Golongan, Jenis, Dosis, dan Kategori Resiko Obat

besar bisa menimbulkan rasa logam di lidah, muntah dan gangguan lambung. Kalsium diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi Anonim, 2000. Seorang wanita hamil yang kekurangan yodium dapat melahirkan bayi yang otaknya tidak berkembang sebagaimana mestinya, suatu keadaan yang disebut kretinisme. Dalam peresepan vitamin dan mineral pada kasus ibu hamil di RSU Santa Elisabeth tidak ada yang melebihi dosis maksimal yang dianjurkan dalam literatur, sehingga vitamin-vitamin ini aman digunakan untuk mencegah defisiensi vitamin dan mineral yang dialami oleh ibu hamil. b. Obat yang Bekerja pada Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier Tabel V. Distribusi Obat Berdasarkan Golongan Obat yang Bekerja pada Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier No Golongan obat Nama Obat Jumlah kasus Persentase 1. Regulator GIT, Antiflatulen Antiinflamasi Vometa FT ® , Vosedon ® , Vomidone ® 20 14,1 2. Antasid Antiulserasi Plantacid F ® 5 3,5 3. Antispasmodik Braxidin ® 2 1,4 Total 27 19,0 Tabel VI. Penggunaan Obat yang Bekerja pada Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier disesuaikan dengan dosis maksimal per hari No. Jenis Obat Dosis Nama Obat Faktor Resiko Plantacid F Vosedon, Vometa FT, Vomidone Braxidin 1. Mg OH 2 1600 mg 300 mg B 2. Al OH 3 , 600-1200 mg 300 mg C 3. Simetichone 40-125 mg 30 mg C 4. Domperidone 60 mg 10 mg C 5. Chlordiazepoxide 15-100 mg terbagi 3- 4xhari 5 mg D 6. Clidinium Br 2,5-10 mg 2,5 mg D Obat yang bekerja pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier yang paling banyak digunakan adalah golongan regulator GIT, antiflatulen mengatasi perut kembung antiinflamasi. Vosedon, Vometa FT, dan Vomidone mengandung domperidone yang bekerja dengan cara menghambat reseptor dopamin serta stimulasi peristaltik dan pengosongan lambung berdasarkan stimulasi saraf-saraf kolinergis dan bekerja langsung pada otot polos. Obat ini diindikasikan pada mual dan muntah. Domperidone mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah Anonim, 1995. Pemakaian obat golongan antasid dan antiulserasi yakni Plantacid F mekanisme kerjanya adalah menetralkan asam klorida di dalam lambung atau mengikatnya. Penggunaan obat jenis kombinasi AlOH 3 , MgOH 2 , dan simetichone plantacid ini selama kehamilan dimungkinkan karena ibu hamil sering mengalami perasaan penuh di lambung, mual muntah terutama di awal kehamilan karena masih penyesuaian fisik dan psikologi, sehingga keinginan untuk makan menjadi tidak ada. Hal ini menyebabkan kelebihan asam lambung meningkat karena tidak ada makanan yang dicerna. Selain itu nyeri ulu hati disebabkan karena letak lambung berpindah akibat tekanan uterus. Penggunaan obat antasida yang mengandung Al sebaiknya perlu dihindari mengingat efek samping yang mungkin timbul antara lain diare, konstipasi, jika digunakan dalam jangka panjang pada pasien gagal ginjal dapat ditimbun di dalam tulang dan terjadi osteomalasia dialisis Zakiah, 2006. Penggunaan obat untuk mencegah mual dan muntah pada ibu hamil harus hati-hati karena termasuk kategori resiko C pada kehamilan. Jika memungkinkan penanganan dengan cara non farmakologi akan jauh lebih baik yakni dengan mengajurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi lebih sering dan menghindari makanan yang berminyak dan berbau lemak. Golongan antispasmodik yakni Braxidin yang merupakan obat untuk mengatasi dispepsia. Biasanya wanita hamil sering merasa nyeri dan rasa panas di daerah lambung ulu hati, rasa penuh di perut bagian atas, kembung, rasa panas di daerah dada, mual, muntah, dan sering bersendawa. Di RSU Santa Elisabeth terdapat 2 kasus ibu hamil yang mendapatkan obat Braxidin. Braxidin mengandung chlordiazepoxide dan clidinium Br yang termasuk kategori resiko kehamilan D, sehingga obat ini sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil karena terbukti dapat menimbulkan cacat pada janin. c. Obat yang Bekerja pada Sistem Kemih Kelamin Tabel VII. Distribusi Obat Berdasarkan Golongan Obat yang Bekerja pada Sistem Kemih Kelamin No Golongan obat Nama Obat Jumlah kasus Persentase 1. Preparat untuk Masalah Vagina Lactacyd ® 16 11,3 2. Obat yang Bekerja pada Uterus Hystolan ® 4 2,9 Total 20 14,2 Tabel VIII. Penggunaan Obat yang Bekerja pada Sistem Kemih Kelamin disesuaikan dengan dosis maksimal per hari No. Jenis Obat Dosis Nama Obat Faktor Resiko Hystolan Lactacyd 1. Lactoserum - 0,9 g - 2. Lactic acid - 1 g - 3. Isoxsuprine HCl 10-20 mg 20 mg C Golongan preparat untuk masalah vagina yang paling banyak yakni Lactacyd. Lactacyd digunakan untuk membersihkan organ kewanitaan sehari-hari, menyegarkan dan melindunginya dari bau yang tidak sedap. Pada saat kehamilan, terdapat peningkatan produksi lendir di kelenjar endoservikal. Kebersihan organ kewanitaan sangat penting untuk menghindari terjadinya fluor albus. Pemakaian obat yang bekerja pada sistem kemih kelamin yang paling banyak digunakan adalah obat golongan yang bekerja pada uterus yakni Hystolan. Indikasinya adalah untuk relaksasi uterus. Hystolan mengandung isoxsuprine HCl yang termasuk kategori resiko C pada kehamilan. Penggunaannya harus hati-hati dan sebaiknya obat ini diganti dengan obat yang mempunyai indikasi yang sama dengan isoxsuprine HCl namun mempunyai kategori reskio B yakni ritodrine HCl. d. Obat antiinfeksi Tabel IX. Distribusi Obat Berdasarkan Golongan Obat Antiinfeksi No. Golongan obat Nama obat Jumlah kasus Persentase Antibakteri 1. Antibiotik Golongan Lain Neogynoxa Ovula ® 20 14,2 Total 20 14,2 Tabel X. Penggunaan Obat Antiinfeksi disesuaikan dengan dosis maksimal per hari No. Jenis Obat Dosis Nama Obat Faktor Resiko Neogynoxa Ovula ® 1. metronidazole 2.250 mg 500 mg B vaginal 2. nystatin 100.000 SI 100.000 SI A vaginal Pemberian antibiotik haruslah hati-hati dan dengan dosis yang tepat karena dapat menyebabkan resistensi terhadap obat antibiotika itu sendiri. Antibiotika yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif yang tinggi. Artinya obat tersebut haruslah bersifat sangat toksis untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis untuk hospes. Metronidazol terutama digunakan untuk amubiasis, trikomoniasis, dan infeksi bakteri anaerob. Sedangkan nistatin menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan ragi, tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa, dan virus. Kombinasi antibiotik ini aman pada wanita hamil jika digunakan melalui vaginal. e. Obat alergi dan sistem imun Tabel XI. Distribusi Obat Berdasarkan Golongan Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernapasan No Golongan obat Nama Obat Jumlah kasus Persentase 1. Antihistamin antialergi Pehachlor ® 11 7,7 Total 11 7,7 Tabel XII. Penggunaan Obat Alergi dan Sistem Imun disesuaikan dengan dosis maksimal per hari No. Jenis Obat Dosis Nama Obat Faktor Resiko Pehachlor 1. chlorpheniramine maleat 32 mg 4 mg C Obat antihistamin yang digunakan adalah klorfeniramin maleat atau CTM chlortrimethon. Obat ini bisa diperoleh dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan obat-obat lain. Cara kerjanya dengan cara memblokir reseptor histamin sehingga histamin tidak bisa bekerja untuk menyebabkan reaksi alergi. Obat ini hanya bisa menyembuhkan gejala alergi, tetapi tidak bisa menyembuhkan alergi. Artinya, walaupun antihistamin dapat menghilang gatal akibat alergi, namun jika suatu terjadi kontak lagi dengan alergen, maka reaksi alergi tersebut akan muncul kembali. f. Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat Tabel XIII. Distribusi Obat Berdasarkan Golongan Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat No Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus Persentase 1. Analgesik Opiat Nufapreg ® 8 5,7 2. Analgesik non opiat Antipiretik Sanmol 2 1,4 Total 10 7,1 Tabel XIV. Penggunaan Obat yang Bekerja pada Sistem Saraf Pusat disesuaikan dengan dosis maksimal per hari No. Jenis Obat Dosis Nama Obat Faktor Resiko Sanmol Nufapreg 1. Paracetamol 325-650 mg 500 mg B 2. Promethazine theoclate 75 mg 25 mg C Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat yang paling banyak digunakan adalah dari golongan Obat analgesik Opiat yakni Nufapreg. Nufapreg mengandung promethazine theoclate yang berfungsi untuk mengatasi mual dan muntah yang dialami ibu hamil. Pemakaian obat yang bekerja pada sistem saraf pusat dari golongan analgesik non opiat antipiretik yakni Sanmol 17 kasus. Sanmol mengandung parasetamol yang mempunyai mekanisme kerja menghambat sintesis prostaglandin. Efek samping obat ini kemungkinan lebih besar terjadi pada trimester kehamilan. Sejauh ini tidak terdapat bukti bahwa obat golongan ini mempunyai efek teratogenik pada janin dalam bentuk malformasi anatomik, namun demikian, pemberian obat-obat tersebut selama kehamilan hendaknya atas indikasi yang ketat disertai beberapa pertimbangan pemilihan jenis obat dengan resiko efek samping yang paling ringan. Penggunaan parasetamol relatif paling aman jika diberikan selama kehamilan. Parasetamol mempunyai efek analgetika ringan dan antipiretika. Tetapi umumnya obat ini lebih banyak digunakan untuk antipiretika. Penggunaan analgesik non opiat mempunyai keuntungan karena tidak bersifat adiktif, walaupun sedikit atau tidak sama sekali mempunyai efek antiinflamasi. Efek samping yang sering terjadi pada obat ini adalah hepatotoksisitas. Tetapi ini terjadi pada dosis yang berlebihan overdosis. secara umum dapat dikatakan bahwa pemakaian parasetamol pada kehamilan relatif paling aman, asalkan dipakai pada dosis terapetik yang dianjurkan. g. Hormonal Tabel XV. Distribusi Obat Berdasarkan Golongan Obat Hormonal No Golongan obat Nama obat Jenis Obat Faktor Resiko Jumlah kasus Persentase 1. Estrogen dan Progesteron serta Preparat Sintetiknya Premaston ® allylestrenol - 10 7,1 Total 10 7,1 Pemakaian obat hormonal yang paling banyak digunakan adalah obat golongan estrogen dan progesteron serta preparat sintetiknya yakni Premaston yang mengandung allilestrenol. Allylestrenol akan meningkatkan kadar hormon plasenta seperti estrogen, progesteron, HCG, dan HPL Human Placental Lactogen, sehingga berguna untuk memelihara lapisan trofoblas pada plasenta. Oleh karena itu, allylestrenol dapat mengurangi resiko terjadinya abortus terutama pada trimester pertama kehamilan. Abortus umumnya terjadi karena menurunnya kadar hormon- hormon plasenta tersebut diatas, terutama hormon progesteron. Pada tahun 1971 dilaporkan bahwa sering timbul adenokarsinoma serviks dan vagina pada wanita yang dilahirkan dari ibu yang menggunakan dietilstilbestrol atau estrogen sintetik lainnya pada trimester pertama kehamilan. Oleh karena itu penggunaan allylestrenol ini sebaiknya dihindari pada awal kehamilan, dimana sel embrio masih sangat peka sehingga memperbesar faktor resiko. h. Obat Kulit Tabel XVI. Distribusi Obat Berdasarkan Golongan Obat Kulit No Golongan obat Nama obat Jumlah kasus Persentase 1. Antijamur Antiparasit Topikal ketoconazole 5 3,4 2. Obat Kulit Lain Mederma ® 2 1,4 Total 7 4,8 Tabel XVII. Penggunaan Obat Berdasarkan Golongan Obat Kulit No. Jenis Obat Dosis Nama Obat Faktor Resiko Ketoconazole Mederma ® 1. Ketoconazole - 2 x 5 g C 2. cepalin extr - 10 x 20 g - 3. allantoin - 1 x 20 g - Obat kulit yang paling banyak digunakan adalah golongan antijamur yakni ketoconazole Ketoconazole merupakan turunan imidiazol, merupakan antijamur sistemik peroral yang diserap baik melalui saluran cerna dan menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Obat ini sebaiknya dihindarkan pada wanita hamil, karena pada tikus, dosis 80 mgkg BB hari menimbulkan cacat pada jari fetus hewan coba tersebut, terutama pemberian oral. Pemakaian obat Mederma diindikasikan untuk mengatasi masalah keloid dan jaringan parut hipertrofik Anonim,2008. Mederma mengandung allantoin yang memiliki kemampuan dalam mengatasi luka dan iritasi ringan pada kulit serta merangsang pertumbuhan kulit yang sehat. allantoin berfungsi melindungi kulit dari terjadinya kerusakan.

C. Jumlah Obat

Data jumlah obat yang diterima pasien rawat jalan selama masa kehamilan di RSU Elisabeth Purwokerto periode Oktober-Desember 2008 dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Jumlah Obat Per Resep yang Diterima Pasien 7,8 31,4 43,2 13,8 1,9 1,9 10 20 30 40 50 1 2 3 4 5 6 Jumlah Obat Per Resep Pers en tas e Gambar 5. Jumlah Obat yang diterima pasien selama masa kehamilan di Instalasi Rawat Jalan RSU Elisabeth Purwokerto periode Oktober-Desember 2008 Pemberian obat dengan jumlah obat lebih dari 1 bertujuan untuk mengatasi berbagai keluhan yang timbul pada masa kehamilan. Variasi jumlah obat yang besar perlu diperhatikan karena kemungkinan adanya interaksi obat dapat pula terjadi pada pemberian obat lebih dari 1, hal ini meningkat sejalan dengan jumlah obat yang diterimanya dan juga akan meningkatkan efek samping interaksi obat tersebut terhadap ibu dan janinnya. Namun, tidak semua obat dapat mengalami interaksi, hal ini sangat bergantung jenis obat yang digunakan dan tidak semua interaksi akan dapat menghasilkan efek yang merugikan. Selain itu, dapat mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengikuti instruksi cara penggunaan dan biaya pengobatan. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan penyederhanaan jumlah obat yang digunakan seminimal mungkin sesuai kebutuhan klinik untuk mengindari dampak negatif yang mungkin timbul.

D. Cara Pemberian

Cara pemberian obat kepada pasien ibu hamil Di RSU Santa Elisabeth Purwokerto meliputi 4 cara pemberian obat yakni sebagai berikut : Cara Pemberian Obat pada Pasien Ibu Hamil Dilihat dari Bentuk Sediaan Obat 69.7 16.2 14.1 Oral Topikal Vaginal Gambar 6. Cara pemberian obat kepada pasien rawat jalan di RSU Elisabeth Purwokerto periode Oktober-Desember 2008 Besarnya persentase obat yang diberikan secara oral mempunyai keuntungan yaitu mudah digunakan, tidak memerlukan alat tertentu dalam penggunaaanya, tidak adanya rasa sakit ketika menggunakannya. Keadaan yang tidak memungkinkan untuk pemberian obat secara oral, misalnya pasien yang mengalami muntah atau pasien yang tidak sadarkan diri. Bentuk sediaan yang digunakan oleh pasien ibu hamil meliputi kapsul, sirup, dan tablet. Kerugian pemberian obat dalam bentuk sediaan yang digunakan secara oral adalah mengenai respon yang lambat dibandingkan bentuk sediaan parenteral. Hal ini disebabkan karena bentuk sediaan oral, obat akan larut dalam cairan gastrointestinal dan kemudian menembus sel-sel epitel mukosa usus. Kerugian lain dari penggunaan secara oral adalah absorbsi yang tergantung pH lambung dan usus, absorbsinya yang tergantung kecepatan disintegrasi dan disolusi obat melalui saluran cerna, zat aktif obat jarang terserap sempurna, bioavailabilitasnya hanya 70-80. Urutan kedua yakni pemberian secara topikal. Hampir semua preparat topikal tidak memiliki kategori kehamilan karena kemungkinan terjadinya absorbsi sistemik obat dianggap minimal, kecuali digunakan pada area tubuh yang luas, terus-menerus, atau dalam jangka waktu yang lama. Pemberian obat secara rektal atau vaginal pada kasus ibu hamil hanya merupakan pengobatan yang bersifat simptomatik. Pada penggunaan secara rektal dan vaginal memerlukan keterampilan khusus dan harus steril.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Gambaran Penggunaan Obat pada Masa Kehamilan di Instalasi Rawat Jalan RSU Santa Elisabeth Purwokerto Periode Oktober-Desember 2008, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pasien ibu hamil yang paling banyak ditangani berumur 25-29 tahun sebesar 54,2 dan umur kehamilan paling banyak pada trimester pertama. 2. Kelas terapi obat yang paling banyak digunakan adalah obat vitamin dan mineral 25,9, Vitamin B kompleks dengan Vitamin C 15,5, jenis obatnya adalah asam folat dengan kategori resiko obat A 3. Jumlah obat yang paling sering diberikan adalah 3 jenis obat 43,2. 4. Cara pemberian obat yang paling banyak digunakan yakni secara oral sebesar 69,7.

B. Saran

1. Untuk peneliti selanjutnya : a. Penelitian ini dapat diteruskan dengan menunjuk rumah sakit lain selain RSU Santa Elisabeth Purwokerto, sehingga diperoleh tambahan informasi yang lebih luas tentang penggunaan obat pada masa kehamilan. b. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai interaksi dan efek samping obat yang mungkin ditimbulkan dengan adanya beberapa kombinasi obat. 44

Dokumen yang terkait

Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Rsup H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

3 66 105

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN PREEKLAMPSIA RAWAT INAP DI RSU Evaluasi Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien Preeklampsia Rawat Inap Di Rsu Pku Muhammadiyah Delanggu Periode 2009-2010.

0 0 13

Studi pustaka interaksi obat pada peresepan pasien tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Oktober-Desember 2013.

1 7 142

Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Rsup H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

0 0 14

Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Rsup H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

0 0 2

Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Rsup H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

0 0 5

Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Rsup H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

0 3 25

Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Rsup H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

0 0 4

Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Di Rsup H. Adam Malik Periode Oktober-Desember 2014

0 3 31

Evaluasi penggunaan obat pada masa kehamilan pasien rawat jalan di RSU Santa Elisabeth Purwokerto Periode Oktober-Desember 2008 - USD Repository

0 0 84