44
F. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul harus dianalisis terlebih dahulu hasil-hasilnya yang didapat Narbuko Abu, 2007: 156-157. Teknik yang dipakai dilakukan
menurut jenis data yang dianalisis. Data penelitian ini angka dan kata-kata sehingga menggunakan dua jenis teknik analisis, yaitu analisis data kuantitatif
dan kualitatif. 1.
Analisis Data Kualitatif Data Kualitatif berasal dari analisis kebutuhan berupa wawancara
terhadap guru kelas III. Data kualitatif juga didapat dari saran atau komentar yang di kemukakan oleh keempat validator ahli. Data dianalisis
dengan membuat kesimpulan dari hasil wawancara. Data kuantitatif sebagai acuan untuk memperbaiki kekurangan dari produk.
2. Analisis Data Kuantitatif
Data kuantitatif digunakan untuk penilai tes hasil belajar. Data kuantitatif biasanya berupa skor penilaian dari validator ahli. Hasil data
kuantitatif diperoleh dari analisis butir soal yang mencakup validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran, dan pengecoh.
Peneliti menganalisis data kuantitatif dari lembar validasi para ahli dengan cara menjumlah dan merata-rata skor butir soal yang diberikan
semua ahli. Sesudah itu peneliti merata-rata ke dalam data kuantitatif
45 skala empat seperti yang dijabarkan oleh Widoyoko 2014: 69 pada
tabel 3.4 dibawah ini.
Tabel 3.4 Kriteria Skor Skala Empat Interval Tingkat
Pencapaian Kualifikasi
3,25 M ≤ 4,00 Sangat Baik SB
2,50 M ≤ 3,25 Baik B
1,75 M ≤ 2,50 Kurang Baik KB
0,00 M ≤ 1, 75 Tidak Baik TB
Keterangan: M merupakan rata-rata skor Pada Penelitian ini peneliti memperbaiki soal pada kualifikasi Baik
B dan Kurang Baik KB memperbaiki sesuai saran para ahli, peneliti tidak memperbaiki soal dalam kualifikasi Sangat Baik SB dan peneliti
mengganti soal yang masuk dalam kualifikasi Tidak Baik TB menurut komentar dan saran para ahli.
Data Kuantitatif yang berasal dari uji coba produk akan diolah kedalam aplikasi TAP. Selanjutnya akan menganalisis validasi,
reliabititas soal serta daya pembeda, tingkat kesukaran, dan analisis pengecoh.
a. Validasi Tes yang dapat dianggap valid apabila mampu mengukur hasil
belajar siswa dengan tepat. Sudijono 2009: 258 menjelaskan validasi
46 tes dapat menggunakan rumus, salah satu rumus yang dapat digunakan
adalah korelasi point biserial. Seperti berikut: rpbi =
√
Keterangan: rpbi
= koefisien korelasi biserial Mp
= rerata dari subjek yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya
Mt = rerata skor total
St = standar deviasi dari skor total proporsi
p = proporsi siswa yang menjawab benar
ƿ =
q = proporsi siswa yang menjawab salah q = 1- p
Analisis uji validasi dilakukan dengan mengolah data pada program TAP.
Peneliti menentukan validasi dengan membandingkan hasil r
hitung
soal dengan r
tabel
dengan taraf signifikan 5 untuk jumlah responden 32 orang sebesar 0,35. Soal valid penelitian ini adalah yang validitasnya
melebihi r
tabel
taraf signifikan 5. Penelitian menggunakan taraf signifikan 5 karena dalam dunia pendidikan tes dengan taraf 5
sudah dianggap layak untuk dijadikan alat ukur yang dapat dipercaya.
47 Hasil validitas yang dianalisis menggunakan teknik point biseral pada
program TAP
dapat dilihat
pada gambar
berikut
Gambar 3.3 Hasil validitas pada program TAP
b
.
Reliabilitas Widoyoko 2014: 139 mengatakan bahwa tes yang memiliki
reliabilitas baik akan memberikan hasil yang sama apabila diteskan berkali-kali. Cara untuk mencari reliabilitas adalah dengan
menggunakan sebuah rumus. Metode yang dipakai untuk mencari adalah metode belah dua atau
Split-half Method
dengan membagi soal menjadi genap dan ganjil. Ada dua langkah dalam menggunakan,
langkah pertama menggunakan
product moment
yaitu:
rxy =
√ √
Keterangan:
48 rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua
variabel yang dikorelasikan X = skor butir belahan ganjil
Y = skor butir belahan genap N = jumlah responden
Langkah kedua menggunakan formula
Sperman-Brown
sebagai berikut:
r11 =
⁄ ⁄
⁄ ⁄
Keterangan: r11
= Koefisien reliabilitas penuh tes r
⁄ ⁄
= Koefisien reliabilitas setengah tes
Penelitian ini akan menggunakan koefesien reliabilitas soal yang sudah ada dalam hasil pengolahan data dari TAP. Peneliti
menggunakan metode belah dua ganjil genap, karena skor pada belahan pertama dan kedua kemungkinan tidak jauh berbeda.
Reliabilitas soal dikualifikasi berdasar pada Masidjo 1995: 210.
Tabel 3.5 Kategori Reliabilitas
49 Peneliti menetapkan item yang digunakan yaitu dalam kualifiasi
minimum tinggi yaitu ada rentan 0,61-0,80, karena menurut peneliti kualifikasi tinggi sudah dapat dikatakan baik untuk melihat keajegan
suatu soal tes. Hasil analisis reliabilitas pada program TAP dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.4 Hasil reliabilitas pada program TAP
c. Tingkat Kesulitan
Bilangan yang disebut sukar dan mudahnya soal disebut
difficulty index
. Besar indeks antara 0,00 hingga 1,0. Apabila indeks kesukaran 0,00 maka dikatakan sukar, sebaliknya jika menunjukan 1,0 soal
tersebut terlalu mudah. Koefisien Korelasi
nilai r Kualifikasikategori
0,81 – 1,00
0,61 – 0,80
0,41 – 0,60
0,21 – 0,40
Negatif – 0,20
Sangat Tinggi Tinggi
Cukup Rendah
Sangat Rendah
50 Kusaeri 2014: 106 menjelaskan menghitung tingkat kesulitan
soal pilihan ganda dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Tingkat kesulitan =
Peneliti menggunakan TAP untuk mencari tahu tingkat kesulitan soal. Kemudian soal yang valid dikategorikan pada kategori mudah,
sedang, dan sukar. Daryanto 2007: 182 menjelaskan bahwa kategori tersebut dibatasi oleh interval koefisien seperti pada tabel
3.6 berikut:
Tabel 3.6 kategori Tingkat Kesulitan
Kategori Interval Koefisien
Mudah 0,71 ke atas
Sedang 0,30
– 0,71
Sukar Kurang dari 0,30
Tingkat kesulitan yang baik pada suatu tes memiliki kurva kesulitan 25 “mudah”, 50 “sedang” dan 25 “sukar”. Oleh
karena itu, tingkat kesulitan pada tes hasil belajar yang dibuat peneliti diharapkan sesuai kurva normal yaitu 25 “mudah”, 50 “sedang”
dan 25 “sukar”.
Hasil analisis tingat kesulitas pada program TAP dapat dilihat dalam gabar berikut:
51
Gambar 3.5 Hasil tingkat kesulitan pada program TAP
d. Daya Pembeda
Daya pembeda merupakan kemampuan soal membedakan siswa yang pandai dan kurang pandai Kusaeri, 2014: 107. Cara
menghitung daya pembeda menurut Kusaeri 2014: 108 dibawah ini:
DP =
Keterangan: DP = daya pembeda soal
BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas BB = jumlah jawaban benar pada kelompok jawaban
bawah N = jumlah siswa yang mengerjakan tes
52 Arikunto 2012: 232 menjelaskan klasifikasi daya beda
sebagai berikut:
Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda
Rentan Nilai Kategori
0,00 – 0,20
Jelek 0,21
– 0,40 Cukup
0,41 – 0,70
Baik 0,71
– 1,00 Baik sekali
Soal yang akan dipakai dalam penelitian adalah soal yang valid dimana peneliti menetapkan kriteria baik sekali 0,71 -1,00,
kriteria baik 041-0,70, dan kriteria cukup 0,21 -0,40 untuk menyatakan soal tersebut dikatakan dapat membedakan siswa
kelompok atas dan kelompok bawah. Hasil daya pembeda pada analisis program TAP dilihat
dalam gambar berikut:
Gambar 3.6 Hasil daya pembeda pada program TAP
53 e.
Pengecoh Arikunto 2012: 123 berpendapat bahwa distraktor dikatakan
dapat berfungsi apabila pengecoh paling sedikit 5 dari pengikut tes. Pengecoh yang dibuat diharap dapat berfungsi semua dengan
baik. Apabila terdapat pengecoh yang tidak berfungsi maka peneliti akan merevisi pada pengecoh yang tidak berfungsi.
Ppj
= Keterangan:
PPJ = Penyebaran jawaban untuk pilihan jawaban tertentu JPJ = Banyak siswa yang memilih pilihan jawaban tertentu
n = Banyak Siswa Pada penelitian ini peneliti menggunakan paling sedikit dipilih oleh 5 atau
0,05 responden untuk menentukan batas minimal kriteria pengecoh yang baik. Hasil analisis pada pengecoh rogram TAP dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 3.7 Hasil pengecoh pada program TAP
55
BAB IV DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN