41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan SK. Menteri
Kehutanan RI No. 463MENHUT-II2013, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan sebagainya.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau karya ilmiah, dokumen pribadi, dan pendapat dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan
obejek penelitian yang ditelaah c.
Bahan non hukum,yaitu kamus umum, jurnal ilmiah dan internet yang relevan dengan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Sumber Bahan Hukum
Teknik sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan library research dan penelitian yang bersumber dari
pendapat-pendapat para ahli berupa doktrin-doktrin hukum, serta wawancara yang dilakukan dengan informan yang dianggap memiliki kompetensi dibidangnya yang
bertujuan untuk mendapatkan konsepsi, teori, pendapat atau pemikiran konseptual.
4. Analisis Sumber Bahan Hukum
Pengolahan sumber bahan hukum hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat
klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan penafsiran dan konstruksi.
46
Selanjutnya, penulisan ini menggunakan metode penafsiran, penafsiran adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-
dalil yang tercantum dalam Undang-Undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat Undang-Undang.
47
Serta melakukan konstruksi yakni ketika dihadapkan kepada situasi adanya kekosongan hukum rechts vacuum
sedangkan pada metode interpretasi persitiwa tersebut sudah di atur di dalam Undang-Undang hanya saja pengaturannya masih belum jelas.
48
46
Bambang Sunggono, II, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm 195.
47
http:rezarizkyfarza.blogspot.com201305penafsiran-hukum.html diakses pada pukul 20.30 WIB. Tanggal 7 Februari 2014
48
http:regafelix.wordpress.com20120606metode-penemuan-hukum diakses pada pukul 20.45 WIB. Tanggal 7 Februari 2014.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENUNJUKKAN DAN PENETAPAN KAWASAN HUTAN DI KEPULAUAN
RIAU BERDASARKAN SK MENTERI KEHUTANAN RI NO. 463MENHUT- II2013 DI KOTA BATAM
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, yang merupakan hasil
pemekaran dari Provinsi Riau. Provinsi Kepulauan Riau terdiri atas 5 lima kabupaten dan 2 dua kota, yakni Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun,
Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kota Tanjungpinang, dan Kota Batam. Sesuai dengan Undang-Undang Pembentukan
Provinsi Kepulauan Riau, luas wilayahnya sebesar 251.810,71 km², meliputi luas lautan 241.215,30 km² 95,79 dan sisanya seluas 10.595,41 km² 4,21
merupakan wilayah daratan.
49
Beberapa pulau yang relatif besar diantaranya Pulau Bintan merupakan lokasi kedudukan Ibukota Provinsi Tanjungpinang, Pulau Batam merupakan Pusat
Pengembangan Industri dan Perdagangan, Pulau Rempang, dan Galang merupakan kawasan perluasan wilayah industri Batam, Pulau Karimun, Pulau Kundur, Pulau
49
Tim Terpadu, II, Perubahan Kawasan Hutan Kepulauan Riau, Jakarta: Kementrian Kehutanan, 2012, hlm 1.
Universitas Sumatera Utara