HPTHPHPK. Namun demikian, kawasan hutan produksi konversi HPK pada TGHK tersebut masih menggunakan nomenklatur ”HPKPL Penggunaan Lainnya”.
Kondisi ini terjadi karena belum ada kepastian lokus HPK dan areal penggunaan lainnya APL yang terpisah dan dapat ditera pada peta TGHK. Dengan demikian,
status HPK versi daerah tersebut ditafsirkan sama dengan status APL, sehingga pemanfaatan dan penggunaan lahan pada kawasan HPKPL dianggap tidak
membutuhkan persetujuan institusi kehutanan. Oleh sebab itu, penggunaan kawasan hutan yang berada pada status HPKPL untuk kegiatan non kehutanan sudah banyak
terjadi seperti halnya pada kawasan APL.
92
Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi baru yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Provinsi Riau yang kemudian dilakukan pemekaran
F. Pemaduserasian Tata Guna Hutan Kesepakata TGHK dengan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Batam
Diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yakni dalam Pasal 77 ayat 1 menyebutkan bahwa, “pada saat rencana tata
ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian
pemanfaatan ruang.” Memberikan kewajiban kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk menyesuaikan atau menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW
sesuai dengan amanat Undang-Undang tersebut.
92
A.P. Parlindungan, I,Op.Cit.,hlm 61..
Universitas Sumatera Utara
sehingga dibentuklah provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002. sehingga kawasan hutan di Provinsi Kepulauan Riau merupakan
bagian dari kawasan hutan yang dikurangkan dari wilayah Provinsi Riau. Sehingga saat ini perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Riau masih didasarkan
RTRW Provinsi Riau. Oleh karena itu usulan perubahan kawasan hutan dalam rangka Ranperda RTRW Kepulauan Riau ini sekaligus merupakan upaya paduserasian antara
TGHK dengan RTRW, dengan mempertimbangkan pertumbuhan penduduk, perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat, serta tuntutan dinamika pembangunan
daerah maupun nasional. Perubahan peruntukan kawasan hutan antara lain pengusahaan budi daya pertanian, perkebunan, pembangunan transmigrasi, dan
pengembangan wilayah.
93
Khusus untuk Kota Batam telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Batam yakni sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 yang mencabut Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 20 Tahun 2001 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Batam.
94
93
Laporan Tim Terpadu VII, Kesimpulan, Implikasi dan Rekomendasi, Jakarta: Kementrian Kehutanan, 2012, hlm 1-2.
94
Lihat Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014.
Namun keberlakukan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 hanya sampai pada tahun 2014 sebagaimana tercantum dalam Pasal 84
yang berbunyi “jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah ditetapkan untuk 10 sepuluh tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan, yaitu dari Tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
sampai dengan tahun 2014.” Oleh sebab itulah diperlukan RTRW Kota Batam yang baru, dan untuk menyusun RTRW tersebut dalam hal mengenai kawasan hutan,
pemerintah Kota Batam harus merujuk pada penunjukan dan penetapan kawasan hutan yang dilakukan oleh Kementrian Kehutanan, hal ini dikarenakan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 mengamanatkan khusus mengenai kawasan hutan maka kewenangan diberikan kepada Kementrian Kehutanan, dan harus dilakukan
paduserasi dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK dan RTRW Kota Batam yang terbaru.
G. Penunjukkan dan Penetapan Kawasan Hutan Berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No. 463Menhut-II2013 di Kota Batam
Pada tanggal 27 Juli 2013 Kementerian Kehutanan mengeluarkan SK. 463Menhut-II2013 Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan
Kawasan Hutan Seluas ± 124.775 Seratus Dua Puluh Empat Ribu Tujuh Ratus Tujuh Puluh Lima Hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ± 86.663 Delapan
Puluh Enam Ribu Enam Ratus Enam Puluh Tiga Hektar Dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas ± 1.834 Seribu Delapan Ratus Tiga
Puluh Empat Hektar Di Provinsi Kepulauan Riau. SK. 463Menhut-II2013 atau disingkat SK 4632013 ini berdasarkan atas
beberapa pertimbangan, sebagaian diantaranya yaitu : a.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173KPTS-II1986 tanggal 6 Juni 1986 telah ditunjuk kawasan hutan di wilayah Provinsi
Universitas Sumatera Utara
Daerah Tingkat I Riau seluas ± 9.456.160 sembilan juta empat ratus lima puluh enam ribu seratus enam puluh hektar ;
b. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 47KPTS-II1987
tanggal 24 Februari 1987 telah ditunjuk kawasan hutan di Wilayah Kotamadya Batam ± 23.430 dua puluh tiga ribu empat ratus tiga puluh
hektar ; c.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau merupakan bagian dari kawasan
hutan yang dikurangkan dari wilayah Provinsi Riau sebagaimana dimaksud pada huruf a;
d. Dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dalam revisi Tata Ruang
Wilayah Provinsi Kepulauan Riau, Gubernur Kepulauan Riau mengusulkan perubahan peruntukan kawasan hutan, perubahan fungsi dan
penunjukkan bukan kawasan hutan kepada Menteri Kehutanan ;
e. Penelitian terpadu terhadap usulan perubahan peruntukan, perubahan
fungsi dan penunjukkan oleh Gubernur Kepulauan Riau sebagaimana dimaksud pada huruf d, Menteri Kehutanan dengan Keputusan Nomor
SK.676Menhut-VII2009 tanggal 15 Oktober 2009 membentuk Tim Terpadu dalam Rangka Penelitian Perubahan Wilayah Provinsi RTRWP
Kepulauan Riau sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Nomor :
SK.513Menhut-VII2010 tanggal 22 September 2010;
Universitas Sumatera Utara
f. Berdasarkan hasil pembahasan akhir terhadap hasil penelitian terpadu,
maka perubahan kawasan hutan yang dapat disetujui adalah :
1 perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan
seluas ± 131.509 seratus tiga puluh satu ribu lima ratus sembilan hektar;
2 perubahan fungsi kawasan hutan seluas ± 86.663 delapan puluh enam
ribu enam ratus enam puluh tiga hektar; 3
penunjukkan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas ± 1.834 seribu delapan ratus tiga puluh empat hektar;
Terdapat perbedaan mengenai perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan di Kepulauan Riau antara usulan Tim Terpadu yakni
mengusulkan ± 131.509 seratus tiga puluh satu ribu lima ratus sembilan hektar sedangkan SK 4632013 yang memutuskan bahwa perubahan peruntukan kawasan
hutan menjadi bukan kawasan hutan di Kepulauan Riau adalah seluas ± 124.775 seratus dua puluh empat ribu tujuh ratus tujuh puluh lima hektar.
Pada bagian Amar keempat SK 4632013 dinyatakan: “lokasi kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Amar Kesatu, Amar Kedua dan Amar Ketiga adalah
sebagaiman tergambar pada peta lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.” Tergambar dalam peta tersebut bahwa pada khususnya wilayah
Batam :
Universitas Sumatera Utara
Ket: Peta Kota Batam dalam lampiran SK 4632013 Legenda :
Kawasan Suaka AlamKawasan Pelestarian AlamTaman Buru KSAKPATB
Hutan Lindung HL Hutan Produksi Terbatas HPT
Hutan Produksi HP Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi HPK
Areal Penggunaan Lain APL Lokasi Perubahan Peruntukan yang berdampak pernting dan cakupan yang
luas serta bernilai strategis yang memerlukan persetujuan DPR RI
M M
u u
k k
a a
K K
u u
n n
i i
n n
g g
T T
a a
n n
j j
u u
n n
g g
U U
n n
c c
a a
n n
g g
M M
a a
r r
i i
n n
a a
R R
e e
s s
o o
r r
t t
J J
o o
d d
o o
h h
N N
a a
g g
o o
y y
a a
B B
e e
n n
g g
k k
o o
n n
g g
L L
a a
u u
t t
B B
a a
t t
a a
m m
C C
e e
n n
t t
e e
r r
D D
a a
p p
u u
r r
D D
u u
a a
B B
e e
l l
a a
s s
Universitas Sumatera Utara
Jika dilihat dari peta tersebut ada beberapa bagian peta yang terdapat beberapa legenda didalamnya wilayah itu lah yang bermasalah yaitu : Tanjung Sengkuang, saat
ini merupakan pemukiman penduduk dan pelabuhan-pelabuhan kecil namun berdasarkan SK 4632013 merupakan kawasan hutan produksi terbatas HPT,
sebagian wilayah Bengkong Laut yang saat ini terdapat rumah-rumah masyarakat namun berdasarkan SK 4632013 merupakan kawasan hutan produksi terbatas HPT,
sebagian wilayah Batam Center yang saat ini terdapat kantor-kantor pemerintahan atau pusat pemerintahan di Batam namun berdasarkan SK 4632013 merupakan
kawasan hutan produksi terbatas HPT, Sebagian wilayah Nongsa saat ini terdapat Hotel dan tempat pariwisata namun berdasarkan SK 4632013 merupakan kawasan
hutan produksi terbatas HPT, sebagian wilayah Kabil berdasarkan SK 4632013 merupakan kawasan hutan produksi terbatas HPT namun saat ini merupakan daerah
industri galangan kapal, wilayah Muka Kuning Panbil saat ini merupakan kawasan industri namun berdasarkan SK 4632013 merupakan kawasan hutan suaka
alamkawasan pelestarian alamtaman buru KSAKPATB, wilayah Dapur Dua Belas saat ini merupakan pemukiman penduduk namun berdasarkan SK 4632013
merupakan kawasan hutan produksi terbatas HPT, Segulung saat ini merupakan pemukiman penduduk dan pasar tradisional namun berdasarkan SK 4632013
merupakan kawasan hutan produksi terbatas HPT, sebagian wilayah Tanjung Uncang saat ini merupakan tempat Galangan Kapal namun berdasarkan SK 4632013
merupakan kawasan hutan produksi terbatas HPT. Sebagian wilayah Tanjung Uma saat ini merupakan Pemukiman penduduk daerah Kampung Tua namun berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
SK 4632013 merupakan kawasan hutan produksi terbatas HPT, dan Sebagian daerah Jodoh Nagoya saat ini merupakan pusat perbelanjaan, hotel-hotel dan rumah
penduduk namun berdasarkan SK 4632013 merupakan kawasan hutan produksi terbatas HPT.
SK 4632013 merupakan kumpulan penunjukkan dan penetapan kawasan hutan baik yang sudah ditetapkan dalam paduserasi TGHK Tata Guna Hutan
Kesepakatan1986 maupun yang belum ditetapkan dalam TGHK 1986 tersebut. Wilayah-wilayah yang termasuk sebagai kawasan hutan berdasarkan TGHK 1986
sudah merupakan penetapan, namun wilayah-wilayah yang belum ditetapkan TGHK 1986 dan termasuk dalam peta wilayah kawasan hutan dalam SK 4632013 wilayah
tersebut masih dalam tahap penunjukkan. Dasar penunjukan kawasan hutan dalam SK 4632013 yakni TGHK 1986 dan hasil rapat Tim Terpadu.
95
Wilayah-wilayah yang ditetapkan dalam TGHK 1986 sebagai kawasan hutan sudah melalui tahap seperti penunjukkan, pengukuran dan penataan batas, pemetaan
dan penetapan kawasan hutan. Panitia tata batas pun telah menyelesaikan hak-hak pihak ketiga, namun karena pada saat TGHK 1986 tersebut wilayah kepulauan Riau
masih termasuk wilayah Provinsi Riau maka tidak terlalu rumit bagi pihak tata batas dalam menyelesaikan hak-hak pihak ketiga hal ini dikarenakan daerah Kepulauan
Riau sebagian besar masih hutan.
96
95
Hasil Wawancara dengan Bherly Andia sebagai Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pengembangan Kehutanan Dishut Provinsi Kepulauan Riau dan merupakan salah satu anggota Tim
Terpadu di Tanjung Pinang pada tanggal 8 Mei 2014.
96
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Setelah Kepulauan Riau tidak lagi menjadi bagian Provinsi Riau, khusus wilayah Batam dijadikan sebagai kota Otorita, BP Batam memegang hak pengelolaan
atas tanah di Batam berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973. jadi dahulunya wilayah berdasarkan TGHK 1986 tersebut termasuk kawasan hutan, oleh
Pemerintah BP Batam sebagian wilayah tersebut diberikan hak guna bangunan dan hak pakai kepada pihak ketigamasyarakat.
97
Dikeluarkannya SK 4632013 ini sebenarnya tidak menunjuk kawasan hutan baru karena dari dulu kawasan tersebut memang kawasan hutan yang sebagian tetap
dipertahankan dan sebagiannya lagi di ubah fungsinya, dalam SK 4632013 ada penunjukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dikarenakan sebagai
pengganti lahan-lahan yang berdasarkan TGHK 1986 merupakan kawasan hutan, namun karena telah diberikan hak-hak atas tanah oleh BP Batam kepada pihak
ketigamasyarakat sehingga harus dialihkan ke wilayah lain. Namun, memang tidak bisa semua wilayah kawasan hutan dalam TGHK 1986 tersebut dialihkan ke wilayah
lain karena pihak Dinas Kehutanan pun harus mengkaji kondisi alam maupun kontur tanahnya. Dalam pengkajian tersebut ada 2 proses yang dilakukan Dinas Kehutanan
yaitu :
98
1. Scientific Authority
2. Management Authority
97
Ibid.
98
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap Scientific Authority merupakan proses pengkajian yang dilakukan oleh Tim Terpadu. Tim terpadu mengkaji dari aspek yuridis, ekonomi, sosial dan
budaya masyarakat. Setelah melalui proses Scientific Authority, untuk ditahap terakhir masuk pada proses Management Authority. Pada proses Management
Authority ini yang menentukan wilayah kawasan hutan adalah Para Pejabat Eselon I Kementrian Kehutanan, pengkajian kawasan hutan pada tahap Management Authority
didasarkan dengan Rencana Tata Ruang Tungkat Nasional RTRN. Oleh sebab itulah maka terdapat perbedaan mengenai perubahan peruntukan kawasan hutan
menjadi bukan kawasan hutan di Kepulauan Riau antara usulan Tim Terpadu yakni mengusulkan ± 131.509 seratus tiga puluh satu ribu lima ratus sembilan hektar
sedangkan SK 4632013 yang memutuskan bahwa perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan di Kepulauan Riau adalah seluas ± 124.775
seratus dua puluh empat ribu tujuh ratus tujuh puluh lima hektar. Wilayah yang dalam SK 4632013 merupakan kawasan hutan namun fakta
dilapangan telah ditempatidibangun oleh masyarakat, maka akan menjadi kawasan yang termasuk daerah DPCL Dampak Penting Cakupan Luas yang proses
penetapan status tanahnya harus mendapatkan persetujuan dan pengkajian DPR Dewan Perwakilan Rakyat.
99
Melihat perbedaan antara proses penetepan kawasan hutan dalam peraturan perundang-undangan dengan SK 4632013 yakni; Peraturan perundang-undanganan
memuat secara umum proses penetapan kawasan hutan dari aspek yuridis saja
99
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
sedangkan SK 4632013 lebih spesifik yakni penetuan peta-peta kawasan hutan yang dikaji berdasarkan berbagai aspek baik dari aspek yuridis, ekonomi, maupun sosial
dan budaya masyarakat.
100
100
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
BAB III AKIBAT KEPERDATAAN YANG TIMBUL TERHADAP HAK ATAS