sebuah peta tanda :
1. signifier (penanda)
2. signified (petanda) 3. denotative sign
(tanda denotatif) 4. connotative signifier
(penanda konotatif)
5. connotative signified (petanda konotatif) 6. connotative sign (tanda konotatif)
Gambar 2. peta tanda Roland Barthes
Dari peta tanda diatas terlihat bahwa denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, tanda denotatif juga merupakan penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material. Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya (Sobur, 2004:69).
(44)
Dalam kerangka barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai “mitos”, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu (Budiman, 2001:28). Didalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain mitos adalah merupakan suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua.
Barthes menempatkan ideologi dengan mitos karena baik didalam mitos maupun ideologi, hubungan antara penanda konotatif terjadi secara termotivasi (budiman, 2001:28).
2.1.9 Ideologi dan Metodologi
Mitos berasal dari bahasa yunani “mutos”, berarti cerita. Biasanya digunakan untuk menunjuk cerita yang tidak benar, cerita buatan yang tidak mempunyai kebenaran historis. Meskipun demikian, cerita semacam itu tetap dibutuhkan agar manusia dapat memahami lingkungan dan dirinya. Ciri mitos (kisah yang tidak benar) dan fungsinya (diperlukan untuk memahami lingkungan) inilah yang coba diteorisasikan oleh Barthes dengan menggunakan pendekatan Semiologi (Sunardi, 2004:89).
Mitos menurut Barthes (1993:109), adalah sebuah sistem komunikasi. Dengan demikian dia adalah pesan. Mitos kemudian tak mungkin dapat menjadi sebuah objek, sebuah konsep atau sebuah ide, karena mitos adalah sebuah mode penandaan yakni sebuah bentuk (Kurniawan, 2001:84).
(45)
Mitos adalah kebutuhan manusia, itulah sebabnya mitos dieksploitasi sebagai media komunikasi. Sebagaimana dikatakan Barthes dalam bukunya
Mythologies (1993), dalam buku tersebut ia mengatakan bahwa sebagai bentuk
simbol dalam komunikasi, mitos bukan hanya diciptakan dalam bentuk diskursus tertulis, melainkan sebagai produk sinema, fotografi, advertensi, olahraga dan televisi. Gejala ini memang kita saksikan sehari-hari, terutama dalam advertensi lewat televisi (Sobur, 2004:208).
Dikaitkan dengan ideologi maka, seperti dikatakn Van Zoest (1980), “ideologi dan mitologi didalam hidup kita sama dengan kode-kode dalam perbuatan semiotik dan komunikasi kita”. Tanpa itu menurutnya, komunikasi tidak dapat berlangsung. Setiap penggunaan teks setiap penanganan bahasa, setiap semiosis (penggunaan tanda) pada umumnya hanya timbul berkat suatu ideologi yang secara sadar atau tidak sadar dikenal oleh pemakai tanda. Sebuah teks tak pernah terlepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi (Sobur, 2004:208).
Kita bisa menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti berbagai konotasi yang ada didalamnya. Salah satu cara adalah mencari mitologi dalam teks-teks semacam itu. Ideologi adalah sesuatu yang abstrak, sementara mitologi (kesatuan mitos-mitos yang koheren) menyajikan inkasnasi makna-makna yang mempunyai wadah dalam ideologi (Sobur, 2004:209).
Jadi mitos adalah uraian naratif atau penuturan (representasi kolektif) tentang sesuatu yang suci (sacred), yaitu kejadian-kejadian yang luar biasa, diluar dan mengatasi pengalaman manusia sehari-hari. Sedangkan ideologi merupakan
(46)
suatu pemikian yang abstrak (berdasar ide dan gagasan) dengan tujuan menawarkan perubahan melalui proses pemikiran yang normatif.
Mitos dan ideologi pada dasarnya ialah dua hal yang sulit dipisahkan, perbedaanya bila mitos bertumpu pada kepercayaan, sedangkan ideologi pada intelektualitas. Tetapi mitos akan lumpuh pada waktu normal, jika merujuk pada sejarah, mitos lebih subjektif sedangkan ideologi lebih objektif (Kuntowijoyo, 1997:80 dalam Sobur, 2004:209).
2.2 Kerangka Berpikir
Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam mempresentasikan suatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda dalam setiap individu tersebut. Begitu juga individu dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan dalam sebuah lirik lagu, maka pencipta lagu tidak terlepas dari kedua hal tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan representasi terhadap tanda dan lambang berbentuk tulisan, lirik lagu “Jangan Menyerah” yang dipopulerkan oleh grup band D’Masiv akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan semiologi dari Roland Barthes.
Dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan metode semiotik Pierce, karena dalam lirik lagu “Jangan Menyerah” kata-kata yang digunakan adalah kata-kata lugas atau kalimat langsung sehingga peneliti tidak banyak menemukan adanya simbol-simbol yang bisa digunakan untuk memenuhi
(47)
kebutuhan analisis. Tetapi, tidak berarti bahasa tidak langsung tidak ada sama sekali disini. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode semiologi Roland Barthes dengan menitikberatkan pada tanda denotatif-konotatif. Roland Barthes menunjukkan aspek-aspek denotatif tanda-tanda dalam menyingkap konotasi yang pada dasarnya adalah mitos-mitos yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas yang membentuk masyarakat.
Dalam pendekatan Roland Barthes terdapat signifikasi dua tahap, pertama terdapat komponen penanda dan petanda dan makna denotasi, tanda itu akan dikaitkan dengan Reality eksternal (kenyataan yang ada di luar). Tahap kedua adalah penanda dan petanda itu mempunyai bentuk makna konotasi yang isinya mengandung mitos dan berkaitan dengan budaya sekitar.
Secara sistematis dapat ditunjukkan bagan kerangka sebagai berikut : Ganbar 3. Bagan Kerangka Berpikir
Lirik lagu “Jangan Menyerah” dari
grup band D’Masiv
Analisis menggunakan metode Semiologi
Roland Barthes
Hasil penggambaran kepasrahan dalam
(48)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Artinya data yang digunakan merupakan data kualitatif yaitu tidak menggunakan data atas angka-angka, melainkan berupa pesan-pesan verbal (tulisan) yang terdapat dalam lirik lagu “Jangan Menyerah” oleh grup band D’Masiv. Data-data kualitatif tersebut berusaha diinterprestasikan dengan ujukan, acuan, atau referensi-referensi secara ilmiah.
Penelitian kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kulitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat peneliti dan yang diteliti. Dan yang ketiga, metode ini lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola yang dihadapi. (Moleong, 2002:5).
Metode yang digunakan di dalam penelitian ini bersifat kualitatif-interpretative, penelitian ini akan mendekontruksi tanda-tanda dengan menggunakan metode semiotik dari Roland Barthes, yaitu metode signifikasi dua tahap (two order signification). Dimana pada tataran pertama tanda denotatif (denotative sign) terdiri atas penanda dan petanda (signifier signified) dan pada tataran kedua, tanda denotatif (denotative sign) juga merupakan penanda konotatif (konotative signifier) sehingga muncul petanda konotatif (konotative signified)
(49)
yang membentuk tanda konotatif (konotative sign). Dalam tahap kedua dari tanda konotatif akan muncul mitos yang menandai masyarakat yang berkaitan dengan budaya sekitar.
Melalui pandangan dari Roland Barthes tersebut, kemudian dijelaskan lewat penafsiran dengan menggunakan teori humaniora. Yang pada akhirnya akan dapat ditarik makna kepasrahan yang tersirat dari lirik lagu tersebut. Sesuai dengan definisi kepasrahan itu sendiri, yaitu keyakinan bahwa kekuasaan Tuhan memang jauh lebih besar dari dirinya, sehingga akan membuat manusia merasakan dirinya kecil dan menerima semua cobaan dan ujian-ujian yang diberikan dan menerima takdirNya.
Dengan menggunakan paradigma kontruktivisme, analisis semiotika bersifat kualitatif, jenis penelitian ini memberi peluang besar bagi dibuatnya interprestasi-interprestasi alternatif. (Sobur, 2001:147).
Metode semiotika adalah sebuah metode yang memfokuskan pada “tanda dan teks” sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut. (Piliang, 2003:270). Penggunaan semiotika sebagai metode pembacaan di dalam berbagai cabang keilmuan dimungkinkan, oleh karena ada kecenderungan dewasa ini untuk memandang berbagai diskursus sosial, politik, ekonomi dan seni sebagai fenomena bahasa. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktek sosial dianggap sebagai fenomena bahasa, maka ia dapat pula dipandang sebagai tanda. (Piliang, 2003:257).
(50)
Dengan semiotika kita berurusan dengan tanda, dengan tanda-tanda kita mencoba mencari keteraturan ditengah dunia yang centang-perenang ini, setidaknya kita mempunyai pegangan. “Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengerjakan kita bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan membawa pada sebuah kesadaran”. (Sobur, 2003:16).
3.2 Kerangka Konseptual 3.2.1 Unit Analisis
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanda-tanda berupa tulisan, yaitu terdiri atas kata-kata yang membentuk kalimat yang ada pada lirik lagu “Jangan Menyerah” karya grup band D’Masiv.
3.2.2 Korpus Penelitian
Korpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas, yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis dengan semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin (Kurniawan, 2001:70). Korpus atau data yang dikumpulkan berwujud teks. Pada penelitian ini yang menjadi korpus adalah lirik lagu berjudul “Jangan Menyerah” karya grup band D’Masiv yang menunjukkan atau mewakili konsep kepasrahan.
Alasan peneliti menggunakan lagu “Jangan Menyerah” sebagai korpus adalah dikarenakan dalam lagu tersebut terdapat leksia-leksia yang menggambarkan tentang kepasrahan, konsep kepasrahan disini adalah positif yaitu keyakinan bahwa kekuasaan Tuhan memang jauh lebih besar dari manusia,
(51)
sehingga merasakan dirinya kecil dan menerima takdirnya. Oleh karena itulah dalam memaknai lagu ini peneliti lebih menekankan pada penggambaran kepasrahan di dalam lirik lagu “Jangan Menyerah” karya grup band D’Masiv.
Berikut lirik lagu “Jangan Menyerah” yang mewakili konsep kepasrahan dalam penelitian ini :
“JANGAN MENYERAH” Tak ada manusia yang terlahir sempurna Jangan kau sesali segala yang telah terjadi
Kita pasti pernah dapatkan cobaan yang berat Seakan hidup ini tak ada artinya lagi
Reff 1:
Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik
Reff 2:
Tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasanya Bagi hambanya yang sabar dan tak kenal putus asa
(52)
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penlitian ini berasal dari data primer yang diperoleh dari :
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mendengarkan lagu “Jangan Menyerah”, kemudian membaca serta memahami kata-perkata dari lirik lagu tersebut, yang kemudian dipilih kembali oleh peneliti leksia-leksia yang menggambarkan kepasrahan.
3.4 Metode Analisis Data
Peneliti menginterprestasikan teks dalam lirik lagu “Jangan Menyerah”, serta menyimpulkan berbagai makna mengenai bagaimana kepasrahan digambarkan dalam lirik lagu tersebut. Dari lirik lagu terdiri dari judul dan reff inilah yang kemudian akan dianalisis dalam penelitian ini dengan menggunakan pendangan dari Roland Barthes, yaitu metode signifikasi dua tahap (two order of
signification) yang akan dianalisis menggunakan lima macam kode pembacaan
menurut Barthes, yaitu kode hermeunitik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik, dan kode cultural untuk pamaknaan sebuah tanda, sehingga akan mengetahui tanda denotatif dan tanda konotatifnya.
Begitu juga dengan lirik lagu “ Jangan Menyerah ” yang mengalami proses signifikasi dua tahap (two step of significations) karena dalam lirik lagu tersebut menggambarkan suatu makna konotatif dan realitas sosial yang terjadi di dalam masyarakat kita. Bila dijelaskan berdasarkan peta tanda dari barthes, maka lirik lagu “ Jangan Menyerah” akan tampak sebagai berikut :
(53)
Peta tanda Roland Barthes : 1.Signifier : Semua kata-kata yang ada dalam lirik lagu “Jangan Menyerah”
2. Signified: konsep makna menurut kamus bahasa Indonesia
3. Denotatif sign :
kata-kata yang bermakna paling nyata 4. Konotatif signifier : kata
yang bermakna paling nyata
5. Konotatif signified : konsep baru yang muncul dari pembaca terhadap kata-kata yang bermakna paling nyata.
6.Konotatif sign :
kata-kata tersebut adalah konsep dari pembaca
Melalui pandangan dari Roland Barthes tersebut kemudian dijelaskan lewat penafsiran dengan menggunakan teori Humaniora yang pada akhirnya akan dapat ditarik suatu makna yang sebenarnya tentang kepasrahan manusia dalam menjalani kehidupannya.
(54)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Yang menjadi objek dari penelitian ini adalah grup band D’Masiv. D’Masiv adalah sebuah grup band yang terbentuk pada tanggal 03 Maret 2003 di Ciledug. Band ini dibuat oleh sekumpulan anak muda yang gemar bermain musik dan rajin mengikuti festival serta parade band yang pernah ada dan menjadi bintang tamu dalam beberapa event musik yang ada di Jakarta dan sekitarnya. Mereka adalah Ryan Ekky Pradipta (Rian) lahir di Jogjakarta 17 November 1986 sebagai vokal, Dwikky Aditya Marsall (kiki) lahir di Jogjakarta 23 November 1988 sebagai guitaris, Nurul Damar Ramadhan (Rama) lahir di Jakarta 2 Mei 1987 sebagai guitaris, Rayyi Kurniawan I.D (Rai) lahir di Jakarta 3 Maret 1988 sebagai bassis, Wahyu Piadji (Why) lahir di Jakarta 1 Februari 1987 sebagai drummer.
Setelah menjelajahi berbagai festival yang ada akhirnya D’Masiv mengakiri pertempurannya di ajang festival dengan menjuarai festival Musik Akbar yang diselenggarakan oleh Deteksi Prod, di sponsori oleh A mild (Sampoerna), dan didukung oleh Musica Studio yang dinamakan A mild Live Wanted dan menjadi pemenang dengan mendapat juara 1st winner dari A mild Wanted Rising Star. D’Masiv mengeluarkan album perdana mereka yang bertitle PERUBAHAN with hits singel ‘cinta Ini Membunuhku’, ‘Diantara Kalian’,’Diam
(55)
Tanpa Kata’, dsb, sebagai hadiah utama dari memenangkan ajang A Mild Wanted ini.
Grup band D’Masiv ingin melanjutkan suksesnya di dunia industri musik Indonesia dan merilis album mini. Dalam album mini tersebut hanya menyuguhkan dua lagu yang berjudul “Jangan Menyerah” dan “Mohon Ampuni Aku”. Lirik dari lagu “Jangan Menyerah” terinspirasi dari seorang penderita kanker, pada saat itu, D'Masiv sedang manggung di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Slipi, Jakarta.
Selain itu, tema lagu ini dituding menjiplak grup Muse yang dianggap tepat dengan kondisi bangsa Indonesia agar tidak mudah menyerah. Grup band D' Masiv mengaku lagu yang dirilisnya, Jangan Menyerah, sangat tepat dengan kondisi Jakarta pasca pengeboman Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton. Ini merupakan lagu yang disuguhkan dalam album Spesial Edition.
4.2 Lirik Lagu Jangan Menyerah Menurut Semiologi Roland Barthes
Salah satu area yang dirambah oleh Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran dari pembaca. Roland barthes sebagai salah satu pengikut Saussure membuat model sistematika dalam menganalisa makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih bertujuan pada gagasan tentang signifikasi dua tahap terhadap tanda (two step of signification).
Tahap pertama tanda merupakan hubungan antara signifier dan signified , Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Selanjutnya tahap kedua ialah makna denotasi dari tanda, hal ini menggambarkan
(56)
interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Dengan kata lain denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya. (Fiske, 1990:72).
Begitu juga dengan lirik lagu “ Jangan Menyerah ” yang mengalami proses signifikasi dua tahap (two step of significations) karena dalam lirik lagu tersebut menggambarkan suatu makna konotatif dan realitas sosial yang terjadi di dalam masyarakat kita. Denotasi dari lirik lagu “Jangan Menyerah” adalah semua teks yang di dalam lirik tersebut sedangkan konotasi dari lirik lagu tersebut adalah penggambaran kepasrahan manusia.
4.3 Penyajian Data dan Hasil Analisis Data 4.3.1 Penyajian Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lirik lagu “Jangan Menyerah” yang ada dalam mini album yang diciptakan dan dibawakan oleh grup band D’masiv. Berikut adalah lirik lagu “ Jangan Menyerah ” :
Oleh : D’Masiv
“ Jangan Menyerah “
Tak ada manusia yang terlahir sempurna Jangan kau sesali segala yang telah terjadi
Kita pasti pernah dapatkan cobaan yang berat Seakan hidup ini tak ada artinya lagi
(57)
Reff 1:
Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik
Reff 2:
Tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasanya Bagi hambanya yang sabar dan tak kenal putus asa
Jangan menyerah...
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap lirik lagu “Jangan Menyerah”, maka hasil pengamatan tersebut kemudian akan disajikan pemaknaannya, setelah itu akan diketahui pesan yang terkandung didalamnya tentang Penggambaran Kepasrahan Pada Lirik Lagu “ Jangan Menyerah ” yang akan diinterprestasikan dan dianalisis berdasarkan atas landasan teori dari Roland Barthes, untuk mengetahui pengungkapan pemaknaan yang nantinya dalam hasil pemaknaan tersebut akan mengandung sebuah pesan sosial.
Tanda-tanda berupa tulisan, terdiri dari kata-kata tersebut akan dipenggal-penggal terlebih dahulu menjadi beberapa leksia (satuan bacaan) yang dapat berupa kata, beberapa kalimat, sebuah paragraf atau beberapa paragraf, untuk dikategorikan ke dalam lima kode Barthes, sehingga dapat diketahui bagaimana Penggambaran Kepasrahan dalam lirik lagu tersebut. Suatu bentuk kepasrahan adalah keyakinan bahwa kekuasaan Tuhan memang jauh lebih besar dari dirinya, sehingga akan membuat manusia merasakan dirinya kecil dan menerima takdirNya.
(58)
Berikut adalah kode-kode pembacaan dalam lirik lagu “Jangan Menyerah” yang menggambarkan tentang kepasrahan :
Tabel 1 Kode-kode pembacaan dalam lirik lagu “Jangan Menyerah”.
Jangan kau sesali Bait ke-1 kalimat ke-2 Segala yang telah terjadi Bait ke-1 kalimat ke-2 Kita pasti pernah Bait ke-2 kalimat ke-2 Cobaan yang berat Bait ke-2 kalimat ke-1
Kode Hermeunitik
Melakukan yang terbaik Bait ke-3 kalimat ke 2 Tak ada manusia yang terlahir sempurna Bait ke-1 kalimat ke-1 Cobaan yang berat Bait ke-2 kalimat ke-1 Syukuri apa yang ada Bait ke-3 kalimat ke-1 Kebesaran dan kuasanya Bait ke-4 kalimat ke-1 Tetap jalani hidup ini melakukan yang terbaik Bait ke-3 kalimat ke-2
Kode Semik
Sabar dan tak kenal putus asa Bait ke-4 kalimat ke-2 manusia Bait ke-1 kalimat ke-1 Hidup Bait ke-2 kalimat ke-2
Kode simbolik
Jangan menyerah Bait ke4 kalimat ke-3 Jangan kau sesali segala yang terjadi Bait ke-1 kalimat ke-2 Syukuri apa yang ada Bait ke-3 kalimat ke-1 Tetap jalani hidup ini Bait ke-3 kalimat ke-2
Kode proaretik
Bagi hambanya yang sabar dan tak kenal putus asa
Bait ke-4 kalimat ke-2
Kita pasti pernah dapatkan cobaan yang berat Bait ke-2 kalimat ke-1
Kode kultural
Hidup adalah anugerah bait ke-3 kalimat ke-1
Definisi tanda dari Roland Barthes adalah berdasarkan unsur penanda (signifier) dan petanda (signified). Hubungan antara keduanya akan terjadi melalui dua tahap signifikasi (two order of signification). Pada tataran pertama disebut sebagai tanda denotatif yaitu berupa realitas atau sebuah kenyataan yang ada
(59)
dalam masyarakat. Kemudian pada tataran kedua terdapat tanda konotatif yang akan membentuk sebuah ideologi terhadap cerminan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat.
4.3.2 Hasil Analisis Data
Berdasarkan kode-kode pembacaan yang ada dalam lirik lagu “Jangan Menyerah” maka dijelaskan konsep-konsep yang menggambarkan tentang kepasrahan, yaitu sebagai berikut :
Kode hermeunitik
Kalimat jangan kau sesali pada bait ke-1 kalimat ke-2 termasuk kode hermeunitik karena dalam kalimat tersebut mengandung pernyataan bahwa siapa yang telah menyesali perbuataannya.
Kalimat segala yang telah terjadi pada bait ke-1 kalimat ke-2 termasuk kode hermeunitik karena dalam kalimat tersebut mengandung artian yang luas, berusaha menjelaskan bahwa ada sesuatu hal yang sudah terjadi.
Kalimat kita pasti pernah pada bait ke-2 kalimat ke-1 termasuk kode hermeunitik karena dalam kalimat tersebut mengandung pernyataan bahwa siapa yang telah mengalami cobaan tersebut.
Kalimat cobaan yang berat pada bait ke-2 kalimat ke-1 termasuk kode hermeunitik , karena kalimat tersebut mengandung artian yang luas, berusaha menjelaskan bahwa cobaan seperti apa yang dianggap berat?
(60)
Kalimat melakukan yang terbaik pada bait ke-3 kalimat ke- 2 termasuk kode hermeunitik karena dalam kalimat ini menjelaskan bahwa sesuatu yang terbaik merupakan pernyataan yang sangat luas.
Kode semik atau konotasi
Pada kalimat tak ada manusia yang terlahir sempurna pada bait ke-1 kalimat ke-1 termasuk kode semik atau konotasi, karena dalam kalimat tersebut menunjukkan isyarat bahwa setiap manusia hidup pasti mempunyai kekurangan dan kelemahan di dalam dirinya.
Pada kalimat cobaan yang berat pada bait ke-2 kalimat ke-1 termasuk kode semik atau konotasi, karena dalam kalimat tersebut menjelaskan adanya sebuah penderitaan yang dialami manusia
Pada kalimat syukuri apa yang ada pada bait ke-3 kalimat ke-1 termasuk kode semik atau konotasi, karena kalimat tersebut menunjukkan isyarat tentang adanya keikhlasan untuk mensyukuri segala hal yang telah diberikan oleh Tuhan.
Kalimat tetap jalani hidup ini melakukan yang terbaik pada bait ke-3 kalimat ke-2 termasuk kode semik atau konotasi , karena kalimat tersebut menunjukkan adanya kepasrahan.
Kalimat kebesaran dan kuasannya pada bait ke-4 kalimat ke-1 termasuk kode semik atau konotasi, karena dalam kalimat ini menunjukkan isyarat bahwa kekuatan Tuhan memang lebih besar dari apapun yang ada di dunia.
(61)
Kalimat sabar dan tak kenal putus asa pada bait ke-4 kalimat ke-2 termasuk kode semik atau konotasi, karena dalam kalimat tersebut menjelaskan adanya ketabahan dan kepasrahan seseorang dalam menghadapi sesuatu.
Kode simbolik
Pada kata manusia ,hidup termasuk kode simbolik karena didalam lirik lagu “Jangan Menyerah” mengandung tema tentang kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan
Pada kalimat jangan menyerah juga termasuk kode simbolik karena kalimat ini termasuk judul dari lirik lagu “Jangan Menyerah”.
Kode proaretik atau tindakan
Pada kalimat jangan kau sesali segala yang terjadi pada bait ke-1 kalimat ke-2 termasuk kode proaretik atau tindakan ,karena dalam kalimat tersebut menjelaskan bahwa penyesalan adalah suatu yang tidak berguna.
Pada kalimat syukuri apa yang ada pada bait ke-3 kalimat ke-1 termasuk kode proaretik atau tindakan ,karena dalam kalimat tersebut menjelaskan bahwa bersyukur adalah suatu tindakan yang harus dimiliki oleh setiap manusia karena syukur adalah bentuk rasa terima kasih kepada Tuhan atas ketentuan yang telah ditetapkanNya.
Kalimat tetap jalani hidup ini melakukan yang terbaik pada bait ke-3 kalimat ke-1 termasuk kode proaretik atau tindakan karena dalam kalimat tersebut menjelaskan bahwa kehidupan yang telah diberikan Tuhan kepada makhluknya
(62)
adalah suatu berkah bagi manusia dan manusia harus memiliki sikap berserah diri serta berusaha menurut kemampuan yang telah dimilikinya dan berusaha melakukan yang terbaik bagi kehidupannya.
Kalimat bagi hambanya yang sabar dan tak kenal putus asa pada bait ke-4 kalimat ke-2 termasuk kode proaretik atau tindakan ,karena dalam kalimat tersebut menjelaskan bahwa dengan ketabahan yang dimiliki oleh setiap manusia akan memberikan dampak positif bagi mereka.
Kode kultural
Pada kalimat kita pasti pernah dapatkan cobaan yang berat pada bait ke-2 kalimat ke-1 termasuk kode kultural, karena secara umum setiap orang dalam menjalani kehidupan pasti akan mengalami cobaan dan ujian-ujian dari Tuhan.
Kalimat hidup adalah anugerah pada bait ke-3 kalimat ke-1 juga termasuk kode kultural, karena pada umumnya setiap manusia tahu bahwa kehidupan adalah bentuk karunia Tuhan yang diberikan kepada makhluknya.
Dalam tahap ini peneliti akan menganilis lirik lagu “ Jangan Menyerah “ berdasarkan peta tanda Roland Barthes.
Berikut adalah hasil dari analisis data :
Penanda yang ada dalam lirik lagu ini adalah seluruh lirik lagu atau kata-kata yang terdapat dalam lagu “ Jangan Menyerah “ mulai dari judul lagu, bait pertama sampai pada bait terakhir.
(63)
Petanda dalam lirik lagu “ Jangan Menyerah “ ini adalah makna tersembunyi atau konsep yang ada dalam kata-kata yang digunakan oleh penulis lirik lagu tersebut, sehingga akan tercipta sebuah pesan yang ingin disampaikan. Saat seseorang mengucapkan kata “ Jangan Menyerah “ maka penanda jangan menyerah dapat juga dengan mudah memunculkan petanda sebagai sebuah penyemangat.
Setiap kata tentu mengandung makna denotatif maupun makna konotatif. Makna denotatif ialah suatu konsep mental yang telah disepakati bersama oleh masyarakat. Disini peneliti berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud) untuk menentukan makna yang telah disepakati bersama tersebut (makna denotatif).
Makna konotatif ialah makna subjektif yang terbentuk dari interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perassaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. (Fiske, 199:72). Jadi, peneliti subyektif untuk menentukan makna konotatif sesuai nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut oleh peneliti.
Penggambaran lirik lagu “ Jangan Menyerah “ ini akan dilakukan peneliti dengan menentukan penanda-petanda dalam peta Roland Barthes, mengkategorikan kalimat dari bait per bait ke dalam lima kode Barthes dan penjabaran makna tiap bait per bait. Pada lirik lagu Jangan Menyerah ini terdapat empat bait, isi bait pertama terdiri dari dua kalimat yaitu :
Tak ada manusia yang terlahir sempurna Jangan kau sesali segala yang terjadi
(1)
berarti sudah tetap dan akhiran-kan yang mengukuhkan pernyataan sebelumnya. Jadi bila digabungkan, kata pastikan artinya memberi sebuah kepastian. Kata menunjukkan berarti memperlihatkan; menyatakan. Kata kebesaran berarti kemegahan atau keagungan. Kata dan merupakan penghubung satuan bahasa yang setara. Kata kuasanya terdiri dari kata kuasa yang artinya kemampuan; kesanggupan; kekuatan dan akhiran-nya adalah bentuk terikat yang merupakan varian pronomina persona ia/dia dan pronomina benda yang menyatakan milik; pelaku. Jadi bila digabung kata kuasanya artinya kuasa dia.
Makna konotasi dari lirik lagu Tuhan pastikan menunjukkan kebesaran dan kuasanya adalah tidak ada makhluk yang hidup dibawah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dan Tuhan pasti menunjukkan keagungan dan kekuatan bagi makhlukNya yang mau menerima akan takdir dan semua ketentuan yang ditetapkanNya. Karena kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa memang jauh lebih besar dari apapun.
Bait 4 kalimat ke-2 : Bagi hambanya yang sabar dan tak kenal putus asa 1.Penanda : Bagi hambanya
yang sabar dan tak kenal putus asa
2.Petanda : Konsep sabar , sabar adalah tahan menghadapi cobaan; tabah
3. Tanda Denotatif : Sabar adalah tahan menghadapi cobaan dari Tuhan
4. Penanda konotatif : Sabar adalah tahan menghadapi cobaan dari Tuhan
5. Petanda konotatif : konsep tentang kepasrahan dalam menghadapi cobaan
6.Tanda konotatif : wujud kepasrahan seseorang dalam menghadapi segala ujian dan cobaan dari Tuhan
(2)
Kata bagi merupakan kata depan untuk menyatakan tujuan; untuk; kata depan menyatakan perihal. Kata hambanya terdiri dari kata dasar hamba yang artinya abdi; saya dan imbuhan-nya merupakan bentuk terikat yang merupakan varian pronomina persona ia/dia dan pronomina benda yang menyatakan milik; pelaku. Kata yang merupakan kata yang menyatakan bahwa bagian kalimat yang berikutnya menjelaskan kata yang depan. Kata sabar berarti tahan menghadapi cobaan; tabah. Kata dan merupakan penghubung satuan bahasa yang setara. Kata tak merupakan bentuk ringkas dari kata tidak. Kata kenal berarti tahu dan teringat kembali; mengerti. Kata putus berarti tidak berhubungan; selesai. Kata asa berarti harapan.
Makna konotasi dari lirik bagi hambanya yang sabar dan tak kenal putus asa adalah wujud kepasrahan seseorang dan ketabahan dalam menghadapi cobaan-cobaan yang diberikan oleh Tuhan.
Kata jangan merupakan kata yang menyatakan melarang. Kata menyerah berarti berserah tanpa mampu berbuat apa-apa; mengaku kalah.
Makna konotasi dari lirik jangan menyerah berusaha menegaskan dan menunjukkan sebuah penyemangat.
Apabila digabungkan secara keseluruhan, makna bait ke empat adalah bentuk kepasrahan yang merupakan keyakinan bahwa kekuasaan Tuhan memang jauh lebih besar dari manusia, sehingga akan membuat dirinya merasakan kecil dan menerima takdirnya. Oleh karena itu ketabahan dan perjuangan hidup adalah jawaban dari semua dan apapun yang diberikan Tuhan adalah karunia bagi setiap makhluk-Nya.
(3)
4.4 Penggambaran Kepasrahan Dalam Lirik Lagu “Jangan Menyerah” Dari hasil pemaknaan diatas dapat diketahui bahwa lirik lagu “Jangan Menyerah” mengambarkan kepasrahan positif seseorang dalam menjalani kehidupan dan menerima segala cobaan dan ujian-ujian dari Tuhan dengan ketabahan dan perjuangan hidupnya dengan ikhlas menerima semua kententuan yang ditetapkanNya. Kepasrahan positif merupakan keyakinan bahwa kekuasaan Tuhan memang jauh lebih besar dari manusia, sehingga akan membuat manusia merasakan dirinya kecil dan menerima takdirNya. Dalam kepasrahan demikian, manusia akan memperoleh suatu kedamaian dalam hatinya, sehingga secara berlangsung akan mengurangi penderitaan yang dialaminya karena penderitaan merupakan salah satu resiko dalam kehidupan yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa, disamping kesenangan atau kebahagiaan yang diberikan kepada umatNya.
Dalam kalimat diatas yang mempresentasikan adanya sebuah penderitaan aalah kita pasti pernah dapatkan cobaan yang berat seakan hidup ini tak ada artinya lagi yang terdapat dalam bait kedua, dimana dalam kalimat tersebut menegaskan bahwa semua manusia pasti akan mengalami penderitaan, sedangkan penderitaan tidak dapat dihindari. Jalan satu-satunya untuk menghadapi sebuah penderitaan adalah dengan bersikap pasrah dan berserah diri. Dengan hati yang ikhlas menerima takdir dan semua ketentuan yang telah ditetapkanNya, karena semua yang diberikan oleh Tuhan kepada umatNya adalah sebuah anugerah dan karuniaNya.
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pemaknaan lirik lagu “Jangan Menyerah” karya grup band D’Masiv dengan menggunakan semiologi Roland Barthes menggunakan peta tanda dan kode-kode pembacaan pada korpus penelitian ini, maka peneliti memaknai lirik lagu “Jangan Menyerah” sebagai berikut :
Mengangkat tentang masalah kehidupan manusia, pada dasarnya manusia hidup didunia dibawah kuasa Tuhan. Tuhan menciptakan manusia tidak ada yang sempurna dan pasti setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelemahan dalam kehidupannya. Dan hal tersebut akan menimbulkan sebuah penderitaan bagi manusia dan setiap manusia pasti akan menghadapi fenomena-fenomena tersebut. Jalan satu-satunya untuk menghadapi hal tersebut adalah dengan menunjukkan sikap pasrah dan hanya bisa menerima serta tabah dalam menghadapi sebuah penderitaan.
Didalam lirik lagu “Jangan Menyerah” yang diciptakan oleh grup band D’Masiv ini telah menggambarkan adanya kepasrahan manusia didalam menjalani kehidupannya. Pengertian pasrah disini adalah menyerahkan diri seutuhnya untuk diatur oleh Tuhan, menyerahkan diri kepada Tuhan bukan berarti mengabaikan usaha namun manusia harus tetap berusaha sesuai kemampuan yang ada dan dengan iklhas menerima segala ketentuan yang telah ditetapkanNya.
(5)
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat peneliti ajukan adalah :
1. Supaya lebih terbukannya kajian semiologi terhadap objek penelitian dibalik tanda-tanda yang ada dalam masyarakat yang terwakili melalui karya-karya yang kreatif. Beragam tanda selalu menerpa manusia baik secara verbal maupun non verbal, oleh karena itu untuk mengetahui makna yang terpendam diperlukan kajian yang lebih ilmiah untuk dikaji.
2. Himbauan kepada setiap manusia agar dapat mensyukuri segala sesuatu yang telah diberikan Tuhan, tabah dalam menerima segala cobaan dan ujian karena dibalik semua hal tersebut terdapat suatu hikmah dari kehidupan yang telah dijalani oleh setiap manusia.
3. Dengan menunjukkan sikap kepasrahan dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa akan mengurangi sebuah penderitaan yang telah di alami oleh setiap manusia dalam menjalani kehidupannya.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Kris, 2004. Semiotika Visual, Jogjakarta : Penerbit Buku Baik.
Bungin, Burhan, 2007. Sosiologi Komunikasi, Jakarta : Fajar Inter Pratama Offset.
Effendy, Onong, Uchyana, 1993. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung : Citra Aditya Bakti.
Fiske, John, 2004. Cultural And Communication Studies, Jogjakarta : Jalasutra. Furqan, H. Arif, 2002. Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan
Tinggi, Jakarta.
Kurniawan, 2001. Semiologi Roland Barthes, Magelang : Indonesiatera.
Moleong, Lexy, 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy, 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Pateda, Mansoer, 2001. Semantik Leksial, Jakarta : PT Asdi Mahasatya.
Piliang, Yasraf, Amir, 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, Jogjakarta : Jalasutra
Sobur, Alex, 2003. Semiotika Komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Widagdho, Djoko, 2008. Ilmu Budaya Dasar, Jakarta : Bumi Aksara.
Widyosiswoyo, Supartono, 2004. Ilmu Budaya Dasar, Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia.
Zawawi, 2005. Pendidikan Agama Islam, Surabaya : UPN Press.
Non buku
- www.studyagama.or.id
- www.indonesiantunes.com
- www.kunci.or.id