Pembelajaran Konstruktivistik DASAR TEORI

8

BAB II DASAR TEORI

A. Pembelajaran Konstruktivistik

1. Arti Dari Pembelajaran Konstruktivistik Proses belajar konstruktivistik adalah pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran strktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Oleh sebab itu, pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya Sajarwo Anggai dalam http: sajarwo87.wordpress.com. a. Peran siswa. Siswa harus aktif dalam melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari. Guru seharusnya dapat memberikan peluang optimal bagi terjadinya proses belajar. Namun, yang menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Paradigma konstruktivistik memandang siswa sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut adalah menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu, meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan. b. Peran guru. Guru membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut memahami jalan pikiran siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah sama dan sesuai dengan kemauannya. c. Sarana Belajar. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan sendiri. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan demikian siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara rasional. d. Evaluasi Belajar. Lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia mengkonstruksi dan menginterprestasikannya berdasarkan pengalamannya. Teori konstruktivistik mengakui bahwa siswa akan dapat menginterprestasikan informasi kedalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakang, dan minatnya. Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik dapat diarahkan pada tugas- tugas autentik, mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berfikir yang lebih tinggi seperti tingkat “penemuan”. 2. Proses Mengkonstruksi Pengetahuan Manusia dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan inderanya. Melalui interaksinya dengan objek dan lingkungannya, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, membau, atau merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan melainkan sesuatu proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, pengetahuan, dan pemahamannya akan objek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci. Von Galserfeld dalam Paul Suparno, 1996 mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; a. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. b. Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan. c. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya. Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses dan hasil konstruksi pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan menjadi pembatas konstruksi pengetahuan yang akan datang. Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan. Keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga akan membatasi pengetahuannya akan hal tersebut. Pengetahuan yang telah dimiliki orang tersebut akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya. 3. Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Perspektif konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses dari pada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Dengan demikian, pemahaman atau pengetahuan dapat dikatakan bersifat subyektif oleh karena sesuai dengan proses yang digunakan seseorang untuk mengkonstruksi pemahaman tersebut. Teori belajar konstruktivisme disumbangkan oleh Jean Piaget dalam http: wong-q-to.blog.com, yang merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme. Pandangan- pandangan Jean Piaget seorang psikolog kelahiran Swiss 1896-1980, percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran yaitu: 1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karenanya guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir mereka. 2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. 3. Bahan yang dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tapi tidak asing. 4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. 5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-teman. Belajar, menurut teori belajar konstruktivisme bukanlah sekedar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pen galaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpandiingat dalam setiap individu dalam http: desyrahmawati48.blogspot.com.

B. Keaktifan Siswa

Dokumen yang terkait

Pengaruh keaktifan siswa dalam ekstrakurikuler rohis terhadap prestasi belajar PAI di SMP Muhammadiyah Parakan Tahun ajaran 2013-2014

5 27 109

PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DAN INTENSITAS Prestasi Belajar Akuntansi Ditinjau Dari Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran Dan Intensitas Belajar Pada Siswa Kelas X Akuntansi SMK Negeri 6 Suraka

0 0 18

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V DI SD NEGERI POPONGAN 02 KARANGAN

1 2 15

Pengaruh Aspek-aspek Dukungan Orang Tua Terhadp Kemampuan Self-Regulation Dalam Bidang Akademik Pada Siswa/i SMP Bunda Maria di Pamanukan, Subang.

0 0 49

Hubungan kedisiplinan belajar dengan prestasi belajar siswa di SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

1 2 103

Efektifitas pembelajaran cooperative learning dengan metode Round Robin Brainstorming pada materi akuntansi kelas 8 SMP Bunda Maria, Pamanukan.

0 0 100

Pembelajaran fisika tentang persamaan kalor dengan pendekatan proses melalui metode Inquiry dalam meningkatkan prestasi belajar, keaktifan dan minat siswa.

0 1 163

Efektifitas pembelajaran cooperative learning dengan metode Round Robin Brainstorming pada materi akuntansi kelas 8 SMP Bunda Maria, Pamanukan

0 0 98

MEDIA PERMAINAN TREASURE HUNT UNTUK MENUMBUHKAN MINAT BELAJAR SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA PADA TOPIK INDUKSI ELEKTROMAGNETIK

0 1 17

Hubungan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan peningkatan prestasi belajar fisika mengenai induksi elektromagnetik di SMP Bunda Maria Pamanukan - USD Repository

0 0 103